Anda di halaman 1dari 6

APENDISITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendiks memiliki panjang sekitar
10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
infeksi.

2. Epidemiologi
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendicitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering
daripada dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering
terjadi antara usia 10-30 tahun.

3. Etiologi
Apendicitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel lympoid
fecalit, benda asing striktur karena fibrasi, karena adanya peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mucosa mengalami
bendungan. Namun, elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan sehingga
menyebabkan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mucosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada kolon oleh fekalit (feses yang mengeras)
c. Pemberian barium
d. Barbagai penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus.

4. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Pathway
Fekalit, benda asing

Tumor

Inflamasi, edema, pus


Tekanan
intraluminal Apendisitis
meningkat

1. resiko 2. nyeri 3. resiko kekurangan 4. kurang


infeksi cairan tubuh pengetahuan

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit.
b. Suhu tubuh naik ringan. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih bila
telah terjadi perforasi.
c. Dehidrasi tingan sampai berat bergantung pada derajat sakinya. Dehidrasi berat pada
klien apendisit perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan
masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh, dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus
(udem) dan rongga peritoneal.
d. Abdomen. Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis
perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok, dan nyeri tekan.
e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal
maupun umum.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan adiologi:
a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan
fisik meragukan.
b. Tanda-tanda perotinitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat
”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum dan ileum).
c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.
d. Fotopolos pada apendisits perforasi:
 Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah.
 Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
 Garis lemak pra peritoneal menghilang.
 Skoliosis ke kanan.
 Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralisis
usus-usus lokal di daerah proses interaksi.
Pemeriksaan laboratorium:
a. Pemeriksaan darah. Leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000?
mm3 umumnya pada apendisitis perforasi.
b. Pemeriksaan urin. Sedimen dapat normal atau terdapat leukosit lebih dari normal bila
apendiks meradang menempel pada ureter atau vesika urinaria.

7. Terapi
a. Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah:
 Pemasangan sonde lambung
 Rehidrasi
 Penurunan suhu tubuh
 Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
b. Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik
serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemutusan cairan di daerah
proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen, dan pengumpulan
cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
 Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
 Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
 Rehidrasi
 Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
 Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largatil untuk
membuka pembuluh-pembuluh darah perifer setelah rehidrasi tercapai.

8. Penatalaksanaan
a. Massa apendiks dengan proses radang ditandai dengan:
 Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
 Pemerksaan lokal pada abdomen kuadran kana bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis.
 Laboratorium masih terdapat lekositosis.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

b. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
 Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih
 Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
 Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
 Laboratorium hitung leukosit normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, terlebih jika massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat: Malaise
b. Sirkulasi : Tachikardi
c. Eliminasi
 Konstipasi pada awitan awal
 Diare (kadang-kadang)
 Distensi abdomen
 Nyeri tekan/lepas abdomen
 Penurunan bising usus
d. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
e. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi
pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
f. Keamanan : demam
g. Pernapasan
 Tachipnea
 Pernapasan dangkal
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis
sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
 Penyembuhan luka berjalan baik
 Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
 Tekanan darah >90/60 mmHg
 Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
 Abdomen lunak, tidak ada distensi
 Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
 Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
 Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan
cepat dan dangkal
 Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
 Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
 Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
 Kolaborasi: antibiotik

b. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
 Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
 Tampak rileks
 Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
 Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
 Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
 Dorong untuk ambulasi dini
 Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan
otot yang tegang
 Hindari tekanan area popliteal
 Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil:
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik
 Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
 Tanda vital stabil
Intervensi:
 Awasi tekanan darah dan tanda vial
 Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
 Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
 Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
 Berikan perawatan mulut sering
 Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
 Berikan cairan IV dan Elektrolit

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi
Kriteria:
 Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
 Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
 Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
 Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
 Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
 Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta. EGC

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai