JAWA POS NASIONAL Ini Contoh Praktik Gratifikasi di Lingkungan Dokter
24/02/15, 13:02 WIB
JAKARTA – Praktik-praktik korupsi, penyimpangan anggaran, atau suap
bisa terjadi dalam profesi apa pun. Tidak terkecuali profesi dokter. Hari ini (24/2), seminar dalam rangkaian Dies Natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengangkat tema yang menarik. Yakni, membongkar praktik-praktik gratifikasi di lingkungan profesi dokter. Dekan FKUI Ratna Sitompul mengatakan, potensi gratifikasi dilakukan dokter karena kedekatannya dengan dunia industri farmasi dan penyedia alat kesehatan (alkes). ”Dokter tidak bisa untuk tidak berhubungan dengan mereka (industri alkes dan farmasi, red),” katanya. Ratna menjelaskan, potensi gratifikasi lainnya juga bisa muncul dari penelitian-penelitian yang disponsori oleh dunia farmasi dan penyedia alkes atau industri lainnya. Dia mencontohkan, UI saat ini sedang menjalin kerja sama dengan GE (General Electric) untuk menciptakan USG portable. USG itu nantinya bisa dipakai untuk melihat posisi janin dengan mudah. ”Apakah posisi kepala janin ada di atas atau di bawah,” ujar dia. Selama penelitian, menurut Ratna, para dokter yang ikut tim peneliti sah-sah saja mendapatkan honorarium dengan wajar. ”Tetapi, dokter tidak boleh terikat untuk memasarkan produk hasil penelitian itu,” terangnya. Menurut Ratna, seorang dokter harus bisa menjaga profesinya sebagai profesi yang mulia. Dia menjelaskan, masyarakat ingin dokter yang cerdas, jujur, terampil, dan tepat dalam mendiagnosis penyakit. ”Tetapi, juga ada pandangan masyarakat yang mengganggu profesi dokter,” ujar dia. Yakni, pandangan sebagaian besar masyarakat bahwa dokter itu harus kaya. Masyarakat akan memandang aneh jika ada dokter yang tidak kaya raya. Ratna mencontohkan, ada mertua yang heran karena menantunya sebagai dokter tetapi tidak punya mobil. ”Setelah punya mobil, mertuanya heran lagi. Kenapa mobilnya bukan Mercy,” katanya lantas tertawa. Pandangan bahwa dokter itu harus kaya, ikut berkontribusi dalam potensi gratifikasi di kalangan profesi dokter. Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi S.P. memberikan penjelasan terkait gratifikasi dalam seminar tersebut. Dia menegaskan, gratifikasi terkait dengan pribadi yang menjadi pegawai negeri dan penyelenggara negara. ”Setiap ada hadiah, laporkan ke unit gratifikasi KPK. Nanti kami yang putuskan itu boleh diterima atau tidak,” katanya. Johan menjelaskan, jika dokter itu baik, maka bisa jadi akan masuk surga lebih dulu. ”Jika masih percaya ada surga,” tandasnya. Sebaliknya, jika dokter itu jahat dengan mengakali pasien untuk mengeruk keuntungan, bisa jadi masuk neraka duluan. ”Jika masih percaya ada neraka,” kata mantan juru bicara KPK itu. Sebab, kata Johan, saat ini sudah banyak yang tidak percaya surga dan neraka. Sebaliknya, mereka lebih takut pada si pemberi jabatan. (wan/fal)