Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Dengue disebabkan oleh flavivirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk


Aedes. Hal ini bisa disebabkan oleh 1 dari 4 serotipe yang tersebar di daerah tropis.
Kira-kira 50-100 juta kasus demam dengue dan beberapa ratus ribu kasus demam
berdarah dengue terjadi setiap tahunnya. Masa inkubasinya terjadi sekitar 3-15 hari
(biasanya 7-10 hari). Ketika virus muncul di tengah-tengah populasi yang nudah
terkena, biasanya oleh para wisatawan, serangan epidemik biasanya sampai 50-70%.
Penularan terjadi di Amerika Serikat di Texas bagian selatan dan dekat garis
perbatasan Mexico pada tahun 1986 dan 1999. Epidemik yang cukup berat dari DBD
(serotipe 3) terjadi sekitar 20 tahun di Afrika Timur, Sri Lanka dan Amerika Latin.1
Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja
atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupad demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam, dan limfadenopati, demam
bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa
mengecap, trombositopenia ringan, dan petekie spontan. Demam berdarah dengue
adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama, sedangkan
Sindrom renjatan dengue adalah penyakit DBD yang disertai renjatan.2

1
PEMBAHASAN

I. ETIOLOGI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
berbahaya yang disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah
kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat
menimbulkan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. 3
Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat
serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3
sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan
adalah virus DEN 2. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus
lainnya seperti yellow fever, Japanese encephalitis, dan West Nile Virus. 3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
sepreti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survey epidemiologi ada hewan
ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue [ada hewan kuda, babi, dan sapi.
Penelitian pada atrhtopoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (stegomya) dan Toxorhynchites. 3
Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam
merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar
hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat
asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue
Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan
(DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit.

2
II. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
Pada tahun 1998, kemungkinan ada 90 kasus demam berdarah di Amerika
Serikat. Perkiraan saat ini adalah 100 kasus per tahun, namun jumlah sebenarnya dari
kasus demam berdarah ini diyakini akan lebih tinggi karena pelaporan yang bersifat
sukarela, disamping itu banyak dokter di AS tidak menyadari bahwa pasien menderita
dengue atau mengalami gejala dengue karena terkadang gejala klinisnya tidak
spesifik. 4
Pada tahun 1999, lebih dari 300 kasus demam berdarah dilaporkan dari Nuevo
Laredo, Tamaulipas, Meksiko. Nuevo Laredo terletak tepat di seberang Sungai Rio
Grande dari Laredo, Texas. Pada saat itu, dilaporkan tidak ada kasus demam berdarah
di Laredo di lebih dari 12 tahun. Ditemukan nyamuk Aedes di kedua kota. Menurut
tinjauan Departemen Kesehatan Texas catatan 494 pasien dari 5 situs rawat jalan dan
bisa mengkonfirmasi 11 kasus demam berdarah. langkah-langkah pengurangan
nyamuk yang dilembagakan di Laredo, dan penyedia layanan kesehatan telah
diberitahu mengenai kasus demam berdarah. Dalam paruh kedua tahun 1999,
penyedia layanan kesehatan Laredo-area perawatan diidentifikasi 161 kasus yang
dicurigai demam berdarah dan 18 kasus telah diuji serologis. Laporan ini
menggarisbawahi perlunya penyedia layanan kesehatan untuk waspada terhadap
demam berdarah dan manifestasinya. 4
Diperkirakan orang di 110 negara tropis dan subtropis di seluruh dunia
berisiko terinfeksi dengue. Setiap tahun, sekitar 50-100 juta orang terinfeksi dengan
demam berdarah, dan 250.000 individu memiliki resiko tinggi terkena demam
berdarah dengue. Setiap tahun, sekitar 500.000 orang dirawat di rumah sakit, dan
24.000 mengakibatkan kematian yang disebabkan dengue di seluruh dunia. 4
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui
vector nyamuk aedes (terutama A. Aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi yang lingkungan dengan tersedianya tempat

3
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas, dan tempat penampungan air lainnya). 4
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu: 1) vector: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector lingkungan , transportasi vector dari satu tempat ke tempat lainnya;
2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3). Lingkungan: curah hujan, suhu,
sanitasi, dan kepadatan penduduk. 3

III. PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue. 3
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a).
respons humoral berupa pembentukkan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus
dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen
oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. 3
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 menrangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
yang memfagositosis komopleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan

4
aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehnigga diproduksu limfokin dan interferin
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. 3
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalu mekanisme : 1). supresi
sumsum tulang, dan 2). destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukakn keadaan hiposelular
dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terhadinya stimulasi trombopoiesis seagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositoopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalu mekanisme gangguan
pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulun dan PF4 yang merupakan
penanda degrabulasi trombosit. 3
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian meninjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). 3

IV. RESPON IMUN TUBUH TERHADAP VIRUS


 Virus dengue
Nyamuk ( vector ) pembawa virus dengue  menggigit manusia  virus
menembus barier kulit  sel langerhans  dermis  virus dikenali PRM 
difagosit sel – sel fagosit ( makrofag, dendritic cell, dan sel B )  terbentuk
fagosom  virus menghancurkan fagosom dan menuju sitoplasma  envelope
virus lisis dan RNA virus dengue keluar menuju RER  produksi poliprotein
virus  poliprotein virus menuju nucleus  replikasi RNA di membrane nucleus

5
 RNA menuju ke RER  pematangan virus Dengue  virus dengue immature
menuju badan golgi  virus Dengue mature dan coated  sitoplasma  virus
menembus membrane sel  siap menginfeksi sel lain  bila menginfeksi
trombosit  trombositopeni  perdarahan

 Imunitas terhadap virus dengue


Virus dalam sitoplasma sel makrofag dan dendritic cell  dendritic cell
sebagai APC membawa virus menuju limfonodus  nodulus limfatikus  APC
mengekspresikan peptide virus  MHC class 2  sel Th0  aktivasi, ploriferasi,
diferensiasi sel Th0  sekresi sitokin Il12 dan Il4  sel Th1 dan sel Th2  sel
Th1 menuju perifer membantu respon inflamasi dengan sekresi Il1,Il6,TNF,
chemokine  demam,rash,sepsis  sel Th1 sekresi IL2  Il2 aktifkan sel T CD
8 naïve  aktif, proliferasi klonal dan diferensiasi  sel T sitotoksik memori dan
CTLs  CTLs menuju tempat sel terinfeksi  MHC class 1 mengekspresikan sel
terinfeksi virus ke CTLs  virus dimatikan  sel Th 2 sekresi sitokin Il4 dan Il5
menuju folikel  aktivasi sel B, proliferasi klonal, dan diferensiasi jadi sel
Plasma dan sel B memori sekresi antibody  IgM  bertahan pada minggu
pertama terinfeksi virus Dengue  setelah kebal akan terjadi switching IgM jadi
IgG.

V. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi Klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD). 3
Penderita DBD dapat menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, nyeri
tenggorok, nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare, kejang atau
kesadaran menurun. Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi virus
atau infeksi bakteri lainnya yang menyerang tubuh. 5
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan kuat. 3
Peristiwa pitfall diagnosis atau kesalahan diagnosis penyakit DBD yang paling
sering terjadi adalah demam tifoid, faringitis akut (infeksi tenggorok), ensefalitis

6
(infeksi otak), campak, flu atau infeksi saluran napas lainnya yang disebabkan
karena virus. 5
Gejala pada penyakit demam berdarah:
1. Diawali dengan demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38C – 40C) terus
menerus tidak pernah turun dalam 2 hari pertama, menurun pada hari ke III dan
meningkat lagi hari ke IV-V disertai manifestasi pendarahan berupa bintik
perdarahan di kulit, pendarahan selaput putih mata, mimisan atau berak darah.
2. Penyakit ini ditandai oleh pembesaran hati, syok atau tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih
rendah.
3. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan trombosit sampai kurang dari
100.000 /mm pada hari ke III-V dan meningkatnya nilai hematokrit (>40%).

VI. DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml)
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.

7

Pertanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipopro- teinemia,
hiponatremia. 5
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 6
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipo- tensi, sianosis di sekitar mulut kulit
dingin dan lembab, tam- pak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur 6
4 derajat terebut dapat dilihat pada gambar:

Kriteria Laboratoris
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam
berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfoit plasma biru.
Diganosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody total, IgM, maupun IgG lebih banyak digunakan.

8
Parameter laboratoris yang diperiksa anatara lain:
 Lekosit
Awal penyakit biasanya normal/menurun, dominasi oleh netrofil. Mulai hari
ketiga dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Ditemukan lekositosis > 10.000 mungkin karena infeksi sekunder. Mengingat
akan bahaya yang ditimbulkan adanya infeksi Dengue maka berbagai tehnologi
dikembangkan untuk dapat mendeteksi infeksi virus dengue secara dini dengan
sensitivitas dan Spesivisitas yang lebih baik, mengingat bahaya komplikasi yang
akan ditimbulkan.
 Trombosit
Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) (karena terjadinya agregasi Trombosit,
pembekuan darah akibat kerusakan endotel juga akibat tertekannya fungsi
megakaryosit (sel yang kelak pecah dan menjadi trombosit) serta destruksi
trombosit yang matur (dewasa/matang). Biasanya terjadi pada hari ke 3-8.
 Hematokrit
Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit > 20%), tanda meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler) (Permeabilitas adalah kemampuan suatu membran
dalam hal ini dinding pembuluh darah- untuk melewatkan bahan-bahan tertentu).
untuk menilai tingkat kekentalan darah, menunjukkan darah semakin mengental
akibat plasma darah merembes ke luar dari sistem sirkulasi. Umumnya terjadi
pada hari ke 3 demam.
 Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
 SGOT/SGPT
Enzym-enzym hati pada kasus infeksi sekunder dengue (DHF) cenderung
menunjukkan adanya kenaikan seperti SGOT (AST) dan SGPT (ALT). Kenaikan
kadar ini kadang juga dapat dipakai untuk membedakan apakah infeksinya
termasuk DF atau DHF. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel karena

9
terjadinya perdarahan kecil dalam hati. Dalam perkembangan diagnostik sampai
saat ini di samping dengan menilai gejala-gejalanya, juga pemeriksaan
laboratorium akan sangat membantu untuk menegakkan diagnostik penyakit
DHF. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana bisa menegakkan diagnosis
sedini mungkin, sehingga pengobatan secara adekwat dapat segera diberikan.
 Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
 Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah
 Imunoserologi
Infeksi virus dengue akan mengakibatkan terbentuknya antibody. Antibody
yang pertama dibentuk ialah Neutralizing antibody (NT), yaitu pada hari kelima.
Titer antibody ini naik sangat cepat, kemudian menurun secara lambat untuk
waktu yang lama, biasanya seumur hidup. Antibody ini bersifat spesifik. Setelah
pembentukan NT, segera akan timbul Hemaglutination inhibition antibody (HI).
Titer naik sejajar dengan NT dan kemudian akan turun secara perlahan-lahan,
lebih cepat daripada antibody NT. Untuk waktu yang lama, tetapi lebih pendek
daripada antibody NT.
Antibodi HI bersifat spesifik terhadap golongan tapi tidak terhadap tipe virus.
Dengan demikian dalam satu golongan dengan lebih dari satu tipe virus dapat
terjadi reaksi silang diantara masing-masing tipe virus.
Antibodi yang terakhir timbul adalah Complement fixing antibody (CF), yaitu
sekitar hari kedua puluh, titer naik setelah perjalanan penyakit mencapai
maksimum dalam waktu 1-2 bulan dan kemudian turun secara cepat dan
menghilang setelah 1-2 tahun.
Dasar pemeriksaan serologis adalah membandingkan titer antibody pada masa
akut dan masa konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa Neutralizing test,
complement fixation test atau hemagglutination inhibition test. Bergantung pada
kebutuhannya. Pemeriksaan serologis dapat membantu menegakkan diagnosis
klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah pada masa
konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalanan penyakit. Dalam praktek
sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita setelah
sembuh tidak bersedia diambil darahnya.

10
Maksud diambil contoh darah yang kedua ialah selain untuk menjaga
kemungkinan tidak didapatkan contoh darah ketiga juga untuk mempercepat hasil
akan sudah cukup nyata sehingga dapat diinterpretasi. Apabila hanya diperoleh
satu contoh darah, penafsiran akan sulit atau bahkan sering tidak mungkin
dilakukan.
Hemagglutination Inhibition Test
Pemeriksaan uji Hemagglutination inhibition antibody dapat dilakukan dengan 2
cara:
 Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambik 2-5 ml darah vena dengan
menggunakan semprit atau vacutainer. Selanjutnya serum dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam botol steril yang tertutup rapat. Sebelum dikirim serum
disimpan dalam lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium
dimasukkan ke dalam termos berisi es.
 Dengan menggunakan kertas saring “filter paper disc”. Kerta saring ini
khusus, dengan diameter 12,7 mm, mempunyai tebal dan daya hisap tertentu.
Darah dari tusukan pada ujung jari atau darah vena dari semprit dikumpulkan
pada kertas saring sampai jenuh bolak-balik, artinya seluruh permukaan kertas
saring harus tertutup darah. Diusahakan agar kertas saring tidak diletakkan
pada permukaan yang memudahkan kertas saring melekat, misalnya pada kaca
atau plastik. Kertas saring yang dikeringkan pada suhu kamar selama 2-3 jam
dapat dikirim dalam amplop dengan perantaraan pos ke laboratorium.
Cara pertama merupakan cara yang terbaik, tetapi bila diingat bahwa
pengumpulan serum serum memerlukan alat-alat khusus (semprit steril, lemari
es, sentrifuse, pipet Pasteur steril, termos es dll.), maka cara kedua adalah lebih
tepat. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan kertas saring adalah cukup
baik, terutama apabila cara pengisian dilakukan dengan betul.
Antibodi HI dapat diperiksa dengan suatu pemeriksaan yang disebut uji HI
(hemagglutination inhibition test). Dasar pemeriksaan ini ialah sifat virus yang
dapat menggumpalkan (mengaglutinasi) darah yang dapat dihambat oleh serum
yang mengandung antibody homolog terhadap antigen (dalam hal ini virus) yang
dipakai.
Untuk pemeriksaan HI terhadap virus dengue dipakai antigen 8 satuan.
Pertama-tama digunakan antigen virus dengue tipe1 atau 2. Apabila hasil

11
pemeriksaan negative, percobaan diulangi dengan menggunakan ketiga antigen
lain.
Pada pemeriksaan serologis uji HI serum diencerkan menjadi kelipatan 2 kali,
dimulai dengan pengenceran 1:10, 1:20, 1:40 dan seterusnya.
Interpretasi hasil pemeriksaan berdasarkan Kriteria WHO (1975) yaitu:
1. Pada infeksi primer, titer antibody HI pada masa akut, yaitu bila serum
diperoleh sebelum keempat sakit adalah kurang dari 1:20 dan titer anak naik 4
kali atau lebih pada masa konvalesen, tetapi tidak akan melebihi 1:1280.
2. Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru (recent dengue infection) ditandai
oleh titer antibody HI kurang dari 1:20 pada masa akut, sedangkan pada masa
konvalesen titer bernilai sama atau lebih besar daripada 1:2560. Tanda lain
infeksi sekunder ialah apabila titer antibody akut sama atau lebih besar
daripada 1:20 dan titer akan naik 4 kali atau lebih pada masa konvalesen.
3. Persangkaan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
diagnosis) ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau lebih besar daripada
1:280 pada masa akut. Dalam hal ini tidak diperlukan kenaikan titer 4 kali atau
lebih pada masa konvalesen.
Tabel interpretasi hasil uji HI
Titer Ab akut Titer Ab konvalesen Interpretasi
< 1:20 Naik 4x atau lebih (<1:1280) Infeksi primer
< 1:20 ≥ 1:2560 Infeksi sekunder baru
≥ 1:20 Naik 4x atau lebih Infeksi sekunder baru
≥ 1:1280 Tidak perlu naik 4x atau lebih Infeksi sekunder tersangka baru terjadi

Dengue Blot IgG dan IgM


Tes serologi lainnya adalah dengue blot IgG dan IgM. Dengue blot IgG masih
banyak kelemahannya. Sensitivitas pada infeksi sekunder tinggi, tetapi pada
infeksi primer sangat rendah. Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi
sekunder dengue. Tetapi bisa juga dibaca sebagai pernah terkena infeksi virus
dengue. Untuk IgM sensitivitasnya lebih baik, khususnya untuk infeksi primer
dengue. Sayang harganya relatif lebih mahal. Tes ini merupakan pemeriksaan
kualitatif dengan mempergunakan metode enzyme immunoassay. Dengan tes ini,
antibodi IgM baru dapat diketahui setelah hari ke 3-5 infeksi dengue.

12
Tes lainnya yang beredar adalah Dengue IgG dan IgM Capture ELISA
(Enzymelinked Immunosorbent Assay). Pemeriksaan ini memerlukan waktu 90
menit untuk IgM dan 60 menit untuk IgG. Hasilnya dapat keluar sebagai kadar
dari IgG dan IgM (kuantitatif). 3
Kit yang lebih baru lagi adalah Dengue Rapid Strip IgG-IgM. Antigen yang
digunakan yaitu rekombinan Den-1, 2, 3, 4 dengan metode Rapid
Immunochromatographic Captured antibodi virus IgG dan IgM. Deteksi IgM
menginterpretasikan infeksi primer atau sekunder. Nilai cut-off IgG dirancang
untuk mendeteksi kadar tinggi yang khas muncul dari infeksi sekunder. Tes ini
terbukti mempunyai korelasi yang sangat baik terhadap uji HAI. Sensitivitas dan
spesifisitas diagnostik dari tes ini dilaporkan sebesar 92-99%. Tes ini sangat
praktis dan hanya memerlukan waktu selama 15 menit. 3
Antibodi IgM akan muncul 2 sampai 6 hari setelah dimulainya gejala,
sedangkan IgG setelah 6 hari. IgG akan meningkat secara perlahan dalam
beberapa minggu. Ini umumnya yang terjadi pada infeksi primer dengue. Pada
infeksi sekunder dengue, kadar IgM kadang-kadang bisa lebih rendah atau sulit
terdeteksi sehingga dalam keadaan ini deteksi IgG menjadi sangat penting. Kadar
antibodi IgG akan cepat meningkat karena telah adanya memori antigen dengue.
IgM Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilng setelah 60-90 hari.
IgG Pada infeksi preimer, IgG mulai tedeteksi pada hari ke-14, pad
ainfeksi sekunder IgG akan terdeteksi pada hari ke-2. 3

Pemeriksaan Rumple leed test


Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada
dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak
oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah
kecil pada permukaan kulit (petechiae). 3
Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas
dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik.
Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan
tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti

13
jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit
lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran
berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika
terdapat lebih dari 10 petechiae dalam lingkaran tadi.
 NS1
Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampa hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya ifeksi virus dengue. 3

Untuk menentukan berat-tidaknya demam Dengue adalah peningkatan


permeabilitas pembuluh darah, penurunan volume plasma (hipovolemia), hipotensi
(penurunan tekanan darah), trombositopeni. Selain itu infeksi virus Dengue ini juga
menyebabkan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) (suatu keadaan
kehabisan bahan pembekuan darah, sehingga terjadi pendarahan yang terus-menerus).
Semakin cepat dapat dideteksi maka akan mengurangi resiko komplikasi seperti
Demam Berdarah Dengue (DHF) ataupun Dengue Syok Sindrome (DSS). 3

Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama ada hemitoraks kanan tetapi bila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubius kanan. Ascites
dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seerti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan
lelah. 3

Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
-
Nyeri kepala
-
Nyeri retro-orbital
-
Mialgia/arthralgia

14
-
Ruam kulit
-
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
-
Leucopenia
-
Pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien DD.DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. 3

Demam Berdarah Dengue 3


Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml)
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
-
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
-
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
-
Pertanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipopro- teinemia,
hiponatremia.

Dari keterangan di atas, terlihat bahwa perbedaan anatar DD dan DBD adalah
ditemukan kebocoran plasma pada DBD. 3

Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan jika terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, cikungunya, dan leptospirosis. 3

Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang lemah dan cepat, tekanan darah turun ( 20 mHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. 3

15
VIII. DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE

Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada table dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Dengue
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih - Leukopenia Serologi
tanda: - Trombositopenia, Dengue
sakit kepala, nyeri retro-orbital, tidak ditemukan Positif

mialgia, artralgia bukti kebocoran


plasma
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia
bendung positif (<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah Trombositopenia
perdarahan spontan (<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin (<100.000/µl), bukti ada
dan lembab serta gelisah) kebocoran plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia
tekanan darah dan nadi tidak (<100.000/µl), bukti ada
terukur kebocoran plasma

IX. PEMBERANTASAN DBD


Kegiatan pemberantasan DBD terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.
Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksanaan penderita, pemberntasan
vector, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi. 7

1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita


Setiap penderita/ tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas
dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II dan diambil spesimen
darahnya untuk pemeriksaan serologi dibalai Laboratorium Kesehatan.
Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap

16
sesuai prosedur diagnosis, pengobatan/perawatan dan system rujukan yang
berlaku. 7
2. Pemberantasan Vektor dengan cara:
Pemberantasan sebelum musim penularan
 Perlindungan perorangan
Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae. Aegypti bisa dilakukan
dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dengan memakai
kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan
memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemprotan dengan obat. 7
 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Menguras bak mandi dan TPA lainnya secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali, menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan
semua tempat penyimpanan air untuk menyingkirkan telur nyamuk.
b. Menutup rapat TPA sehingga nyamuk tidak dapat masuk.
c. Membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll,
sehingga tidak terjadi sarang nyamuk.
d. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung.
e. Mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang.
f. Menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah.
g. Pembuangan secara baik kaleng, botol dan semua tempat yang mungkin
menjadi tempat sarang nyamuk.
h. Pendidikan kesehatan masyarakat. 7
1. Pengasapan Masal
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di
kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota.
Pengasapan dilakukan di dalam dan sekitar rumah dengan menggunakan
larutan malathion 4% (atau fenitrion) dalam solar dengan dosis 438
ml/Ha. 7
3. Abatisasi
Abatisasi adalah penggunaan larvisida temefos (abate) untuk memberantas larva
Ae. Aegypti. Temefos yang digunakakn berbentuk butir pasir (sand granules/SG)
dengan dosis 1 ppm artinya 1 bagian abate dalam satu juta bagian air atau 1 gram
temefos SG 1% per 10 liter air. Abatisasi pada TPA mempunyai efek residu selama 2-
3 bulan. Jadi, bila dalam 1 tahun suatu daerah dilakukan 4 kali abatisasi maka selama
setahun populasi Aedes akan terkontrol.
Setelah abate SG 1% dimasukkan ke dalam air maka butiran akan jatuh sampai
ke dasar dan racun aktifnya akan keluar dari butiran tersebut lalu menempel pada
pori-pori dinding container setinggi permukaan air. Sebagian racun tersebut masih
tetap berada dalam air.

17
4. Penyuluhan Terhadap Masyarakat
Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik
berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
sakit/puskesmas. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dll.
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,
pengunjung rumah sakit/puskesmas. 7
Penyuluhan masal dilaksanakan memalui TV, radio atau media masa lainnya.

X. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien
harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protocol penatalaksanaan
DBD pada pasien dewasa berdasarkan criteria:
 Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai
atas indikasi
 Praktis dalam pelaksanaannya
 Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

18
Protokol 1 ini digunakan sebagai penunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga
dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan


pemeriksaan Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit bila:
 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran atau berobat jalan ke Poliklinik dalam
waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan
trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali
ke Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dianjurkan untuk dirawat

Protokol 2 (Gambar 5)
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

19
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang gawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 x (55 – 20)} = 2200 ml.
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo
dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.

Protokol 3 (Gambar 1)
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.
Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan
nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah
cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurang
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan infuse dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka

20
pasien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.

Protokol 4 (Gambar 2)
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostasis harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari
10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan
spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5
Tatalaksana SIndrom Syok Dengue pada dewasa
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian
sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa
renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang
tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-

21
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan
darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi
kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan
kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan tanda-
tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan per
infus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema parau atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses
patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20%
saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena
untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan
tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung
dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik,
serta jumlah dieresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan
perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dpaat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. BIla nilai hematokrit meningkat berarti pembesaran
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan kristaloid merupakan pilihan,
tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding)
maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.

22
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-
sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan
cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena
sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB
(maksimal 1-1,5 µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH20. Bila
keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

KESIMPULAN
Seseorang akan terinfeksi virus Dengue dan menderita demam berdarah apabila
digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus Dengue. Virus yang masuk akan
bereplikasi dalam sel dan menetap dalam sitoplasma serta dapat keluar dari sel untuk
menginfeksi sel – sel lain. Tubuh kita akan membentuk respon imun terhadap virus
dan akan menghancurkan sel yang terinfeksi virus tersebut dan melisiskan sel tersebut
untuk keluar dan menginfeksi sel – sel lain. Dalam hal ini, trombosit yang terinfeksi
virus Dengue akan mengalami lisis dan mengakibatkan terjadinya trombositopenia.
Hal ini akan berakibat fatal dan mengakibatkan penderita DBD harus diobservasi di
RS agar tidak terjadi perdarahan hebat. Penanganan DBD sebenarnya seperti infeksi
virus lainnya yaitu self limiting disease.

Lampiran gambar
Gambar 1

23
5 % defisit cairan

Terapi awal cairan intravena


Kristaloid 6-7 ml/kg/jam

Evaluasi
3-4 jam TIDAK MEMBAIK
PERBAIKAN:
Ht dan frekuensi nadi Ht mningkat, tekanan darah
turun, tekanan darah menurun < 20 mmHg
membaik, produksi urin pruduksi urin menurun
meningkat

TANDA VITAL Infus Kristaloid 10


DAN ml/kg/jam
Kurangi infus HEMATOKRIT
kristaloid 5 MEMBURUK
ml/kg/jam
PERBAIKAN
TIDAK
PERBAIKA MEMBAIK
N
Infus kristaloid
Kurangi infus 15 ml/kg/jam
kristaloid 3
ml/kg/jam
KONDISI
MEMBURUK
PERBAIKA
Tanda syok
N

Terapi cairan Tatalaksana sesuai


Protokol syok dan
dihentikan 24-
perdarahan
48 jam

PERBAIKAN

KID (+)
Transfusi komponen darah: KID (-)
*PRC (Hb<10 g/dL) KASUS DBD Transfusi komponen darah:
*FFP Perdarahan Spontan dan Masif: *PRC (Hb<10 g%)
*TC (Trombo<100.000)
Gambar 2 -Epistaksis tidak terkendali *FFP
-Hematemesis
**Heparinisasi 5000-10000/24 jam melena *TC (Tromb. <100.000)
drip -Perdarahan otak *Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 4-6
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 4-6 jam
jam Syok (-) *Ulang pemeriksaan hemostasis 24
24
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam jam kemudian
Hb, Ht, Trombo, Leuko, Pemeriksaan Hemostasis
kemudian (KID)
DAFTAR PUSTAKA

25
1. Tierney L. M., McPhee S. J., PapadakisM. A. 2006 Current Medical Diagnosis
and Treatment. 45th ed. New York: The McGraw Hill’s Company: 2006. P 1377-
8.
2. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W. I., Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Jil 1. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI: 2001. P 428-
9.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demem Berdarah Dengue. Dalam:
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiatiti S (Editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009 .p. 2773-9
4. Moore suzanne. Dengue fever. available at :
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a0199. accesed on :
april 1 2011. updated on : october 23 2009
5. Kemiripan DBD dengan penyakit lain. Available at
http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/09/kemiripan-demam-
berdarah-dengue-dengan-penyakit-lainnya. Accessed in 1st april, 2011
6. T. pohan, robert sinto. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue.
Available at: http://www.dexa-
medica.com/images/publication_upload090324152955001237863562medicinus_
maret-mei_2009.pdf. Accessed: 2 april 2011
7. Saleha Sungkar Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dalam: Andi A
(Editor). Demam Berdarah Dengue. Edisi 5. Jakarta: Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia; 2002 .p. 31-43

26

Anda mungkin juga menyukai