Anda di halaman 1dari 30

STANDAR-STANDAR MATEMATIKA SEKOLAH DARI PRA

TAMAN KANAK-KANAK SAMPAI KELAS 2 SD

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Kapita Selekta Matematika Sekolah
Yang dibina oleh Dr. Erry Hidayanto, M.Si

Oleh:

LALU NURUL WATHONI : 172103856092


MONA MULEKA : 172103856020

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
FEBRUARI 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang ”Stndar Untuk TK Sampai Kelas 2” dengan
tepat waktu.
Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik dari
semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami mengucapakan
terimakasih kepada dosen Pengampu mata kuliah Kapita Selekta Matematika Sekolah juga
kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari buku
panduan.
Mengingat pengetahuan dan kemampuan kami yang terbatas makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga pengalaman membuat makalah ini dapat menjadi dorongan
bagi kami untuk karya yang lebih sempurna. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Februari 2018

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
A. Matematika Untuk Pelajar Termuda ................................................................... 1
B. Tujuan Standar Untuk TK samapai Kelas 2 ....................................................... 3
C. Standar Bilangan dan Operasi Untuk TK samapai Kelas 2 ............................... 5
1. Memahami Bilangan, Cara Untuk Mewakili Bilangan, Hubungan
Antara Bilangan, dan Sistem Bilangan ........................................................ 6
2. Memahami Makna Operasi dan Bagaimana Hubungan Satu Sama
Lain .............................................................................................................. 11
3. Menghitung Lancar dan Membuat Estimasi yang Wajar ............................ 13
D. Standar Aljabar Untuk TK samapai Kelas 2 ...................................................... 19
1. Memahami Pola, Hubungan dan Fungsi ...................................................... 20
2. Menganalisis Situasi dan Struktur Matematis dengan Menggunakan
Aljabar.......................................................................................................... 23
3. Menggunakan Model Matematis Untuk mewakili dan Memahami
Hubungan Kualitatif..................................................................................... 25
4. Menganalisis Perubahan dalam Berbagai Konteks ..................................... 25
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 27

iii
Standar Untuk Pra Taman Kanak-Kanak Sampai Kelas 2

A. Matematika Untuk Anak di Usia Dini


Dasar untuk pengembangan matematika anak dibentuk pada saat usia dini.
Pembelajaran matematika didasarkan pada rasa ingin tahu dan antusiasme anak serta tumbuh
secara alami dari pengalaman mereka. Matematika pada usia ini, jika terhubung dengan
tepat ke dunia anak, maka anak-anak tersebut lebih cepat "bersiap-siap" untuk disekolahkan
atau mempercepat mereka dalam mengenal aritmatika dasar. Pengalaman matematika yang
tepat menantang anak usia dini untuk mengeksplorasi gagasan yang berkaitan dengan pola,
bentuk, angka, dan bangun ruang seiring dengan meningkatnya wawasan yang mereka
peroleh.
Prinsip bahwa semua anak bisa belajar matematika berlaku untuk semua umur.
Banyak konsep matematika, setidaknya dalam awal intuitif mereka, berkembang sebelum
sekolah. Misalnya, bayi secara spontan mengenali dan mendiskriminasi sejumlah kecil objek
(Starkey dan Cooper 1980). Sebelum mereka masuk sekolah, banyak anak memiliki
pengetahuan informal tentang matematika. Mereka menggunakan gagasan matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan pengetahuan matematika yang bisa
sangat kompleks dan canggih (Baroody 1992; Clements et al., 1999; Gelman 1994;
Ginsburg, Klein, dan Starkey 1998). Keberhasilan jangka panjang anak dalam pembelajaran
dan pengembangan membutuhkan pengalaman bermutu tinggi selama "tahun-tahun yang
dijanjikan" (Carnegie Corporation 1999). Orang dewasa dapat mendorong perkembangan
matematika anak-anak dengan menyediakan lingkungan yang kaya bahasa, di mana
pemikiran adalah sebuah dorongan, keunikan adalah sebuah penghargaan, dan eksplorasi
adalah sebuah dukungan. Bermain adalah pekerjaan anak-anak. Orang dewasa harus
mendukung ketekunan serta perkembangan matematika anak, mengarahkan semua perhatian
mereka saat anak menggunakan matematika saat anak bermain, menantang mereka untuk
memecahkan masalah, dan memberikan motivasi untuk ketekunan mereka.
Anak-anak belajar menjelajahi dunia mereka; Dengan demikian, minat dan aktivitas
sehari-hari adalah dorongan alami untuk mengembangkan pemikiran matematis. Ketika
orang tua menempatkan kerupuk di tangan balita dan berkata, "Ini ada dua kerupuk-satu,
dua," atau ketika anak berusia tiga tahun memilih bagaimana dia menginginkan sandwich-

1
nya dipotong-menjadi beberapa bagian seperti segitiga, persegi panjang, atau kotak kecil.
Pemikiran matematika sedang terjadi. Saat ketika anak mengatur boneka binatang menurut
ukuran, orang dewasa mungkin bertanya, "Binatang mana yang paling kecil?". Ketika anak
mengenali tanda berhenti dengan memusatkan perhatian pada bentuk segi delapan, orang
dewasa memiliki kesempatan untuk berbicara tentang berbagai bentuk di lingkungan.
Dengan pengamatan, percakapan, dan bimbingan yang cermat, orang dewasa dapat
membantu anak-anak membuat hubungan antara matematika dalam situasi yang akrab dan
situasi yang baru.
Karena anak kecil mengembangkan disposisi untuk matematika dari pengalaman
awal mereka, kesempatan untuk belajar harus positif dan mendukung. Anak-anak harus
belajar untuk mempercayai kemampuan mereka sendiri untuk memahami matematika. Dasar
matematika diletakkan sebagai teman bermain, seperti membuat jalan dan bangunan di pasir
atau membuat rumah bermain dengan kotak kosong. Gagasan matematika tumbuh saat anak-
anak menghitung langkah-langkah pada saat di luar ruangan atau mengurutkan bebatuan dan
sebaginya. Mereka mempelajari konsep matematika melalui aktivitas sehari-hari: menyortir
(meletakkan mainan atau bahan makanan), penalaran (membandingkan dan membuat
bangunan dengan menggunakan balok), mewakili (menggambar untuk merekam gagasan),
mengenali pola (membicarakan rutinitas sehari-hari, mengulangi sajak, dan membaca buku
yang dapat diprediksi), mengikuti arahan (nyanyian nyanyian seperti "Hokey Pokey"), dan
menggunakan visualisasi spasial (menyusun puzzles). Dengan menggunakan benda, bermain
peran, menggambar, dan menghitung, anak-anak menunjukkan apa yang mereka ketahui.
Hasil pembelajaran berkualitas tinggi dari pengalaman formal dan informal selama
masa prasekolah. "Informal" tidak berarti tidak terencana atau serampangan. Karena
pembelajaran matematika yang paling kuat untuk anak-anak prasekolah seringkali
diakibatkan oleh penjelajahan mereka dengan masalah dan materi yang menarik perhatian
mereka, orang dewasa harus memanfaatkan kesempatan untuk memantau dan
mempengaruhi bagaimana anak-anak menghabiskan waktu mereka. Orang dewasa dapat
memberikan akses ke buku dan cerita dengan angka dan pola; musik dengan tindakan dan
arahan seperti naik, turun, masuk, dan keluar; atau permainan yang melibatkan peraturan
dan bergiliran. Semua aktivitas ini membantu anak memahami berbagai gagasan

2
matematika. Anak-anak membutuhkan hal-hal untuk dihitung, disortir, bandingkan,
dicocokan, disatukan, dan dipisahkan.
Anak-anak membutuhkan pengenalan bahasa dan konvensi matematika, sekaligus
menjaga hubungan dengan pengetahuan dan bahasa informal mereka. Mereka harus
mendengar bahasa matematika digunakan dalam konteks yang bermakna. Misalnya, orang
tua mungkin meminta anak untuk mendapatkan jumlah garpu yang sama dengan sendok.
Anak kecil perlu belajar kata-kata untuk membandingkan dan untuk menunjukkan posisi dan
arahan pada saat bersamaan mereka mengembangkan pemahaman tentang penghitungan dan
jumlah kata.
B. Pendidikan Matematika pada Taman Kanak-Kanak sampai Kelas 2
Peran guru dan orang tua dapat membantu setiap anak untuk mengembangkan sikap
yang mendalam dan pengetahuan yang kuat dalam matematika. Usaha dan kepercayaan diri
mereka dalam pembelajaran matematika masih harus didukung. Siswa anak usia dini
membangun kepercayaan mereka tentang apa itu matematika, tentang apa artinya
mengetahui dan mengerjakan matematika, dan tentang diri mereka sebagai pelajar yang
mempelajari matematika. Keyakinan ini mempengaruhi pemikiran, kinerja, sikap, dan
keputusan mereka tentang belajar matematika di tahun-tahun berikutnya (Kamii 2000). Oleh
karena itu, sangat penting untuk menyediakan semua siswa program berkualitas tinggi yang
mencakup matematika signifikan yang disajikan dengan cara yang baik untuk menumbuhkan
rasa kecintaan anak terhadap matematika. Program ini harus membangun dan memperluas
pengetahuan matematika intuitif dan informal siswa. Mereka harus didasarkan pada
pengetahuan tentang perkembangan anak dan berlangsung di lingkungan yang mendorong
siswa untuk menjadi pelajar aktif dan menerima tantangan baru. Mereka harus
mengembangkan kerangka konseptual yang kuat dengan mendorong dan mengembangkan
keterampilan siswa dan kecenderungan alami mereka untuk memecahkan masalah. Jumlah
kegiatan yang berorientasi pada pemecahan masalah dapat berhasil bahkan dengan anak-anak
yang sangat muda dan dapat mengembangkan tidak hanya kemampuan menghitung dan
menjumlah tetapi juga kemampuan penalaran seperti pengklasifikasian dan pemesanan
(Clements 1984).
Pengajaran matematika di kelas bawah harus mendorong strategi siswa dan
membangunnya sebagai cara untuk mengembangkan lebih banyak gagasan umum dan

3
pendekatan sistematis. Dengan mengajukan pertanyaan yang mengarah pada klarifikasi,
perluasan, dan pengembangan pemahaman baru, guru dapat memfasilitasi pembelajaran
matematika siswa. Guru harus memastikan bahwa masalah menarik dan merangsang
percakapan matematis adalah bagian dari setiap hari. Mereka harus menghormati pemikiran
dan penalaran para siswa perindividu dan menggunakan penilaian formatif untuk
merencanakan instruksi yang memungkinkan siswa menghubungkan pembelajaran
matematika baru dengan apa yang mereka ketahui. Sekolah harus menyediakan materi yang
memungkinkan siswa untuk terus belajar matematika melalui penghitungan, pengukuran,
konstruksi dengan balok, bermain game dan melakukan teka-teki, mendengarkan cerita, dan
terlibat dalam permainan, musik, dan seni.
Di pra-TK sampai kelas 2, konsep matematika berkembang pada waktu dan tingkat
yang berbeda untuk setiap anak. Jika siswa mencapai tujuan matematis yang dijelaskan
dalam Prinsip dan Standar untuk Matematika Sekolah, pendidikan matematika mereka harus
mencakup lebih dari sekadar pembelajaran jangka pendek mengenai prosedur hafalan. Semua
siswa membutuhkan waktu dan kesempatan yang memadai untuk mengembangkan,
membangun, menguji, dan merefleksikan pemahaman matematika mereka yang semakin
meningkat. Pendidikan awal harus didasarkan pada prinsip bahwa semua siswa dapat belajar
matematika yang signifikan. Seiring dengan harapan mereka terhadap siswa, guru juga harus
menetapkan standar yang sama tinggi untuk dirinya sendiri. Mencari jika perlu pengetahuan
dan keterampilan baru yang mereka butuhkan untuk membimbing dan memelihara semua
siswa. Pemimpin sekolah dan guru harus bertanggung jawab untuk mendukung pembelajaran
sehingga semua siswa meninggalkan kelas 2 dengan percaya diri dan kompeten dalam
matematika.
Program matematika di TK sampai kelas 2 harus memanfaatkan teknologi. Pekerjaan
terpandu dengan kalkulator dapat memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi jumlah dan
pola, fokus pada pemecahan masalah, dan menyelidiki aplikasi yang realistis. Melalui
pengalaman dan bimbingan guru, siswa harus mengenali saat menggunakan kalkulator yang
sesuai dan bila lebih efisien untuk menghitung. Komputer juga dapat membuat kontribusi
yang kuat dan unik untuk pembelajaran siswa dengan memberikan umpan balik dan
hubungan antara representasi. Dengan teknologi dapat menguntungkan semua siswa dan
sangat membantu bagi peserta didik dengan keterbatasan fisik atau mereka yang berinteraksi

4
lebih nyaman dengan teknologi daripada dengan teman sekelasnya (Clements 1999a; Wright
and Shade 1994).
Siswa muda sering memiliki pengetahuan lebih besar daripada yang dapat mereka
ungkapkan secara tertulis. Guru perlu menentukan apa yang sudah diketahui siswa dan apa
yang masih harus mereka pelajari. Informasi dari berbagai macam penilaian kelas (rutinitas
kelas, percakapan, kerja tertulis (termasuk gambar), dan pengamatan) membantu guru
merencanakan tugas yang bermakna yang menawarkan dukungan bagi siswa yang
pemahamannya belum lengkap dan membantu guru menantang siswa yang siap belajar.
Dengan masalah dan gagasan baru, guru harus menjaga keseimbangan antar membantu siswa
dengan mengembangkan pemahaman konseptual dan fasilitas prosedural (keterampilan).
Pengembangan naluri siswa harus bergerak melalui tingkat pengembangan gagasan dan
keterampilan yang semakin canggih untuk mengenali dan menggunakan hubungan untuk
memecahkan masalah, dan menghubungkan pembelajaran baru dengan orang tua. Seperti
dibahas dalam Prinsip Belajar (Bab 2), keterampilan diperoleh paling efektif saat pemahaman
adalah fondasi untuk belajar.
Pembelajaran matematika bagi siswa pada tingkat ini harus aktif, kaya akan bahasa
matematika, dan penuh dengan pemikiran. Matematika harus diajarkan untuk memahami
daripada seputar prasangka tentang keterbatasan anak-anak. Ini tidak berarti meninggalkan
cara mengetahui dan mewakili anak-anak; Sebaliknya, ini adalah panggilan yang jelas untuk
menciptakan kesempatan bagi siswa muda untuk belajar matematika baru yang penting
dengan cara yang masuk akal bagi mereka.
C. Standar Bilangan dan Operasi Untuk pra - TK Sampai Kelas 2
Konsep dan keterampilan yang terkait dengan bilangan dan operasi merupakan
penekanan utama pengajaran matematika di TK sampai kelas 2. Selama rentang ini, anak
kecil yang memegang dua jari sebagai jawaban atas pertanyaan "Berapa banyak yang
dikatakan dua?" Tumbuh menjadi siswa kelas dua yang memecahkan masalah yang rumit
dengan menggunakan strategi perhitungan multidigit. Pada awal tahun, pemahaman anak
tentang angka berkembang secara signifikan. Anak-anak datang ke sekolah dengan
pengetahuan informal yang kaya dan beragam jumlahnya (Baroody 1992; Fuson 1988;
Gelman 1994). Selama awal tahun para guru harus membantu siswa mengingat nomor

5
mereka, dimulai dari pengembangan awal teknik penghitungan dasar hingga pemahaman
yang lebih mengenai ukuran angka, hubungan nomor, pola, operasi, dan nilai tempat.
Hasil kerja siswa dengan angka harus terhubung ke pekerjaan mereka dengan topik
matematika lainnya. Misalnya, kelancaran berhitung (memiliki dan menggunakan metode
perhitungan yang efisien dan akurat) dapat memungkinkan dan dimungkinkan oleh
penyidikan data siswa; sebuah pengetahuan tentang pola mendukung pengembangan
pemikiran berhitung dan aljabar; dan pengalaman dengan bentuk ruang dan jumlah
membantu siswa mengembangkan keterampilan estimasi yang berkaitan dengan kuantitas
dan ukuran.
Karena mereka bekerja dengan angka, siswa harus mengembangkan strategi yang
efisien dan akurat yang mereka pahami, apakah mereka mempelajari kombinasi jumlah
penambahan dan pengurangan angka atau komputasi dengan nomor multidigit. Mereka harus
menjajaki angka ke ratusan dan memecahkan masalah dengan fokus khusus pada angka dua
digit. Meskipun penilaian yang baik harus digunakan mengenai angka mana yang penting
bagi siswa pada usia tertentu untuk bekerja dengannya, guru harus berhati-hati untuk tidak
meremehkan apa yang dapat dipelajari siswa tentang angka. Siswa sering kali sangat mahir
saat menemukan angka, bahkan dalam jumlah besar, dalam konteks masalah. Oleh karena
itu, guru harus secara teratur mendorong siswa untuk menunjukkan dan memperdalam
pemahaman mereka tentang angka dan operasi dengan memecahkan masalah yang menarik
dan kontekstual dan dengan mendiskusikan representasi dan strategi yang mereka gunakan.
1. Memahami bilangan, cara untuk mewakili bilangan, hubungan antara bilangan,
dan sistem bilangan
Menghitung adalah sebuah dasar untuk siswa memulai mengenal bilangan lebih
cepat. Anak-anak kecil termotivasi untuk menghitung segalanya dari makanan yang
mereka makan, tangga yang mereka naiki, dan melalui pengalaman berulang mereka
dengan proses penghitungan, mereka belajar banyak konsep bilangan dasar. Mereka
dapat mengaitkan angka dengan koleksi benda kecil dan secara bertahap belajar
menghitung dan melacak objek dalam kelompok yang lebih besar. Mereka dapat
membuat korespondensi satu-satu dengan memindahkan, menyentuh, atau menunjuk
objek seperti kata-kata angka. Mereka harus belajar bahwa menghitung benda dalam
urutan yang berbeda tidak mengubah hasilnya, dan mereka mungkin memperhatikan

6
bahwa jumlah keseluruhan berikutnya dalam urutan penghitungan adalah lebih dari
jumlah yang baru saja disebutkan. Anak-anak harus mengetahui bahwa nomor terakhir
yang disebut mewakili objek terakhir serta jumlah total objek. Mereka sering
memecahkan masalah penambahan dan pengurangan dengan menghitung benda beton,
dan banyak anak menciptakan strategi pemecahan masalah berdasarkan strategi
penghitungan (Ginsburg, Klein, dan Starkey 1998; Siegler 1996).
Dalam awal tahun, para guru harus secara teratur memberi siswa beragam
kesempatan untuk terus mengembangkan, menggunakan, dan menghitung praktek saat
mereka menghitung koleksi objek, mengukur atribut bentuk, mengidentifikasi lokasi,
dan memecahkan masalah. Guru prasekolah dan taman kanak-kanak, misalnya, harus
menggunakan kesempatan alami untuk membantu siswa mengembangkan konsep
penjumlahan dengan mengajukan pertanyaan seperti, Berapa banyak pensil yang kita
butuhkan di meja ini? Haruskah kita menghitung berapa banyak langkah ke taman
bermain? Siapa yang ketiga? Siswa sering menggunakan pendekatan yang berbeda saat
berhadapan dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan jumlah yang lebih besar.
Mereka mungkin melihat sekelompok kecil objek (sekitar enam item atau kurang) dan
mengenali "berapa banyak," tapi mungkin mereka perlu menghitung sepuluh atau dua
belas benda untuk ditemukan total. Kemampuan untuk mengenali sekilas kelompok
kecil dalam kelompok yang lebih besar mendukung pengembangan objek
pengelompokan visual sebagai strategi untuk memperkirakan jumlah.
Pada awal tahun ini, guru dapat mengembangkan kemampuan untuk menangani
angka secara mental dan memikirkan angka tanpa memiliki model fisik (Steffe dan
Cobb 1988). Beberapa siswa akan mengembangkan kapasitas ini sebelum masuk
sekolah, dan yang lainnya akan mendapatkannya pada awal tahun ajaran mereka. Di
kelas satu, kelas di mana siswa diminta untuk memberi tahu berapa banyak blok yang
tersembunyi saat jumlah total, katakanlah, tujuh, diketahui namun beberapa,
katakanlah, tiga, ditutupi, siswa akan bervariasi dalam bagaimana mereka menghadapi
masalah. blok. Beberapa mungkin dapat mencatat bahwa ada empat blok yang terlihat
dan kemudian menghitung dari sana, dengan mengatakan, "Lima, enam, tujuh. Ada tiga
tersembunyi! "Tapi yang lain mungkin tidak bisa menjawab pertanyaan kecuali jika

7
mereka melihat semua benda; mereka mungkin perlu mengungkap dan menunjuk atau
menyentuh blok saat mereka menghitungnya.
Sebagai siswa bekerja dengan angka, mereka secara bertahap mengembangkan
fleksibilitas dalam memikirkan angka, yang merupakan ciri khas bilangan. Siswa dapat
menjadi model dua puluh lima dengan kacang dan batang kacang atau dengan dua dime
dan nikel, atau mereka mungkin mengatakan bahwa itu adalah 2 puluhan dan 5 orang,
lima lebih dari dua puluh, atau setengah jalan antara dua puluh dan tiga puluh. Jumlah
rasa berkembang saat siswa memahami ukuran angka, mengembangkan banyak cara
untuk berpikir dan mewakili angka, menggunakan angka sebagai rujukan, dan
mengembangkan persepsi yang akurat tentang efek operasi pada angka (Sowder 1992).
Siswa muda dapat menggunakan akal untuk masuk akal dengan angka dengan cara
yang rumit. Misalnya, mereka mungkin memperkirakan jumlah batu yang bisa mereka
pegang di satu tangan dengan mengacu pada jumlah batu yang bisa dipegang oleh guru
mereka di satu tangan. Atau jika ditanya apakah empat ditambah tiga lebih atau kurang
dari sepuluh, mereka mungkin menyadari bahwa jumlahnya kurang dari sepuluh karena
kedua nomor tersebut kurang dari lima dan lima ditambah lima membuat sepuluh.
Model konkrit dapat membantu siswa mewakili bilangan dan mengembangkan
bilangan akal; mereka juga dapat membantu membawa makna pada penggunaan simbol
tertulis siswa dan dapat berguna dalam membangun konsep nilai-tempat. Tapi
menggunakan bahan, apalagi dengan cara hafalan, tidak menjamin pengertian. Guru
harus mencoba untuk mengungkap pemikiran siswa saat mereka bekerja dengan materi
beton dengan mengajukan pertanyaan yang menimbulkan pemikiran dan penalaran
siswa. Dengan cara ini, guru dapat melihat kesalahpahaman siswa, seperti menafsirkan
2 puluhan dan 3 orang dalam gambar 4.1c hanya sebagai lima objek. Guru juga harus
memilih tugas menarik yang melibatkan siswa dalam pemikiran dan penalaran
matematis, yang membangun pemahaman mereka tentang angka dan hubungan antar
bilangan.

8
Sangat penting bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam
tentang sistem penomoran basis dan sepuluh nilai dasar pada akhir kelas 2. Siswa
memerlukan banyak pengalaman instruksional untuk mengembangkan pemahaman
mereka tentang sistem, termasuk bagaimana menulis angka. Mereka harus memahami,
misalnya, kelipatan 10 penghubung angka saat menghitung (misalnya, 38, 39, 40, 41)
dan bahwa "10" adalah unit khusus dalam sistem basis sepuluh. Mereka harus
menyadari bahwa kata sepuluh dapat mewakili satu kesatuan (1 sepuluh) dan, pada saat
yang sama, sepuluh unit terpisah (10 di antaranya) dan representasi ini saling
dipertukarkan (Cobb dan Wheatley 1988). Menggunakan bahan beton dapat membantu
siswa belajar berkelompok dan mengelompok dengan puluhan. Misalnya, materi
semacam itu dapat membantu siswa mengekspresikan "23" sebagai 23 (unit), 1 sepuluh
dan 13, atau 2 puluhan dan 3 (lihat gambar 4.1). Tentu saja, siswa juga harus
memperhatikan cara-cara di mana menggunakan bahan beton untuk mewakili bilangan
berbeda dengan menggunakan notasi konvensional. Misalnya, ketika angka untuk
koleksi yang ditunjukkan pada gambar 4.1 tertulis, susunan digit penting - angka untuk
puluhan harus ditulis di sebelah kiri digit untuk unit. Sebaliknya, ketika blok dasar-
sepuluh atau menghubungkan batu yang digunakan, nilai tidak terpengaruh oleh
susunan blok.

Teknologi dapat membantu siswa mengembangkan nomor, dan mungkin sangat


membantu bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya, siswa yang
mungkin tidak nyaman berinteraksi dengan kelompok atau yang mungkin tidak secara
fisik dapat mewakili angka dan simbol yang sesuai dapat menggunakan manipulatif
komputer. Komputer secara bersamaan menghubungkan tindakan siswa dengan simbol.

9
Bila pengaturan blok diganti, nomor yang ditampilkan akan berubah secara otomatis.
Seperti halnya kubus yang menghubungkan, siswa dapat mematahkan basis komputer-
sepuluh blok menjadi satu atau bergabung bersama-sama membentuk puluhan.

Konsep nilai tempat dapat dikembangkan dan diperkuat dengan menggunakan


kalkulator. Misalnya, siswa dapat mengamati nilai yang ditampilkan pada kalkulator
dan fokus pada angka yang berubah. Jika siswa menambahkan 1 berulang kali pada
kalkulator, mereka dapat mengamati bahwa digit unit berubah setiap saat, namun angka
puluhan berubah lebih jarang. Melalui percakapan kelas tentang aktivitas dan pola
seperti itu, guru dapat membantu memusatkan perhatian siswa pada gagasan nilai-nilai
penting. Gambar 4.2 menunjukkan contoh lain - aktivitas kalkulator yang menantang
bagi siswa kelas dua - yang dapat digunakan untuk memperkuat pemahaman siswa
tentang nilai tempat.

Dalam kegiatan ini, siswa mulai dengan satu nomor dan menambah atau
mengurangi untuk mencapai angka target. Karena mereka tidak terbatas pada apa yang
dapat mereka tambahkan atau kurangi, kegiatan seperti ini memungkinkan mereka
menggunakan berbagai pendekatan untuk mencapai angka target. Mereka dapat
memutuskan apakah akan menambahkan atau mengurangi atau kelipatan 10 atau
bagaimana mereka dapat menggunakan beberapa langkah untuk mencapai target.
Dengan meminta siswa membagikan dan mendiskusikan berbagai strategi yang
dipekerjakan oleh anggota kelas, seorang guru dapat menyoroti cara-cara di mana siswa
menggunakan konsep nilai tempat dalam strategi mereka.

Siswa juga mengembangkan pemahaman tentang nilai tempat melalui strategi


yang mereka ciptakan untuk dihitung (Fuson et al 1997). Oleh karena itu, tidak perlu

10
menunggu siswa untuk sepenuhnya mengembangkan pemahaman nilai-nilai sebelum
memberi mereka kesempatan untuk memecahkan masalah dengan angka dua dan tiga
kali. Ketika masalah seperti itu muncul dalam konteks yang menarik, siswa sering
dapat menemukan cara untuk menyelesaikannya yang menggabungkan dan
memperdalam pemahaman mereka tentang nilai tempat, terutama bila siswa memiliki
kesempatan untuk mendiskusikan dan menjelaskan strategi dan pendekatan yang
mereka ciptakan. Guru menekankan nilai tempat dengan mengajukan pertanyaan yang
sesuai dan memilih masalah seperti menemukan sepuluh lebih dari atau sepuluh kurang
dari satu angka dan membantunya membedakan jawaban dengan angka awal. Sebagai
hasil dari pengalaman rutin dengan masalah yang mengembangkan konsep nilai-
tempat, siswa kelas dua harus menghitung ratusan, menemukan pola dalam sistem
penomoran yang berkaitan dengan nilai tempat, dan menyusun (menciptakan melalui
kombinasi yang berbeda) dan membusuk (membelah dengan cara yang berbeda) angka
dua dan tiga digit.

Selain bekerja dengan bilangan bulat, siswa muda juga harus memiliki
pengalaman dengan pecahan sederhana melalui koneksi ke situasi sehari-hari dan
masalah yang berarti, dimulai dengan fraksi umum yang diungkapkan dalam bahasa
yang mereka bawa ke kelas, seperti "setengahnya." Pada saat ini Tingkat, lebih penting
bagi siswa untuk mengenali kapan benda dibagi menjadi bagian yang sama daripada
fokus pada notasi fraksi. Siswa kelas dua harus dapat mengidentifikasi tiga bagian dari
empat bagian yang sama, atau tiga perempat dari kertas terlipat yang telah diarsir, dan
untuk memahami bahwa "keempat" berarti empat bagian yang sama dari keseluruhan.
Meskipun pecahan bukan topik untuk penekanan utama pada siswa TK sampai kelas 2,
pengalaman informal pada usia ini akan membantu mengembangkan landasan untuk
pembelajaran yang lebih dalam di kelas yang lebih tinggi.

2. Memahami makna operasi dan bagaimana hubungannya dengan satu sama lain
Pada awal pembelajaran matematika siswa sering diberi tugas-tugas rumit dalam
berbagai konteks, dapat membantu pemahaman mereka tentang operasi pada angka.
Konteks yang tepat dapat muncul melalui kegiatan yang dimulai oleh siswa, cerita yang
dibuat guru, dan banyak cara lainnya. Saat siswa menjelaskan tugas tertulis dan

11
solusinya diperlukan dengan proses mental mereka, guru mendapatkan wawasan
tentang pemikiran siswa mereka.
Pemahaman tentang penjumlahan dan pengurangan dapat dihasilkan ketika siswa
muda memecahkan masalah dengan langsung pemodelan situasi atau dengan
menggunakan strategi penghitungan, seperti menghitung atau menghitung kembali
(Carpenter dan Moser 1984). Siswa mengembangkan pemahaman lebih lanjut tentang
penambahan ketika mereka memecahkan masalah yang hilang atau muncul dari cerita
atau situasi nyata. Pemahaman lebih lanjut tentang pengurangan disampaikan oleh
situasi di mana dua koleksi perlu dibuat sama atau satu koleksi perlu dibuat ukuran
yang diinginkan. Beberapa masalah, seperti "Carlos punya tiga kue. María memberinya
lagi, dan sekarang dia berumur delapan tahun. Berapa banyak yang dia berikan
padanya? "Dapat membantu siswa melihat hubungan antara penambahan dan
pengurangan. Ketika mereka membangun pemahaman tentang penambahan dan
pengurangan jumlah keseluruhan, siswa juga mengembangkan representasi (proses
dimana sebuah objek ditagkap oleh indra seseorang, kemudin masuk ke akal untuk
diproses dan menghasilkan sebuah ide konsep).

Dalam mengembangkan makna operasi, guru harus memastikan bahwa siswa


berulang kali menghadapi situasi di mana nomor yang sama muncul dalam konteks
yang berbeda. Misalnya, nomor 3, 4, dan 7 mungkin muncul dalam situasi pemecahan
masalah yang dapat diwakili oleh 4 + 3, atau 3 + 4, atau 7 - 3, atau 7 - 4. Meskipun
awalnya siswa menggunakan cukup berbeda dalam cara berpikir untuk memecahkan
masalah, guru harus membantu siswa mengenali bahwa pemecahan satu jenis masalah
dapat memecahkan masalah jenis lain. Menyadari hubungan terbalik antara hasil
penjumlahan dan pengurangan dapat memungkinkan siswa untuk menjadi fleksibel
dalam menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Misalnya, anggap seorang
siswa memecahkan masalah 27 +? = 36 dengan memulai dari 27 dan menghitung
sampai 36, mencatat 9 penghitungan. Lalu, apakah siswa diminta menyelesaikan 36 - 9
=? , dia mungkin akan mengatakannya segera, "27." Jika ditanya bagaimana dia tahu,
dia mungkin akan menjawab, "Karena kami telah melakukannya." Siswa ini mengerti
bahwa angka 27 dan 9 adalah angka dalam hak mereka sendiri, dan juga dua bagian
yang membentuk keseluruhan, 36. Dia juga memahami bahwa pengurangan adalah

12
kebalikan dari penambahan (Steffe dan Cobb 1988). Ketika siswa lain yang tidak
menggunakan hubungan antara penambahan dan pengurangan, mungkin mencoba
memecahkan masalah dengan menghitung mundur 9 unit dari 36, yang merupakan
strategi yang jauh lebih sulit diterapkan.

Dalam mengembangkan arti penjumlahan dan pengurangan dengan angka


keseluruhan, siswa juga harus menghadapi sifat-sifat operasi, seperti komutatif dan
assosiatif. Meskipun beberapa siswa menemukan sifat penggunaan operasi secara
alami, guru dapat membawa sifat ini ke permukaan melalui diskusi kelas. Contoh, 6 + 9
+ 4 mungkin lebih mudah untuk memecahkan sebagai 6 + 4 + 9, memungkinkan siswa
untuk menambahkan 6 dan 4 untuk mendapatkan 10 dan 10 ditambah 9 untuk
mendapatkan 19. Siswa melihat bahwa menambahkan atau mengurangkan jumlah yang
sama di perhitungan yang setara dengan menambahkan 0. misalnya, 40-10 + 10 = 40 +
0 = 40. Beberapa siswa menyadari bahwa jumlah yang setara dapat diganti: 8 + 7 = 8 +
2 + 5 sehingga 7 = 2 + 5. Mereka mungkin menyadari bahwa menambahkan jumlah
yang sama (misalnya, 100) untuk kedua istilah perbedaan (misalnya, 50-10 = 40) tidak
mengubah hasil (150-110 = 40). Penggunaan sifat ini merupakan tanda bahwa siswa
muda tersebut berkembang. Siswa yang berbeda, membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk membuata penalarannya berkembang.

Dalam TK sampai kelas 2, siswa juga harus mulai mengembangkan pemahaman


tentang konsep perkalian dan pembagian. Melalui kerja dalam situasi yang melibatkan
kelompok yang sama dalam pembelajaran, siswa dapat mengasosiasikan perkalian
dengan penambahan berulang. Demikian pula, mereka dapat menyelidiki pembagian
dengan benda nyata dan melalui masalah cerita. Strategi yang digunakan untuk
memecahkan masalah seperti itu biasanya penjumlahan berulang dan pembagian ke
dalam beberapa kelompok yang sama sehingga menjadi sangat terkait dengan arti
perkalian dan pembagian.

3. Menghitung dengan lancar dan membuat estimasi yang beralasan (masuk akal)
Anak-anak sering menghitung dengan menggunakan benda. Namun, pada anak
pra-TK sampai kelas 2 guru perlu tahapan untuk mendorong mereka untuk
memecahkan banyak masalah perhitungan secara mental atau dengan kertas dan pensil

13
untuk merekam pemikiran mereka. Siswa harus mengembangkan strategi untuk
mengetahui kombinasi bilangan dasar (menambah satu digit dan mengurang untuk
pengurangan) yang membentuk pemikiran, dan pemahaman mereka tentang jumlah.
Kefasihan dengan kombinasi jumlah penambahan dan pengurangan dasar adalah tujuan
untuk TK sampai kelas 2. Guru dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan
keterampilan mereka dalam penambahan dan pengurangan satu digit dengan
menyediakan tugas-tugas yang (a) membantu mereka mengembangkan hubungan
dengan kombinasi pengurangan dan penambahan dan (b) mengumpulkan penghitungan
penambahan dan pengurangan untuk jawaban yang tidak diketahui.
Guru juga harus mendorong siswa untuk berbagi strategi yang mereka
kembangkan dalam diskusi kelas. Siswa dapat mengembangkan dan memperbaiki
strategi saat mereka mendengar deskripsi siswa lain tentang pemikiran mereka tentang
kombinasi angka. Sebagai contoh, seorang siswa dapat menghitung 8 + 7 dengan
menghitung dari 8: "..., 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15." Tetapi selama diskusi kelas untuk
masalah ini, dia mungkin akan mendengar strategi dari siswa lain., di mana ia
menggunakan pengetahuan sekitar 10; yaitu 8 dan 2 membuat 10, dan 5 lainnya adalah
15. Dia kemudian dapat menyesuaikan dan menerapkan strategi ini nanti ketika dia
menghitung 28 + 7 dengan mengatakan, "28 dan 2 menghasilkan 30, dan 5 lainnya
adalah 35."
Siswa belajar kombinasi bilangan dasar dan mengembangkan strategi untuk
komputasi yang masuk akal bagi mereka saat mereka memecahkan masalah dengan
konteks yang menarik dan menantang. Melalui diskusi kelas, mereka bisa
membandingkan kemudahan penggunaan dan kemudahan penjelasan berbagai strategi.
Dalam beberapa kasus, strategi mereka untuk komputasi akan mendekati algoritma
konvensional. Dalam kasus lain, mereka akan sangat berbeda. Sering kali, pendekatan
yang diciptakan siswa didasarkan pada pemahaman yang baik tentang angka dan
operasi, dan seringkali dapat digunakan secara efisien dan akurat. Beberapa rasa
keragaman pendekatan yang digunakan siswa dapat dilihat pada gambar 4.3, yang
menunjukkan beberapa siswa kelas kedua yang menghitung dengan baik 25 + 37. Siswa
1 dan 2 telah mewakili pemikiran mereka secara lengkap, yang pertama dengan kata-
kata dan yang kedua dengan hitungan. Keduanya menunjukkan pemahaman tentang arti

14
angka yang terlibat. Siswa 3 dan 4 masing-masing menggunakan sebuah proses yang
menghasilkan jawaban yang akurat, namun pemikiran yang mendasari prosesnya tidak
seperti yang terlihat dalam rekaman mereka. Siswa 5 dan 6 keduanya menggambarkan
sumber kesalahan yang dilakukan pada angka dengan cara yang tidak mencerminkan
nilai tempat dan dengan demikian menghasilkan hasil yang tidak masuk akal.
Selama diskusi kelas, siswa lain melaporkan strategi berdasarkan pada
penyusunan dan pembusukan angka. Seorang siswa memulai dengan 37 dan
menggunakan fakta bahwa 25 dapat didekomposisi menjadi 20 ditambah 3 ditambah 2
untuk memecahkan masalah sebagai berikut: 37 + 20 = 57, 57 + 3 = 60, dan 60 + 2 =
62. Siswa lain menggunakan penyusunan dan penguraian yang fleksibel dengan cara
lain untuk menciptakan masalah yang setara dan lebih mudah. Ambil 3 dari 25 dan
gunakan untuk mengubah 37 menjadi 40. Kemudian tambahkan 40 dan 22 untuk
mendapatkan 62.

Seiring siswa diberi tugas penjumlahan dengan angka yang lebih besar, strategi
mereka untuk komputasi memainkan peran penting dalam menghubungkan
pengetahuan pemikiran matematika yang lebih canggih. Penelitian memberikan bukti
bahwa siswa akan bergantung pada strategi komputasi mereka sendiri (Cobb et al
1991). Penemuan semacam itu berkontribusi pada perkembangan matematis mereka
(Gravemeijer 1994; Steffe 1994). Selain itu, siswa yang menggunakan strategi yang
diciptakan sebelum mereka mempelajari algoritma standar menunjukkan pengetahuan

15
yang lebih baik tentang konsep dasar dan dapat memperluas pengetahuan mereka ke
situasi baru, seperti menemukan berapa sisa $ 4,00 setelah membeli $ 1,86 (Carpenter
et al 1998, hal 9). Jadi, ketika siswa menghitung dengan strategi yang mereka ciptakan
atau pilihan mereka karena itu bermakna, pembelajaran tersebut menjadi kuat untuk
diingat dan menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak
dengan ketidakmampuan belajar tertentu dapat secara aktif menciptakan dan
mentransfer strategi tersebut jika diberi tugas yang dirancang dengan baik oleh guru
untuk menyesuaikan perkembangan anak (Baroody 1999).
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membantu siswa
mengembangkan fasilitas dengan perhitungan. Dengan membiarkan siswa bekerja
dengan cara mereka sendiri, guru dapat memperoleh pemahaman tentang
pengembangan siswa dan memberi mereka panduan. Untuk melakukan ini dengan baik,
guru harus terbiasa dengan berbagai cara yang dapat dipikirkan siswa tentang angka
dan bekerja dengan mereka untuk memecahkan masalah. Pertimbangkan kisah hipotetis
berikut, di mana seorang guru mengemukakan masalah ini di kelas dua:
Kami memiliki 153 siswa di sekolah kami. Ada 273 siswa di sekolah lain. Berapa
banyak siswa yang berada di kedua sekolah?
Seperti yang diharapkan di kebanyakan kelas, para siswa memberikan berbagai
tanggapan yang menggambarkan berbagai pemahaman. Sebagai contoh, Randy
memodelkan masalah dengan batang kacang, menggunakan ratusan rakit, puluhan
batang, dan kacang. Dia memodelkan angka dan menggabungkan tongkat kacang, tapi
dia tidak yakin bagaimana cara mencatat hasilnya. Dia menggambar gambar tongkat
kacang dan memberi label pada bagian-bagiannya, "3 rakit," "12 puluhan," "6 kacang"
(gambar 4.4)

16
Ana pertama menambahkan ratusan, merekam 300 sebagai jawaban. Lalu dia
menambahkan puluhan, menjaga jawabannya di kepalanya. Dia kemudian
menambahkan dan akhirnya dia menambahkan hasil parsial dan menuliskan
jawabannya. Catatan tertulisnya ditunjukkan pada gambar 4.5.

Beberapa siswa menggunakan algoritma konvensional (menjumlahkan dan


menambahkannya, menambahkan puluhan dan menamai mereka sebagai ratusan dan
puluhan, dan akhirnya menambahkan ratusan) secara akurat, tapi yang lain menulis
3126 sebagai jawaban mereka, menunjukkan kurangnya pemahaman bahwa perlunya
guru untuk mengatasi hal tersebut. Becky menemukan jawabannya menggunakan
perhitungan mental dan tidak menulis apapun kecuali jawabannya. Ketika diminta
untuk menjelaskan, dia berkata, "Baiklah, untuk ratusan jumlahnya menjadi tiga ratus,
dan 5 puluhan dan 5 puluhan menjadi sepuluh puluhan, atau seratus lainnya, jadi
jumlahnya mencapai ratusan. Masih tersisa 2 puluhan, dan 3 ditambah 3 adalah 6, jadi
426. ".
Praktik yang berarti diperlukan untuk mengembangkan kelancaran dengan
kombinasi angka dasar dan strategi dengan nomor multidigit. Contoh di atas
menggambarkan bahwa guru dapat belajar tentang pemahaman siswa dan pada saat
yang sama ketika mendapatkan informasi untuk mengukur kebutuhan akan perhatian
dan kerja tambahan. Praktik perlu dimotivasi dan sistematis jika siswa mengembangkan
kelancaran komputasi (perpaduan ilmu computer danilmu matematika), baik secara
mental, dengan bahan manipulatif, atau dengan kertas dan pensil. Praktik dapat
dilakukan dalam konteks kegiatan lain, termasuk permainan yang memerlukan

17
perhitungan sebagai bagian dari penjadwalan, pertanyaan yang muncul dari literatur
anak-anak, situasi di kelas, atau aktivitas terfokus yang merupakan bagian dari
penyelidikan matematika lainnya. Praktik harus menjadi tujuan dan harus berfokus
pada pengembangan strategi berpikir dan pengetahuan tentang hubungan angka
daripada mengebor fakta yang terisolasi.
Tanggung jawab guru adalah untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana
siswa memikirkan berbagai masalah dengan mendorong mereka untuk menjelaskan apa
yang mereka lakukan dengan angka tersebut (Carpenter et al 1989). Guru juga harus
memutuskan tugas baru apa yang akan menantang siswa dan mendorong mereka untuk
menyusun strategi yang efisien dan akurat dan dapat digeneralisasikan. Diskusi kelas
dan tugas menarik membantu siswa membangun pengetahuan dan keterampilan mereka
secara langsung sambil memberikan kesempatan untuk penemuan, latihan, dan
pengembangan pemahaman yang lebih dalam. Penjelasan para siswa tentang solusi
memungkinkan guru menilai perkembangan naluri mereka. Seperti pada contoh
sebelumnya, tingkat kecanggihan yang berbeda dalam memahami hubungan nomor
dapat dilihat pada tanggapan siswa kelas dua (gambar 4.6) terhadap masalah berikut.
Perhatikan bahwa semua siswa menggunakan pemahaman mereka tentang menghitung
dengan balita atau lima sebagai satu unit dalam solusi mereka.
Ada 93 siswa akan sirkus. Lima siswa bisa naik di setiap mobil. Berapa banyak
mobil akan dibutuhkan?
Siswa dapat belajar menghitung secara akurat dan efisien melalui pengalaman
dengan prosedur yang bertahap. Mereka mendapatkan keuntungan dari instruksi yang
memadukan kelancaran prosedural dan pemahaman konseptual (Ginsburg, Klein, dan
Starkey 1998; Hiebert 1999). Hal ini berlaku untuk semua siswa, termasuk mereka
yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Banyak anak dengan ketidakmampuan
belajar dapat belajar saat mereka menerima pengajaran berkualitas tinggi yang
berorientasi konseptual. Intervensi instruksional khusus untuk mereka yang
membutuhkannya sering berfokus secara sempit pada keterampilan daripada
menawarkan instruksi seimbang dan komprehensif yang menggunakan kemampuan
anak untuk mengimbangi kelemahan dan memberikan hasil jangka panjang yang lebih
baik (Baroody 1996). Saat siswa menghadapi situasi bermasalah di mana perhitungan

18
lebih rumit atau membosankan, mereka harus didorong untuk menggunakan kalkulator
untuk membantu pemecahan masalah. Dengan cara ini, bahkan siswa yang lamban
untuk mendapatkan kelancaran dengan keterampilan komputasi tidak akan kehilangan
kesempatan berharga untuk memecahkan masalah matematika yang kompleks dan
untuk mengembangkan dan memperdalam pemahaman mereka tentang aspek-aspek
lain dari jumlah.

D. Standar Aljabar Untuk pra-TK Sampai Kelas 2


Konsep aljabar bisa berkembang dan terus berkembang mulai dari TK sampai kelas 2.
Mereka akan ditunjukkan melalui tugas dengan klasifikasi, pola dan hubungan, operasi
dengan bilangan bulat, eksplorasi fungsi, dan proses langkah demi langkah. Meskipun
konsep yang dibahas dalam Standar ini bersifat aljabar, ini tidak berarti bahwa siswa di kelas
awal akan menghadapi simbolisme yang sering diajarkan dalam pembelajaran SMA
Bahkan sebelum sekolah formal, anak-anak mengembangkan konsep awal yang terkait
dengan pola, fungsi, dan aljabar. Mereka belajar lagu berulang, nyanyian ritmis, dan puisi
prediktif yang didasarkan pada pola berulang dan berkelanjutan. Pengenalan, perbandingan,
dan analisis pola merupakan komponen penting perkembangan intelektual siswa. Ketika
siswa melihat bahwa operasi tampaknya memiliki sifat tertentu, mereka mulai berpikir secara
aljabar. Misalnya, mereka menyadari bahwa mengubah urutan dua nomor ditambahkan tidak
mengubah hasilnya atau menambahkan angka nol ke angka yang tidak berubah nilainya.

19
Pengamatan dan diskusi siswa tentang bagaimana kuantitas berhubungan satu sama lain
mengarah pada pengalaman awal dengan hubungan fungsi, dan representasi mereka terhadap
situasi matematika dengan menggunakan benda, gambar, dan simbol konkret adalah
permulaan pemodelan matematika. Banyak proses langkah-demi-langkah yang digunakan
siswa membentuk dasar pemahaman iterasi dan rekursi.
1. Memahami Pola, Hubungan dan Fungsi
Mengurutkan, mengklasifikasi, dan mengorganisasi memudahkan pekerjaan
dengan pola, bentuk geometris, dan data. Dengan paket stiker beraneka macam, anak-
anak dengan cepat melihat banyak perbedaan di antara barang-barang itu. Mereka bisa
menyortir stiker ke dalam kelompok yang memiliki sifat serupa seperti warna, ukuran,
atau desain dan memesannya dari yang terkecil sampai yang terbesar. Pengasuh dan
guru harus memperoleh kriteria yang mereka gunakan saat menyusun dan
mengelompokkan objek. Pola adalah cara bagi siswa muda untuk mengenali ketertiban
dan mengorganisir dunia mereka dan penting dalam semua aspek matematika pada
tingkat ini. Anak-anak prasekolah mengenali pola di lingkungan mereka dan, melalui
pengalaman di sekolah, harus menjadi lebih terampil dalam memperhatikan pola dalam
pengaturan objek, bentuk, dan angka dan dalam menggunakan pola untuk memprediksi
apa yang akan terjadi selanjutnya dalam sebuah pengaturan. Siswa tahu, misalnya,
bahwa "sarapan pagi yang pertama, lalu sekolah," dan "Senin kita pergi ke dunia seni,
Selasa kita pergi ke musik." Siswa yang melihat angka "0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 , 7, 8, 9
"berulang berulang akan melihat pola yang membantu mereka belajar menghitung
sampai 100 - tugas yang berat bagi siswa yang tidak mengenali pola tersebut.
Guru harus membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk membentuk
generalisasi dengan mengajukan pertanyaan seperti "Bagaimana Anda bisa
menggambarkan pola ini?" Atau "Bagaimana bisa diulang atau diperluas?" Atau
"Bagaimana pola-pola ini?" Misalnya, siswa harus mengenali bahwa pola warna "biru,
biru, merah, biru, biru, merah" sama dalam bentuk seperti "bertepuk tangan, bertepuk
tangan, bertepuk tangan, bertepuk tangan, bertepuk tangan." Pengakuan ini meletakkan
fondasi bagi gagasan bahwa dua situasi yang sangat berbeda. dapat memiliki fitur
matematis yang sama dan dengan demikian sama dalam beberapa cara penting.

20
Mengetahui bahwa setiap pola di atas dapat digambarkan memiliki bentuk AABAAB
bagi siswa pengenalan awal tentang kekuatan aljabar.
Dengan mendorong siswa untuk mengeksplorasi dan model hubungan dengan
menggunakan bahasa dan notasi yang bermakna bagi mereka, guru dapat membantu
siswa melihat hubungan yang berbeda dan membuat dugaan dan generalisasi dari
pengalaman mereka dengan angka. Guru dapat, misalnya, memperdalam pemahaman
siswa tentang angka dengan meminta mereka untuk meniru jumlah yang sama dalam
banyak hal - misalnya, delapan belas adalah sembilan kelompok terdiri dari dua, 1
sepuluh dan 8 orang, tiga kelompok terdiri dari enam, atau enam kelompok dari tiga
kelompok . Memasangkan jumlah penghitungan dengan pola objek yang berulang bisa
membuat fungsi (lihat gambar 4.7) yang dapat dipelajari guru dengan siswa: Apa
bentuk kedua? Untuk melanjutkan pola, bentuk apa yang akan datang selanjutnya?
Nomor berapa yang datang berikutnya saat kamu menghitung? Apa yang Anda
perhatikan tentang angka-angka di bawah segitiga? Apa bentuk akan menjadi 14?

Siswa harus belajar memecahkan masalah dengan mengidentifikasi proses


tertentu. Misalnya, ketika siswa melewatkan-menghitung tiga, enam, sembilan, dua
belas, ..., salah satu cara untuk mendapatkan istilah berikutnya adalah menambahkan
tiga ke angka sebelumnya. Siswa dapat menggunakan proses yang sama untuk
menghitung berapa banyak yang harus dibayar untuk tujuh balon jika satu balon
berharga 20 ¢. Jika mereka mengenali urutan 20, 40, 60, ... dan terus menambahkan 20,
mereka dapat menemukan biaya untuk tujuh balon. Sebagai alternatif, siswa dapat
menyadari bahwa jumlah total yang harus dibayar ditentukan oleh jumlah balon yang
dibeli dan menemukan cara untuk menghitung secara langsung. Guru di kelas 1 dan 2
harus memberikan pengalaman bagi siswa untuk belajar menggunakan diagram dan
tabel untuk merekam dan mengatur informasi dalam berbagai format (lihat gambar 4.8
dan 4.9). Mereka juga harus mendiskusikan notasi yang berbeda untuk menunjukkan
jumlah uang. (Satu balon berharga 20 ¢, atau $ 0,20, dan tujuh balon berharga $ 1,40.).

21
Lewat menghitung dengan nomor yang berbeda dapat menciptakan berbagai pola
pada seratus bagan yang dapat dikenali dan di deskripsikan oleh para siswa (lihat
gambar 4.10). Guru secara bersamaan dapat menggunakan seratus grafik untuk
membantu siswa mempelajari tentang pola bilangan dan untuk menilai pemahaman
siswa tentang pola penghitungan. Dengan mengajukan pertanyaan seperti "Jika Anda
menghitung dengan puluhan yang dimulai pada usia 36, nomor berapa yang akan Anda
warnai berikutnya?" Dan "Jika Anda terus menghitung puluhan, maukah Anda
mewarnai 87?" Guru dapat mengamati apakah siswa memahami korespondensi antara
pola visual dibentuk oleh nomor berbayang dan pola penghitungan. Menggunakan
kalkulator dan seratus bagan memungkinkan siswa melihat pola yang sama dalam dua
format yang berbeda.

22
2. Menganalisa Situasi Dan Struktur Matematis Dengan Mengunakan Aljabar
Dua tema sentral pemikiran aljabar sesuai untuk siswa muda. Yang pertama
melibatkan generalisasi dan penggunaan simbol untuk mewakili gagasan matematika,
dan yang kedua mewakili dan memecahkan masalah (Carpenter dan Levi 1999).
Misalnya, menambahkan pasangan angka dalam pesanan yang berbeda seperti 3 + 5
dan 5 + 3 dapat mengarahkan siswa untuk menyimpulkan bahwa ketika dua nomor
ditambahkan, urutannya tidak menjadi masalah. Seiring siswa menggeneralisasi dari
pengamatan tentang jumlah dan operasi, mereka membentuk dasar pemikiran aljabar.
Demikian pula, ketika siswa menguraikan angka untuk dihitung, mereka sering
menggunakan properti asosiatif untuk perhitungan. Misalnya, mereka mungkin
menghitung 8 + 5, dengan mengatakan, "8 + 2 adalah 10, dan 3 lebih banyak adalah
13." Siswa sering menemukan dan membuat generalisasi tentang properti lainnya.
Meski tidak perlu mengenalkan kosakata seperti komutativitas atau associativitas, guru
harus menyadari sifat aljabar yang digunakan oleh siswa pada usia ini. Mereka harus
membangun pemahaman siswa tentang pentingnya observasi mereka tentang situasi
matematika dan menantang mereka untuk menyelidiki apakah pengamatan dan dugaan
spesifik berlaku untuk semua kasus.
Guru harus memanfaatkan pengamatan mereka terhadap siswa, seperti yang
digambarkan dalam cerita ini yang diambil dari pengalaman di kelas taman kanak-
kanak.
Guru telah menyiapkan dua kelompok kartu untuk murid-muridnya. Pada
kelompok pertama, nomor di bagian depan dan belakang setiap kartu berbeda
dengan 1. Pada kelompok kedua, angka-angka ini berbeda 2.
Guru tersebut menunjukkan kartu kepada siswa tersebut dengan 12 tulisan di
atasnya dan menjelaskan, "Di bagian belakang kartu ini, saya telah menulis nomor
lain." Dia membalik kartu itu untuk menunjukkan nomor 13. Kemudian dia
menunjukkan kartu kedua kepada murid-muridnya. dengan 15 di bagian depan
dan 16 di belakang.
Saat dia terus menunjukkan kartu-kartu siswa, setiap kali dia bertanya kepada
siswa-siswa, "Apa pendapat Anda di belakang?" Segera para siswa mengetahui

23
bahwa dia menambahkan nomor di nomor depan untuk mendapatkan nomor di
belakang kartu.
Kemudian guru mengeluarkan kartu kartu kedua. Ini juga diberi nomor depan dan
belakang, namun jumlahnya berbeda dengan 2, misalnya 33 dan 35, 46 dan 48, 22
dan 24. Sekali lagi, guru tersebut menunjukkan kartu contoh kepada siswa dan
melanjutkan dengan kartu lain, mendorong mereka untuk memprediksi nomor
berapa di belakang masing-masing kartu. Segera para siswa mengetahui bahwa
angka di bagian belakang kartu adalah 2 lebih banyak daripada angka di bagian
depan.
Saat set kartu habis, para siswa ingin bermain lagi. "Tapi," kata guru itu, "kita
tidak bisa melakukan itu sampai saya membuat set kartu lagi." Seorang siswa
berbicara, "Anda tidak perlu melakukan itu, kita bisa membalik kartu itu. Kartu
semua akan minus 2. "

Sebagai tindak lanjut dari diskusi, guru ini bisa saja menggambarkan apa yang
ada di setiap kelompok kartu dengan cara yang lebih aljabar. Angka di bagian belakang
kartu di kelompok pertama dapat disebut sebagai "nomor depan ditambah 1" dan yang
kedua sebagai "nomor depan plus 2." Mengikuti saran siswa, jika kartu di kelompok
kedua dibalik, angka di belakang kemudian bisa digambarkan sebagai "nomor depan
minus 2." Kegiatan semacam itu, bersamaan dengan diskusi dan analisis yang
mengikutinya, membangun fondasi untuk memahami hubungan terbalik.

Melalui diskusi kelas tentang representasi yang berbeda selama pra-K-2 tahun,
siswa harus mengembangkan kemampuan yang meningkat untuk menggunakan simbol
sebagai alat untuk merekam pemikiran mereka. Pada tahun-tahun awal, guru dapat
menyediakan perancah bagi siswa dengan menulis untuk mereka sampai mereka
memiliki kemampuan untuk merekam gagasan mereka. Representasi asli tetap penting
sepanjang pembelajaran matematika siswa dan harus didorong. Representasi simbolik
dan manipulasi harus disematkan dalam pengalaman instruksional sebagai wahana lain
untuk memahami dan memahami matematika.

Kesetaraan adalah konsep aljabar penting yang harus dihadapi dan mulai
dipahami siswa di kelas yang lebih rendah. Penjelasan umum tentang tanda sama

24
dengan yang diberikan oleh siswa adalah bahwa "jawabannya akan datang," tetapi
mereka perlu mengenali bahwa tanda sama dengan tanda menunjukkan sebuah
hubungan - bahwa jumlah di setiap sisi setara, misalnya 10 = 4 + 6 atau 4 + 6 = 5 + 5.
Pada tahun-tahun berikutnya dari kelas ini, guru harus memberi kesempatan kepada
siswa untuk membuat koneksi dari notasi simbolis ke representasi persamaan.
Misalnya, jika seorang siswa mencatat penambahan empat 7s seperti yang ditunjukkan
di sebelah kiri pada gambar 4.11, guru dapat menunjukkan rangkaian penambahan
dengan benar, seperti yang ditunjukkan di sebelah kanan, dan menggunakan
keseimbangan dan kubus untuk menunjukkan kesetaraan.

3. Mengunakan model matematis untuk mewakili dan memahami hubungan


kuantitatif
Siswa harus belajar membuat model untuk mewakili dan memecahkan masalah.
Misalnya, seorang guru dapat mengajukan masalah berikut:
Ada enam kursi dan bangku. Kursi memiliki empat kaki dan tinja memiliki tiga
kaki. Semuanya ada dua puluh kaki. Berapa kursi dan berapa tinja yang ada?
Seorang siswa mungkin mewakili situasi dengan menggambar enam lingkaran
dan kemudian memasukkan penghitung di dalam untuk mewakili jumlah kaki. Siswa
lain mungkin mewakili situasi dengan menggunakan simbol, membuat tebakan pertama
bahwa jumlah tinja dan kursi sama dan menambahkan 3 + 3 + 3 + 4 + 4 + 4. Menyadari
bahwa jumlah tersebut terlalu besar, siswa mungkin menyesuaikan jumlah kursi dan
tinja sehingga jumlah kaki mereka 20.

4. Menganalisis Perubahan Dalam Berbagai Konteks


Perubahan adalah gagasan penting yang dihadapi siswa sejak dini. Ketika siswa
mengukur sesuatu dari waktu ke waktu, mereka dapat menggambarkan perubahan
secara kualitatif (misalnya., "Hari ini lebih dingin dari kemarin") dan secara kuantitatif

25
(misalnya, "Saya dua inci lebih tinggi dari setahun yang lalu"). Beberapa perubahan
bisa ditebak. Misalnya, siswa tumbuh lebih tinggi, tidak lebih pendek, seiring
bertambahnya usia. Pemahaman bahwa kebanyakan hal berubah seiring berjalannya
waktu, bahwa banyak perubahan semacam itu dapat digambarkan secara matematis,
dan bahwa banyak perubahan dapat diprediksi membantu meletakkan landasan untuk
menerapkan matematika ke bidang lain dan untuk memahami dunia.

26
DAFTAR PUSTAKA

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Materi BAB 4
    Materi BAB 4
    Dokumen17 halaman
    Materi BAB 4
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Soal Stan 2017 Tpa
    Soal Stan 2017 Tpa
    Dokumen11 halaman
    Soal Stan 2017 Tpa
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Bab 9
    Bab 9
    Dokumen22 halaman
    Bab 9
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Biologi 4
    Biologi 4
    Dokumen3 halaman
    Biologi 4
    Ahmad Farid Haebah
    0% (1)
  • 18
    18
    Dokumen11 halaman
    18
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Kos
    Kos
    Dokumen4 halaman
    Kos
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Adhd
    Adhd
    Dokumen10 halaman
    Adhd
    Ahmad Farid Haebah
    Belum ada peringkat
  • Taksonomi Tujuan Pembelajaran
    Taksonomi Tujuan Pembelajaran
    Dokumen18 halaman
    Taksonomi Tujuan Pembelajaran
    Ahmad Farid Haebah
    100% (1)