Anda di halaman 1dari 7

Journal Reading Homeostasis Asam-Basa

OLEH

MUHAMMAD JUNIA FAHRONI


H1A016056

DOSEN PEMBIMBING :
dr. SetoPriyambodo, MSc

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2017
Kelainan asam basa sering kali menyebabkan penyakit yang berbahaya, terkadang
menjadi satu-satunya alasan yang menyebabkan pasien masuk ICU. Walaupun kekacauan
metabolism dalam tubuh terkadang dapat mengancam nyawa tidak jarang hal tersebut disertai
dengan manifestasi dari berbagai kondisi klinis seperti sepsis, luka akut pada ginjal, hemorrhage,
trauma dan lain-lain. (Kishen et al.,2014)

Oleh karena itu sangat penting bagi tubuh untuk menjaga keseimbangan asam basa. Pada
manusia nilai normal darah arteri adalah 7.4, sedangkan ph darah vena dan cairan interstisial
sekitar 7.35 akibat ekstra karbon dioksida (CO2) yang dibebaskan dari jaringan untuk
membentuk H2CO3 dalam cairan ini. Karena ph normal darah arteri adalah 7.4, seseorang
dianggap mengalami asidosis bila pH itu turun dibawah nilai ini dan dianggap mengalami
alkalosis bila pH meningkat diatas 7.4. seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam dengan
batas bawah pH sekitar 6.8 dan batas atas pH sekitar 8.0. pH intrasel biasanya sedikit lebih
rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.
Bergantung pada jenis sel, pH cairan intrasel diperkirakan berkisar antara 6.0 dan 7.4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan
dapat menurunkan pH intrasel.(Guyton & Hall, 2011)

Dalam hal ini pengaturan asam basa juga didukung oleh fungsi ginjal yang memiliki
peranan penting dalam system regulasi HCO3- yang merupakan salah satu komponen
metabolisme asam basa dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan
mengekskresikan urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin yang asam akan mengurangi
jumlah asam dalam cairan ekstrasel, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan
basa dari cairan ekstrasel. Fungsi dari ginjal terhadap keseimbangan asam basa terbagi menjadi 2
komponen yaitu: reabsorsi seluruh HCO3- yang telah tersaring dan produksi HCO3- yang baru
untuk menggantikan HCO3- yang tepakai secara normal maupun karena kondisi patologis asam.
Karena HCO3- terfiltrasi secara bebas dalam glomerolus, kira-kira sekitar 4.5 mol HCO3-
terfiltrasi per hari secara normal. Seluruh HCO3- tersebut akan di reabsorsi kembali sehingga
normalnya urin tidak akan mengandung HCO3-. 70%-80% HCO3- akan tereabsorsi dalam
tubulus proximal dan sisanya pada bagian distal dari nefron. Pada keadaan asidosis, ginjal tidak
mengekskresikan HCO3- ke dalam urin tetapi mereabsorbsi semua bikarbonat yang difiltrasi dan
menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali ke cairan ekstrasel, hal ini
mengurangi konsentrasi H+ cairan ekstrasel kembali menuju normal. (Hamm et al., 2015)

Asidosis tubulus ginjal, jenis asidosis ini disebabkan oleh gangguan sekresi H+ atau
reabsorpsi HCO3- oleh ginjal ataupun keduanya, beberapa penyebabnya antara lain: diare, diare
menyebabkan hilangnya sejumlah besara natrium bikarbonat ke dalam feses. Sekeresi
gastrointestinal normal mengandung sejumlah besar bikarbonat, dan diare menyebabkan
hilangnya HCO3- ini dari dalam tubuh, yang member efek yang sama sepertinya hilangnya
sejumlah besar bikarbonat dalam urin. Bentuk asidosis metabolic ini berlangsung berat dan dapat
menyebabkan kematian. Muntah, memuntahkan isi lambung sendiri akan menyebabkan
hilangnya asam dan kecenderungan kea rah alkalosis karena sekresi lambung sangat bersifat
asam. Akan tetapi memuntahkan sejumlah besar isi dari bagian traktus gastrointestinal bagian
bawah, yang kadang-kadang terjadi menyebabkan hilangnya bikarbonat dan menimbulkan
asidosis metabolik. Penyerapan asam, jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan
normal, akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang disebabkan oleh penyerapan
racun asam tertentu, contohnya asetilalisilat (aspirin) dan metal alcohol (pembentuk asam format
saat metabolisme).

Garis perthanan kedua terhadap keseimbangan asam basa adalah pengaturan konsentrasi
CO2 cairan ekstrasel oleh paru. Peningkatan ventilasi akan mengeluarkan CO2 dari cairan
ekstrasel, yang melalui kerja secara besar-besaran, akan mengurangi konsentrasi H+. sebaliknya,
penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2, yang juga meningkatkan konsentrasi H+ dalam
cairan ekstrasel. Hypoxemia, penyebab utama dari asidosis laktat dapat menstimulasi alkalosis
respiratorik. Perbedaan tekanan parsial oxigen antara alveolar dan arterial pada membrane
kapiler alveolar akan tinggi apabila pasien mengalami kelainan paru-paru. PaO2 pada alveolus
tidak sama dengan sirkulasi O2 pada paru-paru karena hipoventilasi fisiologis terjadi di berbagai
bagian pada paru-paru, oleh karena itu perbedaan antara alveolar-arterial sekitar 5-10 mmHg
pada orang dewasa sehat,
dan 15-20 mmHg pada
orang tua yang sehat.

Kelainan asam dan basa


dapat dibedakan menjadi
akut dan kronis dengan
menggunakan informasi
dan kalkulasi klinis pada
table serta level oxigenasi
Sistem pernapasan hanya dapat mengembalikan pH 50% sampai 75% . Ketika
mendeteksi peningkatan [H+] arteri, kemoreseptor perifer secara refleks merangsang pusat
pernapasan untuk meningkatkan ventilasi sehingga lebih banyak CO2 pembentuk asam yang
dibuang keluar. amun, Ā sebagai respons terhadap penurunan CO2, kemoreseptor sentral mulai
menghambat pusat pernapasan. engan Ā melaan Ā kera Ā kemoreseptor perifer, kemoreseptor
sentral menghentikan peningkatan kompensatorik ventilasi sebelum pH kembali ke normal.
(Sherwood, 2012)

Pengetahuan Asam-Basa

Pada era modern, definisi dari asam dan basa berasal ndari istilah “asam” berasal dari kata latin
“acidus” yang berarti n”rasa asam”. Arrhenius berpendapat asam sebagai zat yang ketika
dilarutkan dalam air menghasilkan peningkatan konsentrasi ion Hindrogen (H+).

Pada abad ke 20, Naunyn dan lain-lain mengadopsi pendapat Arrhenius tentang definisi asam
bersama dengan Faraday mengenai kation (misalnya:natrium (Na+)) sebagai basa dan anion
(misalnya:klorida(Cl-)) sebagai asam. Dan mendalilkan status asam-basa pada cairat tubuh
memiliki komposisi elektrolit terutama Na+ dan Cl-.

Pada tahun 1920, Van Slyke memegang konsep ini pada pengertian namanya. “Modern” adalah
definisi untuk asam yaitu sebagai zat yang dapat menyumbangkan proton (H+) diusulkan oleh
Bronsted dan Lowry pada tahun 1923. Sejak saat itu, gagasan asam sebagai (H+) sebagai donatur
dan basa sebagai penerima / aseptor H+.

Masa Bikarbonat

Henderson adalah orang pertama yang berpendapat bahwa bikarbonat (HCO3) sebagai alkali
penyangga sebagai kelebihan asam dalam cairan tubuh (selain asam karbonat, seperti CO2). Dia
menerapkan hukum massa. Untuk keseimbangan reaksi asam karbonat dan mendapatkan formula
perhitungan Landmark untuk menghitung H+. Persamaan 1 :

[H+]=K x CO2]

[HCO3-]

Dengan masuknya pH oleh Sörensen. Persamaan Henderson dimodifikasi oleh Hasselbalch.


Sejak lalu, beberapa mahasiswa kedokteran sudah diajarkan persamaan Henderson-Hasselbalch.
Persamaan 2 :
[𝐻𝐶𝑂3−]
pH = pK + log10𝑆𝐶𝑂2 𝑥 𝑃𝑎𝐶𝑂2
Dimana “SCO2” mewakili kelarutan koefisien CO2 dan “pK” negatif logaritma dari konstan
“K”dalam persamaan 1.

Menurut teori ini :

- Kuantitas H+ ditambahkan atau dihapus dari darah menentukan akhir pH


- Membran plasma dapat menyerap H+, sehingga intraselular serta ekstraseluler akan
mempengaruhi reaksi pH
- Sebuah analisis nonvolatile keseimbangan penyangga tidak menggambarkan asama basa.

Tahun 1950, di klinis kimia Van Slyke mengembangkan definisi asam untuk “modern”
Bronsted-Lowry. Definisi ini menjadi salah satu alasan beberapa konsentrasi pada H+ dan
hubungannya dengan asam lemah seperti H2CO3, mengubah anion yaitu HCO3 sebagi “peran”
di pH. Berdasarkan konsep tersebut, bahwa konsentrasi H+ (dan pH) sebagaian besar ditentukan
oleh H2CO3/HCO3. Hal ini menjadi alat Dokter untuk emnafsirkan kelainan asam-basa.

Van Slyke menyuntikan anjing dengan asam sulfat untuk lebih mengerti tentang keasaman pada
diabetes. Hasilnya banyak asam yang dinetralkan oleh hemoglobin (30%) dal sel-sel jaringan
(40%) dan 30% lainnya di cairan ektrakseluler dengan HCO3. Ia menyimpulkan bahwa,
meskipun besar asam, darah pHuntuk konsumsu akali (HCO3 dalam kasus ini) kemudian disebut
“akali defisit”. Ini bergunan karena memungkinkan perhitungan jumlah HCO3 untuk
memulihkan pasien. Namun, juga menjadi masalah karena harus menghubungkan acidosis dan
alkalosis tanpa mempertimbangkan PaCO2. Ia mengabaikan konsep Nunyn, sehingga status
asam-basa menjadi elektrolit tergantung.

Memisahkan metabolisme dan pernafasan gangguan komponen asam-basa

Masa BE

Pada tahun 1952, dokter tidak menyadari dampak, PaCO2 di HCO3 dibuat bingung oleh
“misterius alkalosis” yang membunuh polio. Sampai Bjorn Ibsen, seorang anak mengemukakan
CO2 itu bukan akibat alkalosis, tetapi denan penapasan acidosis, karena CO2 retensi disebabkan
oleh pernafasan otot. Sebeleum polio tersebut, Singer dan Hastings mengajukan konsep
“penyangga dasar” (BB) yang merupakan jumlah plasma penyangga anion yakni HCO3 dan
semua nonvolatile asam lemah penyangga.

Pada tahun 1960,Astrup menemukan “standar bikarbonat” (Sbic). Yang diukur yaitu plasma
HCO3 pada PaCO2 dari 40 mmHg (5.33 kPa)

Namun ilmu asam basa yang paling signifikan dibuat oleh Siggarad Andersen, ketika mereka
memperkenalkan BE pada tahun 1977. “BE” diartikan sebagai asam yang harus ditambahkan
pada darah untuk memulihkan pada pH7.40 saat PaCO2 dijaga konstan mencapai 40 mmHg
(5.33 kPa) dan Hb 150 g/L memiliki BE dari nol.

Alat untuk Interprestasi Gangguan Asam-Basa (dari tradisional hingga modern)

Banyak alat untuk menafsirkan gangguan asam-basa. Pendekatan CO2/HCO3 (“Boston”)


dikembangkan oleh Schwartz dan Relman, pendekatan ini benar-benar berdasarkan persamaan
Henderson-Hasselbalch, memprediksi sifat gangguan asam-basa. CO2/HCO3 sebagian besar
diaplikasikan untuk menentukan PaCO2 pada pasien dengan pernafasan kronis.

Pendekatan BE / defisit (“Kopenhagen” atau “Denmark”)

Berbagai perbaikan (BB, Sbic, dan BE) yang disarankan adalah biarkan lebih baik diperlihatkan
oleh perhitungan metbolisme komoponen dari gangguan asam-basa. Sbic tidak diukur tapi
dihitung variabel. Meskipun dihitung, hal itu tidak dipengaruhi oleh perubahan PaCO2. Hb
adalah penyangga dalam darah yang bisa berefek BE, sehingga kesalahan ini jauh berkurang jika
Hbnya BE 50 g/L yang normalnya 150 g/L. Kesalahan ini disebut “Standar Dasar Kelebihan”
(SBE).

BE dan Pendekatan Stewart

Pada penelitian yang dilakukan Stewart mengukur SIG. Kesimpulan yang didapat tak ada
satupun pendekatan yuntuk menafsirkan asam-basa gunia medis konvensional tanpa cela.
Siggaard dan Andersen adalah orang pertama yang memperkenalkan BE. konsep Stewart telah
memberikan wawasan kepada fisiologi asam-basa. Gagasan tentang “kompensasi” dari acidosis
dengan alakalosis dan sebalikanya, sebuah konsep yang telah dalam mode selama bertahun-tahun
ditinggalkan. Konsep ini menjadi konsep tradisional unutuk menjelaskan bebarapa perubahan
gangguan asam-basa.
Daftar Pustaka

Kurnia R, Alwi EH, Hilmanto D. 2010. PerbandinganMetodeFencl-Stewart yang


DisederhanakandanFigge-Stewart denganMetodeHenderson-Hasselbalch untuk Diagnosis
AsidosisMetabolik.

Kishen et al., 2014.Facing acid–base disorders in the third millennium – the Stewart approach
revisited.

Berend K, Vries APJ and Gans ROB. 2014.Physiological Approach to Assessment of Acid–Base
Disturbances.

Hamm LL, Nakhoul N and Hering SKS. 2015. Acid-Base Homeostasis.

Sherwood L. 2012. Introduction of Human Physiology. 8th ed. Jakarta : EGC.

Guyton and Hall. 2012. Medical Physiology. 12th ed.PenerjemahWidjajakusuma MH danTanzil


A. Jakarta : Saunders Elsevie Singapore.

Anda mungkin juga menyukai