Anda di halaman 1dari 10

Berbagai Faktor yang Meningkatkan Resiko Terjadinya Osteoporosis

Galih Ayu Pratiwi 102014187


Yoci Legi 102014148
Email : galih.2014fk187@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061

Abstract

Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by a decrease in bone mass


density and deterioration of bone microarchitecture so that bones become brittle and break
easily. The process of formation and accumulation of bone cells reach maximum density the most
efficient runs until reaching 30 years of age, with increasing age, the less bone tissue created.
With old age, bone tissue that is lost more and more. In postmenopausal women increased bone
resorption by osteoclasts compared to bone formation by osteoblasts so that the balance is lost
and then going up to the possibility of osteopenia and osteoporosis fracture. Indirectly, low
estrogen levels influence calcium intake into the body due to the denial of PTH secretion and
inhibits osteoclast resorption.
Keyword : osteoporosis, estrogen, menopause, osteoclasts, osteoblasts

Abstrak

Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita menopause resorpsi tulang oleh osteoklast meningkat
dibandingkan pembentukan tulang oleh osteoblast sehingga keseimbangan hilang lalu terjadi
osteopenia lalu osteoporosis hingga kemungkinan fraktur. Secara tidak langsung, kadar
estrogen yang rendah mempengaruhi asupan kalsium ke dalam tubuh karena dihambatnya
sekresi PTH dan menghambat resorpsi osteoklas.
Kata kunci : osteoporosis, estrogen, menopause, osteoclasts, osteoblasts
Pendahuluan

Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan secara
progresif dalam proses biokimia, sehinga terjadi kelainan atau perubahan stuktur dan fungsi
jaringan, dan sel. Berbagai perubahan fisik dan psikososial akan terjadi sebagai akibat proses
menua. Banyak perubahan fisiologi yang mempengaruhi status gizi pada proses penuaan
diantaranya adalah penurunan kecepatan basal metabolic range (BMR). Penurunan sekresi asam
klorida dan asam empedu yang berpotensi untuk mengganggu penyerapan kalsium, zat besi,
seng protein, lemak dan vitamin yang larut dalam penyerapan lemak.1
Ada beberapa faktor risiko osteoporosis diantaranya genetic, jenis kelamin dan masalah
kesehatan kronis, defisiensi hormone esterogen, kurang olah raga, serta rendahnya asupan
kalsium. Resorpsi dan pembentukan dikendalikan oleh dua faktor yaitu faktor sistemik ( hormon)
dan faktor local ( generated cytokines dan growth factor ). Salah satu faktor sistemik tersebut adalah
1,25 dihydroksivitamin D. Selain vitamin D, factor sistemik lain adalah hormone paratiroid (PTH ),
kalsitonin, insulin, estrogen/androgen, hormon pertumbuhan dan hormon tiroid, hal-hal tersebut
dapat mempengaruhi proses remodeling.1 Bila dalam suatu keluarga mempunyai riwayat
osteoporosis maka kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama adalah 60-80%. Dilihat
dari jenis kelamin 80% wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan meningkat
apabila mengidap penyakit kronis.

Pembahasan

Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang
membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang menjadi keropos. Struktur pengisi tulang
antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium. Ketika massa ini menjadi
berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan
sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.2

Di luar dari mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos
hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan wanita
usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh
dari hormone estrogen yang lazimnya menurun saat wanita post menopause.
Puncak massa tulang kita sudah menurun saat kita mulai masuk usia kepala tiga, artinya
kita harus sudah memulai menimbun kalsium sejak kita usia pertengahan untuk menjamin saat
tua nanti tulang kita masih cukup padat. Jadi apabila sudah mengalami osteoporosis dan baru
memulai minum suplemen tinggi kalsium maupun susu tinggi kalsium, hal tersebut tidak akan
banyak manfaatnya. Selain pada susu, kalsium yang tinggi juga dapat dijumpai pada ikan-ikan
kecil seperti ikan teri. Kalsium dari alamiah memang lebih dianjurkan, sementara suplemen
kalsium dosis tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah seperti terbentuknya batu saluran
kemih serta adanya isu peningkatan risiko stroke dan serangan jantung yang menyertai para
wanita usia lanjut yang mengkonsumsi suplemen kalsium secara rutin.
Menurut definisi, osteoporosis adalah penyakit yang disebabkan oleh rendahnya massa
tulang dan kemunduran struktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang.2 Bila
tidak dicegah atau bila tidak ditangani, proses pengeroposan akan terus berlanjut sampai tulang
menjadi patah dan penderitanya mengalami kesakitan dalam melakukan pergerakan anggota
tubuhnya. Patah tulang ini umumnya akan terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, dan
pergelangan tangan.
Bila patah terjadi pada tulang panggul, hampir selalu penanganannya terpaksa melalui
operasi atau pembedahan. Bila tulang tidak bergeser, biasanya sambungan disangga dengan plat
dan batang logam. Namun bila sambungan tulang bergeser, penggantian dengan sendi tiruan
seringkali dilakukan (hemiarthroplasty).3 Patah tulang panggul juga bisa membuat seseorang
tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan kecacatan permanen. Sementara
patah pada tulang belakang juga tidak ringan akibatnya, karena bisa menyebabkan berkurangnya
tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang parah, dan perubahan bentuk tubuh.
Dalam keadaan normal, tulang kita senantiasa berada dalam keadaan seimbang antara
proses pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan oleh
osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh osteoblast.3 Pada dewasa muda
pembentukan tulang sama banyaknya dengan resorpsi tulang oleh osteoklast sehingga terdapat
keseimbangan, namun pada menopause resorpsi tulang oleh osteoklast meningkat dibandingkan
pembentukan tulang oleh osteoblast sehingga keseimbangan hilang lalu terjadi osteopenia lalu
osteoporosis hingga kemungkinan fraktur.
Etiologi
Osteoporosis dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis
sekunder. Pada osteoporosis primer terbagi lagi menjadi 2, yaitu tipe 1 (postmenopause
osteoporosis 50-75th) dimana pada tipe 1 ini dihubungkan dengan penurunan hormone estrogen,
lebih banyak mengenai tulang trabekullar, dan tulang yang paling sering patah adalah vertebra
dan radius distal. Kemudian pada osteoporosis primer tipe 2 (senile osteoporosis >75th)
dihubungkan dengan peningkatan/penambahan usia, mengenai tulang trabekullar dan compacta,
tulang yang paling sering patah adalah vertebra dan collum femoris. Sedangkan pada
osteoporosis sekunder diakibatkan oleh defisiensi androgen, merokok, alcohol, tumor, dan intake
kalsium yang rendah jangka panjang.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun. Semakin tua usia kita, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi
sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen yang
memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang.
Karena sebelum menopause estrogen bekerja merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat
kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.4
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan
meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah
yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil
kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah). Pada pria,
hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium.
Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi
testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah mengalami osteoporosis.dibanding
wanita.
Pada metode pemeriksaan tulang BMD (bone mass density) merupakan gold standard
pemeriksaan densitas massa tulang (pemeriksaan massa tulang dengan menggunakan alat
densitometri), WHO membuat kriteria sebagai berikut.5
Normal : Nilai T pada BMD > -1
Osteopenia : Nilai T pada BMD antara -1 dan -2,5
Osteoporosis : Nilai T pada BMD < -2,5
Osteoporosis Berat : Nilai T pada BMD , -2,5 dan ditemukan fraktur

Patofisiologis
Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses pembentukan dan
penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi
pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang
satu akan merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan beregenerasi.
Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memiliki peranan yang penting,
bahkan merupakan faktor penentu utama untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium
yang masih terdapat pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang
padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Lebih kurang 99% dari keseluruhan
kalsium tubuh berada di dalam tulang dan gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah
normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya
usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding
kemampuannya untuk mengisi kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat fungsi
penghancuran sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang, karena
pola pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli memperkirakan ada
banyak faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan
paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih
banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari tulang.4
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal
berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin
sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang
semakin banyak. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi
sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen.
Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium
tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon
paratiroid dalam merangsang osteoklas.6

Patogenesis

Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan


antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik organic
yang terdiri dari 90% kolagen dan sisanya protein non kolagen sebanyak 10% yaitu osteocalcin
dan osteonektin. Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang),
setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas.4

Patogenesis utama dari osteoporosis meliputi : kegagalan untuk mencapai kerangka


kekuatan optimal selama pertumbuhan dan perkembangan, resorpsi tulang yang berlebihan yang
mengakibatkan hilangnya massa tulang dan gangguan arsitektur, dan kegagalan untuk
menggantikan tulang yang hilang akibat cacat dalam pembentukan tulang.

Patogenesis Osteoporosis Tipe 1


Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabecular, karena memiliki
permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi
tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuclear, seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α yang berperan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut, sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di
usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan
sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan 1,25(OH)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian estrogen transdermal tidak akan
meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal tidak diangkut melewati
hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorbsi kalsium di
usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif
kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat.7

Patogenesis Osteoporosis Tipe II


Pada dekade kedelapan dan sembilan kehidupan, terjadi ketidakseimbangan remodeling
tulang, di mana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau
menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massatulang, perubahan mikroarsitektur tulang,
dan peningkatan risiko fraktur yang independen terhadap BMD. Penyebab penurunan fungsi
osteoblast pada orang tua, diduga karena penurunan kadar estrogen dan IGF-1.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua karena asupan
kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorbsi dan paparan sinar matahari yang
rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten
sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama
pada orang-orang yang tinggal di daerah 4 musim.
Defisiensi estrogen, ternyata juga merupakan masalah yang penting sebagai salah satu
penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pada laki-laki maupun perempuan. Demikian juga
kadar testosterone pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada
kehilangan massa tulang. Estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi tulang, sedangkan
estrogen dan progesterone mengatur formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabecular pada
laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya
trabekula seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena penurunan
formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita disebabkan karena peningkatan
resorpsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosterone pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar sex
hormone binding globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan
pengikatan estrogen dan testosterone membentuk kompleks yang inaktif.Penurunan hormone
pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkan resorpsi tulang. Tetapi
penurunan kadar androgen adrenal (DHEA dan DHEA-S) ternyata menunjukkan hasil yang
kontroversial terhadap penurunan massa tulang pada orang tua.7
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan untuk menentukan proses pembentukan tulang
Alkali Phosphatase
Alkali phosphatase diproduksi oleh osteoblast dan jumlah yang dibentuk ditulang
sebanding dengan pembentukan kolagen yang merupakan 90% matriks organis dalam tulang,
serta ikut juga membantu mineralisasi tulang yang baru terbentuk. Alkali phosphatase sendiri
dapat dibentuk di ginjal, tulang, dan hati namun sedikit pembentukannya diginjal, pemebntukan
paling banyaknya yaitu 50% tulang dan 50 % pada hati. Sehingga bila kadar alkali phosphatase
total meningkat kita dapat melihatnya pada pembentukan tulang dan hatinya dengan
menggunakan pemeriksaan SGOT ataupun SGBT.
Osteocalsin
Merupakan protein tulang yang diproduksi oleh osteoblast yang berfungsi membantu
proses mineralisasi tulang, yang sebagian besar ditimbun dalam matriks organic tulang yaitu
90% kolagen dan sisanya terdiri dari protein non kolagen yaitu osteokalsin dan osteonektin.
Konsentrasi meningkat pada perubahan tulang yang cepat dan mengikuti irama sirkadian,
konsentrasi tertinggi pada malam, pengambilan sampel sebaiknya pagi hari.
P1NP (procollagen type 1 amino-terminal propeptide)
P1NP ini dibentuk oleh osteoblast, lebih dari 90% matriks organic tulang berisi type 1
collagen yang akan dibentuk menjadi tulang. P1NP dilepas selama pembentukan type 1 colagen
dan akan masuk aliran darah dan juga merupakan indicator spesifik dan alat predictor menilai
pembentukan tulang.
Pemeriksaan untuk menentukan proses resorpsi tulang
Hidroksiprolin urine
Hidroksiprolin urine dibentuk dari asam amino prolin dari jaringan kolagen, 90%
hidroksiprolin yang dilepaskan tulang dimetabolisme di metabolisme di hati, 10% diekskresi
melalui urine. Hidroksiprolin urine mewakili +- 10% dari total katabolisme kolagen tulang.
Kalsium urine
Peningkatan resorpsi kalsium tulang menyebabkan kadar kalsium darah meningkat, tubuh
akan berusaha mempertahankan agar kadar kalsium di darah tetap normal melalu peningkatan
ekskresi kalsium melalui urine.
B Cross laps ( Collagen 1 C-terminal telopeptide B)
Merupakan hasil pemecahan protein collagen type 1 yang spesifik tulang, perombakan
tulang oleh osteoklas akan menghancurkan kolagen tipe 1 dan terbentuk tipe a dan b (disebut B
Cross laps) dan ini dapat diukur melalui darah dan urine. Merupakan parameter proses resorpsi
tulang untuk mengetahui fungsi osteoclast dan lebih sensitive dalam menilai perbaikan tulang
disbanding BMO.

Penatalaksanaan
Pencegahan adalah satu-satunya pengobatan utama. Bila tulang sudah mengalami
osteoporosis, kita hanya bisa menjaganya agar tidak bertambah parah, yaitu dengan 1. Non
Medical Mentosa : penuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, payakan mencapai
berat tubuh yang ideal, hilangkan kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol dan kafein,
usahakan menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan resiko osteoporosis, rajin olahraga
(dokter spesialis fisioterapi dapat memberikan petunjuk mengenai latihan yang sesuai), upayakan
untuk mencegah terjadinya cedera (khususnya jatuh). 2. Medical Mentosa : pemberian suplemen
kalsium, magnesium dan vitamin D, terapi pengganti hormonal (Hormone Replacement
Therapy) bila diperlukan, obat-obat pengurang nyeri dan atau obat anti inflamasi non-steroid
(NSAID), seperti : ibuprofen efek samping yang dapat timbul : mual, muntah, diare, konstipasi,
indometasin efek sampingnya : sakit kepala, diare, aspirin ; efek sampingnya : nyeri lambung,
mual, diare, kalsitonin ; biasanya diberikan dalam bentuk injeksi, efek sampingnya antara lain
mual dan wajah terasa panas yang dirasakan segera setelah injeksi dan biasanya hilang dengan
sendirinya. Mungkin pula timbul diare, muntah dan rasa sakit pada bekas suntikan, bifosfonat
(Alendronat) : jarang menimbulkan efek samping, namun bisa timbul diare, rasa sakit dan
kembung pada perut, dan gangguan pada tenggorokan atau esofagus.5
Kesimpulan

Dengan bertambahnya umur harapan hidup menyebabkan semakin meningkatnya


prevalensi penyakit pada wanita. Menopouse merupakan faktor risiko dari osteoporosis pada
wanita usia lanjut. Osteoporosis menyebabkan indeks masa tulang menjadi rendah sehingga
hanya dengan trauma yang minimal tulang akan mudah patah.

Penyabab utama osteoporosis adalah genetic, jenis kelamin, defisiensi hormone,


merokok, kurangnya asupan kalsium dan kurangnya olah raga, kurangnya asupan Vitamin D,
fosfor, kalium, protein, dan magnesium. Osteoporosis dapat dicegah dengan merubah gaya hidup
dan memperbaiki pola konsumsi dan meningkatkan kegiatan olah raga.

Daftar pustaka

1. Suratun, Heryati, Manurung. S, Kaenan. B. Osteoporosis. Dalam : Klien Gangguan


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008: h. 74.
2. Purwoastuti. E. Apakah Osteoporosis itu?. Dalam : Segala sesuatu yang harus diketahui
tentang osteoporosis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2009: h. 10.
3. Faiz. O, Moffat. D. Ekstremitas bawah. Dalam : At Glance Anatomi. Jakarta: Penerbit
Erlangga.; 2008: h. 100.
4. Suherman Suharti K, Tobing Dohar A.L. Osteoporosis. Edisi ke-1. Jakarta: Perosi; 2006:
h.3-6.
5. Snell Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006: h. 81-4.
6. Davey. P. Penyakit Tulang. Dalam : At Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2008: h. 193.
7. Tandra. H. Mengenal Osteoporosis. Dalam : Segala sesuatu yang harus anda ketahuit
tentang osteoporosis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2009: h. 7-8.

Anda mungkin juga menyukai

  • Materi TBC Dokcil
    Materi TBC Dokcil
    Dokumen1 halaman
    Materi TBC Dokcil
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen45 halaman
    Bab I
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Asi Ekslusif Leaflet
    Asi Ekslusif Leaflet
    Dokumen2 halaman
    Asi Ekslusif Leaflet
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • ANAOMI
    ANAOMI
    Dokumen31 halaman
    ANAOMI
    dwi kartika
    Belum ada peringkat
  • Fatimah Hartina Faradillah b4
    Fatimah Hartina Faradillah b4
    Dokumen14 halaman
    Fatimah Hartina Faradillah b4
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Sken 6 PLENO (E4)
    Sken 6 PLENO (E4)
    Dokumen18 halaman
    Sken 6 PLENO (E4)
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Fatimah Hartina Faradillah b4
    Fatimah Hartina Faradillah b4
    Dokumen20 halaman
    Fatimah Hartina Faradillah b4
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Sensibilitas
    Gangguan Sensibilitas
    Dokumen35 halaman
    Gangguan Sensibilitas
    elFadhly
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus CKD
    Laporan Kasus CKD
    Dokumen38 halaman
    Laporan Kasus CKD
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Bahan Belajar Kepemimpinann
    Bahan Belajar Kepemimpinann
    Dokumen9 halaman
    Bahan Belajar Kepemimpinann
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • SL Penyuluhan KMS Balita
     SL Penyuluhan KMS Balita
    Dokumen5 halaman
    SL Penyuluhan KMS Balita
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Studi Retrospektif Rsud Surabaya PDF
    Studi Retrospektif Rsud Surabaya PDF
    Dokumen7 halaman
    Studi Retrospektif Rsud Surabaya PDF
    Iin-Ignasia Diahayujulindah Mujiman
    Belum ada peringkat
  • Aritmiaas
    Aritmiaas
    Dokumen59 halaman
    Aritmiaas
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Bahan Belajar Kepemimpinann
    Bahan Belajar Kepemimpinann
    Dokumen4 halaman
    Bahan Belajar Kepemimpinann
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Peritonitis
    Peritonitis
    Dokumen16 halaman
    Peritonitis
    christian_dyr
    Belum ada peringkat
  • Case Ulkus Kornea Hipopion
    Case Ulkus Kornea Hipopion
    Dokumen30 halaman
    Case Ulkus Kornea Hipopion
    atvionitasinaga14184
    Belum ada peringkat
  • Referat DM Tipe 2
    Referat DM Tipe 2
    Dokumen35 halaman
    Referat DM Tipe 2
    ANDARIPUTRI
    100% (2)
  • Reerat Ket
    Reerat Ket
    Dokumen10 halaman
    Reerat Ket
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • CASE SULIT FHF Fix
    CASE SULIT FHF Fix
    Dokumen22 halaman
    CASE SULIT FHF Fix
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen5 halaman
    Tugas
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Efusi Pleura
    Laporan Kasus Efusi Pleura
    Dokumen30 halaman
    Laporan Kasus Efusi Pleura
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • CASE SULIT FHF Fix
    CASE SULIT FHF Fix
    Dokumen22 halaman
    CASE SULIT FHF Fix
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen6 halaman
    Tugas
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • 333 793 1 PB
    333 793 1 PB
    Dokumen13 halaman
    333 793 1 PB
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Diabetes Melitus
    Perawatan Diabetes Melitus
    Dokumen66 halaman
    Perawatan Diabetes Melitus
    Rina Budiarti
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen11 halaman
    Hipertensi
    nur alim
    Belum ada peringkat
  • Status IPD FHF Revisi
    Status IPD FHF Revisi
    Dokumen9 halaman
    Status IPD FHF Revisi
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • Kepaniteraan Klinik
    Kepaniteraan Klinik
    Dokumen17 halaman
    Kepaniteraan Klinik
    Fatimah Hartina Faradillah
    Belum ada peringkat
  • 333 793 1 PB
    333 793 1 PB
    Dokumen5 halaman
    333 793 1 PB
    Dewangga Silverandro
    Belum ada peringkat