Anda di halaman 1dari 17

STATUS EPILEPTIKUS

Defenisi
Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang
yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima
menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah
gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar
meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai.1,2

Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status
epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu dari
korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset). Kategori utama
lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.3
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.
Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-
klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau
kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan
status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga
dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus,
infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).3,4

Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka
kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang
terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status epileptikus
merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga
kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam
memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar

1
1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status
epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi
bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.1
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari status epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua status epileptikus kebanyakan
sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada negara
miskin, epilepsi merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian
yang paling tinggi.4

Etiologi dan Patofisiologi


Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ada tiga subtipe utama status
epileptikus pada anak: kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana kejang
berkembang pada ada atau tidaknya lesi atau serangan sistem saraf pusat yang mendasari,
dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis
atau kelainan metabolik yang lama.2
Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang
berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim.
Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian
antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan
status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang
tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi
yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status
epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama dan status
epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas
yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap
berasal dari kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang
selama umur beberapa hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan
dalam pengendalian kejang. Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi
obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada
frontalis, merupakan penyebab tambahan status epileptikus.2
Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase
pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac

2
output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan
laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis
laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase
kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah, pH dan glukosa
serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga
aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu meningkat),
perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.1,5
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika
peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti
oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan
syaraf dan kehilangan otak berlanjut.6
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal
pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri,
serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling
sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona
Summer. 1,5
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan
pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium
dan kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.1
Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal,
penyakit cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik,
trauma, tumor.1,2
Komplikasi status epileptikus, yaitu :1,2

 Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan
vena otak, Disfungsi kognitif

 Gagal Ginjal : Myoglobinuria, rhabdomiolisis


 Gagal Nafas : Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas
 Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi
pupil, Hipersekresi, hiperpireksia

3
 Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
 Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia,
Hiponatremia, Kegagalan multiorgan
 Idiopatik : Fraktur, tromboplebitis, DIC

Gambaran klinik1,3
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)
merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei
ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial
dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau
kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik
umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan
kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan
otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis
selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan
tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan
laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik
dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang
tidak tertangani.
B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase
tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran
tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
D. Status Epileptikus Mioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah
menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe

4
dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa
yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi
degeneratif.
E. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau
dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu
keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow
motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada
riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG
terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat.
Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.
F. Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,
karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai
dengan stupor atau biasanya koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah,
halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave
discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
G. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada
satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang
menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara
unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu
menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang
berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang
pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia
yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik
unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

5
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup
untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan
berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas
fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering
menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi
mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus
non-konvulsif pada beberapa kasus.

Penatalaksanaan
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan
anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera
mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan
status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering
digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh
ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.2
Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan
Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam
lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal,
konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan
kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah
sama.7
Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan
Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak
lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang
berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin
parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus
menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal
iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan
untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan
terbentuknya mikrokristal.7,8

6
Status Epileptikus Refrakter
Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.
Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan
yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau
hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan
psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter
sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.1,3
Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan
menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan
memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau
Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleh EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka
dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.8

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus (EFA, 1993)7,8


Pada : awal menit
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)
a. Periksa tekanan darah
b. Mulai pemberian Oksigen
c. Monitoring EKG dan pernafasan
d. Periksa secara teratur suhu tubuh
e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,
hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa
AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV
atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty
5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)
6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena
dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika
kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan
kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika
kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg
per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat
menelan.
Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

7
1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur
2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100
mg per menit
Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung
Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena
hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per
jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah
berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.
atau
Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per
kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
atau
Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan
berdasarkan gambaran EEG.

Prognosis
Hasil neurologis pasca status epileptikus telah membaik secara bermakna sejak
penemuan unit perawatan intensif modern dan manajemen agresif kejang yang lama. Angka
mortalitas status epileptikus adalah sekitar 5% pada kebanyakan seri. Kebanyakan kematian
terjadi pada kelompok bergejala, kebanyakan darinya mempunyai kelainan SSS serius dan
mengancam jiwa sebelum mulainya status epileptikus. Bila tidak ada serangan neurologis
progresif atau gangguan metabolic, morbiditas status epileptikus adalah rendah.2

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708 [diakses


tanggal 06 Oktober 2013]

2. Haslam HA. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Dalam: editor
Behrman, Kliegman, Arvin. Status Epileptikus. Jakarta : EGC; 2000. pp 2067-68
3. Christian M. Korff Douglas R. Nordli Jr. Current Pediatric Therapy, 18th ed. In:
Burg DF, editor. Status Epilepticus. USA: Saunders; 2006.

4. Cavazos JE, Spitz M. Status Epilepticus.


http://emedicine.medscape.com/article/1164462 [diakses tanggal 07 Oktober 2013]

5. Lazuardi S. Buku Ajar. Neurologi Anak. Dalam: editor Soetomenggolo T, Ismael S.


Pengobatan Epilepsi. Jakarta: BP IDAI; 2000.pp 237-38

6. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Epilepsi. Jakarta: FKUI;2005.pp


855-59

7. Ilae. Status Epilepticus. http://www.ilae-epilepsy.org/visitors/Documents/10-


statusepilepticus.pdf [ diakses tanggal 08 Oktober 2013]

8. Heafield MT. Managing Status Epilepticus. BMJ. Edisi 8 April 2000.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117894/ [diakses tanggal 08
Oktober 2013]

9. Lee J, et al. Guideline for the management of convulsive status epilepticus in infants
and children. Issue: BCMJ, Vol. 53, No. 6, July, August 2011, page(s) 279-285

10. Gretchen MB, et al. Guidelines for the Evaluation and Management of Status
Epilepticus. Neurocrit Care 2012 DOI 10.1007/s12028-012-9695-z

9
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama / No.MR : Nazwa Nabila Zahra/ 801795
Umur : 11 bulan 22 hari
Ayah / Ibu : Syahrial / Nursamsi
Suku : Minang
Alamat : Jl. Cik Ditiro Gg. Ampera Pekanbaru
Tanggal Masuk : 25 September 2013

ANAMNESIS : alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu kandung
Keluhan utama : Kejang sejak 1/2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 1/2 jam SMRS pasien kejang, kejang awalnya hanya mengenai tubuh bagian kanan
berupa hentakan kaki dan tangan, kemudian berselang beberapa menit kejang pada seluruh
tubuhnya tangan dan kaki kelonjotan, mata tertutup, pasien tidak sadarkan diri. Sebelumnya
pasien demam, batuk (+), pilek (+), sesak (+), sebelum kejang pasien sedang sadar tampak
seperti biasanya. Kejang pasien tidak berhenti selama ½ jam, lalu pasien dibawa berobat ke
bidan dan diberikan obat yang dimasukkan lewat dubur, namun kejang tidak berhenti.
Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA, di IGD RSUD AA pasien pasien datang dalam
keadaan kejang, mulut membiru dan napas sesak. Pasien lalu dilakukan tindakan
pemasangan oksigen dan pemberian obat melalui anus. Tetapi kejang tetap tidak berhenti.
Kemudian pasien dilakukan pemasangan infus dan diberikan obat melalui infus tetapi
kejang tidak berhenti, pasien tetap kejang lebih kurang setengah jam, kemudian kejang
berhenti dan pasien sadar. Pasien rutin meminum obat anti epilepsi, tetapi pasien putus
meminum obat anti epilepsi pada malam harinya. Pada waktu pagi hari timbul lah kejang.

10
Pasien batuk pilek sejak 3 hari SMRS, batuk (+), pilek (+), demam (-). Keluar cairan dari
telinga (-), BAK dan BAB biasa, mual muntah (-), mencret (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang pertama terjadi pada usia 4 bulan yang awalnya didahului oleh demam dan hanya
sebentar ± 5 menit, kemudian kejang muncul tanpa didahului oleh demam di seluruh tubuh.
Kejang seperti kelonjotan dan lama kejang hanya selama 5 menit. Kejang sudah
berlangsung sebanyak 10 kali selama ini. 5 bulan sebelumnya pasien juga mengeluhkan
kejang yang berlangsung selama 45 menit, kejang seluruh tubuh, sebelum dan sesudah
kejang pasien sadar, kejang tidak didahului demam. Pasien dirawat di bangsal anak RSUD
AA. Lamanya pasien lupa.Pasien rutin mengkonsumsi obat kejang selama 3 bulan. Pasien
telah diperiksa EEG, ditegakkan diagnosis epilepsi sebelumnya.
Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Anak dari kakak kandung pasien juga menglami kejang dan menjalani pengobatan selama 2
tahun dan bebas kejang
Riwayat Orang Tua
Ayah pasien : Pekerjaan swasta, pendidikan tamat SLTA
Ibu pasien : Pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan tamat SMP

Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3100 gram panjang badan 52 cm, langsung
menangis, tidak biru, tidak biru, tidak sesak dan kesadaran alert.
Persalinan normal ditolong bidan dan memeriksakan kehamilan ke bidan secara teratur.
Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak pernah
merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras.

Riwayat makan dan minum


ASI (+) sejak lahir sampai saat ini
Asi + MP Asi 7-9 bulan
Bubur lembek 9 bulan sampai sat ini

Riwayat Imunisasi
Tidak lengkap, hanya DPT (+) pada usia 2 bulan

Riwayat Tumbuh Kembang


Tersenyum : 3 bulan

11
Mengangkat kepala : 3 bulan
Duduk sebentar : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan

KEADAAN PERUMAHAN DAN TEMPAT TINGGAL


Tinggal di rumah sendiri, permanen, ventilasi baik, sumber air minum dari sumur
dengan jarak antara sumur dengan septic tank ± 10m. Membuang sampah di tempat
pembuangan sampah.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign : HR=98 ×/i, RR = 62 ×/i, T =36,7 °C
Status Gizi : TB : 77 cm BB : 10.2 kg
CDC : BB ideal 9.8 kg
Status Gizi : .10.2/9.8 x 100% : 104 % (Normal)
Lingkar Kepala : 45.2 cm (Normal)
 Kepala
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata kiri dan kanan : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : sulit dinilai

 Telinga : Tidak ada kelainan bawaan, serumen (-), nyeri tekan


aurikuler (-)
 Hidung : Bentuk simetris, sekret (-)
 Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak hiperemis
Palatum tidak terbelah.
 Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar, kaku kuduk (-)
 Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas simetris, retraksi iga (+)
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rh +/+, wh -/-
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea midklavikula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, bising jantung (-)
 Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

12
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Genitourinarius: dalam batas normal
 Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2 ”
 Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)
Bisep (+/+)
Refleks patologis : Babinsky (-/-)
 Pemeriksaan rangsang meningeal :
o Kaku kuduk : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah
Tanggal 25 September 2013
Hb : 12 gr%
Ht : 37,6 vol%
Leukosit : 32.500/mm3
Trombosit : 416.000 /mm3
GDS : 138 mg/dl
Elektrolit :
Na+ : 139,4 umol/l
K+ : 4,8 umol/l
-
Cl :111.0 mmol/l

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS


Sejak 1 jam SMRS pasien kejang, kejang bersifat partial ke umum
Sebelumnya pasien tidak demam, batuk (+), pilek (+)
Kejang pasien tidak berhenti selama ½ jam
Pemberian obat melalui anus oleh bidan, kejang tidak berhenti.
Selama kejang pasien sesak dan badan membiru
Pemberian obat melalui infuse di IGD RSUD AA kejang tidak berhenti dan pasien tetap
kejang lebih kurang setengah jam
Pasien rutin meminum obat anti epilepsi tetapi pasien putus meminum obat anti epilepsi
pada malam harinya. Pada waktu pagi hari timbul lah kejang.
Pasien awalnya kejang lamanya hanya 5 menit, kejang bersifat umum. Kemudian timbul
kejang tanpa demam sebanyak 10 kali, setiap kejang berlangsung selama 5 menit. 5 bulan
sebelumnya pasien kejang dan berlangung selama 45 menit. Pasien rutin mengkonsumsi
obat kejang selama 3 bulan. Pasien telah diperiksa EEG, ditegakkan diagnosis epilepsi
sebelumnya. Riwayat trauma kepala (-)
Anak dari kakak kandung pasien juga menglami kejang dan menjalani pengobatan selama 2
tahun.

13
Riwayat kehamilan dan persalinan normal
Riwayat perkembangan pasien normal

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : komposmentis (GCS 15)
Suhu : 36.7 °C
Status Gizi : Normal
Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)
Bisep (+/+)
Refleks patologis : Babinsky (-/-)
RR : 62 x/i
Auskultasi paru : Ronkhi (+/+)
Pemeriksaan rangsang meningeal :
o Kaku kuduk : (-)
o Brudzinky I : (-)
o Brudzinky II : (-)
o Kernig Sign : (-)

HAL-HAL YANG PENTING DARI PENUNJANG


Leukosit : 32500 / mm3

DIAGNOSIS KERJA
Status epileptikus ec withdrawal anti epileptic drug + Bronkopneumoni

PEMERIKSAAN ANJURAN
CT Scan
EEG

TERAPI
MEDIKAMENTOSA : IVFD D5 ½ NS + Kcl 5 meq 15 gtt/I (mikro)
Ceftriaxone 2 x 500 mg
Kalpicilin 2 x 300 mg
OMZ 1x 10 mg
Ventolin ½ + Pulmicort ½  nebulizer tiap 8 jam
Jika kejang : Fenitoin 220 mg dalam NaCl 50 cc dihabiskan dalam
waktu 12 jam kemudian dilanjutkan 40 mg dalam Nacl 50 cc

Kebutuhan Energi : BBI x RDA = 9.8 x 100 = 980 kkal


Diit : Makanan Biasa

PROGNOSIS
QUO AD VITAM : Bonam

14
QUO AD FUNGSIONAM : Dubia ad malam

FOLLOW UP
Hari/Tgl Subjektif Objektif Assesment Terapi
Kamis Kejang (-), Komposmentis, Epilepsi + Lanjutkan
26 Septmber Demam (-), T : 36,50C, HR : Bronkopneumonia
2013 Muntah (-) 90x/I, RR: 28x/i
Kaku kuduk (-)
Reflex patologis
(-)
Konjuntiva
anemis (-/-)
Sklera ikterik
(-/-)

Jumat Kejang (-), Komposmentis, Epilepsi + lanjutkan


27 September Demam (-), T : 36,80C, HR : Bronkopneumonia
2013 Muntah (-) 98x/I, RR: 28x/i
Kaku kuduk (-)
Reflex patologis Pasien boleh
(-) pulang

15
PEMBAHASAN

Status epileptikus (SE) didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau
lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. 1 Terdapat banyak defenisi tentang status
epileptikus, menurut journal BCMJ 2011 peneliti James Lee et al, SE adalah kejang yang
kontinu dalam waktu 30 menit atau kejang berulang dalam 30 menit tanpa ada fase sadar
diantaranya.9 Sedangkan Neurocritical Care Society menyebutkan kejang lebih dari 5 menit
atau berulang lebih dari 5 menit tanpa ada fase sadar. 21 Kejang yang lebih dari 7 menit akan
berlanjut terus sedikitnya selama 30 menit.10 Pada kasus, pasien kejang lebih kurang 30
menit terus menerus dan tidak sadar, sehingga diagnosis status epileptikus pada pasien
sudah tepat dan pasien juga telah ditegakkan diagnosis epilepsy sejak usia 4 bulan.
Status epileptikus dapat disebabkan kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia,
intoksikasi obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama
pada frontalis.2 Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada
anak yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang
paling lazim. Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian
antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan
status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang
tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi
yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status
epileptikus.2 Kejang pada pasien dapat disebabkan oleh faktor, pertama ialah putus minum
obat anti epilepsy, dan kedua ialah adanya pencetus infeksi, atau keduanya berhubungan,
dimana pada saat adanya keadaan putus obat, maka kerentanan pasien untuk kejang
menjadi lebih besar. Pasien mengalami demam batuk pilek dan sesak napas sejak 3 hari,
pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi iga dan ronkhi pada kedua paru. Pada
pemeriksaan labor ditemukan peningkatan leukosit menjadi 32.500/ul. Hal tersebut jelas
menggambarkan adanya proses infeksi, yaitu pasien mengalami pneumonia. Dengan
keadaan datang ke IGD mulut membiru, napas sesak, dengan peningkatan leukosit
32.500/ul (normal leukosit anak umur 11 bulan ialah maksimal 17.500/ul) dapat

16
diasumsikan anak tersebut mengalami sepsis, dimana sepsis juga merupakan penyebab dari
SE.10

BUD, buat aja pasien ini demam pada anamnesisnya, Karena dia kena BP dan
leukosit tinggi masa ga demam.
Terus lanjutkan pembahasan mengenai terapi, apakah terapi udh pas?
Terus bahas aja, apakah pasien ini sudah termasuk ke refrakter SE?

Sorry bud, aku saat ini sanggup Cuma bahas ampe sana,
Ini aku kirim juga bahan jurnalnya

Ini link jurnal kepustakaan no 9


http://www.bcmj.org/articles/guideline-management-convulsive-status-epilepticus-
infants-and-children

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus CKD
    Laporan Kasus CKD
    Dokumen38 halaman
    Laporan Kasus CKD
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Human
    Human
    Dokumen15 halaman
    Human
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • KTI Kaki Diabetik
    KTI Kaki Diabetik
    Dokumen8 halaman
    KTI Kaki Diabetik
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen11 halaman
    Agama
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat