Anda di halaman 1dari 15

Makalah Sistem Respirasi

Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Fasilitator:
Ns, Rifka Pahlevi., M.Kep

Oleh :
Selvia Kumala Dewi (151.0049)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2017-2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa dan hanya karena
rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas sistem respirasi mengenai “Pemeriksaan Fisik Sistem
Respirasi”.

Materi yang saya jabarkan ini adalah hasil diskusi yang saya pilih melalui buku
pelajaran, internet, dan media lainnya. Rangkuman ini berisi materi pembelajaran, kegiatan, dan
tugas yang bertujuan agar pembaca lebih mudah memahami konsep yang diajarkan sehingga
turut berperan aktif dalam proses belajar mengajar serta mampu memecahkan masalah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu saya mengharapkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun saya. Kritik konstruktif dan saran dari pembaca sangat saya harapkan untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.

Surabaya, 30 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................................................3
1.4 Manfaat ......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi………………………………………………….4
A. Inspeksi.................................................................................................................4
B. Palpasi...................................................................................................................7
C. Perkusi...................................................................................................................8
D. Auskultasi…………………………………………………………………………10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh
manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien
secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk nmemepertoleh data
yang sistematid dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakann keperawatan yang tepat bagi klien (Dewi Sartika,2010).

Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan
melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data yang dikumpulkan selama
pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.

Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah
dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan
wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus
menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen
pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan
ringan.

1
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian
pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sisten pernapasan
terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-
paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa. Setiap perubahan dalam sistem
ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan status
pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap
hipoksia. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau
pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk
beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan?
2. Tindakan apa sajakah yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan yang menderita
gangguan pernafasan
2. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan
fisik sistem pernapasan
3. Untuk mengetahui perkembangan sistem pernafasan

1.3 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan terhadap perawat mengenai system pernafasan
2. Membantu perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik sistem pernafasan
3. Memudahkan perawat dalam menangani klien dengan gangguan sistem pernafasan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik


inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Keberhasilan pemeriksaan mengharuskan untuk menguasai
landmarks anatomi toraks posterior, lateral, dan anterior. Gunakan landmarks ini untuk
menemukan letak dan mengetahui struktur organ di bawahnya, terutama lobus paru, jantung, dan
pembuluh darah besar. Bandingkan sisi yang satu dengan sisi lainnya. Bandingkan temuan pada
satu sisi toraks dengan sisi toraks sebelahnya. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan dari
depan ke belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga dapat secara kontinu
mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya sebagai standar perbandingan.

Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru,
kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan untuk
menentukan kecukupan pertukaran gas.

A. INSPEKSI

Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat


mengamati klien dan respons klien terhadap pertanyaan atau diwakilkan oleh keluarga.
Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-
mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan
bibir, dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan rasio inspirasi-ke-ekspirasi,
karena lamanya ekspirasi normal dua kali dari lamanya inspirasi normal, maka rasio normal
ekspirasi – inspirasi 2 : 1. Amati pola bicara klien. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat
diucapkan sebelum mengambil napas berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya
mampu mengucapkan tiga atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.

Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang
sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah.

4
Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan
utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum.
Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membran
mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot
sternokleidomastoid.

Amati penampilan umum klien, frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks.
Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada
pemeriksaan lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola pernapasan,
adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat menentukan komponen
pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk mengkaji status pernapasan pasien saat ini. Tabel
2-2 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi pulmonal.

5
Inspirasi dilakukan lebih lama. Pola pernapasan wanita dan pria berbeda:

• Pola pernapasan wanita adalah pernapasan dada, dimana otot antar iga lebih berperan
• Pola pria adalah pernapasan perut, dimana diafragma lebih berperan

6
B. PALPASI

Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di
bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi
dada dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya
abnormalitas seperti inflamasi.

Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari
lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya
sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garis
tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis
tengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.

Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan. Abnormalitas yang
ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi
dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama
inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus
(udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan
fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.

(Fremitus taktil adalah getaran yang dihantarkan melalui bronchopulmonary tree ke


dinding dada saat pasien berbicara).

Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak (jika
memungkinkan), dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian
punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang
belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat
klien menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri.
Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.

7
Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan
vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui jalan
napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkan
terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis.
pneumonia). Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang
menggerakkan paru lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks (Tabel
2-3).

Table 2-3. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru

C. PERKUSI

Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding
dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang
digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik.
Bunyi resonan terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar pada adanya
peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan ditemukan pada klien
dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru yang padat,
seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar di atas jantung
dan hepar. Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang tidak

8
mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung, usus besar. Perkusi
dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih dari area posterior ke area lateral dan
kemudian ke area anterior. Dada posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak
dan tangan disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.

Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup
napas dalam dan menahannya ketika memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan
dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan
pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi
kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan
pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena
adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan
mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus bawah
(mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan
abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara
menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.

Table 2-4. Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru

9
D. AUSKULTASI

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan


mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji
karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau
dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan
dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi
yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.

Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi
suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di
seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas
dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan
ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak terdengar
pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila
dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan
bronkhovesikular.

Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk
penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas saling
mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan terdengar
bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru.
Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang bunyi yang
melewati jaringan paru atau dinding dada berkurang.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari
riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.

Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :

1. Inspeksi (Melihat)
2. Palpasi (Meraba)
3. Perkusi (Mengetuk)
4. Auskultasi (Mendengarkan)

3.2 SARAN
Saya berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis juga dapat
mengetahui cara pemeriksaan fisik pada system penafasan baik melalui inspeksi, palpasi,
perkusi, maupun auskultasi.
Saya juga berharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini dan makalah selanjutnya.

11
1
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sitem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika

Manurung, Santa dkk. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & suddarth. (2015).Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 buku 2.
Jakarta : EGC

12

Anda mungkin juga menyukai