Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN MIXED USE BUILDING

 DEFINISI MIXED USE MENURUT PARA TOKOH :

 Mixed Use Building adalah salah satu berusaha menyatukan berbagai aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area suatu kota (luas area terbatas, harga tanah mahal, letak strategis, nilai ekonomi tinggi)
sehingga terjadi satu struktur yang kompleks dimana semua kegunaan dan fasilitas saling berkaitan kerangka integrasi yang kuat (dikembangkan dari Meyer, 1983)

 Mixed Use Building adalah penggabungan dua masa bangunan atau lebih ke dalam satu wadah dengan cara yang terkoordinasi dan saling terkait satu sama lain seperti: kantor, tempat perbelanjaan, hotel,
atau perumahan (Sumber: R. Michael Hampton,"One Dozen Apartments & Townhomes: A Cos Analysis", NAHB Builder's Show l997)

 Mixed Use Building adalah penggunaan campuran berbagai tata guna lahan atau fungsi dalam bangunan. (dimitri procos,mixed land from revival too innovation,stroud’s burg, pennsylvania: dowdin
hutchinson & ross.inc, 1976,piX)

 Mixed Use Building adalah suatu kompleks dimana terdapat berbagai fungsi kegiatan termasuk hotel, apartment dan perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan pusat kebudayaan lainnya.(dydley
H.william, Encyclopedia of america, USA : Mc. Graw Hill)

 SEJARAH MIXED USE :

Sejarah perkotaan memiliki banyak contoh mengenai mixed use building yang sedang dipelajari sekarang ini. Kota-kota bersejarah di Yunani dan Roma serta kota-kota di Itali, Perancis, dan Inggris merupakan
contoh perkotaan di jaman medieval yang dikelilingi tembok tinggi. Perkotaan tersebut memiliki kepadatan yang tinggi dan memiliki fungsi pemerintahan, komersil, dan pemukiman yang terintegrasi.Tren dan pola
pengembangan kota berubah secara radikal di abad ke-20. Perubahan ini telah menghasilkan konteks baru dalam pendekatan perencanaan dan pengembangan, serta menciptakan jenis baru dalam perkembangan
fungsi campur beserta lingkungan yang belum pernah ada sebelumnya.

Di Indonesia, salah satu kawasan mixed use building yang ada di Jakarta adalah Senayan City, yang menggabungkan pusat perbelanjaan 5 lantai, perkantoran 21 lantai, apartemen 23 lantai, dan hotel
bintang lima 22 lantai. Keempat fungsi bangunan menyatu dalam satu kawasan yang dihubungkan oleh sebuah podium yang digunakan sebagai pusat perbelanjaan, sehingga terlihat seperti massa bangunan yang
utuh.

 KARAKTERISTIK MIXED USE :


1. Kawasan mixed use memiliki karakteristik point-point berikut ini (SCHWANKE ET AL, 2003:4 ) :
2. Terdapat 3 fungsi bangunan / lebih yang terdapat dalam kawasan tersebut
3. Terdapat pengintergrasian secara fisik dan fungsional terhadap fungsi-fungsi yang terdapat didalamnya
4. Hubungan yang relatif dekat antara 1 bangunan dengan bangunan lainya dengan hubungan interkoneksi antar bangunan di dalamnya.
5. Kehadiran pedestrian sebagai penghubung antar bangunan.

 .CIRI-CIRI MIXED USE :


1. Mewadahi 2 fungsi urban atau 1ebih misalnya terdiri dari retail, perkantoran, hunian, hotel, dan entertainment! cultural! recreation.
2. Terjadi integrasi dan sinergi fungsional
3. Terdapat ketergantungan kebutuhan antara masing-masing fungsi bangunan yang memperkuat sinergi dan integrasi antar fungsi tersebut.
 MANFAAT MIXED USE :
1. Kelengkapan fasilitas yang tinggi pada bangunan superblok, memberikan kemudahan bagi pengunjunguya.
2. Peningkatan kualitas fisik lingkungan. Kelengkapan fasilitas yang direncanakan dengan matang pada suatu kawasan yang luas memungkinkan diadakannya rancangan yang baik
termasuk perbaikan rancangan kualitas lingkungan.
3. Efisiensi pergerakan. Dengan pengelompokan berbagai fungsi dan aktivitas dalam suatu superblok berarti terdapat efisiensi pergerakkan bagi pengguna bangunan tersebut.
4. Vitalitas dan generator pertumbuhan. Pembangunan superblok pada salah satu bagian kota berpotensi meningkatkan pertumbuhan kawasan sekitarnya sebagai respon terhadap kebutuhan
layanan bagi para pengguna bangunan tersebut.
5. Penghematan pendanaan pembangunan. Pembangunan berbagai fasilitas dalam satu komplek atau kawasan dapat mengefisienkan dana pembangunan misalnya dengan efisiensi dana
pembangunan infrastrnktur.
6. Menghambat perluasan kota. Superblok dapat diasumsikan sebagai pertumbuhan kota secara vertical, karenannya pembangunan superblok dapat meminimalkan perluasan kota secara
horisontal.
7. Integrasi sistem-sistem. Sesuasi persyaratan sebuah superblok, pengembangan fungsi-fungsi di dalamnya harus dirancang secara terintegrasi, saling menguntungkan antar
fungsi. Integrasi ini dapat merupakan sisbiosis mutualisme antar fungsi.

 . POSITIF MIXED USE :


1. Mendorong tumbuhnya kegiatan yang beragam secara terpadu dalam suatu wadah secara memadai
2. Menghasilkan sistem sarana dan prasarana yang lebih efisien dan ekonomis
3. Memberikan kerangka yang luas bagi inovasi perancangan bangunan dan lingkungan
4. Pengkonsentrasian kegiatan Penyediaan fasilitas dan infrastruktur kota efisien karena terpusat dalam satu kawasan
5. Pendistribusian servis dan barang lebih merata kepada masyarakat
6. Vitalitas sosial - ekonomi naik

 NEGATIF MIXED USE


1. Kualitas hidup masa depan masih diperdebatkan, karena ragam sosial-budaya masyarakat Indonesia yang pluralis dan belum tenutu akan menerima konsep ini
2. Pembangunan berbiaya tinggi jika strategi pembangunan kotanya benar-benar baru
3. Adanya pengurangan kualitas kesehatan masyarakat
4. Kondisinya lebih memiliki kepadatan yang tinggi atau “overcrowded”
5. Kondisi politik Indonesia yang belum stabil memberikan kekhawatiran untuk menjadikan konflik antar masyarakat.
6. Terjadinya ruang-ruang mati. Berkembangnya Mixed Use Building dengan kelengkapan berbagai fungsi, fasilitas dan aktivitas untuk melayani penduduk suatu kota dapat mengakibatkan matinya ruang-
ruang dalam kota yang lain.
7. Menghilangnya sense of identity. Penghilangan ruang kota berpotensi menghilangkan sense of identity dari kota tersebut. Hal ini disebabkan terutama karena hilangnya ruang-ruang kota yang merupakan
pentas aktivitas dan budaya masyarakat kota tersebut.

 KONSEP PENGEMBANGAN MIXED USE


1. permasalahan perkotaan yang kerap muncul dalam hal pengembangan MIXED USE yaitu :
2. Keterbatasan Lahan & Nilai Lahan (Sistem Pertanahan & Harga Patokan)
3. Keterbatasan Sumber Daya (Alam, Manusia, Buatan )
4. Peraturan (Pertanahan, Zoning Regulation)
5. Tata Nilai Perkotaan (Keteraturan dan Ketertiban)
6. Urbanisasi
7. Penyediaan Prasarana Dasar (Air, Listrik, rumah)
8. Jumlah Penduduk Yang Besar
9. Konsep yang dapat menjadi daya tarik:
10. Posisi dan lokasi proyek akan menentukan besarnya profit yang akan dihasilkan.
11. Keberadaan Infrastuktur harus efisien
12. Adanya akses pedestrian yang ideal antar komponen
13. Adanya keterkaitan antara bangunan dengan lingkungan.
14. Adanya Keterkaitan antara proyek sejenis di lingkungan sekitar
15. Menciptakan massing untuk memperoleh maximal interest
16. Perhatikan dengan seksama pentahapan konstruksi
17. Penggunaan bersama fasilitas
18. Pengelolaan proses perancangan harus efisien dan professional.

 PUSAT PERBELANJAAN
 DEFINISI PUSAT PERBELANJAAN:
 Pusat perbelanjaan (Shopping Centre) merupakan tempat perdagangan eceran atau retail yang lokasinya digabung dalam satu bangunan atau komplek.Hal ini dapat dilihat pada definisi pusat perbelanjaan
dibawah ini. Menurut Jeffrey D. Fisher, Robert, Martin dan Paige Mosbaugh, definisi pusat perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri dari beberapa toko eceran, yang umumnya dengan satu atau lebih
tokoserba ada,toko grosir dan tempat parkir. (1991 : 121).

 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN :


Sejarah perkembangan pusatperbelanjaandi mulai pada abad pertengahan.Pada waktu itu orang melakukan jual beli di bawah pohon yang membentuk suatu deretan atau garis memanjang.Karena jumlah
penduduk semakin bertambah, maka kualitas dan kuantitas barang yang diperdagangkan juga semakin meningkat.Akibat dari hal tersebut bertambah luasnya tempattempat yang menjadi tempat
perbelanjaan.Perkembangan fisik tempat-tempat tersebut menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada masa itu.Jalan-jalan yang semula hanya diteduhi oleh pohon-pohon yang berderet lalu berubah
menjadi suatu jalan dengan gedung-gedung disebelah kanan dan kirinya. Perkembangan fisik ini dapat dilihat pada pusat perdagangan di Cologne, Jerman Barat, yang menutup suatu jalan untuk kegiatan
berbelanja, sehingga orang dapat berbelanja dengan berjalan kaki tanpa adanya gangguan dari kendaraan. Di sini terlihat bahwa perkembangan tingkat ekonomi, sosial, dan budaya sangat berpengaruh pada
urban design-nya.

 KLASIFIKASI PUSAT PERBELANJAAN :


a. Berdasarkan Aspek Perkotaan
Neighborhood Centre (Pusat Perbelanjaan Lokal) Melayani kebutuhan sehari-hari yang meliputi supermarket dan toko-toko yang luas.Lantai penjualan (Gross Leasable Area /GLA) antara 30.000-100.000
square feet (2787-9290 m2).Jangkauan pelayanan antara 5.000-40.000 jiwa penduduk (skala lingkup).Unit terbesar berupa supermarket, dan luas site yang dibutuhkan antara 3-10 Ha.
 Community Centre (Pusat Perbelanjaan Distrik) Melayani jenis
barang yang lebih luas, meliputi Department Store, Variety Store, Shop Unit dengan GLA antara 100.000-300.000 square feet (9290-27.870 m2). Jangkauan pelayanan antara 40.000- 150.000 jiwa
penduduk.Unit penjualan berupa Junior Department Store, Supermarket, dan toko-toko. Luas site yang diperlukan antara 10-30 Ha.
 Main Centre / Regional Centre (Pusat Perbelanjaan Regional) Pusat perbelanjaan dengan skala kota yang memiliki jangkauan pelayanan diatas 150.000 jiwa penduduk, dengan fasilitas-fasilitas meliputi pasar,
toko, bioskop, dan bank yang terletak pada tempat strategis dan bergabung dengan perkantoran, tempat rekreasi dan kesenian. Luas lantai penjualan / GLA antara 300.000-1.000.000 squarefeet (27.870-92.900
m2).Pusat perbelanjaan tersebut terdiri atas dua atau lebih Department Store dan berbagai jenis toko.

b.Berdasarkan Cara Pelayanan


 Shopping Existing Personal Services Pembeli dilayani langsung oleh para pelayan.Setelah transaksi, pelayan langsung meminta pembayaran dan membungkus barang tersebut.
 Self Selection Pembeli dapat memilih dan membeli barang-barang, kemudian mengumpulkan ke pelayan dan meminta bon pembayaran, lalu ke kasir untuk membayar dan mengambil barang.
 Self Services Pembeli dapat memilih dan mengambil barang-barang yang dibutuhkan, kemudian diletakkan pada keranjang / kereta dorong yang telah disediakan, lalu langsung dibawa ke kasir untuk
pembayaran dan pembungkusan.
c. Berdasarkan Bentuk Fisik
 Self Services Pembeli dapat memilih dan mengambil barang-barang yang dibutuhkan, kemudian diletakkan pada keranjang / kereta dorong yang telah disediakan, lalu langsung dibawa ke kasir untuk
pembayaran dan pembungkusan
 Shopping Street Toko-toko berderet di kedua sisi jalan, dengan pencapaian langsung dari jalan utama.
 Shopping Precint Toko-toko yang membentuk sebuah lingkaran yang bebas dari kendaraan, dan khusus untuk pejalan kaki.
 Department Store Kumpulan beberapa toko yang berada di bawah satu atap bangunan.
 Supermarket Toko dengan ruangan yang luas dan menjual bermacam-macam barang yang diatur secara berkelompok dengan sistem self service.
 Shopping Centre Bangunan atau kompleks pertokoan yang terdiri dari stan-stan toko yang disewakan atau dijual.
 Shopping Mall Bangunan atau kompleks pertokoan yang memilih sistem selasar atau satu koridor utama disepanjang toko-toko yang menerus.

d. Berdasarkan Luas dan Macam-Macam

 Full mall terbentuk oleh sebuah jalan, di mana jalan tersebut sebelumnya digunakan untuk lalu lintas kendaraan, kemudian diperbaharui menjadi jalur pejalan kaki, plaza (alun-alun) yang dilengkapi paving,
pohon-pohon, bangku-bangku, pencahayaan dan fasilitas-fasilitas baru lainnya seperti patung dan air mancur.
 Transit mall atau transit way dikembangkan dengan memindahkan lalu lintas mobil pribadi dan truk ke jalur lain dan hanya mengijinkan angkutan umum seperti bus dan taksi. Area parkir 5 Ibid 616
direncanakan tersendiri dan menghindari sistem parkir pada jalan (on-street parking), jalur pejalan kaki diperlebar dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti : paving, bangku, pohon-pohon,
pencahayaan, patung, air mancur dan lain-lain. Transit mall telah dibangun di kota-kota dengan rata-rata ukurannya lebih besar dari full mall maupun semi mall.
 Semi mall lebih menekankan pada pejalan kaki, oleh karena itu areanya diperluas dan melengkapinya dengan pohon-pohon dan tanaman, bangku-bangku, pencahayaan dan fasilitas buatan
lainnya.Sedangkan jalur kendaraan dan area parkir dikurangi.

 BENTUK PUSAT PERBELANJAAN:

 Pusat perbelanjaan terbuka

Semua jalan yang direncanakan mengutamakan kenyamanan pejalan kaki, letaknya dapat di pusat kota, sistem penghawaannya dengan sistem penghawaan alami. Pusat perbelanjaanterbuka cocok untuk daerah
beriklim sedang.Berjalan-jalan di dalamnya menjadi suatu keistimewaan tersendiri dan lebih menghemat energi.

 Pusat perbelanjaanKomposit

Pusat perbelanjaandengan bagian yang terbuka dan tertutup.Bagian yang tertutup diletakkan di tengah sebagai pusat dan menjadi magnet yang menarik pengunjung untuk masuk ke pusat perbelanjaan.

 Pusat perbelanjaan tertutup

Pusat perbelanjaantertutup adalah mal dengan pelingkup atap.Keuntungannya berupa kenyamanan dengan kontrol iklim, dan kerugiannya adalah biaya menjadi sangat mahal dan terkesan menjadi kurang luas

 KARAKTERISTIK PUSAT PERBELANJAAN :

1. Adanya variasi kegiatan, dengan pola umum, convinience shopping, comparismshopping (membandingkan harga barang dengan pusat perbelanjaan lain sebelum membeli).

2. Kegiatan berlangsung terus menerus, tidak menetap.

3. Beban kegiatan relatif sama pada setiap waktu.

4. Pelaku kegiatan : individu, small group.


CONTOH BANGUNAN MIXED USE DI INDONESIA

1. Gajahmada Plaza

3. Bandung City Walk

2. Fx plaza 4. Season City

Produk yang dikembangkan yaitu apartemen, shopping mall, dan perkantoran.

Anda mungkin juga menyukai