Anda di halaman 1dari 32

LO.1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga


LI.1.1. Makroskopik Anatomi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:

Gambar 1. Bagian - bagian telinga


1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas:

a. Auricular (daun telinga) Gambar 2 . Telinga luar


Auricular mempunyai bentuk yang khas dan
berfungsi mengumpilkan getaran udara.Auricular
terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang
ditutupi kulit.Auricular mempunyai otot intrinsic
dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis.

b. Meatus acusticus externus


Adalah tabung berkelok yang menghubungkan
auricular dengan membrane timpani.Tabung ini
berfungsi menghantarkan gelombang suara dari
auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka
1/3 bagian luar meatus
adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam adalah
tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.Meatus
dilapisi oleh kulit dan 1/3 bagian luarnya
mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula
ceruminosa.Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis
meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan
ramus auricularis nervus vagus.Aliran limfe menuju
nodi parotidei superfisialis, mastoidei dan cervicales
superfisialis.

2. Telinga Tengah

Terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
a. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira
8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga
akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran
sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks
cahaya ( none of ligt).

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :


1. Pars tensa : Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan
bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian
tulang dari tulang temporal.
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa
dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
- Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
- Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
b. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak
korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani mempunyai 6 dinding yaitu: bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, d
inding posterior.

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :


1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran dan terletak paling
lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5
sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik,sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak
sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran
Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke
tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk
Rivinus.

Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut
antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x
5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.Inkus terletak pada
epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium
dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu
prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus
brevis.Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi
tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.

Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg,
tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki (
foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare.Tendon stapedius
berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat
pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada
posterior.Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung,
hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm
dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul
labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm

Otot-otot pada kavum timpani.


Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat
pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka
kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada
ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut
membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran
timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem
penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius adalah otot yang
relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios
kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek
posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika
saraf tersebut melewati m. Stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius me narik
stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku,
memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran

c. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini
merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang
tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm13.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Bagian tulang sebelah
lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke
nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3
bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap
terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral
nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih
tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya
mendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh
mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel
bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini
terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit
yang dinamakan tonsil tuba.

Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :


1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatin
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara
didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

d. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah
fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak
dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum
mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga
antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan
dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis
bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak
rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm
: dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal. Berhubungan dengan
telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.
Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari
depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding
medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan
inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian
dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior
terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa
tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15
mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal (
Macewen’s) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik
dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa
berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas,
sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.

Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan
sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan
sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi
banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan
dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan
sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum.

Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :


1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-selnya kecil
tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada sel-sel mastoid,
drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid (mastoiditis)

Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :


1. Terminal
2. Perisinus
3. Sudut petrosal
4. Sub dural
5. Zigomatik
6. Facial
7. Periantral
8. Perilabirinter

3. Telinga Dalam (Auris Interna)


Pada telinga dalam terdapat organ verstibulokoklear yang memiliki fungsi penting dalam penerimaan suara
dan pengaturan keseimbangan.
Tampak pada gambar organ vestibulokoklear yang disebut juga labirin karena bentuknya yang kompleks di
dalam os pertrosus tulang temporal.
Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Labirin tulang (bony labyrinth) yang berisi cairan perilimfatik.
2. Labirin membranosa (membranous labyrinth) yang berisi cairan endolimfatik.

Tampak pada gambar


struktur telinga tengah dan
dalam. Labirin tulang
merupakan salah satu tulang
terkeras dalam tubuh dan
terdiri dari vestibulum,
kanalis semirkularis dan
koklea.

LABIRIN TULANG
Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu
vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran
sekitar 3 x 5 mm berisikan utrikulus dan sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan koklea
dan kanalis semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis
semisirkularis dan masing-masing satu untuk vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan
rotundum dan saraf.

Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral yang membentuk sudut 90° satu
sama lain dan terletak di belakang vestibulum. Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang
berdilatasi membentuk bony ampulla. Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam pengaturan
keseimbangan. Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran
seperti rumah siput. Axis dari koklea adalah modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri
vertebralis dan serabut-serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang
menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak superior terhadap jugular foramen
dan round windows yang ditutupi oleh membran timpani sekunder.

LABIRIN MEMBRANOSA
Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan endolimfatik yang dikelilingi oleh
cairan perilimfatik di dalam labirin tulang. Labirin membranosa dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear
labyrinth dan vestibular labyrinth.

Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval yang disebut utrikulus dan kantung
yang lebih kecil disebut sakulus yang berisikan cairan endolimfatik (utriculosaccular duct). Pada dinding
sakulus dan utricle terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel sensoris khusus
yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular nerve. Cochlear labyrinth dinamakan juga duktus koklearis
dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum spiralis ke
dinding lateral dari koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.
Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus koklearis membentuk saluran
longitudinal yaitu skala media yang membagi kanalis koklearis menjadi dua saluran, skala vestibuli dan
skala timpani. Skala media dipisahkan dari skala vestibuli oleh membrana vestibular (Reissner’s).
Sedangkan skala timpani dipisahkan dari skala media oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris
terdapat spiral organ atau organ Corti yang merupakan organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral
organ terdapat sebarisan sel rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair
cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak mitokondria, serta terdapat
stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi oleh membran tektorial dan berfungsi penting dalam
transduksi sensoris.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli
inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai
pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian
inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang
mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama :
1. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea.
2. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir
pada sinus petrosus inferior.
3. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid

Persarafan Telinga Dalam


Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang mempersarafi 15.000 sel
rambut pada spiral organ di setiap cochlea. Serabut saraf dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus
akustikus internus bersama serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis
(CN VIII). Pada ujung medial dari meatus akustikus internus, CN VIII menembus lempengan tulang tipis
bersama CN V (nervus fasialis) dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang
otak. Sebagian besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral,
dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus, saraf-saraf pendengaran
berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju korteks auditorius di lobus temporalis.

Vaskularisasi Telinga Dalam


Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris anterior inferior
dan arteri basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu arteri vestibularis anterior yang
memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian superior, serta bagian superior dan horizontal dari kanalis
semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang
menjadi arteri koklearis dan arteri vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea
kecuali sepertiga bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis.
Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri vestibular bagian posterior yang memperdarahi
utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis semisirkularis bagian posterior.
Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau sinus petrosus inferior.
Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di sinus petrosus inferior dan superior

1.2. Mikroskopis

a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis
dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat
elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.

b. Meatus Acusticus Externus


- Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah
medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/ periosteum
yang ada dibawahnya.
- Kulit mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang
dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar
serumen merupakan komponen penyusun serumen. Serumen merupakan materi bewarna
coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai pelindung.

c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia
yang tipis.

d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang
terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.
-
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan
lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit

f. Telinga Dalam/ Labyrinth


Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang
temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di dalamnya
terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin
membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea
tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum, sedangkan di bagian
dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang
perilimf yang berisi cairan endolimf.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan rongga
timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai tingkap oval (fenestra ovale). Ke dalam
vestibulum bermuara 3 buah kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis anterior,
posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis
mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada 3 saluran tetapi muaranya hanya lima dan
bukan enam, karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak berampula dan bermuara ke dalam bagian medial
vestibulum oleh krus kommune.Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan
koklea tulang dan tingkap bulat (fenestra rotundum).
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya mirip
kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan
tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang
yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion
spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus akustikus.

LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang
saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari
labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat
lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf
untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
1. Kanalis semisirkularis membranasea
2. Ultrikulus
3. Sakulus
4. Duktus endolimfatikus merupakan saluran penghubung duktus ultrikularis dan
duktus sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula kanalis semisirkularis pada
bangunan yang dikenal sebagai krista ampularis). Pada ultrikulus dan sakulus juga terdapat
badan-badan akhir saraf yang terdapat pada bangunan yang dikenal sebagai makula sakuli
dan ultrikuli yang berfungsi sebagai indera statik dan kinetik.

SAKULUS DAN ULTRIKULUS


Dinding sakulus dan ultrikulus dibentuk oleh lapisan jaringan ikat tebal yang
mengandung pembuluh darah, sedangkan lapisan dalamnya dilapisi epitel selapis gepeng
sampai selapis kuboid rendah. Pada sakulus dan ultrikulus terdapat reseptor sensorik yang
disebut makula sakuli dan makula ultrikuli. Makula sakuli terletak paling banyak pada
dinding sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan vertikal lurus sementara makula
ultrikuli terletak kebanyakan di lantai /dasar sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan
horizontal lurus.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I dan II serta
yang duduk di lamina basal. Serat-serat saraf dari bagian vestibular nervus vestibulo-
akustikus (N.VIII) akan menerima impuls saraf dari sel-sel neuroepitel ini.
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat berisi inti dan
leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan akhir saraf dengan beberapa
serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/ inhibitorik. Sel rambut tipe II berbentuk
silindris dengan badan akhir saraf aferen maupun eferen menempel pada bagian bawahnya.
Kedua sel ini mengandung stereosilia pada apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia
terdapat kinosilia. Sel penyokong (sustentakular) merupakan sel berbentuk silindris tinggi,
terletak pada lamina basal dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan beberapa
granul sekretoris.
Pada permukaan makula terdapat suatu lapisan gelatin dengan ketebalan 22
mikrometer yang dikenal sebagai membran otolitik. Membran ini mengandung banyak
badan-badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau otolit yang mengandung kalsium
karbonat dan suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong dan stereosilia serta kinosilia sel
rambut terbenam dalam membran otolitik. Perubahan posisi kepala mengakibatkan
perubahan dalam tekanan atau tegangan dalam membran otolitik dengan akibat terjadi
rangsangan pada sel rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan akhir saraf yang
terletak di antara sel-sel rambut.

KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval. Pada
permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis, yaitu badan
akhir saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang melebar) dari kanalis
semisirkularis. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel
rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula. Mikrovili, stereosilia dan kinosilianya
terbenam dalam suatu massa gelatinosa yang disebut kupula serupa dengan membran otolitik
tetapi tanpa otokonia.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan endolimf akibat
percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan
kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam
ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh
membran otolitik.

KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding luar
koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran basilaris ke dinding luar
koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal sebagai ligamentum spiralis. Di samping
itu juga terdapat membran vestibularis (Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari
lamina spiralis ke dinding luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang
menjadi tiga bagian yaitu
1. Ruangan atas (skala vestibuli)
2. Ruangan tengah (duktus koklearis)
3. Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran vestibularis
(Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basilaris.
Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf dan di dindingnya terdiri atas
jaringan ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu sel mesenkim, yang menyatu dengan
periosteum disebelah luarnya. Skala vestibularis berhubungan dengan ruang perilimf
vestibularis dan akan mencapai permukaan dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke
lateral fenestra rotundum yang memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea
skala vestibuli dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens tetapi
berakhir buntu dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat ganglion
spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-berkas serat saraf yang
menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ Corti. Periosteum di atas lamina
spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus koklearis sebagai limbus spiralis. Pada
bagian bawahnya menyatu dengan membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh serat-serat
kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi oleh jaringan ikat
fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang diliputi
oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.

DUKTUS KOKLEARIS (SKALA MEDIA)


Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada lokasinya,
diatas membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin mengandung pigmen, di atas
limbus epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di lateral epitelnya selapis silindris rendah
dan di bawahnya mengandung jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler. Daerah ini
disebut stria vaskularis dan diduga tempat sekresi endolimf.

ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat
di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang
lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher yang sempit dan
agak melebar di bagian apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih
panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam (Terowongan Corti)
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris.
Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang
mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara
sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut
luar terdapat dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan
terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar
sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel
falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas
sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang
merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini
menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin dan
berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin berjalan dalam
saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan mielinnya dan berakhir
dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di antara sel rambut. Bagian
vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus
akustikus internus tulang temporal dan aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang
berasal dari ganglion spiralis. Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis
dan ke makula sakuli dan ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi getaran-getaran
oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan oleh rangkaian tulang –
tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam vestibulum, menimbulkan
gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan cairan dalam skala vestibuli dan skala
timpani. Membran timpani kedua pada tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas
sebagai katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus
koklearis dengan membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga
penggunting terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria, sehingga
terjadi stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis koklea peka
terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada
bagian lain duktus koklearis.

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Telinga


Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara
yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-
molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah akibat penjarangan molekul
tersebut. Pendengaran seperti halnya indra somatik lain merupakan indra mekanoreseptor. Hal ini karena
telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. (Sherwood,
L. 2007; Guyton A.C. 2003)
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan .
 Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran, semakin
tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dari 20 sampai 20.000 siklus per
detik, tetapi paling peka terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik.
 Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan
tekanan antara daerah bertekanan tinggi dan daerah berpenjarangan yang bertekanan rendah. Semakin
besar amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB). Peningkatan 10 kali
lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi
suara yang sebenarnya yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak perangkat
sensorik di koklea.
 Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan
yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan juga yang menyebabkan perbedaan khas suara
manusia

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dna 20.000 silklus per
detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika
kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai 500
hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat dicapai
secara lengkap. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per
detik atau kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila intensitasnya serendah 70
desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat dideteksi
hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini. (Sherwood, L. 2007)

Gambar 9. Gelombang suara


a. Mekanisme Pendengaran

Gambar 10. Transduksi Suara

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran
tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan gendang
telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang
tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana
timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan
getaran pada perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran tympani 22 kali lebih
besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara15-22 kali pada tingkap
oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit
tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang
tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara
sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan posisi jendela bundar
dan defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika
stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.
Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk
bergantian.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila
ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan tegang,
akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala vestibuli akan
melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan
menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke perilymp
scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris
bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan
potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara
mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami
hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang di
reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak.
Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata
kemudian ke colliculus. Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif. (Sherwood,
L. 2007; Guyton A.C. 2003. Prihardini D, dkk. 2010)

b. Jaras Persarafan Pendengaran


Diperlihatkan bahwa serabut dari ganglion spiralis organ corti masuk ke nukleus koklearis yang
terletak pada bagian atas medulla oblongata. Pada tempat ini semua serabut bersinaps dan neuron
tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus
olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius superior
pada sisi yang sama. Dari nukleus tersebut, berjalan ke atas melalui lemniskus lateralis. Beberapa
serabut berakhir di nukleus lemniskus lateralis, tetapi sebagian besar melewati nukleus ini dan berjalan
ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini jaras
berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya, jaras berlanjut
melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus superior lobus
temporalis.
Beberapa tempat penting harus dicatat dalam hubunganya dengan lintasan pendengaran pertama
implus dari masing-masing telinga dihantarkan melalui lintasan pendengaran kedua batang sisi otak
hanya dengan sedikit lebih banyak penghantaran pada lintasan kontralateral.Kedua banyak serabut
kolateral dari traktus audiorius berjalan langsung ke dalam system retikularis batang otak sehingga
bunyi dapat mengaktifkan keseluruhan otak. (Guyton A.C. 2003)

c. Fungsi korteks serebri pada pendengaran


Setiap daerah di membrana basilaris berhubungan dengan daerah tertentu di korteks pendengaran
dalam lobus temporalis. Dengan demikian, setiap neuron korteks hanya diaktifkan oleh nada-nada
tertentu. Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran melibatkan
beberapa sinap dalam perjalanannya, terutama adalah sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus
medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendengaran untuk kewaspadaan. Sinyal
pendengaran dari kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-seratnya bersilangan
secara parsial di otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran pada salah satu sisi melewati batang
otak tidak akan mengganggu pendengaran kedua telinga. Korteks pendengaran tersusun atas kolom-
kolom. Korteks pendengaran primer mepersepsikan suara diskret sementara korteks pendengaran yang
lebih tinggi di sekitarnya mengintegrasi suara-suara yang berbeda menjadi pola yang koheren dan
berarti. Proyeksi lintasan pendengaran korteks serebri menunjukan bahwa korteks pendengaran
terletak terutama tidak hanya pada daerah supratemporal girus tempralis superior tetapi juga meluas
melewati batas lateral lobus temporalis jauh melewati korteks insula dan sampai ke bagian paling
lateral lobus parietalis. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003)

d. Penentuan Frekuensi Suara


Suara dengan tinggi nada yang rendah menyebabkan pengaktifan maksimum membrane basilis di
dekat apeks koklea dan suara dengan frekuensi yang tinggi mengaktifkan membrane basilaris dekat
basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi menengah mengaktifkan membrana di antara kedua
nilai yang ekstrim tersebut. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada serabut saraf di jaras koklearis,
yang berasal dari koklea sampai korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus auditorius pada batang
otak dan di area penerima pendengaran pada korteks serebri memperlihatkan neuron-neuron otak yang
spesifik diaktivasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu cara yang digunakan oleh sistem saraf
untuk mendeteksi perbedaan frekuensi suara adalah dengan menentukan posisi di sepanjang membrane
basilaris yang paling terangsang. Ini dinamakan prinsip letak untuk menentukan frekuensi suara.

Gambar 11. Mekanisme Pendengaran


e. Penentuan keras suara
Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran sekurang-kurangnya melalui tiga cara. Pertama,
ketika suara menjadi lebih keras terjadi peningkatan amplitudo getaran yang merangsang ujung-ujung
saraf bereksitasi lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo meningkat akan menyebabkan semakin banyak
sel-sel rambut di pinggir bagian membran basilar yang beresonasi, sehingga terjadi penjumlahan
spasial impuls, dimana transmisi melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak
terangsang secara bermakna sampai getaran membran basilar mencapai intensitas yang tinggi.
Suara yang sangat keras yang tidak dapat diperlembut secara adekuat oleh refleks-refkes protektif
telinga dapat menyebabkan getaran membrana basilaris yang hebat sehingga sel-sel rambut yang tidak
dapat digantikan itu terlepas atau rusak secara permanen dan menimbulkan gangguan pendengaran
parsial. (Sherwood, L. 2007; Guyton A.C. 2003)

f. Diskriminasi arah asal suara


Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak baik pada manusia atau pada mamalia yang lebih
rendah menyebabkan kehilangan sebagian besar kemampuannya mendeteksi arah asal suara. Namun,
mekanisme untuk deteksi ini dimulai pada nuklei olivarius superior di dalam batang otak.
Nukleus olivarius superior dibagi menjadi dua yakni nukleus olivarius superior medial dan lateral.
Nukleus lateral bertanggung jawab unuk mendeteksi arah sumber suara, agaknya melalui
perbandingan sederhana diantara perbedaan intensitas suara yang mencapai kedua telinga, dan
mengirimkan sinyal yang tepat ke korteks auditorik untuk memperkirakan arahnya. Nukleus olivarius
superior medial mempunyai mekanisme spesifik untuk mendeteksi perbedaan waktu antara sinyal
akustik yang memasuki kedua telinga. Nukleus ini terdiri atas sejumlah besar neuron yang mempunyai
dua dendrit utama yang menonjol ke arah kanan dan kiri. Intensitas eksitasi di setiap neuron sangat
sensitif terhadap perbedaan waktu yang spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua
telinga. Pada nukleus tersebut terjadi pola spasial perangsangan neuron. Suara yang datang langsung
dari depan kepala merangsang satu perangkat neuron olivarius secara maksimal dan suara dari sudut
sisi yang berbeda menstimulasi pernagkat neuron lainnya dari sisi yang berlawanan. (Guyton A.C.
2003)

g. Hambatan Persepsi Auditif


Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara. Persepsi auditif berkaitan dengan
kemampuan otak untuk memproses dan menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara yang didengar
oleh telinga. Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak dapat membedakan
berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang berbeda. Kemampuan ini sangat
berguna dalam proses belajar membaca. Persepsi auditif mencakup kemampuan-kemampuan berikut :
1) Kesadaran fonologis yaitu kesadaran bahwa bahasa dapat dipecah ke dalam kata, suku kata, dan
fonem (bunyi huruf)
2) Diskriminasi auditif yaitu kemampuan mengingat perbedaan antara bunyi-bunyi fonem dan
mengidentifikasi kata-kata yang sama dengan kata-kata yang berbeda.
3) Ingatan (memori) auditif yaitu kemampuan untuk menyimpan dan mengingat sesuatu yang
didengar
4) Urutan auditif yaitu kemampuan mengingat urutan hal-hal yang disampaikan secara lisan
5) Perpaduan auditif yaitu kemampuan memadukan elemen-elemen fonem tunggal atau berbagai
fonem menjadi suatu kata yang utuh
Hambatan persepsi auditif dapat terjadi sebagai bagian dari auditory processing disorder(gangguan
proses auditori) yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Gangguan ini mungkin disebabkan
oleh adanya gangguan proses di otak atau berhubungan dengan kondisi kondisi lain seperti disleksia,
Attention Defisit Disorder, Autism Spectrum Disorder, gangguan bahasa spesifik, atau hambatan
perkembangan. Anak yang mengalami gangguan proses auditori biasanya dapat mendengar suara
(informasi bunyi) tetapi memiliki kesulitan untuk memahami, menyimpan, menempatkan,
mengemukakan kembali atau menjelaskan informasi tersebut untuk kepentingan akademik maupun
sosial.
Hambatan persepsi auditif dapat mencakup beberapa hal seperti:
 kesulitan menentukan figur dan latar bunyi
 kesulitan mengingat (memori) bunyi
 kesulitan diskriminasi bunyi
 kesulitan untuk memperhatikan bunyi
 kesulitan untuk proses kohesi (memadukan) bunyi

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut (OMA)


LI.3.1. Definisi OMA
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis
media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan
kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang
bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi
perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman,
2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di
belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

LI.3.2. Epidemiologi OMA


 Anak usia 6-11 bulan suseptibel terhadap otitis media akut (OMA), dengan penurunan
frekuensi pada usia 18-20 bulan.
 Insidensi kejadian lebih tinggi pada laki-laki disbanding perempuan
 Persentase kecil anak yang menderita penyakit yang sama, terjadi pada usia 4-5tahun.
 Setelah erupsi gigi permanen, insidensi kejadian menurun drastic, walaupun OMA masih
dapat terjadi pada masa remaja pada beberapa orang.
 Native amerika dan Inuit mempunyai rata-rata tinggi terhadap infeksi telinga akut dan
kronik.

LI.3.3. Etiologi OMA


Tuba Eustachian berjalan dari tengah-tengah setiap telinga ke bagian belakang tenggorokan.
Tuba Eustachian ini secara normal mendrainase cairan yang dibentuk di telinga tengan. Jika Tuba
Eustachian tersumbat, cairan dapat menumpuk dan menyebabkan infeksi.
Infeksi telinga secara umum terjadi pada balita dan anak-anak, karena Tuba Eustachiannya dapat
dengan mudah tersumbat. Infeksi telinga dapat terjadi juga pada orang dewasa, tetapi lebih sering pada
anak-anak. Apapun yang menyebabkan Tuba Eustachian menjadi bengkak arau tersumbat dapat
menyebabkan cairan semakin menumpuk pada telinga tengah dibelakang membrane timpani.
Penyebabnya adalah :
 Alergi
 Infeksi sinus dan flu
 Berlebihnya produksi mucus dan saliva selama pertumbuhan gigi
 Adenoid terinfeksi atau tumbuh berlebih
 Rokok atau bahan iritan lainnya

Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.Kuman penyebab
OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%),
Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin
sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).

a. Virus
RSV merupakan virus RNA paramyxovirus besar yang paling sering berhubungan dengan
bronkioloitis dan pneumonia pada orang muda, walaupun dapat menyebabkan penyakit respiratori
pada anak tertentu.
b. Bakteri
 Streptococcus pneumonia
Penyebab tersering OMA dan infeksi bakteri invasive pada semua golongan usia anak.
Merupakan gram positif diplokokus dengan 90 serotipe
 Haemophilus influenza
Bakteri ini kecil, pleomorfik, kokobasil gram negative. Mempunyai kapsul polisakarida.
 Moraxella catarrhalis
Gram negative diplokokus dan merupakan flora normal manusia pada system respirasi atas
 Streptococcus pyogenes
Gram positif kokus (grup A; dengan klasifikasi Lancefield)
 Bakteri pathogen umum pada masa neonatal :
Escherichia coli, Enterococcus species, and group B streptococci

Faktor risiko infeksi OMA adalah :


 Perubahan ketinggian atau iklim
 Datang ke tempat penitipan anak (terlebih jika lebih dari 6 anak)
 Iklim dingin
 Terpapar rokok
 Faktor genetic
 Tidak diberi ASI
 Pengguna dot
 Adanya infeksi pada telinga sebelumnya
 Adanya penyakit lain (menurunkan resistensi tubuh terhadap infeksi)

LI.3.4. Klasifikasi OMA


Skema pembagian otitis media :

Gambar 12. Skema Pembagian Otitis Media

Otitis media (otitis media supuratif) terjadi kurang dari 3 minggu.


Otitis media sub akut terjadi lebih dari 3 minggu.
Otitis media kronik terjadi lebih
1,5-2 bulan.
Skema pembagian otitis media
berdasarkan gejala :

Gambar 13. Skema pembagian otitis media menurut gejala


 Otitis media non supuratif nama lainnya : otitis media serosa, musinosa, efusi, sekretoria, dan
mucoid.
 Otitis media serosa adalah dimana terdapat secret non purulent di telinga tengah dengan
membrane timpani utuh.
 Otitis media efusi adalah adanya cairan di telinga tengah dengan membrane timpani utuh tanpa
tanda-tanda infeksi. Apabila efusi encer disebut otitis media serosa, dan apabila otitis efusi kental
disebut otitis media mukoid (glue ear).

Otitis media serosa terbagi dua :


a. Otitis media serosa akut : terbentuk secret di telinga tengah secara tiba-tiba karena gangguan
fungsi tuba. Gejalanya pendengaran berkurang, suara sendiri terasa lebih nyaring, ada cairan yang
bergerak di telinga apabila terjadi gerakan pada kepala. Sering terjadi pada orang dewasa.
b. Otitis media serosa kronik : secret terbentuk secara bertahap tanpa terasa nyeri, dan gejalanya
timbul lama. Sering terjadi pada anak-anak.
Otitis media Adhesiva adalah terjadi jaringan fibrosis di telinga tengah akibat proses
peradangan yang berlangsung lama sebelumnya, dengan gejala pendengaran berkurang, ada
riwayat infeksi sebelumnya, terutama saat masih kecil.

LI.3.5. Patofisiologi OMA


Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.Sumbatan pada tuba eustachii
merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini.Dengan terganggunya fungsi tuba
eustachii maka terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman
masuk dan terjadi peradangan.Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA).Sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring
dan tuba eustaschius.Gangguan fungsi tuba eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negative
di telinga tengah yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam
telinga tengah mellaui tuba eustaschius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba eustachius
untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam
telinga tengah. Jika secret bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat
terganggu karena membrane timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membrane timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan
anak-anak terjadinya OMA dipermudah karena : 1. Morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar
dan letaknya agak horizontal, 2. Sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan, 3. Adenoid
pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat
menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain yang mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah,
seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan atau sinus, dan kelainan sistem imun.
LI.3.6. Manifestasi klinis OMA
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi
udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh
membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang
sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani
menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau
terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat
tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga
tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin
hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan
ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya
otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang
keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani.

LI.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA


6. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi
udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium
ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini.

7. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh
membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang
sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani
menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau
terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat
tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.

8. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga
tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin
hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan
ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

9. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.

10. Stadium Resolusi


Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya
otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang
keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding OMA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.


1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
- menggembungnya gendang telinga
- terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
- adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
- cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:
- kemerahan pada gendang telinga
- nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi,
keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta
rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga
diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan
jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan
otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon
gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak
ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis
OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah
juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun
timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain
adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian
antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk
membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi


Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +
Gambar 15. Tabel perbandingan OMA dengan Efusi
Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:
I. Tes bisik
II. Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)
III. Tes Audiometri

I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” /
gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya
kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa
maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut
pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata
dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata
disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak
pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis
ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
rendah), seperti huruf m – n – w
Gambar 16. Tabel Hasil Tes Bisik
II. TES GARPU TALA (TGT)
Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach

1. TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara bila
dibunyikan pada intensitas normal.
Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai dari frekuensi
terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan satu persatu, dengan
cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik
dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk
mencapai intrensitas bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian
diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm
dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
- Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak
dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita
tidak mendengar

3. TES RINNE

Gambar 17. Pemeriksaan Rinne


Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke
depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut
Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
Interpretasi:
 Normal : Rinne positif
 Tuli konduksi : Rinne negatif
 Tuli sendori neural : Rinne positif

3. TES WEBER
Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di
garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus)
dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar lebih
keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila kedua
telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada lateralisasi.

Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

4. TES SCHWABACH
Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid
penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak
mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal. Untuk
membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke
pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita,
bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek
IV. TEST AUDIOMETRI
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni
dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada
sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran).
Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan
bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat
dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang
kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
- Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada
murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan
(dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang
diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara
dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang
dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi
dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan dalam Klasifikasi


Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Gambar 18. Tabel Klasifikasi Kehilangan Pendengaran
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai
ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik
berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution)
dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

- Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah
dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek
kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya
disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-
kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan
audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya,
atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang
didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.
Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas.
Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang
didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :

o Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada
suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
o Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam
kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan
pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar,
sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni
pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang
(NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas
mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli :


o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
o Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
o Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
o Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa
pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada
diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar
akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan
kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB
dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan
penyabab kurang pendengaran.

Tujuan
- Mediagnostik penyakit telinga
- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain
validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau
pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
- Skrinig anak balita dan SD
- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

V . Tes Otoskopia
Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya memakai cahaya
lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van Hasselt (dengan listrik)Otoskop (dengan baterai)
2.. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga
Gambar 19. Alat Otoskopia

LI.3.8. Tatalaksana dan Pencegahan OMA


Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :
a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fidiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiolofik untuk anak
yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan
memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani sudah hiperemi
difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan ialah penisilin atau
eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah.Antibiotic diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4×50-100
mg/kgBB, amoksisilin 4×40 mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membrane timpani
masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang adekuat sampai 3
minggu.
e. Stadium resolusi
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotic
sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret diduga telah terjadi mastoiditis.
Aturan pemberian obat tetes hidung :
- Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun. HCl
efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa.
- Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga tekanan negatif
dalam telinga tengah akan hilang.
Aturan pemberian obat antibiotik :
a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang disebabkan virus
dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)
Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan eritromisin dapat
kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal
untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah.Hal ini untuk mencegah terjadinya
mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan ampisilin
50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing
50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak terjadinya resolusi
dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.Curigai telah terjadi mastoiditis
jika sekret masih banyak setelah kita berikan antibiotik selama 3 minggu.
Aturan tindakan miringotomi :
a. Stadium hiperemis (pre supurasi) : Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difusi.
b. Stadium supurasi : Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu gejala
klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari.
Aturan pemberian obat cuci telinga :
- Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.
- Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi
membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat
dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada
perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar
dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya
bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics
(2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus
segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.
Gambar 20. Tabel Pemberian Antibiotik
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga
tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan
dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-
berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam
bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada
anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan
ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan
pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin
seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae
dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7-
valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic
of Pediatric, 2004).

Berikan pengobatan rawat jalan kepada anak:

 Berhubung penyebab tersering adalah Streptococus pneumonia, Hemophilus influenzae dan


Moraxella catharrhalis, diberikan Amoksisilin (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) atau Kotrimoksazol
oral (24 mg/kgBB/kali dua kali sehari) selama 7–10 hari.
 Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu cara mengeringkannya dengan
wicking (membuat sumbu dari kain atau tisyu kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk
membersihkan telinga 3 kali sehari hingga tidak ada lagi nanah yang keluar.
 Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam telinga anak, kecuali jika terjadi
penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan dengan meneteskan larutan garam
normal. Larang anak untuk berenang atau memasukkan air ke dalam telinga.
 Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi (≥ 38,5°C) yang menyebabkan anak gelisah,
berikan parasetamol.
 Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika terdapat juga rinosinusitis
alergi.

Tindak lanjut

Minta ibu untuk kunjungan ulang setelah 5 hari

 Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus, mastoiditis akut,
sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT.
 Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik yang sama
sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak. Kunjungan ulang setelah 5
hari.

Setelah kunjungan ulang (5 hari lagi):

 Bila masih tampak tanda infeksi, berikan antibiotik lini kedua: Eritromisin dan Sulfa, atau
Amoksiklav (dosis disesuaikan dengan komponen amoksisilinnya). Infeksi mungkin karena
kuman penghasil betalaktamase (misalnya H. influenzae) atau karena terdapat penyakit sistemik,
misalnya alergi, rinosinusitis, hipogamaglobulinemia.
 Bila dengan antibiotik lini kedua juga gagal, dapat dirujuk untuk kemungkinan tindakan
miringotomi dengan atau tanpa pemasangan grommet

PEMBEDAHAN
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi
dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat
langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007).
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi
antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line,
untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan.
Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif,
pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa
timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA
rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi
hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului
dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

Pencegahan OMA
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:
- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan menghindari
terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat diberikan imunisasi terhadap2
bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada telinga tengah (Haemophilus influenzae and
Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi
kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung telinga jika
terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya
perforasi membran timpani selama penerbangan.

LI.3.9. Komplikasi OMA


Komplikasi OMA diklasifikasikan berdasarkan lokasi penyebaran penyakit melalui struktur mukosa
telinga tengah.
 Intratemporal – perforasi membrane timpanu, mastoiditis coalesens akut, facial nerve palsy,
labirintitis akut, petrositis, otitis nekrotik akut, atau berlanjut menjadi otitis media kronik
 Intracranial – meningitis, ensefalitis, abses otak, otitis hydrocephalus, abses subarachnoid, abses
subdural atau thrombosis sinus sigmoid
 Sistemik – bacteremia, arthritis septis, endocarditis bakteri
LI.3.10. Prognosis OMA
 Kematian karena OMA jarang
 Dengan antibiotic yang efektif, tanda demam dan letargi sistemik akan menurun dalam 48 jam
 Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotic yang tepat dan dosis
cukup).
 OMA sembuh bila tidak ada lagi cairan di kavum timpani dan fungsi tuba Eustakius sudah normal
(cek dengan timpanometer). Kesembuhan yang tidak sempurna, dapat menyebabkan berulangnya
penyakit atau meninggalkan otitis media efusi kronis dengan ketulian ringan sampai berat

LO.4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kebersihan Telinga dan Pendengaran dalam
Pandangan Islam

Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan. Yaitu,yang
kedua dalam mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena itu,Al-Haris Al-Muhasibi berkata,"tidak
ada luka yang lebih berbahaya bagi seorang hamba setelah lisannya selain pendengarannya,karena
pendengaran itu utusan yang lebih cepat pada hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah. Pendengan hati
terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-Quran :
 MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI.
Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran. Sebagaimana yang
diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin yang beriman, mereka
berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)
 MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI.
Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka berpaling dan lalai,
sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang
mati itu dapat mendengar dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila
mereka berpaling kebelakang”. (Ar-Rum [20]:52).

Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dia kehendaki dan
engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar". (Al-
Fathir [35]:22)
Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan. Demikian juga firman
Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka,tentu dia jadikan mereka
dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang
mereka memalingkan diri".(Al-Anfal [8]:23)
Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat penerimaan dan
ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami.
Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan. Seandainya Allah
menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak akan tunduk dan tidak mengambil
manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam hati mereka terdapat faktor yang menolak dan
menghalang-halangi mereka untuk mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar
 MENDENGARKAN UNTUK MENERIMA DAN MEMENUHI PANGGILAN.
Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman Allah yang
menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka berkata, "kami mendengar, dan kami
taat". (QS.An-Nur [24]:51)

Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang berbuah ketaatan.
Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini mencakup 2 macam
sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk mengetahui dan memperdengarkan untuk memahami.
Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga mendengar sebagaimana
orang kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk memahami juga,sedikitpun tidak berguna,karena
orang-orang yang hatinya membatu juga dapat memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.Adapun
mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat memberatkan timbangan amal
kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan hati anda serta beredarnya denyutan
didalamnya.Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika perkataan yang
didengar itu bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika dalam kondisi bertaubat, atau ketika merasa
terpukul dengan dosanya,atau hanya dengan pertolongan Allah yang tersembunyi, atau juga dengan
kelembutan yang jelas,dengan sebab ataupun tanpa sebab.Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati
terbuka,sehingga terjadilah pengaruh yang luar biasa dan kondisi hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati
yang mati menuju hati yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai