2. Telinga Tengah
Terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
a. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari
kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira
8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga
akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran
sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks
cahaya ( none of ligt).
Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran dan terletak paling
lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5
sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik,sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak
sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran
Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke
tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk
Rivinus.
Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut
antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x
5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.Inkus terletak pada
epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium
dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu
prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus
brevis.Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi
tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg,
tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki (
foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare.Tendon stapedius
berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat
pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada
posterior.Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung,
hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm
dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul
labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm
c. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini
merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang
tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm13.
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara
didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.
d. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah
fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak
dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum
mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga
antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan
dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis
bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak
rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm
: dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal. Berhubungan dengan
telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.
Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari
depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding
medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan
inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian
dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior
terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa
tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15
mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal (
Macewen’s) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik
dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa
berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas,
sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan
sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan
sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi
banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan
dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan
sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-selnya kecil
tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada sel-sel mastoid,
drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid (mastoiditis)
LABIRIN TULANG
Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu
vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran
sekitar 3 x 5 mm berisikan utrikulus dan sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan koklea
dan kanalis semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis
semisirkularis dan masing-masing satu untuk vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan
rotundum dan saraf.
Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral yang membentuk sudut 90° satu
sama lain dan terletak di belakang vestibulum. Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang
berdilatasi membentuk bony ampulla. Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam pengaturan
keseimbangan. Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran
seperti rumah siput. Axis dari koklea adalah modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri
vertebralis dan serabut-serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang
menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak superior terhadap jugular foramen
dan round windows yang ditutupi oleh membran timpani sekunder.
LABIRIN MEMBRANOSA
Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan endolimfatik yang dikelilingi oleh
cairan perilimfatik di dalam labirin tulang. Labirin membranosa dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear
labyrinth dan vestibular labyrinth.
Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval yang disebut utrikulus dan kantung
yang lebih kecil disebut sakulus yang berisikan cairan endolimfatik (utriculosaccular duct). Pada dinding
sakulus dan utricle terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel sensoris khusus
yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular nerve. Cochlear labyrinth dinamakan juga duktus koklearis
dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum spiralis ke
dinding lateral dari koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.
Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus koklearis membentuk saluran
longitudinal yaitu skala media yang membagi kanalis koklearis menjadi dua saluran, skala vestibuli dan
skala timpani. Skala media dipisahkan dari skala vestibuli oleh membrana vestibular (Reissner’s).
Sedangkan skala timpani dipisahkan dari skala media oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris
terdapat spiral organ atau organ Corti yang merupakan organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral
organ terdapat sebarisan sel rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair
cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak mitokondria, serta terdapat
stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi oleh membran tektorial dan berfungsi penting dalam
transduksi sensoris.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli
inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai
pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian
inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang
mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama :
1. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea.
2. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir
pada sinus petrosus inferior.
3. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid
1.2. Mikroskopis
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis
dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat
elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia
yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang
terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.
-
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan
lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit
LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem saluran yang
saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini dipisahkan dari
labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada beberapa tempat terdapat
lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf
untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
1. Kanalis semisirkularis membranasea
2. Ultrikulus
3. Sakulus
4. Duktus endolimfatikus merupakan saluran penghubung duktus ultrikularis dan
duktus sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula kanalis semisirkularis pada
bangunan yang dikenal sebagai krista ampularis). Pada ultrikulus dan sakulus juga terdapat
badan-badan akhir saraf yang terdapat pada bangunan yang dikenal sebagai makula sakuli
dan ultrikuli yang berfungsi sebagai indera statik dan kinetik.
KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval. Pada
permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis, yaitu badan
akhir saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang melebar) dari kanalis
semisirkularis. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel
rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula. Mikrovili, stereosilia dan kinosilianya
terbenam dalam suatu massa gelatinosa yang disebut kupula serupa dengan membran otolitik
tetapi tanpa otokonia.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan endolimf akibat
percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan
kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam
ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh
membran otolitik.
KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding luar
koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran basilaris ke dinding luar
koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal sebagai ligamentum spiralis. Di samping
itu juga terdapat membran vestibularis (Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari
lamina spiralis ke dinding luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang
menjadi tiga bagian yaitu
1. Ruangan atas (skala vestibuli)
2. Ruangan tengah (duktus koklearis)
3. Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran vestibularis
(Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basilaris.
Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf dan di dindingnya terdiri atas
jaringan ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu sel mesenkim, yang menyatu dengan
periosteum disebelah luarnya. Skala vestibularis berhubungan dengan ruang perilimf
vestibularis dan akan mencapai permukaan dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke
lateral fenestra rotundum yang memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea
skala vestibuli dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens tetapi
berakhir buntu dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat ganglion
spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-berkas serat saraf yang
menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ Corti. Periosteum di atas lamina
spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus koklearis sebagai limbus spiralis. Pada
bagian bawahnya menyatu dengan membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh serat-serat
kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi oleh jaringan ikat
fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang diliputi
oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat
di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang
lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher yang sempit dan
agak melebar di bagian apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih
panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam (Terowongan Corti)
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris.
Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang
mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara
sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut
luar terdapat dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan
terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar
sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel
falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas
sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang
merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini
menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin dan
berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin berjalan dalam
saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan mielinnya dan berakhir
dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di antara sel rambut. Bagian
vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus
akustikus internus tulang temporal dan aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang
berasal dari ganglion spiralis. Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis
dan ke makula sakuli dan ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi getaran-getaran
oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan oleh rangkaian tulang –
tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam vestibulum, menimbulkan
gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan cairan dalam skala vestibuli dan skala
timpani. Membran timpani kedua pada tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas
sebagai katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus
koklearis dengan membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga
penggunting terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria, sehingga
terjadi stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis koklea peka
terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada
bagian lain duktus koklearis.
Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20 dna 20.000 silklus per
detik. Namun, rentang suara bergantung pada perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika
kekerasannya 60 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai 500
hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20 sampai 20.000 siklus dapat dicapai
secara lengkap. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per
detik atau kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila intensitasnya serendah 70
desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat dideteksi
hanya jika intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini. (Sherwood, L. 2007)
Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran
tympani. Gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan gendang
telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Ketika membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang
tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana
timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan
getaran pada perilymph di scala vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran tympani 22 kali lebih
besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang suara15-22 kali pada tingkap
oval. Selain karena luas permukaan membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit
tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan gelombang suara.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang
tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara
sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam yaitu, perubahan posisi jendela bundar
dan defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,
kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika
stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe mengalir ke arah yang berlawanan
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam.
Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk
bergantian.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila
ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang pendek dan tegang,
akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang bernada tinggi pada perilymp scala vestibuli akan
melintasi membrana vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan
menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke perilymp
scala tympani, kemudian keluar melalui tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris
bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan
potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan pengeluaran zat perantara
mereka yang menaikan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami
hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). Perubahan potensial berjenjang di
reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak.
Impuls kemudian dijalarkan melalui saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata
kemudian ke colliculus. Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi auditif. (Sherwood,
L. 2007; Guyton A.C. 2003. Prihardini D, dkk. 2010)
Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.Kuman penyebab
OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%),
Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin
sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).
a. Virus
RSV merupakan virus RNA paramyxovirus besar yang paling sering berhubungan dengan
bronkioloitis dan pneumonia pada orang muda, walaupun dapat menyebabkan penyakit respiratori
pada anak tertentu.
b. Bakteri
Streptococcus pneumonia
Penyebab tersering OMA dan infeksi bakteri invasive pada semua golongan usia anak.
Merupakan gram positif diplokokus dengan 90 serotipe
Haemophilus influenza
Bakteri ini kecil, pleomorfik, kokobasil gram negative. Mempunyai kapsul polisakarida.
Moraxella catarrhalis
Gram negative diplokokus dan merupakan flora normal manusia pada system respirasi atas
Streptococcus pyogenes
Gram positif kokus (grup A; dengan klasifikasi Lancefield)
Bakteri pathogen umum pada masa neonatal :
Escherichia coli, Enterococcus species, and group B streptococci
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga
tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin
hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan
ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya
otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi
membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.
Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang
keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis
media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran
timpani.
8. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga
tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin
hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan
ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan
kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.
Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
9. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang
jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi
lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut
otitis media supuratif kronik.
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi,
keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta
rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga
diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan
jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan
otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon
gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak
ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis
OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah
juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun
timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain
adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian
antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk
membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” /
gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya
kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa
maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut
pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata
dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata
disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak
pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis
ketulian)
KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
rendah), seperti huruf m – n – w
Gambar 16. Tabel Hasil Tes Bisik
II. TES GARPU TALA (TGT)
Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach
3. TES RINNE
3. TES WEBER
Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di
garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus)
dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar lebih
keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila kedua
telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada lateralisasi.
Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri
4. TES SCHWABACH
Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid
penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak
mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal. Untuk
membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke
pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita,
bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek
IV. TEST AUDIOMETRI
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni
dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada
sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran).
Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan
bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat
dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang
kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
- Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada
murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan
(dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang
diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara
dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang
dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi
dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
- Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah
dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek
kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya
disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-
kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan
audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya,
atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur.
Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang
didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.
Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas.
Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang
didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
o Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada
suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
o Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam
kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan
pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar,
sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni
pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang
(NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas
mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa
pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada
diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar
akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan
kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB
dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan
penyabab kurang pendengaran.
Tujuan
- Mediagnostik penyakit telinga
- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain
validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau
pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
- Skrinig anak balita dan SD
- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
V . Tes Otoskopia
Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya memakai cahaya
lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van Hasselt (dengan listrik)Otoskop (dengan baterai)
2.. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga
Gambar 19. Alat Otoskopia
Tindak lanjut
Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus, mastoiditis akut,
sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT.
Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik yang sama
sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak. Kunjungan ulang setelah 5
hari.
Bila masih tampak tanda infeksi, berikan antibiotik lini kedua: Eritromisin dan Sulfa, atau
Amoksiklav (dosis disesuaikan dengan komponen amoksisilinnya). Infeksi mungkin karena
kuman penghasil betalaktamase (misalnya H. influenzae) atau karena terdapat penyakit sistemik,
misalnya alergi, rinosinusitis, hipogamaglobulinemia.
Bila dengan antibiotik lini kedua juga gagal, dapat dirujuk untuk kemungkinan tindakan
miringotomi dengan atau tanpa pemasangan grommet
PEMBEDAHAN
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi
dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat
langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007).
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA
seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi
antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line,
untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan.
Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif,
pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa
timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA
rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi
hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului
dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan
rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).
Pencegahan OMA
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:
- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan menghindari
terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat diberikan imunisasi terhadap2
bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada telinga tengah (Haemophilus influenzae and
Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi
kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung telinga jika
terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya
perforasi membran timpani selama penerbangan.
LO.4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kebersihan Telinga dan Pendengaran dalam
Pandangan Islam
Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan. Yaitu,yang
kedua dalam mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena itu,Al-Haris Al-Muhasibi berkata,"tidak
ada luka yang lebih berbahaya bagi seorang hamba setelah lisannya selain pendengarannya,karena
pendengaran itu utusan yang lebih cepat pada hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah. Pendengan hati
terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-Quran :
MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI.
Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran. Sebagaimana yang
diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin yang beriman, mereka
berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)
MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI.
Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka berpaling dan lalai,
sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang
mati itu dapat mendengar dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila
mereka berpaling kebelakang”. (Ar-Rum [20]:52).
Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dia kehendaki dan
engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar". (Al-
Fathir [35]:22)
Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan. Demikian juga firman
Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka,tentu dia jadikan mereka
dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang
mereka memalingkan diri".(Al-Anfal [8]:23)
Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat penerimaan dan
ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami.
Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan. Seandainya Allah
menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak akan tunduk dan tidak mengambil
manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam hati mereka terdapat faktor yang menolak dan
menghalang-halangi mereka untuk mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar
MENDENGARKAN UNTUK MENERIMA DAN MEMENUHI PANGGILAN.
Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman Allah yang
menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka berkata, "kami mendengar, dan kami
taat". (QS.An-Nur [24]:51)
Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang berbuah ketaatan.
Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini mencakup 2 macam
sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk mengetahui dan memperdengarkan untuk memahami.
Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga mendengar sebagaimana
orang kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk memahami juga,sedikitpun tidak berguna,karena
orang-orang yang hatinya membatu juga dapat memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.Adapun
mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat memberatkan timbangan amal
kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan hati anda serta beredarnya denyutan
didalamnya.Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika perkataan yang
didengar itu bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika dalam kondisi bertaubat, atau ketika merasa
terpukul dengan dosanya,atau hanya dengan pertolongan Allah yang tersembunyi, atau juga dengan
kelembutan yang jelas,dengan sebab ataupun tanpa sebab.Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati
terbuka,sehingga terjadilah pengaruh yang luar biasa dan kondisi hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati
yang mati menuju hati yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang kuat.