Anda di halaman 1dari 8

Kaki Diabetik

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik
ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang.1,2

Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi meliputi kulit dan otot Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor
kulit, pecahpecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk
kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki;
deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi;
tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.1,2

2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning


fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan sensasi.1,2

Gambar 1.Pemeriksaan dengan monofilament dan tunning fork2

3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial
index.1,2

4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe sepatu dan
ukurannya.1,2
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan


laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya.1,2

Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah
dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri
dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang
paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan
bawah pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat
gangguan aliran darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler.
Doppler dapat dikombinasikan dengan manset pneumatik standar untuk mengukur tekanan
darah ekstremitas bawah.1,2

Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu:


pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.1,2

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit
kering.3

Klasifikasi Menurut Wagner4

a. Derajat 0

Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih faktor risiko berupa
neuropati sensorik yang merupakan komponen primer penyebab ulkus; peripheral vascular
disease; kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya
menjadi hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan
bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint
dan distal interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi
caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot. Gambar 2.7 Kaki
dengan kalus.

Gambar 2 Kaki dengan kalus2

b. Derajat I

Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati
sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi
yang terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar
kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).

c. Derajat II

Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada grade I dan ditambah
dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau
sendi. Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus
tendon dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.

d. Derajat III

Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan
atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya
disebabkan oleh bakteri yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka
tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah
sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan
atau tanpa osteomielitis.

e. Derajat IV

Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula
terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi
dengan salah satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini
menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu
area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan
kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau peradangan yang terus-menerus. 23
Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan
lokal.

f. Derajat V

Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh kaki atau
sebagian tungkai bawah.

Edukasi

Ulkus diabetes merupakan salah satu komplikasi penyakit diabetes yang sering. Ulkus
diabetes menjadi masalah di bidang sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya.5,6

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki
diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.5,6
Pencegahan Sekunder dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan
yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)5,6
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar
pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap
timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan
antara lain dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt
padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti
dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi
untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy).

2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
pedis dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 5,6

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian
dari dressing, dll. Demikian pula berbagai caradebridement non surgikal dapat dimanfaatkan
untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. 5,6

Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada
proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif
bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat
ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 5,6
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang
berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram
negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif
dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 5,6

4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai
langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya
kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna
dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai
fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe
pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 5,6

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk


kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:

 Modifikasi Faktor Risiko

 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
 Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada


kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi
sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan
pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit
pembuluh darah kaki penyandang DM.

 Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada


klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.


Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular
(PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal


dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik,
sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain
yang turut berperan.

Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk


memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
diabetik.

5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin
untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan
dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta
fungsi ginjal.

6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka
yang optimal.

Daftar Pustaka

1. Widiastuti MI. Peran Neuropati Pada Patogenesis Kaki Diabetik. Dalam: Suharto
T,Tjokorda GDE, Nugraha KH, editor. Kursus Manajemen Holistik Kaki Diabetik. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2007;2:19

2. Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011 .p.1961-2.3. Yuanita A Langi. Penatalaksanaan
Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedik, vol 3 no 2, JUli 2011. Hal 95-101.

4. Albert M. The role of Hyperberic Oxygen Therapy in Wound Healing. Wound Care
Canada 2008;6(1):60-2.

5. Ronald W Kartika. Pengelolaan Gangren kaki Diabetik. Continuing Medical Education, vol
44 no 1,2017. Hal 18-22.

6. Thomas J, Monaghan T. Oxford handbook of clinical examination and practical skills. 2nd
ed. United Kingdom: Oxford University Press; 2014 .p. 63.

Anda mungkin juga menyukai