Abstract
Abstrak
Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita menopause resorpsi tulang oleh osteoklast meningkat
dibandingkan pembentukan tulang oleh osteoblast sehingga keseimbangan hilang lalu terjadi
osteopenia lalu osteoporosis hingga kemungkinan fraktur. Secara tidak langsung, kadar
estrogen yang rendah mempengaruhi asupan kalsium ke dalam tubuh karena dihambatnya
sekresi PTH dan menghambat resorpsi osteoklas.
Kata kunci : osteoporosis, estrogen, menopause, osteoclasts, osteoblasts
Pendahuluan
Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan secara
progresif dalam proses biokimia, sehinga terjadi kelainan atau perubahan stuktur dan fungsi
jaringan, dan sel. Berbagai perubahan fisik dan psikososial akan terjadi sebagai akibat proses
menua. Banyak perubahan fisiologi yang mempengaruhi status gizi pada proses penuaan
diantaranya adalah penurunan kecepatan basal metabolic range (BMR). Penurunan sekresi asam
klorida dan asam empedu yang berpotensi untuk mengganggu penyerapan kalsium, zat besi,
seng protein, lemak dan vitamin yang larut dalam penyerapan lemak.1
Ada beberapa faktor risiko osteoporosis diantaranya genetic, jenis kelamin dan masalah
kesehatan kronis, defisiensi hormone esterogen, kurang olah raga, serta rendahnya asupan
kalsium. Resorpsi dan pembentukan dikendalikan oleh dua faktor yaitu faktor sistemik ( hormon)
dan faktor local ( generated cytokines dan growth factor ). Salah satu faktor sistemik tersebut adalah
1,25 dihydroksivitamin D. Selain vitamin D, factor sistemik lain adalah hormone paratiroid (PTH ),
kalsitonin, insulin, estrogen/androgen, hormon pertumbuhan dan hormon tiroid, hal-hal tersebut
dapat mempengaruhi proses remodeling.1 Bila dalam suatu keluarga mempunyai riwayat
osteoporosis maka kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama adalah 60-80%. Dilihat
dari jenis kelamin 80% wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan meningkat
apabila mengidap penyakit kronis.
Pembahasan
Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang
membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang menjadi keropos. Struktur pengisi tulang
antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium. Ketika massa ini menjadi
berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan
sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.2
Di luar dari mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos
hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan wanita
usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh
dari hormone estrogen yang lazimnya menurun saat wanita post menopause.
Puncak massa tulang kita sudah menurun saat kita mulai masuk usia kepala tiga, artinya
kita harus sudah memulai menimbun kalsium sejak kita usia pertengahan untuk menjamin saat
tua nanti tulang kita masih cukup padat. Jadi apabila sudah mengalami osteoporosis dan baru
memulai minum suplemen tinggi kalsium maupun susu tinggi kalsium, hal tersebut tidak akan
banyak manfaatnya. Selain pada susu, kalsium yang tinggi juga dapat dijumpai pada ikan-ikan
kecil seperti ikan teri. Kalsium dari alamiah memang lebih dianjurkan, sementara suplemen
kalsium dosis tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah seperti terbentuknya batu saluran
kemih serta adanya isu peningkatan risiko stroke dan serangan jantung yang menyertai para
wanita usia lanjut yang mengkonsumsi suplemen kalsium secara rutin.
Menurut definisi, osteoporosis adalah penyakit yang disebabkan oleh rendahnya massa
tulang dan kemunduran struktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang.2 Bila
tidak dicegah atau bila tidak ditangani, proses pengeroposan akan terus berlanjut sampai tulang
menjadi patah dan penderitanya mengalami kesakitan dalam melakukan pergerakan anggota
tubuhnya. Patah tulang ini umumnya akan terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, dan
pergelangan tangan.
Bila patah terjadi pada tulang panggul, hampir selalu penanganannya terpaksa melalui
operasi atau pembedahan. Bila tulang tidak bergeser, biasanya sambungan disangga dengan plat
dan batang logam. Namun bila sambungan tulang bergeser, penggantian dengan sendi tiruan
seringkali dilakukan (hemiarthroplasty).3 Patah tulang panggul juga bisa membuat seseorang
tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan kecacatan permanen. Sementara
patah pada tulang belakang juga tidak ringan akibatnya, karena bisa menyebabkan berkurangnya
tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang parah, dan perubahan bentuk tubuh.
Dalam keadaan normal, tulang kita senantiasa berada dalam keadaan seimbang antara
proses pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan oleh
osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh osteoblast.3 Pada dewasa muda
pembentukan tulang sama banyaknya dengan resorpsi tulang oleh osteoklast sehingga terdapat
keseimbangan, namun pada menopause resorpsi tulang oleh osteoklast meningkat dibandingkan
pembentukan tulang oleh osteoblast sehingga keseimbangan hilang lalu terjadi osteopenia lalu
osteoporosis hingga kemungkinan fraktur.
Etiologi
Osteoporosis dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis
sekunder. Pada osteoporosis primer terbagi lagi menjadi 2, yaitu tipe 1 (postmenopause
osteoporosis 50-75th) dimana pada tipe 1 ini dihubungkan dengan penurunan hormone estrogen,
lebih banyak mengenai tulang trabekullar, dan tulang yang paling sering patah adalah vertebra
dan radius distal. Kemudian pada osteoporosis primer tipe 2 (senile osteoporosis >75th)
dihubungkan dengan peningkatan/penambahan usia, mengenai tulang trabekullar dan compacta,
tulang yang paling sering patah adalah vertebra dan collum femoris. Sedangkan pada
osteoporosis sekunder diakibatkan oleh defisiensi androgen, merokok, alcohol, tumor, dan intake
kalsium yang rendah jangka panjang.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun. Semakin tua usia kita, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi
sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang
memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang.
Karena sebelum menopause estrogen bekerja merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat
kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.4
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan
meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah
yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil
kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah). Pada pria,
hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium.
Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi
testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah mengalami osteoporosis.dibanding
wanita.
Pada metode pemeriksaan tulang BMD (bone mass density) merupakan gold standard
pemeriksaan densitas massa tulang (pemeriksaan massa tulang dengan menggunakan alat
densitometri), WHO membuat kriteria sebagai berikut.5
Normal : Nilai T pada BMD > -1
Osteopenia : Nilai T pada BMD antara -1 dan -2,5
Osteoporosis : Nilai T pada BMD < -2,5
Osteoporosis Berat : Nilai T pada BMD , -2,5 dan ditemukan fraktur
Patofisiologis
Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses pembentukan dan
penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi
pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang
satu akan merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan beregenerasi.
Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memiliki peranan yang penting,
bahkan merupakan faktor penentu utama untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium
yang masih terdapat pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang
padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Lebih kurang 99% dari keseluruhan
kalsium tubuh berada di dalam tulang dan gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah
normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya
usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding
kemampuannya untuk mengisi kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat fungsi
penghancuran sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang, karena
pola pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli memperkirakan ada
banyak faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan
paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih
banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari tulang.4
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi
sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen.
Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium
tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon
paratiroid dalam merangsang osteoklas.6
Patogenesis
Penatalaksanaan
Pencegahan adalah satu-satunya pengobatan utama. Bila tulang sudah mengalami
osteoporosis, kita hanya bisa menjaganya agar tidak bertambah parah, yaitu dengan 1. Non
Medical Mentosa : penuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, payakan mencapai
berat tubuh yang ideal, hilangkan kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol dan kafein,
usahakan menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan resiko osteoporosis, rajin olahraga
(dokter spesialis fisioterapi dapat memberikan petunjuk mengenai latihan yang sesuai), upayakan
untuk mencegah terjadinya cedera (khususnya jatuh). 2. Medical Mentosa : pemberian suplemen
kalsium, magnesium dan vitamin D, terapi pengganti hormonal (Hormone Replacement
Therapy) bila diperlukan, obat-obat pengurang nyeri dan atau obat anti inflamasi non-steroid
(NSAID), seperti : ibuprofen efek samping yang dapat timbul : mual, muntah, diare, konstipasi,
indometasin efek sampingnya : sakit kepala, diare, aspirin ; efek sampingnya : nyeri lambung,
mual, diare, kalsitonin ; biasanya diberikan dalam bentuk injeksi, efek sampingnya antara lain
mual dan wajah terasa panas yang dirasakan segera setelah injeksi dan biasanya hilang dengan
sendirinya. Mungkin pula timbul diare, muntah dan rasa sakit pada bekas suntikan, bifosfonat
(Alendronat) : jarang menimbulkan efek samping, namun bisa timbul diare, rasa sakit dan
kembung pada perut, dan gangguan pada tenggorokan atau esofagus.5
Kesimpulan
Daftar pustaka