Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Hidropneumotoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat


udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan
dengan piopneumotoraks.1
Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal
dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau
esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan
sering membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah
Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.1
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses
paru, adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis
paru, dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis
pada efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba.1
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacteria. Pada manusia kebanyakan yang menginfeksi adalah Mycobacterium
tuberculosis. Biasanya tuberkulosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang
Central Nervus System, sistem limfatikus, sistem urinaria, sistem pencernaan, tulang,
sendi dan lainnya.2
Karena penyakit TB bersifat kronis dan resistensi kuman terhadap obat cukup
tinggi, maka tidak jarang menimbulkan komplikasi. Salah satu komplikasi yang bisa
ditimbulkan adalah pneumotoraks. Dimana pnumotoraks yang terjadi adalah
pneumotoraks spontan sekunder.1
Kasargod dkk. Melaporkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab
terbanyak terjadinya pneumotoraks sekitar 80,7%, infeksi bakteri akut 14%,
malignancy 3,5 %, dan penyakit obtruksi paru 1,8%.1

1
Pembuatan referat ini dimaksudkan untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai
Hidropneumothorax ec. Tuberkulosis paru dan dikaitkan dengan temuan kasus yang
didapatkan di rumah sakit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru.Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan
dengan piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatu
keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga
mengakibatkan kolaps jaringan paru.1
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacteria. Pada manusia kebanyakan yang menginfeksi adalah
Mycobacterium tuberculosis. Selain itu terdapat juga Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium canetti, dan Mycobacterium
microti. Biasanya tuberkulosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang
Central Nervus System, sistem limfatikus, sistem urinaria, sistem pencernaan,
tulang, sendi dan lainnya.2

2.2. Epidemiologi
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada
dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8
per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 5:1.Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks
spontan.Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3-5% dari pneumotoraks
spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy
20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.3

3
2.3. Etiologi & Pathogenesis
Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan
intrapleura lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang
mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk
melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada
tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar
melalui bronkus.3
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada
saluran pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk,
bersin atau mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak
sesaat sebelum batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki
atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan
bronki atau alveoli akan sangat mudah.3
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat
dijelaskan yaitui jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan
dengan bronkus. Pelebaran alveoli dan septa-septa alveoli yang pecah
kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang
ada proses non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan
penyebab yang paling sering dari pneumothoraks.3,4
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup
bola” yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke
mediastinum. Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal.
Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengalami ekspansi kembali dalam
beberap minggu, jaringan parut dapat terbentuk sehingga ekspansi paru tidak
akan kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di
dalam rongga pleura dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.3.4

4
Hidropneumothoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi
dari TB paru dan pneumothoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari
jaringan nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam
masuk rongga pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan
udara dalam rongga pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara
yang terkumpul dalam rongga pleura akan menekan paru sehingga sering
timbul gagal napas..4
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam
kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada
paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya
udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut
sebagai open pneumothorax.3

5
2.4 Diagnosis
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada
seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk
batuk. Rasa nyeri dan sesak napas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah
hebat. Berat ringannya perasaan sesak napas ini tergantung dari derajat
penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita
dengan COPD, pneumotoraksyang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak
nafas yang hebat.
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat
padasisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium
dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada
biasanyaakan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-
batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru
lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.3,4

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, dapat terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk, sianosis
serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b. Palpasi, dapat dijumpai spatium interkostalis yang melebar vocal fremitus
melemah, dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c. Perkusi; dapat dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d. Auskultasi; dapat dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks.
Pada rontgen foto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus
sepertirambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam
rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan
cairan.Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal. 3,4

6
Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax X-Ray
Pada gambaran radiologi hidropneumothorax merupakan perpaduan
antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus
sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun
cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di
atas cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumothorax ini ruang pleura
sangat translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru,
biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi
paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah,
dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.6

Gambaran radiologi Hidropneumothorax terdapat gambaran “air-fluid level”


(tanda panah)

2.5 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada hidropneumothorax bertujuan untuk menghilangkan
gejala nyeri dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar,

7
mencegah fibrosis pleura, dan mencegah kekambuhan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengeluarkan cairan pleura dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD). Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak
lebih dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam
jumlah besar secara tiba-tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-
batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.6
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang.Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto
toraks.Selang toraks dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan
jaringan paru telah mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara
napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada
waktu ekspirasi maksimum.6
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat
penularan. Jenis obat anti tuberkulosis: Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S).7

Dosis yang direkomendasikan


Jenis OAT Sifat Jenis OAT (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Baskterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Baskterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pirazinamid (Z) Baskterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Streptomisin (S) Baskterisid 15 (12-18)

8
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia8 :
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Pasien baru
1. Pasien TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru BTA negative foto thorax positif
3. Pasien TB ekstra paru
b. Kategori 2: 2(HRZE)/(HRZE)/5(HR)3E3)
Pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal pengobatan kategori 1
3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
2.6 Prognosis
Hasil akhir dari hydropneumothorax tergantung dari penanganan dan
tipe hydropneumothoraxnya. Jika kecil dan spontan biasanya akan sembuh
dengan sendirinya. Jika sebelumnya ada penyakit terlebih dahulu, resiko
mortalitas lebih besar, maka membutuhkan penanganan yang segera. Angka
kejadian berulang dapat terjadi hingga 40%, biasanya berulang pada 1.5 sampai
2 tahun mendatang. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien yang
dilakukan torakotomi terbuka, pada pasien yang penatalaksanaannya cukup
baik tidak ditemukan komplikasi.1

9
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. Rid
Umur : 43 Tahun
Pekerjaan : Sopir
Alamat : Toli-toli
Pend. Terakhir : SMA
Agama : Islam
Tgl Pemeriksaan : 23 Mei 2017
Ruangan : Cendrawasih Bawah

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak napas
yang dialami kurang lebih 2 minggu SMRS dan memberat 3 hari terakhir,
keluhan yang dialami disertai dengan adanya nyeri dada, batuk berlendir dan
demam naik turun yang dialami. Pasien mengaku kurang lebih 1 bulan terakhir
merasa seperti terdapat cairan pada dadanya yang terasa seperti membawa buah
kelapa. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan OAT yang telah dikonsumsi
bulan ke 6. Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Untuk BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-)

10
3.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
SP : CM/SS/GB
Vital Sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Pernapasan : 24 kali/menit
Nadi : 84 kali/menit Suhu : 36,5oC
Kepala :
Wajah : Simetris
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Mata :
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Isokor +/+
Mulut : Lidah kotor (-), sianosis (-)
Leher :
Kelenjar GB : Pembesaran (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP : Peningkatan (-)
Massa lain : Tidak ditemukan
Dada :
Paru-paru :
Inspeksi : Simetris bilateral, terdapat chest tube pada bagian lateral
thorax dextra
Palpasi : Vocal fremitus menurun pada thorax dextra
Perkusi : Redup pada SIC IV thorax dextra, sonor pada thorax sinistra
Auskultasi : Suara napas vesikular -/+, rhonki -/-, wheezing -/-

11
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Perut :
Inspeksi : Warna kulit normal, kesan cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Anggota Gerak :
Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral hangat +/+, edema -/-

Pemeriksaan Khusus : (-)

3.4. Resume
Pasien laki-laki umur 43 datang dengan keluhan sesak napas yang
dialami kurang lebih 2 minggu SMRS dan memberat 3 hari terakhir, keluhan
yang dialami disertai dengan adanya nyeri dada, batuk berlendir dan demam
naik turun yang dialami. Pasien mengaku kurang lebih 1 bulan terakhir merasa
seperti terdapat cairan pada dadanya yang terasa seperti membawa buah kelapa.
Saat ini pasien sedang dalam pengobatan OAT yang telah dikonsumsi bulan ke
6. Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Untuk
BAB dan BAK biasa. Pada pemeriksaan didapatkan tanda vital pernapasan

12
cepat, dan pada pemeriksaan thorax didapatkan penurunan vocal fremitus pada
thorax dextra, perkusi redup pada SIC IV thorax dextra, dan penurunan suara
napas pada auskultasi thorax dextra.

3.5. Diagnosis Kerja


Efusi Pleura Dextra

3.6. Diagnosis Banding


- Hidropneumothorax

3.7. Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Darah lengkap
- Foto Thorax

3.8. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
- Bed rest hingga kondisi stabil
- Asupan makanan dan minuman yang cukup
- Konsul bedah

Medikamentosa :
- IVFD RL 16 tpm
- O2 2-4 lpm
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24j

3.9. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Lab :
- WBC = 7.220/ul
- RBC = 5,12 juta/ul

13
- HGB = 15,0 g/dl
- HCT = 44,3 %
- PLT = 223.000/ul
- GDS = 107 mg/dl

Radiologi : Tampak adanya perselubungan homogen dan hiperlusen avaskuler


pada hemithorax kanan setinggi costa III disertai gambaran air fluid level.
Kesan : Hydropneumothorax.

3.10. Diagnosis Akhir


Hydropneumothorax dextra

3.11. Prognosis
Dubia ad bonam

14
3.12. Pembahasan
Pada kasus ini, pasien Tn. Rid didiagnosis dengan
“Hydropneumothorax dextra ec. Tuberculosis paru”. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan. Pada kasus anamnesis didapatkan sesak napas, nyeri dada, batuk,
pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital pernapasan cepat, dan pada
pemeriksaan thorax didapatkan penurunan vocal fremitus pada thorax dextra,
perkusi redup pada SIC IV thorax dextra, dan penurunan suara napas pada
auskultasi thorax dextra, dan pada pemeriksaan penunjang radiologi
ditemukan gambaran khas hidropneuthorax yakni air fluid level pada thorax
dextra.
Hidropneumotoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan
kolapsnya jaringan paru. Hidropneumothoraks spontan sekunder bisa
merupakan komplikasi dari TB paru yaitu dengan rupturnya fokus subpleura
dari jaringan nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam
masuk rongga pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi.
Pada hidropneumothorax biasanya ditemukan anamnesis yang khas,
yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-
kadang disertai dengan batuk batuk. Pada pemeriksaan fisik Inspeksi, dapat
terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk, sianosis serta iktus
kordis tergeser kearah yang sehat; Palpasi vocal fremitus melemah, dan iktus
kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat; Perkusi; dapat dijumpai
sonor, hipersonor sampai timpani; Auskultasi; dapat dijumpai suara nafas
yang melemah, sampai menghilang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan rontgen foto toraks. Dimana pada hasilnya akan tampak
gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan cairan (air fluid level).

15
Pada kasus yang di dapatkan Tn. Rid umur 43 tahun dengan riwayat
pengobatan penyakit TB paru serta penemuan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan hasil pemeriksaan penunjang foto thorax X-Ray mengarah pada
penegakan diagnosis Hidropneumothorax ec. Tuberkulosis Paru hal ini
didasarkan pada kesesuaian yang didapatkan antara penemuan kasus dan teori.
Tatalaksana pada hidropneumothorax bertujuan untuk menghilangkan
gejala nyeri dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar,
mencegah fibrosis pleura, dan mencegah kekambuhan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengeluarkan cairan pleura dengan jalan aspirasi berulang
atau dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal
Drainage (WSD). Pada pasien hanya dilakukan penatalaksanaan dengan
pemasangan Water Seal Drainage (WSD) untuk mengeluarkan cairan dan
udara dari cavum pleura. Sementara untuk penatalaksanaan penyakit penyerta
yakni Tuberkulosis Paru tidak dilakukan pemberian OAT dikarenakan pasien
telah menenuntaskan pengobatannya 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Hidropneumothorax merupakan keadaan udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Salah satu
penyebab terjadinya hidropneumothorax adalah penyakit tuberculosis paru.
Hidropneumothorax dapat menimbulkan gejala yang khas seperti sesak napas,
nyeri dada dan batuk. Dalam penegakan diagnosis pemeriksaan penunjang foto
thorax x-ray mengambil peranan yang cukup besar dimana dapat ditemukan
adanya gambaran “air fluid level”. Dalam penatalaksanaannya dilakukan
dengan mengeluarkan cairan dan udara yang terdapat pada rongga pleura
terlebih dahulu kemudian melakukan tatalaksana pada penyakit yang
mendasari.

4.2. Saran
Dalam pengkajian kasus sebaiknya dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat sehingga dapat
ditentukan diagnosis dan terapi yang tepat.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasargod V., Awad N.T. Clinical profile, etiology, and management of

hydropneumothorax: An Indian Experience. India: Wolters Kluwer-Medknow,

2016.

2. Price, SA & Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi

ke-6. Jakarta : EGC, 2012.

3. Sudoyo A.W.,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing, 2009.

4. Kates D.E., Pollack C.V., Hydropneumothorax due to Tuberculosis. The Journal

Emergency medicine. USA: Elsevier Science ltd. 2015, Vol.13 No. 1.

5. Reed A., Dent M., Lewis S., Shogan P., Folio C.S., Hydropneumothorax verses

Simple Pneumothorax. Military medicine radiology Corner. Washigton DC:

Association of Militart Surgeon, 2010.

6. Chris tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifa, Eka A.P. Kapita Selekta kedokteran.

Jakarta: Media Aesculapius, 2014.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penatalaksanaan

Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI, 2011.

18

Anda mungkin juga menyukai