Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN KASUS

“Kaki Diabetes”

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Program Pendikan Profesi Kedokteran di Bagian Ilmu Kesehatan Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Disusun oleh:
Amelia Kurniawati 13711043

Dokter Pembimbing Klinik:


dr. Lulus Budiarto, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Manajemen Kasus

Kaki Diabetes

Disetujui pada :
Tanggal : Oktober 2017
Tempat : RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Mengetahui,
Dokter Pembimbing Klinik

dr. Lulus Budiarto, Sp. PD


BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 63 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Setri RT 018 Tunggul Gondang Sragen
Tanggal masuk RS : 5 Oktober 2017

1.2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan pada tanggal 5 Oktober 2017
a. Keluhan utama: nyeri pada kaki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit mengeluhkan nyeri pada kaki. Terdapat
luka pada kaki kiri sejak 2 bulan yang lalu. Selain itu pasien
mengeluhkan pusing cengeng di pundak belakang. Pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes mellitus dan pengobatan menggunakan
insulin. Setiap bulan melakukan kontrol rutin. Akan tetapi, penggunaan
insulin tidak setiap hari beliau menyuntikkan insulin ketika merasa
tidak enak badan. Sehingga gula darah sering tidak terkontrol.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : sebelumnya di kaki kanan mengalami hal
yang sama tapi sudah membaik
Riwayat penyakit lain : Diabetes melitus >20tahun
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa :-
Riwayat penyakit lain :-
e. Sosial, Lingkungan, serta Kebiasaan
Kebiasaan makan dan minum : teratur 3 kali sehari sudah
mengurangi makanan seperti nasi,
ubi
Kebiasan olahraga : jarang berolahraga
Lingkungan sekitar rumah : Bersih. Penggunaan sandal juga
dilakukan untuk menghindari luka
pada bagian kaki
Kebiasaan sosial :-
1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign
1. Tekanan darah : 140/80 mmHg
2. Frekuensi nadi : 78 x/menit, reguler
3. Frekuensi respirasi : 20 x/menit
4. Suhu : 36°C (aksila)
d. Status generalis
1. Kepala dan Leher : Normocephali, konjungtiva anemis (-/)-,
sklera ikterik (-/-), JVP tidak meningkat.
2. Thorax depan
Jantung
 Inspeksi : simetris dinding dada kanan dan kiri
 Palpasi : tidak ada nyeri, massa dan krepitasi
 Perkusi :
Batas kanan jantung di SIC VI linea midclavicularis
dextra
Batas atas jantung di SIC II linea parasternal sinistra
Batas kiri jantung di SIC VI linea axilla anterior sinistra
Batas pinggang jantung di SIC III linea sternalis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara bising (-).
Paru
 Inspeksi : gerakan nafas simetris, bentuk dada normal
 Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
 Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, Wheezing (-/-)
3. Abdomen
 Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada,
sikatriks (-), striae (-).
 Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani (+), ascites (-).
 Auskultasi : peristaltik (+)
4. Ekstremitas : terdapat ulkus pada regio plantar pedis
sinistra dan ulkus pada regio digiti IV pedis
sinistra, nyeri tekan ekstremitas bawah (-)

1.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 5 Oktober 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
normal
Hemoglobin (Hb) 10,6 12,2 – 18,1 g/dL
Eritrosit 3,87 4,04 – 6,13 juta/uL
Hematokrit(Hmt) 32,7 37,7 – 53,7 %
MCV 84,6 80 – 97 Fl
MCH 27,4 27 – 31,2 pg
MCHC 32,4 31,8 – 35,4 g/dL
Leukosit 14,00 4,5 – 11,5 ribu/uL
Trombosit 241 150 – 450 ribu/uL
RDW-CV 13,9 11,5-14,5 %
MPV 8,4 0~99,9 fL
Neutrofil 77,8 37~80 %
MXD 9,2 4~18 %
Limfosit 13,0 19-48 %

b. Pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)


5 Oktober 2017
Glukosa Darah 426 < 200 mg/dL
Sewaktu (GDS)

8 Oktober 2017
Glukosa Darah 259 < 200 mg/dL
Sewaktu (GDS)

c. Pemeriksaan fungsi hati tanggal 5 Oktober 2017


AST (SGOT) 63 < 31 U/I
ALT (SGPT) 37 < 32 U/I

d. Pemeriksaan fungsi ginjal tanggal 5 Oktober 2017


Ureum 65,6 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 1,11 0,60 – 0,90 mg/dL

1.4 Diagnosis Kerja


Diabetes Melitus II
Ulkus diabetikum
1.5 Penatalaksanaan
1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24hari
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x8 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1

1.6 Perjalanan Penyakit


6 Oktober 2017
S Lemas, pusing cengeng, mual (+), muntah (-)
O KU: sedang /CM
TD: 140/80 mmHg HR: 78 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+)NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x8 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
7 Oktober 2017
S Lemas, pusing cengeng, mual (+), muntah (-)
O KU: sedang /CM
TD: 140/80 mmHg HR: 78 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+)NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x8 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
8 Oktober 2017
S Lemas, pusing cengeng, mual (+), muntah (-)
O KU: sedang /CM
TD: 140/80 mmHg HR: 78 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+)NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x8 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
9 Oktober 2017
S Lemas, pusing cengeng, mual (+), muntah (-) perut sebah (+)
O KU: sedang /CM
TD: 110/80 mmHg HR: 72 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+) NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x10 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
10 Oktober 2017
S Lemas (+) spusing cengeng (+) mual (+) muntah (-) nyeri kedua kaki (+)
O KU: sedang /CM
TD: 110/80 mmHg HR: 72 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+) NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x10 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
11 Oktober 2017
S Lemas (+) spusing cengeng (+) mual (+) muntah (-) nyeri kedua kaki (+)
O KU: sedang /CM
TD: 110/80 mmHg HR: 72 x/menit R: 20 x/menit t: 36 oC
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Jantung: BJ 1,2 reguler, bising (-)
Paru: SDV (+/+), ST (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, timpani (+) NT (-)
Ekskremitas: edem +/-
Ulkus pada plantar dan digiti IV pedis sinistra
A DM II
Ulkus diabetikum
P 1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam
3. Inj. Metronidazole 500mg/ 24 jam
4. Inj. Ranitidin 50g/12jam
5. Novorapid 3x10 U
6. Cilostazol tab 1x100mg
7. Sucralfate suspensi 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik diabetes melitus. Kaki
diabetes sering menyebabkan kecacatan dan kematian. Awal mula
timbul dari ulserasi kulit yang terjadi pada neuropati perifer atau luka
yang disebabkan oleh trauma. Infeksi biasanya disebabkan oleh satu
atau lebih bakteri yang dapat menyebar ke jaringan bersebelahan
termasuk tulang yang menyebabkan osteomyelitis.

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia kaki diabetes merupakan masalah yang rumit dan
tidak terkelola dengan maksimal. Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
sebagian besar perawatan diabetes mellitus selalu menyangkut kaki
diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi sebesar
16% dan 25%. Nasib para paenderita DM setelah amputasi pun masih
buruk. Sebanyak 14,3% meninggal dalam satu tahun pasca amputasi
dan 37% meninggal 3 tahun pasca amputasi. Di negara maju kaki
diabetes juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat tetapi
dengan cara pengelolaan yang tepat dan adanya kinik kaki diabetes
yang yang melakukan pencegahan primer sehingga angka amputasi dan
angka kematian dapat ditekan sampai sangat rendah.
Kaki diabetes umum terjadi pada orang Hispanik, orang Afrika
Amerika dan penduduk asli Amerika. Di Amerika terdapat 25 juta
orang menderita diabetes dengan 15% hingga 25% akan menderita
ulkus kaki pada hidup mereka dan >50% akan menjadi terinfeksi. Kaki
diabetes lebih sering terjadi pada wanita disbanding pria.
2.3 Etiologi
Faktor risiko terjadinya kaki diabetes adalah:
1. Penderita diabetes >10tahun
2. Kontrol glukosa yang buruk
3. Neuropati perifer
4. Angiopati diabetes
5. meningkatnya tekanan lokal
6. Riwayat kaki diabetes
7. Riwayat amputasi
Etiologi pada infeksi kaki diabetes disebabkan oleh banyak mikroba
dan tergantung pada yang terlibat
1. Infeksi superfisial dikarenakan bakteri gram positif pada kulit:
a. Stafilokokus aereus, termasuk methicillin-resistant S. aureus
(MRSA)
b. Streptokokus agalactiae (group B streptokokus) dan
Streptokokus piogen (group A streptokokus)
c. Stafilokokus koagulase negatif
2. Infeksi yang lebih dalam, infeksi kronis atau sebelumnya diobati
banyak mikroba:
a. Termasuk bakteri diatas ditambah enterokokus, batang gram
negatif
b. Pseudomonas aeruginosa dan anaerob
c. Dengan gangren diduga bakteria anaerobik seperti spesies
Clostridia dan Bakteriodes

2.4 Patofisiologi
Penyebab terjadinya kaki diabetes adalah neuropati perifer dan
iskemik dari penyakit vascular perifer. Hiperglikemia menyebabkan
terjadinya gangguan metabolism. Pada pasien hiperglikemia
menyebabkan meningkatnya kerja enzim aldose reductase dan sorbitol
hydrogenase. Hal ini menyebabkan perubahan glukosa intraseluler ke
sorbitol dan fruktosa.
Penumpukkan gula menyebabkan menurunnya sintesis dari sel
saraf myoinositol yang berfungsi untuk konduksi sel saraf. Konversi
kimia dari glukosa menyebabkan kehilangan dari penyimpanan
nicotinamide adenine dinukleotid fosfat yang digunakan untuk
detoksifikasi dari spesies yang reaktif oksigen dan untuk sintesis dari
vasodilator nitrit oksida. Hal ini menyebabkan stress oksidatif pada sel
saraf dan meningkatnya vasokontriksi yang menyebabkan iskemia yang
membuat cedera dan kematian sel saraf. Hiperglikemia dan stress
oksidatif menyebabkan menyebabkan glikasi yang tidak normal dari
protein sel saraf dan gangguan aktivasi protein kinase C menyebabkan
disfungsi dan iskemia.
Neuropati pada pasien diabetes menyebabkan sistem saraf motorik,
sensorik dan autonom. Kerusakan inervasi dari otot kaki menyebabkan
gangguan fleksi dan ekstensi dari kaki yang terkena. Hal ini
menyebabkan deformitas yang menyebabkan tulang yang menonjol dan
tekanan yang dapat merusak kulit dan menyebabkan ulkus.
Neuropati autonom menyebabkan pengecilan kelenjar keringat dan
minyak yang menghasilkan kaki kehilangan kemampuan untuk
melembabkan kulit, sehingga kulit menjadi kering, meningkatkan
terjadinya luka dan membentuk infeksi.
Kehilangan sensasi sebagai bagian dari neuropati perifer
memperburuk perkembangan ulkus. Sehingga pasien tidak menyadari
trauma di ekstremitas bawah. Hal ini menyebabkan banyak luka yang
tidak disadari dan semakin memperburuk daerah yang terkena
dikarenakan tekanan berulang dan beban berat badan.
Penyakit arterial perifer (PAD) adalah faktor yang berkontribusi
terhadap pembentukan ulkus kaki sampai 50% kasus. Hiperglikemik
terus menerus menyebabkan disfungsi sel endotel dan gangguan otot
halus pembentukan arteri perifer.
Terdapat penurunan resultan pada vasodilator endothelium
menyebabkan konstriksi. Hiperglikemik menyebabkan peningkatan
tromboksan A2, vasokonstriktor dan agregasi agonis platelet yang
mengarah ke peningkatan risiko hiperkoagulabilitas plasma. Tekanan
darah tinggi, merokok, dan hyperlipidemia meningkatkan faktor risiko
pembentukan penyakit arteri perifer. Hal ini menyebabkan penyakit
oklusi arteri yang mengakibatkan iskemia di bagian ekstremitas bawah
dan peningkatan risiko ulkus pada pasien diabetes.

2.5 Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi diabetikum seperti:
1. Klasifikasi Wagner
0 : Kulit intak/utuh
1 : Kulit superfisial
2 : Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
3 : Tukak dengan infeksi
4 : Tukak dengan gangrene pada 1-2 jari kaki
5 : Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
2. Klasifikasi menurut PEDIS International consensus on the Diabetic
Foot 2003. Klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan kelainan
yang lebih dominan sehingga pengelolaan yang dilakukan lebih
tepat.
Impaired perfusion 1 None
2 PAD+but not critical
3 Critical limb perfusion
Size/Extent in mm2 1 Superficial fullthickness, not thickness, not
Tissue Loss/Depth deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving
subcutaneous structures fascia, muscles, or
tendon
3 All subsequent layers of the foot involved
includingbone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue
only
3 Erythema >2cm or infection
4 Involving subcutaneous structures. No
systemic signs of inflammatory response
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present

2.6 Manifestasi Klinis


Infeksi terjadi apabila terdapat nanah atau ada gejala dua tau lebih tanda
dari inflamasi:
1. Dolor
2. Rubor
3. Kalor
4. Tumor
5. Fungsio lessa
Tanda infeksi sistemik juga dapat ditemukan seperti:
1. Anoreksia, muntah
2. demam, keringat malam
3. perubahan status mental dan diperberat dengan kontrol glikemik
Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan:
1. Tanda vital: demam, hipotensi, takikardi
2. Deskripsi luka: lebar, panjang dan dalam luka, konsistensi dari cairan
pada luka, dasar luka seperti jaringan granular atau gangrene.
3. Bentuk osteomyelitis: Apabila ditemukan tmpaknya tulang. Test
probe positif memiliki sensitivitas 66% dan spesifitas 85% untuk
mendiagnosis infeksi tulang.
4. Infeksi nekrosis muncul bula di kutaneus, bau busuk dan perubahan
warna kulit
5. Infeksi yang lebih berat mungkin muncul dengan gangrene, jaringan
nekrosis dan jaringan iskemik yang akan membahayakan anggota
gerak.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tes laboratorium
1. Kurang dari 50% menunjukkan meningkatnya sel darah putih
2. Tentukan blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, asidodis, dan gula
darah.
3. Pada fase akut Laju endap darah dan protein CRP merupakan tanda
inflamasi. Apabila laju endap darah >70 meningkatkan
kemungkinan dari infeksi pada tulang
4. Serum prealbumin dan albumin sebagai untuk menentukan status
nutrisi dan kemampuan untuk sembuh.
5. Ulkus yang lebih dari 2cm2 indikasi terjadinya osteomyelitis
6. Kultur: kultur pada jaringan superfisial tidak diperlukan karena
mungkin mengandung banyak bakteria melainkan kultur pada
jaringan yang lebih dalam yang lebih diperlukan
Pemeriksaan radiologi
1. Pemeriksaan X-ray dilakukan untuk menilai tulang dan jaringan.
2. Osteomyelitis terlihat sebagai radiolusen periosteal dan perubahan
destruktif. Foto polos 67% spesifik dan 60% sensitive untuk
mendiagnosis osteomyelitis
3. Scan Tulang: Indium-111 atau technetium-99 dapat membedakan
infeksi akut dan kronis
4. CT dan MRI: untuk mendeteksi osteomyelitis dan pembentukan
abses.
Pemeriksaan lainnya
1. Pemeriksaan vaskular noninvasive: Index Ankle brachial (ABI)
<0,90 atau >1,30 mengindikasikan penyakit arperi perifer
2. Pengukuran tekanan oksigen transcutaneous untuk memprediksi
kegagalan penyembuhan luka apabila <25mmHg.

2.8 Tatalaksana
Pengobatan Nonfarmakologi
1. Nutrisi yang baik
2. Kontrol glikemik
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan
pada kulit sehingga tidak terjadi pembentukan ulkus. Pencegahan
primer merupakan upaya edukasi kepada para penyandang DM baik
yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik
untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah
(Frykberg) yaitu:
1. Sensasi normal tanpa deformitas
2. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3. Insensitivitas tanpa deformitas
4. Iskemia tanpa deformitas
5. Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan
terjadinya ulkus, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai
usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko
tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi
kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian
khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan
kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi
kaki. Merobah gaya hidup, menghindari rokok, memeriksa kaki sendiri
dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula darah secara teratur
perlu dilakukan. Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka
dampaknya adalah gula darah terkendali. Juga perlu diberikan motivasi
kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak kehilangan gairah hidup.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko
tersebut. Penyuluhan diberikan secara komprehensif agar penderita
dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes
dapat mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan
akibat penderita diabetes lebih mudah mengalami luka dibandingkan
orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes dan komplikasinya
agar pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang
mungkin timbul dapat dikurangi.
Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik untuk
memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan
diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi
ginjal. Semua faktor tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka
sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
2. Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan
luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai
keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna
dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior,
arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di
samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk
mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun
invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaanankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, serta pemeriksaanecho Doppler dan
arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular,
yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko
a. Stop merokok
b. Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia,
hipertensi, dislipidemia
c. Walking program – latihan kaki merupakan terapi utama yang
diberikan oleh ahli rehabilitasi medik atau fisioterapis.
3. Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin
obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki
penyandang DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup
kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM.
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah,
penanganan kelainan kaki, neuropati diabetik, sirkulasi darah dan
penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula darah harus
disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang
memadai.
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk
memakai secara bersama obat yang melancarakan aliran darah dan yang
memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki aliran darah kita
harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.
Sebagaimana yang telah kita ketahui gangguan
endotel, gangguan trombosit,dan dislipidemia menjadi penyebab
utama terjadinya angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah, yang
mutlak harus dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator
perifer. Pemberian obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki
vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang. Ada beberapa pilihan
obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan cilostazol.
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila
ditemukan infeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur. Tidak
jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian
antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan
antibiotiknya adalah antibiotik spektrum luas atau dikombinasi dengan
golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis dan golongan yang aktif
terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.
4. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih
jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur
endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal
dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih
baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain
yang turut berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki
diabetik sebagai terapiadjuvant. Walaupun demikian, masih banyak
kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada
pengelolaan umum kaki diabetik.
5. Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal
yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS dilakukan
setelah debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat
digunakan sesuai dengan keadaan luka dan juga letak luka
tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap
seperti carbonated dressing, alginate dressing atau silver impregnated
dressing yang bermanfaat untuk luka produktif dan
terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari
ulkus/gangren.
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti
insisi, drainase abses, debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan
mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk eliminasi infeksi, hingga
mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas
yang tegas antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga
nekrotomi atau amputasi dapat direncanakan dengan seksama. Pada
peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat cepat,
amputasi harus dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak
jarang dapat mengakibatkan septikemia.
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses
granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi
kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki
diabetik.
5. Pengendalian Metabolik dan Infeksi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk
setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu
disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai
acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram
positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam
dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus
diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan
negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).
6. Pengendalian Mekanik dan Tekanan
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-
bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat
tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearingdapat dilakukan
antara lain dengan removable cast walker, total contant casting,
temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts,
maupun cradled insoles.
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk
mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan
insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi
untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon
lengthening, dan partial calcanectomy).
7. Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki
diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan
ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak
pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah
perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk
mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian
alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat
membantu mencegah terjadinya ulkus baru.

2.9 Prognosis
Kematian pada orang dengan diabetes mellitus dan kaki diabetes
sering disebabka oleh penyakit arteriosklerotik pada pembuluh darah
besar yang melibatkan arteri coroner atau renal. Kehilangan anggota
gerak merupakan resiko pada penderita yang mengalami ulkus pada
kaki diabetes terutama ketika pengobatan yang dilakukan terlambat.
Prognosis kaki diabetes tergantung oleh berbagai factor yang
terlibat dalam patofisiologisnya Berat ringannya komplikasi pada
penyakit ini juga mempengaruhi prognosis. Angka kejadian amputasi
mencapai 25% sehingga diperlukan tatalksana menyeluruh untuk
menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetes.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Asesmen
Dari kasus dan data diatas didapatkan bahwa pasien mengalami diabetes
mellitus dengan komplikasi kaki diabetes. Diketahui bahwa pasien
mengeluhkan nyeri kaki dan memiliki riwayat diabetes mellitus. Gula darah
sewaktu pasien saat datang 426mg/dl. Pasien mengalami hiperglikemia
dikarenakan kebiasaan sehari-hari yang tidak selalu menyuntikkan insulin
sehingga membuat gula darah pasien tidak terkontrol walaupun setiap bulan
pasien kontrol ke dokter.
Dari hasil pemeriksaan pada bagian ekstremitas terdapat ulkus pada regio
plantar pedis sinistra dan ulkus pada regio digiti IV pedis sinistra. Tidak ada
nyeri tekan pada kedua kaki hanya pasien mengatakan kurangnya sensibilitas
kedua kaki. Pasien sering mengalami kesemutan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan darah rutin didapatkan bahwa pasien mengalami leukositosis.
Angka leukosit tinggi yaitu 14 ribu/uL. Hal ini disebabkan adanya inflamasi di
dalam tubuh.
Inflamasi yang terjadi pada ulkus karena diketahui terdapat tanda
inflamasi seperti kemerahan, nyeri, teraba hangat dan ada edema minimal pada
kaki kiri. Selain itu tanda sistemik yang muncul ketika infeksi pada kaki
diabetes dialami oleh pasien seperti muak dan status gula darah yang tidak
terkontrol.

3.2 Pembahasan tatalaksana


Farmakoterapi yang diberikan kepada pasien adalah pemberian antibiotik
ceftriaxone 1 gram per 24 jam dan metronidazole 500mg per 24jam. Secara
intravena. Hal ini sesuai dengan teori yang ada dapat diberikan cephalosporin
generasi ke3 seperti cefepime per 8 jam atau ceftriaxone per hari yang bekerja
untuk menghilangkan bakteri gram negatif. Sedangkan metronidazole
diberikan sebagai penanganan untuk bakteri anaerob.
Glukosa darah diatur sedemikian rupa sehingga normal dengan pemberian
novorapid 3 kali sehari 8 unit. Akan tetapi glukosa darah masih tinggi sehingga
dinaikkan menjadi 3 kali 10 unit per hari. Glukosa darah pasien diatur hingga
kembali normal dan di cek per hari. Pasien mengatakan nyeri berkurang ketila
glukosa darah sewaktu terkontrol. Pola makan juga diatur dengan diet diabetes
melitus sehingga memudahkan pasien untuk mengontrol glukosa dalam darah.

Selain itu pasien diberikan Cilostazol tablet 100mg diberikan satu kali
sehari. Cilostazol berfungsi sebagai obat anti agregasi dan juga dapat
memperbaiki fungsi endotel. Diharapkan dengan pemberian obat ini dapat
memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang. Selain itu
perawatan luka juga dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan luka.
Debridemen yang baik akan membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh sehingga debridemen akan membantu mengurangi
produksi cairan/ pus dari ulkus/ gangren.
Daftar Pustaka

Waspadji, S., 2012., Asma Bronkial-Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.6, Interna
Publishing, Jakarta.
Clayton, Warren., Ealasy, T., 2009. A review of the Pathophysiology,
Classification, and Treatment of Fooft Ulcers in Diabetic Patients. Clinical
Diabetes, Vol.27(2)
PERKENI., 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai