Anda di halaman 1dari 6

Pengungkap Kebenaran

Esai Hagi Noviandri

Sosok pencari berita, penulis, dan pemberi informasi. Ya, itulah tugas dari seorang

wartawan, orang yang suka tantangan, orang yang suka berpetualang, orang yang tingkat

sensitivitas atau tingkat kepekaan terhadap kondisi lingkungan yang mencakup segala aspek

tinggi, serta kritis dalam menggali sumber informasi dan memiliki objektivitas yang tinggi untuk

semua tulisannya.

Mengapa wartawan dikatakan orang yang suka tantangan? Tidak semua orang

mengetahuinya, bahwa menjadi seorang wartawan merupakan hal gila yang berbahaya dan bisa

mengancam serta membahayakan diri mereka sendiri. Menjadi wartawan butuh yang namanya

keberanian, mental yang kuat serta kenekatan.

Informasi yang akan diberitakan wartawan bermacam-macam, mulai dari berita tentang

perekonomian, sosial, budaya, bencana alam, politik, kriminalitas, asusila, dan segala aspek

kehidupan lain yang penting dan berpengaruh untuk orang banyak.

Berkaitan dengan informasi yang sifatnya investigasi atau penyelidikan seperti kasus

kriminalitas, atau yang lebih besar lagi terorisme, para wartawan akan terjun langsung

kelapangan untuk mencari informasi. Wartawan tidak memikirkan bahaya apa yang akan

mengancam nyawanya saat bertugas, yang terpikir hanya mengungkap sebuah kebenaran.

Ersa Siregar, seorang Reporter RCTI, disandera lebih dari setengah tahun oleh tentara

GAM. Pada akhirnya, dia tewas saat terjadi pertempuaran antara TNI dan GAM pada 2003.

Sementara rekannya Ferry Santoro dibebaskan beberapa bulan setelah kejadian.


Wartawan lain yang menjadi korban kekejaman teroris yaitu Meutia Hafizt, reporter

Metro TV dan juru kamera Budiyanto, yang disandera beberapa hari oleh teroris di Timur

Tengah. Rasa panik sangat mereka rasakan, selama beberapa hari ancaman dan todongan senjata

mengarah pada mereka. Kepanikanpun tentu dirasakan juga oleh keluarga dan sahabat-sahabat

mereka. Rasa panik yang hebat dirasakan oleh keluarga atas ancaman dan bahaya yang menimpa

Meutia Hafizt dan Budiyanto.

Nah, itulah mengapa seorang wartawan adalah mereka yang suka tantangan. Karena, saat

melaksanakan tugas mencari berita banyak sekali ancaman dan bahaya yang mengintai, begitu

banyak risiko dan ganjaran yang akan menerjang sang wartawan dalam mencari sebuah

kebenaran demi kepentingan orang banyak.

Saat bertugas, wartawan akan-hilir mudik berpetualang ke sana ke mari untuk mencari

topik terhangat yang akan diberitakan. Wartawan akan menghabiskan waktu untuk pergi dari satu

tempat ke tempat lain demi mendapatkan data konkret untuk sebuah permasalahan yang akan

diberitakan.

Sikap peka dan mempunyai sensitivitas tinggi terhadap kejadian yang terjadi di

lingkungan harus ada pada diri wartawan. Kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di masyarakat

yang jika dibiarkan akan meresahkan masyarakat. Wartawan harus bisa merasakan hal tersebut,

untuk meggali informasi pada publik secepat mungkin. Berperang dengan mengangkat pena

sebagai senjata, menggunakan indera penciuman khusus untuk mencium berita-berita penting,

itulah dia seorang wartawan.

Hal terpenting yang harus dimiliki wartawan selain yang di sebutkan diatas adalah

kepiawaian dalam menggali sumber informasi. Proses pencarian data dan informasi untuk ditulis
menjadi sebuah berita ada dua cara, pertama dengan pengamatan, kedua dengan mengumpulkan

informasi dari narasumber.

Data yang didapat dari hasil pengamatan, melihat bagaiman realitas yang ada di

lapangan. Sementara menggali informasi dari narasumber perlu yang namanya teknik

wawancara, yaitu melontarkan beberapa pertanyaan pada narasumber untuk dimintai keterangan

terkait kejadian yang akan diberitakan.

Dalam proses wacancara, wartawan harus haus akan informasi, tidak boleh cepat puas

atas informasi yang diberikan narasumber. Menggali dan terus menggali informasi sebanyak-

banyaknya dengan teknik dan kepiawaian dalam melontarkan pertanyaan pada narasumber.

Sifat yang tak kalah penting dan memang harus ada bagi setiap wartawan adalah objektif.

Dalam memberitakan sebuah informasi, baik di media cetak, media cyber atau media elektronik.

Serta wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik yang sudah ditetapkan Dewan Pers

Nasional.

Tidak mudah menjadi seorang wartawan, di samping tugas dan tanggung jawab yang

berat, seorang wartawan adalah orang yang tak kenal waktu siang dan malam. Bahkan karena

terlalu sibuk bahkan wartawan tidak sempat untuk menghias diri, itulah mengapa wartawan

berpenampilan “urak-urakan”. Dimana ada gejolak, dimana ada kejadian di situ adanya

wartawan.

Di satu sisi, banyak orang menganggap wartawan adalah sumber masalah. Terutama

kaum figur publik, yang selalu diburu oleh para wartawan. Paulus Winarto, Penulis How to

Handle the Journalist, mengatakan bahwa wartawan di negeri ini bagaikan “hantu hidup”.
Begitulah ungkapan yang dikeluarkan Paulus dalam menggambarkan kondisi wartawan di negeri

ini.

“wartawan datang uang pun terbang”. Ungkapan demikian juga sering dilontarkan oleh

beberapa pejabat. Ketika wartawan menuliskan fakta buruk tentang pejabat tersebut, mereka

akan mendatangi wartawan dan memberikan amplop agar fakta buruk tentang mereka tidak

dipublikasikan. Wartawan jenis ini sering disebut wartawan amplop.

Begitu banyak penilaian buruk segelintir orang terhadap wartawan. Untuk kasus-kasus

tertentu wartawan sering dikambinghitamkan. Dituduh memfitnah dan kadang dituduh tidak

melakukan verifikasi ulang sebelum mempublikasikan berita. Anggapan yang demikian sangat

merendahkan seorang wartawan.

Di sisi lain, jika kita melihat realisasi hal yang sudah diciptakan wartawan, wartawan

mempunyai peran vital dalam membangun sistem disebuah negara.. Wartawan merupakan

penghubung dari penguasa, pemerintah, pemimpin dan sebuah lembaga ke kalangan rakyat,

dengan menjalankan fungsinya sebagai penyampai informasi.

Wartawan juga sering dikatakan sebagai prajurit penolong, dengan semangat dan

kegigihannya dalam mengupas kejahatan di balik kebohongan. Tak bisa dipungkiri bahwa

wartawan sering muncul sebagai pembela hak orang-orang yang tertindas.

Sebuah contoh, dalam kasus kecelakaan. Di kesaksian, sopir yang ditahan sebagai

terdakwa dibebaskan karena tragedi tersebut dianggap sebagai kecelakaan murni yang merenggut

nyawa korban kecelakaan. Namun, berkat seorang wartawan yang dengan kepiawaiannya

mengungkap kasus dengan mengumpulkan data-data dan informasi, keadaan menjadi berbalik.

Ternyata ada unsur kesengajaan dalam kejadian tersebut. Rupanya tragedi sudah di skenariokan
untuk membunuh sang korban. Hebat, ya wartawan. Disamping menulis berita ternyata juga bisa

jadi seorang detektif.

Karena kepiawaiannya mengungkap kebenaran tadi, semakin banyak bahaya yang

mengancam nyawa wartawan, walaupun undang-undang perlindungan wartawan sudah ada,

yaitu undang-undang nomor 40 tahun 1999, tentang Pers.

Udin, seorang wartawan harian Bernas dengan nama lengkap Fuad M Syafrudin. Udin

tewas pada 16 februari 1996 di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Udin meninggal setelah

dianiaya sekelompok orang pada 13 februari 1996 silam.

Sahabat Udin yang sekaligus redaktur Bernas, Heru Prasetyo mengabarkan dalam Media

Tribun Jogja. Bahwa, malam setelah udin bertugas dia mengirim berita kepada Heru, tepat pukul

delapan malam. Karena hari sudah larut malam, berita Udin tidak bisa diterbitkan besok.

“Beritamu kuwi ora iso terbit sesuk (beritamu itu tidak bisa terbit besok)” . itulah kata-

kata yang menjadi kata komunikasi terakhir Heru dengan Udin sebelum kejadian malam itu.

Dikabarkan, berita yang ditulis Udin tersebut mengenai proyek pelebaran jalan yang tidak sesuai

dengan rencana awal di Kabupaten Bantul.

Tidak ada yang tahu pasti, apa motif dibalik pembunuhan Udin. Bahkan kasus udin sering

ditutup-tutupi dan dikarang-karang apa yang menjadi motif di balik pembunuhan tersebut. Tapi

penulis yakin, udin terbunuh karena berusaha mengungkap kebenaran.

Begitu banyak pengorbanan yang dilakukan wartawan demi mengungkap sebuah

kebenaran di balik kebohongan, bahkan nyawa pun rela dipertaruhkan untuk itu. Tidak heran jika

seorang pimpinan perang yang terkenal jenius dan hebat di zamannya yaitu Napoleon Bonaparte
mengatakan “aku lebih takut kepada empat surat kabar yang terbit di Paris daripada seratus

serdadu dengan senapan bersangkur terhunus!” ***

Anda mungkin juga menyukai