2. Epidemiologi
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendicitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering
daripada dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering
terjadi antara usia 10-30 tahun.
3. Etiologi
Apendicitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel lympoid
fecalit, benda asing striktur karena fibrasi, karena adanya peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mucosa mengalami
bendungan. Namun, elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan sehingga
menyebabkan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mucosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada kolon oleh fekalit (feses yang mengeras)
c. Pemberian barium
d. Barbagai penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus.
4. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Pathway
Fekalit, benda asing
Tumor
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit.
b. Suhu tubuh naik ringan. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih bila
telah terjadi perforasi.
c. Dehidrasi tingan sampai berat bergantung pada derajat sakinya. Dehidrasi berat pada
klien apendisit perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan
masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh, dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus
(udem) dan rongga peritoneal.
d. Abdomen. Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis
perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok, dan nyeri tekan.
e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal
maupun umum.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan adiologi:
a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan
fisik meragukan.
b. Tanda-tanda perotinitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat
”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum dan ileum).
c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.
d. Fotopolos pada apendisits perforasi:
Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah.
Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
Garis lemak pra peritoneal menghilang.
Skoliosis ke kanan.
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralisis
usus-usus lokal di daerah proses interaksi.
Pemeriksaan laboratorium:
a. Pemeriksaan darah. Leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000?
mm3 umumnya pada apendisitis perforasi.
b. Pemeriksaan urin. Sedimen dapat normal atau terdapat leukosit lebih dari normal bila
apendiks meradang menempel pada ureter atau vesika urinaria.
7. Terapi
a. Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah:
Pemasangan sonde lambung
Rehidrasi
Penurunan suhu tubuh
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
b. Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik
serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemutusan cairan di daerah
proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen, dan pengumpulan
cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
Rehidrasi
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largatil untuk
membuka pembuluh-pembuluh darah perifer setelah rehidrasi tercapai.
8. Penatalaksanaan
a. Massa apendiks dengan proses radang ditandai dengan:
Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
Pemerksaan lokal pada abdomen kuadran kana bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis.
Laboratorium masih terdapat lekositosis.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
b. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Laboratorium hitung leukosit normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, terlebih jika massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat: Malaise
b. Sirkulasi : Tachikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal
Diare (kadang-kadang)
Distensi abdomen
Nyeri tekan/lepas abdomen
Penurunan bising usus
d. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
e. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
f. Keamanan : demam
g. Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis
sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
Penyembuhan luka berjalan baik
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
Tekanan darah >90/60 mmHg
Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
Abdomen lunak, tidak ada distensi
Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan
cepat dan dangkal
Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
Kolaborasi: antibiotik
b. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
Tampak rileks
Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Dorong untuk ambulasi dini
Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan
otot yang tegang
Hindari tekanan area popliteal
Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil:
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Tanda vital stabil
Intervensi:
Awasi tekanan darah dan tanda vial
Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
Berikan perawatan mulut sering
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Berikan cairan IV dan Elektrolit
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi
Kriteria:
Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
DAFTAR PUSTAKA
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC