PERILAKU KEKERASAN
Disusun Oleh :
Joko Susilo 24.14.0544
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain (Iyus Yosep,2007) kekerasan adalah kekuatan fisik yang
digunakan untuk menyerang atau merusak orang lain. tindakan ini merupakan
tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera fisik (Ana
Isaqcs,2005).
Sedangkan Resiko perilaku kekerasan adalah Keadaan dimana
seseorang menunjukkan perilaku yg actual melakukan kekerasan yg
ditujukan pd diri sendiri/orang lain scr verbal & pd lingkungan.
Klien dengan perilaku kekerasan umumnya dibawa oleh keluarganya
dengan paksa ke RSJ dan seringkali klien diperlakukan secara tidak
manusiawi, diikat, disertai bentakan, kata-kata kasar, dan pengawalan oleh
anggota keluarga.
Marah : Merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart & Sundeen, 1995)
Pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil / tujuan yang
harus dicapai terhambat.
Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat difluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif.
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
1. Asertif : Kemarahan / rasa tak setuju diungkapkan tanpa menyakiti
orang lain perasaan lega dan tidak terjadi masalah
baru.
2. Frustasi : Respon akibat gagal mencapai tujuan tak menemukan
alternatif lain untuk menyelesaikan masalah.
3. Pasif : Respon lanjutan merasa tak mampu mengungkapkan
perasaan dan terlihat pasif.
4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah umumnya klien masih
dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang
lain.
5. Kekerasan : Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk perasaan
marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya
kontrol dari yang dapat merusak diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan.
B. PATOFISIOLOGI
Ancaman atau kebutuhan
↓
stress
↓
Cemas
↓
Marah
↓
E. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi:
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan, yaitu: perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi
penganiayaan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu, mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbic, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi:
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien (kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidakberdayaan, tidak percaya diri), lingkungan (ribut,
padat kritikan, kehilangan, kekerasan), atau interaksi sosial yang
pronokatif dan konflik dapat pula memacu perilaku kekerasan.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya amuk:
3. Faktor Klien
a. Sosial Budaya
1) Status emosi yang rendah.
2) Riwayat penganiayaan waktu anak-anak.
3) Penanganan konflik dengan kekerasan.
b. Gangguan Mental
1) Ekizofrenia.
2) Bagian kepribadian.
3) Akibat menderita penyakit fisik yang berat.
4) Usia dan jenis kelamin.
5) Seseorang yang putus asa dan tidak berdaya.
4. Faktor Lingkungan (lingkungan yang tidak terapiutik)
a. Ruangan ribut, serbuk, padat.
b. Terlalu banyak waktu luang.
c. Pola hubungan etnis yang bermusuhan.
5. Faktor Interaksi
a. Pronokasi
perawat dan tim yang selalu mengawasi, curiga, dan tidak toleran.
b. Antisipasi
memperkirakan akan terjadinya amuk dengan memperhatikan
perubahan penampilan dan persepsi klien.
c. Konflik
perbedaan pendapat – persaingan – permusuhan antar staf yang
dialihkan pada klien sebagai sasaran.
F. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat
psikofarmaka adalah :
a. Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan
gejalagejala lain yang bisanya terdapat pda penderita skizofrenia,
manic depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa
masa kecil. Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per
oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan ada lah 25 – 100 mg
dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari.
Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat
dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali
sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara
perlahan-lahan sampai 600 – 900 mg perhari. Kontra indikasi
sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping yang sering
terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut
kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhae pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan do sis yang tinggi menyebabkan
gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat,
hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran
irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak -anak. Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg
sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis
parenteral untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam,
tergantung kebutuhan. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat
atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap
haloperidol. Efek samping yang sering adalah mengantuk, kaku,
tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo
parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea diare, konstipasi,
hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang
sangat jarang yaitu alergi, reak si hematologis. Intoksikasinya adalah
bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul
kelemasan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi
pernafasan.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia. Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal
sebaiknya rendah (12,5 mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian
diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon
klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan -lahan. Kontra indikasinya pada depresi susunan
saraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada
riwayat sensitif ter hadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi
gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over
dosis; hentikan obat berikan terapi simptomatis dan suportif, atasi
hipotensi dengan levarterenol hindari menggunakan ephineprine
d. ALGANAK
Golongan obat: Alpazolam 0,25 mg ; 0,50 mg 1 mg, Fungsi: Ansietas
yang berhubungan dengan depresi , gangguan panik dengan atau tanpa
agoraphobia,Efek samping: -, Persamaan nama dari pabrik: Guardian
Pharmatama.
e. ALVIZ
Golongan obat: Alprazolam 0,5 mg ; 1 mg / tablet, Fungsi: Pengobatan
jangka pendek ansietas sedang sampai berat dan ansietas yang
berhubungan dengan depresi, Efek samping: Intoksifikasi fungsi saraf,
Persamaan nama pabrik: Pharos, Altana Pharma.
f. ASABIUM
Golongan obat : klobazam 10 mg
Fungsi: Mengatasi keadaan yang berhubungan dengan ansietas,
ketegangan, gangguan tidur di sebabkan kelainan mental dan
emosional, Efek samping: -, Persamaan nama pabrik : Otto.
g. ATARAX
Golongan obat: Alprazolam 0,5 mg, Fungsi: Gangguan ansietas atau
gejala ansietas jangka pendek, ansietas yang menyertai tekanan hidup
sehari-hari biasanya tidak memerlukan obat ansiolitik, efektifitas pada
penggunaan jangka panjang ( lebih dari 4 bulan ) tidak di ketahui. Efek
samping: Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, amnesia, depresi light
headness, bingung halusinasi, blurred vision. Persamaan nama pabrik:
Mersi.
h. ATIVAN
Golongan obat: Lorazepam 0,5 mg ; 1 mg ; 2 mg, Fungsi: Ansietas
gangguan psikoneurotik, gangguan kecemasan pada situasi psikotik
dan depresi berat, Efek samping: -. Nama pabrik: Sunthi sepuri, wyeth.
i. CALMLET
Golongan obat : Alprazolam 0,25 mg ; 0,5 mg ; 2 mg, Fungsi: Gejala
ansietas termasuk ansietas disertai gejala depresi, panik disorder
dengan atau tanpa agoraphobia. Efek samping: -. Nama pabrik: Sunthi
sepuri.
j. ECAZEPAM,
Golongan obat : diazepam 5 mg / tablet, Fungsi: Neuroleptikum, Efek
samping: - dan Nama pabrik: Harsen
k. DIOBRIUM
Golongan obat : Klordiazepoksid hidroklorida, Fungsi: Gangguan
fisiologis kejiwaan, kecemasan,mudah tersinggung,dan perasaan tidak
enak, Efek samping: - dan Nama pabrik: Cendo
2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
Electroshock Therapy atau biasa disebut juga dengan Elektro Convulsive
Therapy merupakan terapi untuk menciptakan seizure ( kejang) di otak
menggunakan listrik yang dikenakan pada pasien yang telah dibius. ECT
biasanya diterapkan ke pasien melalui beberapa kali pertemuan (6-12)
dalam waktu lebih dari 2 minggu. Pasien ECT adalah mereka yang
memiliki depresi akut dimana sudah tidak bisa diobati dengan obat –
obatan anti depressan dan mood swing medication. Sebelum diberi terapi
pasien akan dibius supaya tidak sadarkan diri dan kemudian diberi obat
untuk melemaskan otot. Hal ini diperuntukkan agar tidak ada otot maupun
sumsum tulang belakang yang rusak. Paien juga diberi blok karet
dimulutnya untuk menghindari penggigitan lidah ketika diberi terapi.
Kemudian dokter akan mengalirkan listrik keotak pada voltase tertentu
yang menyebabkan sipasien akan mengalami kejang (seizure) selama
beberapa saat entah kejang diotak saja maupun yang terlihat di tubuh juga.
Setelah itu pasien akan didiamkan sampai tersadar dengan sendirinya.
(http://www.electroboy.com)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Dalam keperawatan jiwa kita selalu menemui pasien yang mengalami
berbagai macam gangguan jiwa misalnya pasien dengan gangguan
halusinasi, harga diri rendah, menarik diri, kekerasan dan lain-lain. Dari
contoh tersebut hal yang sangat merugikan adalah tindakan kekerasan baik
dari individu itu sendiri maupun orang lain. Untuk mengatasi pasien yang
sering menggunakan tindakan kekerasan kita sebagai tenaga perawat dapat
melakukan terapi aktivitas kelompok persepsi kekerasan dimana didalam
melakukan terapi tersebut dilakukan secara berkelompok dalam waktu
yang berbersamaan yang dibimbing oleh seorang pelatih yang akan
membantu mereka agar bisa mengontrol kekerasan yang akan dilakukan.
Pelatih TAK tersebut akan memberikan pemahaman tentang masalah serta
bagaimana pasien tersebut menanganinya. Disini pasien disuruh
mengekplorasi problem tentang penyebab mengapa dia marah. Setelah itu
melakukan klarifikasi apakah dengan marah dapat menyelesaikan
masalahnya.
Adapun metode dalam terapi aktivitas kelompok yang itu dengan :
a) TAK Stimulasi kognitif Persepsi
mempresepsikan stimulus, yang disediakan atau yang pernah alami.
Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi.
Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap bebagai simulus
dalam kehidupan menjadi adaptif
b) Timulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien, kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan
berupa expresi perasaan secara non-verbal
c) TAK Orientasi Realitas
Klien diorientasikan kepada kenyataan yang ada disekitarnya (diri
sendiri, orang lain disekelilingnya, orang yang dekat dengan klienya
dan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan klien) demikian
pula orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu dan rencana kedepan
aktivitas dapat berupa orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada
disekitar dan semua kondisi nyata
d) TAK sosialisasi
Merupakan suatu upaya untuk memfasilitasi kemampuan sosialisasi
sejumlah klien dengan masalah hubungan social tujuan umum dari
terapi ini ialah klien dapat meningkatkan hubungan social dalam
kelompok secara bertahap, sosialisasi dapat juga dilakukan secara
bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa aktifitas dapat berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok. Sedangkan metode:diskusi yan
digunakan yaitu:
Dalam menggabarkan terdapat aspek-aspek antara lain:
1) Keterampilan motorik halus (menggunakan alat tulis)
2) Kemampuan koordinasi
3) Konsentrasi termasuk kemampuan mengepresikan perasaan,
pikiran dan menceritakan arti dari suatu gambar ini sangat baik
untuk terapi dengan klien memerlukan fasilitas dalam
mengembangkan kemampuan mengingat, meningkatkan
ketenangan dan mengontrol emosi. Kegiatan ini dinamakan shering
perasaan dimana anggota akan belajar untuk saling berkomunikasi
yang memiliki tujuan mengutarakan perasaan dan persepsi dalam
memperjelas suatu masalah yng diungkapkan, sehingga secara
bertahap klien akan melakukan hubungan social dengan orang lain
4) Setiap anggota kelompok di beri kesempatan memperkenalkan diri
dan yang lain mendengarkan
5) Anggota kelompok bebas menetukan gambarnya
6) Setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk mengepresikan
perasaanya dan pikiranya melalui ganbar
7) Setiap anggota kelompok diminta memberikan tanggapan terhadap
gambar yang dibuatnya, maupun yang dibuat orang lain
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain / lingkungan
berhubungan dengan riwayat perilaku kekerasan.
b. Kerusakan Interaksi sosial berhubungan dengan perubahan proses fikir.
c. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol emosi tidak
adekuat.
d. Isolasi social berhubungan dengan perubahan proses fikir.
e. Ngangguan persepsi sensori: halusinasi perubahan proses fikir.
f. Kerusakan komunikasi verbal behubungan dengan perubahan proses fikir
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budai Anna. (1991). Marah Akibat Penyakit yang Diderita. jakarta : EGC.
Rawlins, R.P, dan Heacock, P.E. (1993). Clinical Mannual of Psychiatric Nursing.
St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart GW, Sundeen, 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan KriteriaHasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Behavior modification social skill
interaksi keperawatan selama 3 x pertemuan 1. Bina hubungan saling percaya.
social diharapkan kemampuan interaksi 2. Bantu mengidentifikasi masalah
berhubungan social klien meningkat dengan dari kurangnya keterampilan
sosial.
dengan criteria hasil :
3. Dorong untuk memverbalisasikan
perubahan perasaannya berkaitan dengan
proses pikir Social Interaction skills masalah interpersonal yang
1. Klien mampu menerima mengakibatkan menyendiri
interaksi dengan orang lain(5) 4. Bantu mengidentifikasi
2. Kemampuan untuk kemungkinan tindakan dan
berhubungan dengan orang lain konsekwensi dari hubungan
(5) interpersonal
3. Klien menunjukkan 5. Bantu mengidentifikasi
kepercayaan pada orang lain(5) keterampilan sosial yang spesifik.
4. Klien mampu bekerjasama 6. Bantu mengidentifikasi langkah-
dengan orang lain(5) langkah mencapai keterampilan
5. Kemampuan untuk bersikap sosial tersebut.
relaks(5) 7. Bantu bermain peran dalam setiap
step tingkah laku
Social involvement 8. Berikan umpan balik positif jika
1. Mengidentifikasi tingkah laku klien menunjukan kemampuan
problematik yang menghalangi dalam keterampilan sosial yang
sosialisasi ditargetkan.
2. Klien mampu mengganti 9. Dukung klien untuk mengevaluasi
tingkah laku distruptif menjadi hasil dari interaksi, memberikan
konstruktif reward atas keberhasilan.
3. Klien dapat berkomunikasi
dengan orang lain. Sosialization enhancement
4. Klien dapat berpartisipasi dalam 1. Dukung pengembangan keterlibatan
aktivitas dalam hubungan yang telah terbina
Skala: 2. Meningkatkan kesabaran dalam
1. Tidak ada mengembangkan hubungan
2. Jarang 3. Meningkatkan hubungan dengan
3. Kadang-kadang orang yang mempunyai ketertarikan
4. Sering dan tujuan yang sama
5. Selalu 4. Dukung aktivitas social dan
komunitas
Child Development : Adolescence 5. Dukung pasien untuk membagi
1. Mempraktikkan kebiasaan masalah yang dimiliki dengan orang
hidup sehat lain
2. mendeskripsikan 6. Dukung kejujuran dalam
perkembangan menunjukan jati diri pasien pada
3. mengungkapkan kepuasaan orang lain
identitas 7. Dukung ketertarikan baru secara
4. penggunaan ketrampilan menyeluruh
pemecahan masalah 8. Dukung menghormati hak orang
5. membina hubungan baik lain
dengan sesama 9. Rujuk pasien pada grup analisa
6. menjauhi alcohol, abat- transaksional atau program dimana
obatan memahami transaksi dapat
7. aktivitas sesuai ditingkatkan dengan tepat
perkembangan dan 10. Mengijinkan pengetesan dari
kemampuan batasan hubungan
Skala 11. Memberikan umpan balik tentang
1 = menolak kemajuan dalam perawatan
2 = sering menolak mengenai penampilan personal atau
aktifitas lain
3 = kadang-kadang menolak
12. Bantu pasien meningkatkan
4 = jarang menolak kesadaran mengenai kekuatan dan
5 = tidak menolak batasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
Play Participation 13. Gunakan bermain peran untuk
1. Ikutsertakan dalam permainan mempraktekka peningkatan
2. Berekspresi gembira dalam ketrampilan dan teknik komunikasi
permainan 14. Sediakan model peran yang
3. Gunakan permainan untuk mengekspresikan marah dengan
kemampuan sosial cara yang tepat
4. Ekspresikan perasaan selama 15. Mengkonfrontasikan mengenai
bermain kerusakan penilaian oleh pasien
dengan cara yang tepat
skala : 16. Meminta dan mengharapkan
komunikasi verbal
1. Tidak pernah
17. Memberikan umpan balik positif
2. Terbatas
pada saat pasien mampu memahami
3. Kadang-kadang
hal lain
4. Sering
18. Dukung pasien untuk mengubah
5. Selalu
lingkungan
19. Memfasilitasi masukan dari pasien
Role Performance dan perencanaan untuk aktifitas di
1. kemampuan menggunakan masa depan
peran yang diharapkan 20. Dukung rencana grup kecil untuk
2. mengetahui akan peran yang aktifitas special
sesuai
3. menunjukkan peran dalam
keluarga
4. menunjukkan peran dalam
kelompok/masyarakat
5. menunjukkan peran dalam
lingkungan kerja
6. mendiskripsikan perubahan
perilaku karena
ketidakmampuan
7. melaporkan startegi dalam
perubahan peran
Skala
1 = tidak adekuat
2 = jarang adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = sering adekuat
5 = adekuat
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
( NOC) (NIC)
Koping Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction
individu tidak keperawatan selama 3 X pertemuan 1. gunakan pendekatan yang kalem
efektif b/d diharapkan koping indifidu efektif. dan memberikan jaminan
tingkat kontrol Kriteria hasil : 2. jelaskan tingkah laku pasien yang
diharapkan
emosi tidak Aggresion control
3. jelaskan semua prosedur, meliputi
adekuat 1. mengungkapkan kebutuhan sensasi yang mungkin dialami
secara tepat (5) selama prosedur
2. mengungkapkan perasaan 4. pahami perspektif pasien atau
secara tepat (5) situasi yang penuh stress
3. mengungkapkan control impuls 5. sediakan informasi factual tentang
(5) diagnosis, penanganan dan
4. identifikasi kemarahan (5) proknosis
5. identifikasi frustasi (5) 6. temani pasien untuk mendukung
6. identifikasi situasi sebagai keamanan dan menurunkan rasa
pencetus (5) takut
7. identifikasi pentingnya control 7. sediakan objek yang menandakan
respon (5) keamanan
Coping 8. dukung aktifitas yang tidak
1. identifikasi koping yang efektif kompetitif, dengan cara yang tepat
(5) 9. jagalah alat penanganan jauh dari
2. identifikasi koping yang tidak pandangan
efektif (5) 10. dengarkan dengan penuh perhatian
3. mengungkapkan kemampuan 11. kuatkan tingkah laku dengan cara
mengendalikan diri (5) yang benar
4. mengungkapkan kemungkinan 12. ciptakan atmosfer untuk
masalah (stress) (5) memfasilitasi rasa percaya
5. penerimaan keadaan (5) 13. dukung verbalisasi dari perasaan,
6. mencari informasi tentang persepsi, dan rasa takut
penyakit dan terapi (5) 14. identifikasi kapan saat tingkat
7. modifikasi gaya hidup (5) cemas berubah
8. dukungan social adekuat (5) 15. tentukan kemampuan pasien untuk
9. kebutuhan akan bantuan (5) mengambil keputusan
Activity therapy
1.
2. Berkolaborasi
Ajak pasien untukdenganberkomitmen
terapis lain
tentang peningkatan jumlah
aktivitas
3. Ajak pasien untuk mengenal
aktivitas yang disenangi
4. Identifikasi adanya penurunan
minat pada saat beraktivitas
5. Ajak pasien untuk ikut serta dalam
terapi aktivitas kelompok
6. Berikan terapi yang tidak
berkompetisi dan aktif
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam aktifitas
8. Bantu pasien membuat jadwal
periode yang spesifik dalam hal
aktivitas
9. Sediakan aktifitas motorik untuk
menghilangkan ketegangan otot
10. Bantu dalam aktifitas fisik teratur
11. Berikan reinforcement positif atas
apa yang telah dicapai pasien
12. Monitor keadaan respon
emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas yang
dilakukan
Behavior modification:
1. Bantu pasien mengidentifikasi
masalah dari kurangnya
ketrampilan sosial.
2. Dukung pasien untuk
memverbalisasikan perasaannya
berkaitan dengan masalah
interpersonal.
3. Bantu pasien mengidentifikasi
hasil yang diinginkan dalam
hubungan interpersonal atau situasi
yang problematik.
4. Bantu pasien mengidentifikasi
kemungkinan tindakan dan
konsekuensi dari hubungan
interpersonal/ sosialnya.
5. Identifikasi ketrampilan sosial
yang spesifik yang akan menjadi
fokus training.
6. Bantu pasien mengidentifikasi step
tingkah laku untuk mencapai
ketrampilan sosial.
7. Sediakan model yang
menunjukkan step tingkah laku
dalam konteks situasi yang berarti
bagi pasien.
8. Bantu pasien bermain peran dalam
step tingkah laku.
9. Sediakan umpan balik
(penghargaan atau reward) bagi
pasien jika pasien mampu
menunjukkan ketrampilan sosial
yang ditargetkan.
10. Didik orang lain yang signifikan
bagi pasien (keluarga, grup,
pimpinan) dengan cara yang tepat
mengenai tujuan dan proses
training ketrampilan sosial.
11. Libatkan orang lain yang
signifikan bagi pasien dalam
session trai ning ketrampilan sosial
(bermain peran) dengan pasien,
dengan cara yang tepat.
12. Sediakan umpan balik untuk
pasien dan orang lain yang
signifikan tentang ketepatan dari
respon sosial dalam situasi
training.
13. Dukung pasien dan orang lain yang
signifikan untuk mengevaluasi
hasil dari interaksi sosial,
memberikan reward pada diri
sendiri untuk hasil yang positif dan
penyelesaian masalah yang
hasilnya masih kurang dari yang
diharapkan.
Mood management
1. Menentukan apakah pasien saat ini
berada pada resiko keamanan pada
diri atau orang lain
2. Memulai tindakan pencegahan
yang dibutuhkan untuk
mengamankan pasien atau orang
lain dari bahaya kerusakan fisik
3. Monitor kemampuan perawatan
diri
4. Monitor asupan cairan dan nutrisi
5. Bantu pasien untuk memelihara
hidrasi yang adekuat
6. Monitor status fisik dari pasien
7. Monitor dan mengatur tingkat
aktivitas dan stimulasi lingkungan
sesuai dengan kebutuhan pasien
8. Bantu pasien dalam memelihara
siklus normal dari tidur/bangun
9. Sediakan kesempatan untuk
aktivitas fisik
10. Monitor fungsi cogniti
11. Bantu pasien dalam
menaidetifikasi pemicu dari
moodnya yang terganggu
12. Dukung pasien dengan cara yang
tepat untuk mengambil peran aktif
dalam penanganan dan rehabilitasi
13. Bantu mengidentifikasi sumber
yang tersedia dan kekuatamn
pribadi
14. Ajarkan koping baru keterampilan
pemecahan masalah
15. Sediakan restrukturisasi kognitif
yang tepat
16. Bantu pasien untuk secara sadar
memonitor perasaan