Anda di halaman 1dari 11

Bab 1.

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh ajarannya bersumber dari
wahyu Ilahi yang tidak akan berubah sampai kapanpun. Al-Qur’an merupakan
kitab petunjuk di dalam setiap dimensi kehidupan manusia, hal ini sungguh tidak
bisa dinafikan karena di dalam al-qur’an telah tertuang segenap aspek yang
dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, baik yang berkenaan dengan duniawi
maupun ukhrowi [Quraish, 2002:203].
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tampat yang
penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa,
sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana
akhlaknya. Akhlak bukan hanya sopan santun, tata karma yang bersifat lahiriyah
dari seseorang terhadap orang lain, melainkan lebih dari itu. Akhlak mulia dalam
agama Islam adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban, menjauhi larangan-
larangan, memberikan hak kepada Allah swt, makhluk, sesama manusia, dan alam
sekitar dengan sebaik-baiknya [Yatimin, 2008 :1,2].
Allah swt menciptakan hamparan alam ini adalah untuk manusia. Selain
itu Allah menjadikan manusia di bumi sebagai khalifah agar manusia dapat
menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Sehubungan dengan itulah Al-
Qur’an memerintahkan agar manusia memperhatikan alam ini secara sungguh-
sungguh dan terus menerus, agar manusia dapat memperoleh manfaat dan
kemudahan dalam hidupnya, serta untuk menghantarkannya kepada kesadaran
akan ke-Esaan dan ke-Maha Kuasaan Allah [Quraish, 2002:132].
Dari uraian diatas, maka Tuhan, agama, alam dan manusia merupakan satu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, apabila salah satunya dihilangkan, maka
pasti akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan. Sehingga dengan
berlandaskan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai
permasalahan akhlak lingkungan yang dituangkan dalam sebuah makalah yang
berjudul “Peran Manusia sebagai Khalifah terhadap Akhlak Lingkungan
Hidup (Kajian berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 30)” yang akan diajukan
dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-VIII tingkat Kabupaten Pulang
Pisau. Yang mana tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui

1
pengertian, tujuan dan fungsi akhlak. Selain itu makalah ini juga dibuat untuk
mengetahui bagaimana hakikat lingkungan hidup dalam Islam, bagaimana
penerapan akhlak terahadap lingkungan hidup sebagai khalifah berdasarkan QS
Al-Baqarah ayat 30, bagaimana wujud nyata bentuk akhlak yang baik kepada
lingkungan dan bagaimana kontekstualisasi akhlak lingkungan hidup di Indonesia.

Bab 2. Pembahasan
A. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu jama’ dari kata “khuluq” yang
mana secara bahasa kata ini memiliki arti perangai atau yang mencakup
diantaranya : sikap, perilaku, sopan, tabi’at, etika, karakter, kepribadian, dan
moral [Al Islam : 2].
Menurut Al-Ghozali, beliau mendefinisikan akhlak sebagai suatu
ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam-
macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan
terlebih dahulu. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa akhlak itu suatu
keadaan bagi diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat yang dimiliki aspek jiwa
manusia, sebagaimna tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh manusia.
Selain itu munculnya tindakan-tindakan dari keadaan jiwa atau bakat kejiwaan itu
tanpa dipikir atau dipertimbangkan terlebih dahulu, itulah yang disebut dengan
akhlak [Al Islam : 2].
B. Tujuan dan Fungsi Akhlak
Tujuan akhlak menurut Yatimin Abdullah ialah sesuatu yang dikehendaki,
baik individu maupun kelompok. Yang dimaksud adalah melakukan sesuatu atau
tidak melakukannya, yang dikenal dengan istilah Al-Ghayah atau yang lazim
disebut dengan ketinggian akhlak. Dengan akhlak manusia dapat menetapkan
ukuran segala perbuatannya, akhlaqul karimah (baik) menunjukkan kemuliaan
pekertinya dan akhlaqul madzmumah (tercela) menunjukkan derajat dan
kerendahan pekertinya [Yatimin, 2008:5].
Pada dasarnya akhlak adalah perbuatan manusia. Dan sumber perbuatan
manusia itu ada 2 yaitu nafsu dan akal. Kedua elemen ini saling mempengaruhi
dan mendominasi satu sama lain. Kadangkala elemen nafsu dapat menguasai akal

2
pikiran yang akan menimbulkan munculnya akhlaqul madzmumah atau perbuatan
tercela.begitu pula sebaliknya [Yatimin, 2008:11].
Jika terjadi ketidakseimbangan antara elemen nafsu dan akal yang mana
nafsu lebih mendominasi daripada akal seseorang maka akan muncul akhlak-
akhlak tercela, salah satunya akhlak tercela dalam merusak lingkungan. Persoalan
yang muncul dari adanya keterkaitan antara manusia yang diberi kemampuan oleh
Allah swt dan alam dan segala isinya adalah terletak pada manusia sebagai
pemegang amanah dari Allah swt. Mampukah manusia untuk menumbuhkan
kesadaran dirinya tentang keberadaan alam dan lingkungan yang dibentangkan
itu? Ajaran agama Islam selalu menghendaki agar seorang muslim selalu berbuat
baik kepada orang lain termasuk lingkungan hidup karena Allah swt telah
memberikan apa yang ada di bumi ini seluruhnya bagi manusia. Misi yang terselip
dibalik penciptaan alam dan isinya adalah agar manusia berfikir dan berusaha
untuk memanfaatkan alam dan isinya untuk kemakmuran hidup di dunia dan bekal
untuk hidup di akhirat kelak sebab kebaikan hidup di dunia adalah cerminan
kebahagiaan hidup di akhirat [Yatimin, 2008:11,12].
C. Hakikat Lingkungan Hidup dalam Islam
Ada dua kata yang memiliki makna sendiri-sendiri yaitu lingkungan dan
Islam. Lingkungan alamiah (natural environmental) yang sering dipendekkan
menjadi “lingkungan” dan dalam istilah bahasa sehari-hari sering disebut sebagai
“lingkungan hidup”, diberikan pengertian sebagai suatu keadaan atau kondisi
alam yang terdiri atas benda-benda (makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup
yang berada di bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan
lainnya. Sedangkan Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh
Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai Rasul-Nya [Ilyas,
2011:12].
Sedangkan Prof. Dr St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli hukum
lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas
Padjajaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi,
termasuk didalamnya manusia dan tigkah perbuatannya, yang terdapat dalam
ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad hidup lainnya [Al Islam : 3].

3
Menurut Arif Sumantri dalam Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya oleh
Harun [1985 : 21], lingkungan alam menurut ajaran Islam dikendalikan oleh dua
instrument, yaitu halal dan haram. Halal yang bermakna segala sesuatu yang baik
bagi manusia. Sebaliknya, haram bermakna sesuatu yang jelek, tidak bermanfaat,
membahayakan, dan merugikan serta merusak lingkungan. Fenomena kerusakan
lingkungan banyak terjadi akibat penafikan manusia terhadap ajaran-ajaran
universal yang telah tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Relevan dengan hal tersebut maka penggalian secara komprehensif ajaran dan
akhlak lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk diajarkan dan dipraktikkan
sebagai nilai-nilai universal.
D. Kajian berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 30
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan dalam al-qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Allah swt
memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengelola bumi dengan
membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :
  
  
   
   
  
 
  
      
 
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan
kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia (Tuhan) berfirman,
“Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

4
Dalam ayat ini kata khalifah berakar dari kata khalafa yang berarti
mengganti. Kata khalifah secara harfiah berarti pengganti. Khalifah diartikan
pengganti, karena ia menggantikan yang di depannya. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran
bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah
dengan arti ini dinyatakan Allah di dalam surah Al-Baqarah/2:30 dimana Allah
menjadikan Bani Adam sebagai khalifah di bumi. Disamping arti ini, kata khalifah
juga menunjuk arti pemimpin Negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti
pemimpin terdapat antara lain di dalam surah Sad/38:26. Khalifah pada ayat
pertama bertugas mengelola dan memakmurkan bumi, sedangkan khalifah pada
ayat kedua bertugas menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan
kemaslahatan bagi manusia [Kemenag RI, 2012: 75].
Pada ayat ini ketika Allah swt memberitahukan kepada para malaikat-Nya
bahwa Dia akan menjadikan Adam a.s. sebagai khalifah di bumi, maka para
malaikat itu bertanya, mengapa Adam yang akan diangkat menjadi khalifah di
bumi, padahal Adam dan keturunannya kelak akan berbuat kerusakan dan
menumpahkan darah di bumi. Para malaikat menganggap bahwa diri mereka lebih
patut memangku jabatan itu, sebab meraka makhluk yang selalu bertasbih,
memuji dan menyucikan Allah swt [Kemenag RI, 2012: 76].
Yang dimaksud dengan kekhalifahan Adam a.s. di bumi adalah
kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini, untuk melaksanakan perintah-peritah-
Nya, dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya.
Pengertian ini dapat dikuatkan dengan firman Allah :
  
  
“… wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di
bumi …” (Sad/38:26)
Ayat ini merupakan dalil tentang wajibnya kaum Muslimin memilih dan
mengangkat seorang pimpinan tertinggi sebagai tokoh pemersatu antara seluruh
kaum Muslimin yang dapat memimpin umat untuk melaksanakan hukum-hukum
Allah di bumi ini [Kemenag RI, 2012: 76].

5
Allah swt menciptkan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi
khalifah di muka bumi ini. Menurut Asmaranyang dikutip oleh Yatimin [2008:
230], bahwa manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya,
yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik. Jadi khalifah ialah manusia
yang diciptakan untuk menjadi penguasa di muka bumi untuk mengatur apa-apa
yang ada di bumi, seperti tumbuhan, hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut,
perikanan dan semestinya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang
ada di bumi untuk kemaslahatannya.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak melakukan kerusakan di
dalamnya merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Karena itu, siapapun
orangnya, melakukan kerusakan lingkungan hidup merupakan dianggap sebagai
sesuatu yang tidak baik dan siapapun yang melakukan perusakan tersebut akan
mendapat balasan sesuai dengan perbuatannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dal QS Ar-Rum ayat 41-42 :
  
  
  
  
 
   
  
  
    
  
Artinya : “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).
Katakanlah : “Berjalanlah di bumi lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).”

6
Pada ayat pertama dijelaskan bahwa sikap kaum musyrikin yang diuraikan
ayat-ayat yang lalu, yang intinya adalah mempersekutukan Allah, dan
mengabaikan tuntunan-tuntunan agama, berdampak buruk terhadap diri mereka,
masyarakat dan lingkungan [M.Quraish, 2002:76].
Kata al-fasad menurut al-Ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari
keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan untuk
menunjukkan apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain [M.Quraish,
2002:76].
Ayat diatas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad itu.
Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan. Laut telah tercemar,
sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Daratan semakin panas sehingga
terjadi kemarau panjang. Alhasil, keseimbangan lingkungan menjadi kacau
[M.Quraish, 2002:77].
Ayat selanjutnya menjelaskan sanksi dan bencana perusakan itu, tidak
hanya dialami oleh masyarakat Mekah, tetapi ia merupakan sunnatullah bagi siapa
saja yang melanggar, baik dahulu, kini dan akan datang. Untuk itu wahai Nabi
Muhammad saw., katakanlah kepada siapapu yang meragukan hakikat di atas
bahwa : Berjalanlah di muka bumi dan di wilayah manapun kaki kamu membawa
kamu, lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orag yang dahulu. Jika
kamu memperhatikan dengan mata kepala atau pikiran, pasti kamu melihat puing-
puing kehancuran mereka. Itu disebabkan karena kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang yang mempersekutukan Allah sehingga kebanyakan pula melakukan
kedurhakaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan serta merajalela
kedurhakaannya [M.Quraish, 2002:79].”
E. Aktualisasi Bentuk Akhlak yang Baik kepada Lingkungan Hidup
Manusia dituntut untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri
atau kelompoknya saja, tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian,
manusia diperintahkan bukan untuk mencari kemenangan, tetapi keselarasan
dengan alam. Ada beberapa hal yang harus dipahami sebagai bentuk akhlak yang
baik kepada lingkungan hidup agar kita bisa melaksanakannya [Al Islam : 6].
1. Keharusan menjaga lingkungan hidup

7
Dalam perspektif aqidah Islam penciptaan alam semesta (lingkungan)
dengan semua elemen yang ada di dalamnya merupakan salah satu tanda
kekuasaan Allah swt. Semua ciptaan Allah swt baik yang berujud makhluk
hidup maupun makhluk mati memiliki tugas yang sama, yakni bersujud dan
bertasbih kepada Allah swt. Alam semesta bersama-sama manusia bersujud
kepada Allah, menaati perintah-Nya dan patuh terhadap semua hukum yang
berlaku bagi semua makhluk [Marzuki : 5].
Allah melengkapi manusia dengan tabiat yang majemuk sehingga mampu
membangun peradaban di atas bumi dan karena inilah Allah melebihkan
manusia dari semua makhluk ciptaan Allah lainnya, termasuk melebihi
malaikat terutama karena manusia memiliki kemampuan berpikir dalam
bidang ilmu pengetahuan sehingga manusialah yang berhak menjadi khalifa di
bumi ini [Marzuki : 6].
Karena itulah manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam
rangka pemeliharaan lingkungan. Sebagai konsekuensi ditundukkannya segala
elemen lingkungan kepada manusia, maka selanjutnya manusia dituntut
berinteraksi dengan lingkungan secara baik sesuai dengan hukum-hukum
yang sudah digariskan oleh Allah swt [Marzuki : 6,7].
2. Anjuran menanam pohon
Menanam pohon berguna untuk agar lingkungan hidup yang kita diami
tetap asri dan lestari, maka kaum muslimin sangat dianjurkan untuk menanam
pohon, dengan adanya pohon, apalagi pohon yang besar, manusia akan
memperoleh keuntungan seperti penghijauan, air hujan bisa menyerap lebih
banyak ke dalam tanah sebagai cadangan air, udara tidak terlalu panas, buah
yang dihasilkan serta kayu yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
manusia [Al Islam : 6].
3. Memelihara tanaman
Ketika para sahabat telah menanam pohon kurma, mereka ingin agar
pohon itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang banyak, tapi
mereka bingung bagaimana harus mengurusnya, karenanya mereka bertanya
kepada Nabi tentang hal itu, namun Nabi menjawab : “kamu lebih tahu
tentang urusan duniamu”. Kisah ini menunjukkan bahwa pohon yang sudah

8
ditanam harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, namun bagaimana cara
merawatnya diserahkan kepada masing-masing orang sesuai dengan
perkembangannya [Al Islam : 7].
4. Tidak boleh buang air di air yang tergenang
Air merupakan kebutuhan yang sangat utama bagi manusia, dalam
kehidupan sekarang, manusia tidak hanya mengandalkan air dari dalam tanah,
tapi sekaang ini banyak orang yang mengandalkan air sungai yang dibersihkan
dan disucikan. Karena itu, manusia jangan sampai mengotori atau mencemari
air sungai. Disamping itu, kebersihan lingkungan juga harus dijaga dan
dipelihara dengan tidak “buang air” pada air yang tergenang, karena hal itu
akan mendatangkan penyakit dan bau yang tida sedap [Al Islam : 7].
F. Kontekstualisasi Akhlak Lingkungan Hidup di Indonesia
Indonesia adalah Negara hukum. Setiap pelanggaran akan dikenakan
hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar yang berlaku. Undang-Undang
khususnya tentang lingkungan hidup No.32 tahun 2009 secara tertulis
memberikan banyak kontribusi dalam pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Pada pasal 2 disebutkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hokum [UUPPLH, 2013:3].
Selanjutnya dalam hukum tata lingkungan yang disingkat HTL, mengatur
penataan lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan
lingkungan hidup, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social budaya. Krisis
lingkungan global yang kita alami dewasa ini sebenarnya bersumber pada
kesalahan fundamental-filosofis manusia dalam memahami dan memandang
dirinya, alam dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan cara
pandang manusia tersebut merupakan awal dari semua bencana lingkungan hidup
yang kita alami sekarang ini [Koesnadi, 2009:45].
Kondisi Indonesia saat ini semakin memburuk akibat masalah-masalah
lingkungan yang terjadi. Masalah lingkungan hidup saat ini banyak menuai

9
perhatian masyarakat dunia karena alam dari hari ke hari kian kritis
[Nadjamuddin, 2007:17].
Pencemaran, kerusakan lingkungan dan menipisnya Sumber Daya Alam
(SDA) di Indonesia menjadi indikasi bahwa prinsip pelestraian fungsi lingkungan
hidup di masa lalu tidak didukung oleh pemerintahan yang berorientasi kea rah
pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini semakin buruk sejak implementasi otonomi
daerah, dimana eksploitasi lingkungan semakin dominan dan tidak menunjukkan
perubahan paradigm ke arah pembangunan berkelanjutan dan pemerintahan
daerah lebih memikirkan bagaimana meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) nya [Nadjamuddin, 2007:68].

Bab 3. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian demi uraian yang telah dipaparkan diatas maka dapat
ditarik beberapa simpulan diantaranya sebagai berikut :
1. Akhlak merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang tanpa berfikir
terlebih dahulu dalam melakukannya (spontan). Sifat ini dating dengan
sendirinya karena memang sudah melekat pada diri seseorang tersebut.
2. Tujuan dari akhlak ini yaitu agar manusia dapat menetapkan ukuran segala
perbuatannya. Akhlaqul karimah untuk menunjukkan kemuliaan budi pekerti
dan akhlaqul madzmumah untuk menunjukkan perilaku tercela.
3. Lingkungan alam menurut ajaran Islam dikendalikan oleh dua instrument,
yaitu halal dan haram. Halal yang bermakna segala sesuatu yang baik bagi
manusia. Sebaliknya, haram bermakna sesuatu yang jelek, tidak bermanfaat,
membahayakan, dan merugikan serta merusak lingkungan. Fenomena
kerusakan lingkungan banyak terjadi akibat penafikan manusia terhadap
ajaran-ajaran universal yang telah tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul.
4. Berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 30 dijelaskan bahwasanya Allah
menciptakan manusia di muka bui agar mereka dapat menjadi khalifah.
Khalifah yang dimaksud disini yaitu khalifah yang dapat menjaga

10
lingkungannya dan juga memeliharanya bukan khalifah yang malah
menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan yang merupakan amanah
untuknya.
5. Bentuk-bentuk akhlak yang baik terhadap lingkungan yang dapat dialakukan
diantaranya keharusan mejaga lingkungan hidup, anjuran menanam pohon,
memelihara tanaman, dan tidak boleh buang air di air yang tergenang.
6. Indonesia sebagai Negara hukum memiliki UU khusus yang mengatur
masalah lingkungan hidup yang terdapat pada UU No. 32 tahun 2009. UU ini
memberikan cukup banyak kontribusi dalam pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan hidup meskipun masih banyak masyarakat yang tidak
memperdulikannya. Terbukti dengan masih banyaknya keruskan-kerusakan
yang terjadi akibat ulah tangan manusia sendiri. Pemerintah daerah harus
menyadari bahwa pengelolaan lingkungan yang baik akan melahirkan kualita
lingkungan yang baik dan sehat yang akan menjadikan masyarakat lebih sadar
dan peduli lagi terhadap lingkungannya. Maka dari itu, pemerintah daerah
harus membuat kebijakan untuk masyarakatnya dalam menjaga kelestarian
lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem serta keberlangsungan
ekologi di setiap daerah.

11

Anda mungkin juga menyukai