Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah

Sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya

mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden,

kemampuan untuk belajar & menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk

mengurangi risiko. "Safety is a fundamental principle of patient care and a critical

component of hospital quality management." (World Alliance for Patient Safety, Forward

Programme WHO 2004).

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu

diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada

pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena

melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya

diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko

(Depkes 2008).

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap

petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah

seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena

itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui

secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari kesalahan medis
(Medical Error) di Rumah Sakit
2. Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya keselamatan pasien di
Rumah Sakit
3. Pelaksanaan program-program pencegahan
4. Aspek Hukum terhadap Patient Safety
5. Apa saja sasaran patient safety?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami Pencegahan dan penurunan kejadian yang tidak diharapkan dari
kesalahan medis (Medical Error) di Rumah Sakit
2. Untuk memahami Peningkatan keselamatan pasien dan menciptakan budaya
keselamatan pasien di Rumah Sakit
3. Untuk memahami Pelaksanaan program-program pencegahan
4. Untuk memahami Aspek Hukum terhadap Patient Safety

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pencegahan dan Penurunan Kejadian yang Tidak Diharapkan dari


Kesalahan Medis (Medical Error) di Rumah Sakit
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya
kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan
memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan identifikasi pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas
pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode
identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan, dan
partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat
3
mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan
informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan
melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-
kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang
salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi
atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan
yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda
pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan
adanya tim yang terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur
untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah
berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran
dan istilah, dan pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit
pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain
untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication
list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dana tau perintah
pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar
tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.

4
7. Hindari Salah kateter dan salah sambung slang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang
bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang
salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail
atau rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan ketika menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya
adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan
periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang
prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi
nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based
hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan
penggunaan tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan atau observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

2.1.2 Elemen-Elemen Untuk Mencegah Medical Errors


1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada
keselamatan pasien. Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh
sistem sumber daya manusia dari sejak perekrutan (kredensial), supervisi
dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan dan kebiasaan
menghukum “pelakunya” harus dikikis habis agar staf rumah sakit dengan
sukarela melaporkan kesalahan kepada manajemen dan atau komite
5
medis, sehingga pada akhirnya dapat diambil langkah-langkah
pencegahan kejadian serupa di kemudian hari.
2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam
hal ini manajemen dan komite medik. Komitmen pimpinan dibutuhkan
dalam menjalankan program-program manajemen risiko, termasuk ronde
rutin bersama ke unit-unit klinik.
3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya
tentang keselamatan pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta
upaya-upaya meningkatkan keselamatan pasien.
4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang
beranggotakan staf interdisiplin dan bertugas mengevaluasi laporan-
laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya kesalahan,
mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.
5. Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.
6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak
menimbulkan kesalahan baru.

2.1.2Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Pendekatan Penanganan KTD atau Error menurut James Reason dalam
Human error management : models and management dikatakan ada dua pendekatan
dalam penanganan error atau KTD.
1. Pendekatan personal.
Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan
kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak
aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa,

6
kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila
terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah.
2. Pendekatan sistem
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat salah
dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai
konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa
kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah
kondisi dimana manusia itu bekerja.
Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem yang
digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai pengembangan pada
kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan
mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.
2.1.3 Penyebab Utama Terjadinya Errors
1. Communication problems
2. Inadequate information flow
3. Human problems
4. Patient-related issues
5. Organizational transfer of knowledge
6. Staffing patterns/work flow
7. Technical failures
8. Inadequate policies and procedures (AHRQ Publication No. 04-RG005,
December 2003) Agency for Healthcare Research and Quality
2.2 Peningkatan Keselamatan Pasien dan Menciptakan Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini :
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan
semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas
strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang
terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab
untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci
dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
7
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah
kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman
yang berharga. Koordinator patient safetydan manajer RS harus membuat budaya
yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien
sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien.
Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran
bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas.
Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa
melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga
harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan
keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan
yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah
jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum
kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
8
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite
keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut:
apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal
yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang
kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan
konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim
dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.
2.3 Pelaksanaan Program-Program Pencegahan
Melakasanakan program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
DepKes RI, 2006) Pengorganisasian Sistem Keselamatan Pasien RS Terkait dengan
manajemen mutu dan manajemen risiko RS, Asuhan pasien atau patient care, patient
safety ada ditangan “Padat Profesi” di berbagai unit “point of care” dengan ujung
tombak: Dokter dan Perawat. Pelayanan keselamatan pasien dapat menjadi
“unggulan”. (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes RI,
2006) Jadi, berdasarkan pembahasan diatas maka untuk peningkatan mutu pelayanan
terhadap patient safety perlu dibuat suatu standar patient safety, menghindari
terjadinya kesalahan-kesalahan dalam memberikan tindakan keperawatan,
penanganan pasien cidera, dan kesalahan dalam pemberian obat. Serta dapat
mendeteksi segera akan terjadinya kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan
terjadinya mal praktek. Di rumah Sakit P merencanakan penanganan patient safety
mulai tahun 2009 s/d 2010 dan jika target keselamatan pasien berhasil maka kegiatan
ini akan berjalan secara berkesinambungan. Adapun rencana kegiatan pengembangan
layanan patient safety : melakukan kajian yang diperlukan meliputi kualifikasi tenaga
yang diperlukan (Sarjana Keperawatan, dan D3 Keperawatan), membentuk tim dalam
pembuatan proposal ini, Mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk peningkatan
9
Sumber Daya Manusia melalui program pendidikan berkelanjutan 1 orang Sarjana
Keperawatan (tugas belajar), 2 orang pendidikan berkelanjutan bagi tenaga SPK
kependidikan D3 Keperawatan (tugas belajar), Pengembangan SDM melalui pelatihan
keperawatan patient safety untuk mendapatkan sertifikasi untuk 25 orang perawat dua
kali periode, Merumuskan Standar Asuhan Keperawatan patient safety diantaranya
penyusunan Standar Asuhan Keperawatan (SAK), penyusunan Standard Operating
Prosedure (SOP), sosialisasi serta revisi dan penggunaan SAK dan SOP. 47
2.4 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”

10
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang kompresehensif.
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
2) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
3) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

11
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan
pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

2.5 Sasaran Patient Safety

1. Kejadian Tidak Diharapakn (KTD)/Adverse Event : adalah kejadian

karena kesalahan medis ataupun non medis yang mengakibatkan cedera pasien

akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) ataupun tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (ommission)

2. KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable adverse event) : salah satu

jenis KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan

yang muktahir

3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss : sama seperti Adverse Event

namun cedera tersebut tidak terlalu serius karena adanya faktor

“keberuntungan” maupun “pencegahan”.

 Keberuntungan, contoh : kesalahan pemberian makanan diit DM kepada

pasien DM yang mengakibatkan peningkatan Gula Darah Sewaktu namun

tidak berpengaruh secara langsung pada kondisi fisik pasien

 Pencegahan, contoh : salah pemberian obat pada pasien lain, dideteksi

secara dini serta dipantau perkembangannya sehingga tidak menimbulkan

reaksi yang tidak diinginkan.

12
 Peringanan. contoh : suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, tetapi

diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya.

4. Kesalahan Medis (Medical errors) : adalah kesalahan dalam proses

pengelelolan pasien (asuhan medis ataupun keperawatan) karena faktor

kegagalan melaksanakan suatu tindakan ataupun karena mengambil tindakan

yang tidak seharusnya diambil. Dan hal ini merupakan kesalahan yang sangat

fatal.

5. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident : adalah suatu

kejadian yang tidak disengaja ataupun yang tidak diharapkan yang dapat

menimbulkan suatu cedera atau berpotensi menimbulkan cedera.

6. Kejadian sentinel / Sentinel Event : adalah salah satu KTD yang

mengakibatkan suatu kematian atau cidera yang serius. Contoh : salah

mengoperasi bagian tubuh pasien yang tidak sehatrusnya dipoerasi.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan

pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi,

manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar

dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir

timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu

kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik

pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-

metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan

pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang

keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga

dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No.

36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah seharusnya menunjang

keselamatan pada pasien karena proses keperawatan tersebut sangat berhubungan

denganpatient safety atau keselamatan pasien. Proses keperawatan tersebut meliputi proses

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Jika terjadi kesalahan saat

menjalani salah satu proses keperawatan, maka kesalahan tersebut akan memungkinkan

timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan pasien. Aplikasi

keselamatan pasien dapat diterapkan pada beberapa tempat yang terdapat di rumah sakit,

seperti kamar operasi, ICU, dan UGD. Aplikasi keselamatan pasien tersebut diterapkan

14
dengan memperhatikan sisi struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang, dan

budaya.

Program Keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien merupakan suatu kebutuhan

dan keharusan untuk melindungi pasien dan karyawan. Keterlibatan /pemberdayaan pasien

dalam proses asuhan pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Keterlibatan

seluruh unsur yang ada dalam organisasi merupakan kunci keberhasilan, termasuk pihak

manajemen, unit terkait serta mengoptimalkan peran champion. Sosialisasi Program

keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien harus dilakukan secara terus-menerus untuk

menjaga pelaksanaan program tetap konsisten dan berkesinambungan.

3.2 SARAN

Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan benar

sesuai standar pelayanan kesehatan pada pasien, sehingga akan terjamin keselamatan

pasien dari segala aspek tindakan yang kita berikan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety).
Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
Cahyono JBS. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran. Jakarta:
Kanisius; 2008.
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November
2006

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai