Anda di halaman 1dari 17

Bio-slurry hasil Proses Biogas Untuk Pertanian &

Perkebunan Ramah Lingkungan


Posted April 5, 2012 by bengkulu2green in Konservasi SDA. Leave a Comment

Bio-slurry dikeluarkan dari reaktor menahan semua nutrisi yang telah ada di materi suapan. Ini membuat
bio-slurry berpotensi menjadi pupuk organik. Aplikasi yang benar telah terbukti untuk memproduksi
hasil yang lebih tinggi dibanding pupuk biasa. Ini juga menjadi solusi yang tepat untuk nutrisi kandungan
tanah pertanian yang berkekurangan di negara berkembang. Nilai nutrisi slurry dapat meningkat jika
kencing juga dapat dicampurkan ke dalam digester. Slurry meningkatkan produksi pertanian dan
perkebunan dan meningkatkan produktifitas perkembang biakan ikan.
Apa itu bio-slurry?
Campuran kotoran dan air ke dalam bangunan biogas berwujud setengah cairan dinamakan “slurry
mentah”. Slurry yang belum dicerna ini melalui proses pencernaan anaerobik atau fermentasi di dalam
digester biogas dan berubah menjadi bahan bakar gas yang dinamakan “biogas”. Sisa dari fermentasi
keluar sebagai lumpur yang dikenal sebagai “bio-slurry tercerna”.
Komposisi bio-slurry
Komposisi bio-slurry tergantung dari suapan dan jumlah air yang ditambahkan ke kotoran. Ketika
kotoran dicampur dengan jumlah air yang sama, setelah pencernaan komposisi slurry tercatat sebagai:
93% air dan 7% bahan kering. Nitrogen (N), Phosphorus (P) dan Potassium (K) merupakan nutrisi yang
amat diperlukan tanaman. Konten NPK di cairan slurry adalah 0.25, 0.13 dan 0.12% masing-masing.
Karakter Bio-slurry
1. Karena telah terfermentasi sepenuhnya, bio-slurry tidak bau dan tidak mengundang lalat.
2. Bio-slurry mengusir rayap dan hama yang tertarik pada kotoran mentah.
3. Bio-slurry mengurangi pertumbuhan rumput liar. Penggunaan bio-slurry mengurangi pertumbuhan
rumput liar hingga 50%.
4. Bio-slurry adalah kondisioner tanah yang sangat bagus, menambah humus dan meningkatkan
kapasitas kandungan air dalam tanah.
5. Bio-slurry bebas pathogen. Fermentasi kotoran di dalam reaktor membunuh organisme penyebabkan
penyakit tanaman.
Penggunaan Bio-slurry yang Benar
1. Semua nutrisi tanaman (seperti NPK) tersimpan selama proses fermentasi agar tanaman dapat
menyerap nutrisi ini dengan cepat. Dapat juga digunakan sebagai pupuk siap pakai.
2. Setelah disimpan selama beberapa hari atau dicampur dengan komposisi air 1:1, bio-slurry dapat
diaplikasikan langsung ke sayuran atau buah-buahan seputar rumah tangga. Penggunaan di saluran
irigasi sangat berguna untuk sayur mayur, khususnya tumbuhan akar-akaran, padi, tebu gula, pohon
buah-buahan dan pohon kecil. Perkembang biakan jamur juga mendapatkan manfaat dari bio-slurry.
3. Menyemprot bio-slurry (dengan atau bahkan tanpa tambahan pestisida sedikit) dapat mengontrol
secara efektif laba-laba merah dan sejenisnya dari menyerang sayur mayur, gandum dan kapas. Efek dari
bio-slurry dengan 15-20% pestisida untuk mengendalikan hama sama efektifnya dengan menggunakan
pestisida murni.
4. Melapisi biji jelai/gandum dengan bio-slurry dapat secara efektif mengendalikan virus mosaik kuning
gandum, yang merupakan salah satu penyakit paling merusak di daerah pertumbuhan gandum.
5. Slurry tercerna yang kering berpotensi untuk digunakan sebagai suplemen makanan bagi babi, ternak,
ayam dan ikan.
BIRU mengadvokasikan aplikasi bio-slurry sebagai pupuk organik yang mendukung siklus nutrisi,
sekaligus memeriksa erosi dan degradasi tanah. Selain itu, proses biogas netral karbon, menkontribusi
terhadap pengurangan emisi gas rumah hijau secara global. Penggunaan bio-slurry merupakan langkah
berikut dalam merubah sampah menjadi bermanfaat.
Aplikasi ampas biogas untuk rumah tangga
Setelah keluar dari outlet, bio-slurry cair diendapkan atau didiamkan di lubang penampungan yang
ternaungi minimal selama 1 minggu untuk mengurangi atau menghilangkan gas yang tidak baik bagi
tanaman ataupun ternak. Bio-slurry dapat digunakan langsung pada tanaman atau diencerkan dengan air
dengan perbandingan 1:1 atau 1:2. Untuk penggunaan padat, bio-slurry lebih baik dikeringkan secara
alami (terlindungi dari sinar matahari langsung) minimal selama 40 hari.
Penggunaan bio-slurry cair dan padat
Bio-slurry cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah yang
sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak, bio-slurry cair dapat diangkut
menggunakan kendaraan. Untuk lahan berbukit atau miring (lereng), gunakan bio-slurry padat atau yang
sudah dikomposkan untuk mempermudah penanganan dan pengangkutan.

Cara mudah menggunakan bio-slurry di pekarangan dan kebun


Bio-slurry cair dan padat bisa digunakan pada tanaman di pekarangan. Bio-slurry cair digunakan dengan
menyiramkan ke pot/polybag atau tanah. Bio-slurry padat digunakan dengan cara disebar saat
pengolahan tanah dan pertengahan musim tanam. Hal yang sama dapat dilakukan di kebun dengan
menggunakan bio-slurry cair atau padat atau kombinasi keduanya (1) saat olah lahan, (2) dengan cara
disiramkan per lubang bila menggunakan mulsa atau (3) disiramkan di antara tanaman.
Hasil BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PNPM – LMP untuk unit Biogas selain manfaat untuk
menghasilkan gas adalah hasil akhir dari proses fermentasi di dalam kubah Biogas adalah menghasilkan
Bio-Slurry (pupuk cair dan padat) yang sangat bermanfaat untuk kesuburan tanah lahan pertanian dan
perkebunan masyarakat. Khususnya di Kabupaten Bengkulu Selatan, Desa Batu Panco Kecamatan Ulu
Manna, Bio-Slurry/pupuk cair ini sangat diminati oleh pemilik kebun dan pupuk cair ini sudah
mempunyai nilai ekonomis dengan dihargai Rp. 10.000 per jerigen 20 liter. Jadi pemanfaat dari Biogas
ini bukan hanya dari yang mendapatkan gas tapi juga pemanfaat Bio-slurrynya.

Biodigester, Reaktor Biogas

Dalam katagori produk Biodigester dan Reaktor Biogas ini ditawarkan teknologi fermentasi bagi pembangkitan
metana (CH4) dalam sistim terkendali yakni instalasi reaktor atau Biodigester biogas (BD). Instalasi digester
dapat dipilih berdasar kapasitas terkecil BD 3000 L, kemudian BD 5000 L, BD 7000 L, BD 9000 L serta
kelipatannya dalam bentuk instalasi shelter 3-3000, 3-5000 dan 3-7000 L dan seterusnya.

Output biogas dari pengisian berketerusan ( continues filling) harian tipe BD diatas berturut-turut 6 m3, 9 m3,
12 m3, 18 m3 serta kelipatannya 18 m3, 27 m3, serta 36 m3. Tiap instalasi Biogas Digester (BD) sudah
termasuk perlengkapan instalasi standar ( manometer, slang, valve, pipa PVC/ Paralon, aktivator pembangkit gas
metan dan kompor ) namun belum termasuk biaya pemasangan (installment).

Guna menjamin dan meningkatkan produktivitas mencapai standar perolehannya ( setiap 1 ton ~ 40 m3 biogas),
biodigester BD tersebut diberikan pilihan perangkat ( optional) seperti mini kompresor (perlengkapan instalasi
lengkap), pemurni biogas, gas flow meter, pompa lumpur ( sirkulasi), mesin pencacah bahan bakar
biogas, pompa cerna (grinder), dan seterusnya sebagaimana menjadi standar dalam pembangkitan
kualitas biogas murni (biometan) serta pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBM). Dan, harga tercantum
belum termasuk biaya pemasangan, pekerjaan konstruksi ( penggalian, pembuatan kolam serta naungan) dan
mobilisasi.

Dengan fermentasi, semua jenis limbah organik ( pertanian, perkebunan termasuk hasil cacahan pelepah kelapa
sawit, peternakan berupa kotoran ternak sapi, kotoran ternak kerbau, ayam dan aneka ternak lainnya hingga
sampah organik), gulma kebun ( alang-alang, rumput gajah, serasah dan perdu) dan gulma perairan ( eceng
gondok, alga, ganggang laut) maupun limbah industri pengolahan hasil pertanian ( limbah cair pabrik kelapa
sawit POME, limbah cair pabrik tahu dan sagu), atau kemudian disebut biomassa, di dalam alat kedap udara
yang disebut biodigester, secara alami akan dihasilkan biogas dan pupuk organik. Limbah cair biogas sangat
efektif menjadi media tumbuh probiotik bagi budidaya ikan (lele). Dari tiap 100 liter limbah cair biogas, atau
keluaran dari digester terkecil 3 m3 per hari, dapat mendukung 1 m3 media hidup bagi 200 ekor ikan lele
(organik). Atau, dengan 90 hari masa panen ikan, larutan probiotik dari digester biogas akan mendukung
kepada 90 m3 kolam media hidup ikan (lele).

Gas, yang kemudian dialirkan kedalam alat pemurnian (purifikasi atau methan purifier) dari kandungan
impurites ( H2S, Amoniak, CO2), akan menjadi murni (CH4> 70 %) yang kemudian dikatagorikan sebagai
biometan RNG. Kesetaraan energi biogas tiap 1 m3 setara dengan 0.46 kg LPG = 0.62 liter minyak tanah = 0.80
liter bensin = 3.50 kg kayu bakar.

Biogas akan dihasilkan dari proses fermentasi dengan prasyarat material ( ukuran halus, C/N rasio= 25-30, PH
netral ~7 ) dari semua jenis bahan biomassa ( gulma air eceng gondok, alga, gulma kebun seperti alang-alang,
rumput gajah, serta limbah industri pengolahan hasil pertanian dan kotoran ternak maupun sampah organik).
Gas yang dihasilkan, methana (CH4), dapat digunakan sebagai sumber energi panas atau digunakan
menyalakan kompor, lampu penerangan ( petromax), sedangkan biogas yang sudah termurnikan berkemampuan
menjadi bahan bakar menjalankan engine, generator set, genset las, burner dan alat teknik mekanisasi lainnya.

Bagi material berasal dari kotoran ternak ( ruminansia seperti sapi, kuda, domba), fermentasi akan berlangsung
dengan sendirinya karena bakteri bawaan. Namun bagi bahan baku biomassa lain (selain kotoran ternak),
diperlukan aktivasi dengan aktivator. Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan
biogas yaitu (1) kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa
jenis Enterobactericeae, (2) Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio dan (3) Kelompok bakteri
metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus

Limbah cair tahu merupakan limbah organik yang dapat mencemari lingkungan. Alternatif penanganan dan pemanfaatan limbah
tersebut yaitu digunakan sebagai substrat pembentukan biogas. Proses pembentukan biogas berlangsung melalui empat tahap
yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis yang dilakukan dengan bantuan bakteri yang bekerja secara
konsorsium. Genera bakteri metanogenik merupakan bakteri yang berperan dalam proses metanogenesis pada kondisi anaerob.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui genera bakteri metanogenik yang terdapat dalam proses biodegradasi limbah cair
tahu menjadi biogas di instalasi biogas Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas dan genera bakteri metanogenik
yang dominan dalam proses biodegradasi limbah cair tahu menjadi biogas di instalasi biogas Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas. Penelitian dilakukan dengan metode survey. Isolasi bakteri metanogenik dilakukan pada instalasi biogas di
Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Sampel yang digunakan berupa lumpur diambil dari
pipa outlet menuju trickling filter (A) dan sampel cair diambil dari pipa recycle (B) hasil degradasi limbah cair tahu menjadi gas
metan. Karakter bakteri metanogenik yang diamati mencakup pengamatan morfologi koloni, morfologi sel, uji biokimiawi, dan uji
fisiologi. Identifikasi mengacu pada buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Berdasarkan hasil karakterisasi dan
identifikasi, diperoleh 6 genera bakteri yang diduga sebagai bakteri metanogenik adalah
genera Methanothermus, Methanosphaera, Methanospirillum, Methanococcoides, Methanomicrobium, dan Methanococcus. Genera
bakteri metanogenik yang mendominasi dalam proses biodegradasi limbah cair tahu menjadi biogas
adalah Methanococcus dan Methanothermus

Bakteri Untuk Biogas


Bakteri Untuk Biogas ( Bag.1)

Teknologi Biogas

Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan
organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran dan air
kencing hewan ternak seperti babi dan sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu, di
daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem,
saluran limbahnya bisa disatukan ke dalam sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak
mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal
dari bahan organik yang homogen.
Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas. Di samping itu,
faktor-faktor lainnya seperti temperatur digester atau ruangan tertutup kedap udara, pH, tekanan udara
serta kelembaban udara turut berpengaruh.
Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan sistem
biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada
nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Bahan organik dimasukkan ke dalam digester,
sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan
gas yang disebut biogas. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur
gas menuju tangki penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor. Komposisi
gas yang terdapat di dalam biogas adalah methana (CH4) sebesar 40-70%, karbondioksida (CO2) sebesar
30-60% serta sedikit hidrogen (H2) dan hidrogen sulfida (H2S). Keuntungan lain yang diperoleh dari proses
pembuatan biogas adalah lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk.
Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti cara penggunaan gas lainnya yang mudah
terbakar. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan oksigen (O2). Meski demikian,
untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal perlu dilakukan proses pemurnian/penyaringan karena
biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan.

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 )

Proses Biogas

Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir.
Teknologi pembuatan biogas memanfaatkan kotoran organik, baik itu kotoran hewan maupun sampah
sayuran dan tumbuhan dengan memanfaatkan bakteri anaerobik yang terdapat dalam kotoran tersebut
untuk proses fermentasi yang menghasilkan semacam gas yang mengandung. Sampai tahun 1997 negara
yang paling, maju dalam aplikasi teknologi ini adalah India.

Keuntungan teknologi ini dibanding sumber energi alternatif yang lain adalah:

1. Menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari hari


Kotoran yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat digunakan sebagal pupuk organik yang sangat
baik.

2. Dapat mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan
penyakit bila kotoran hewan atau sampah tersebut ditimbun begitu saja.

3. Yang paling utama yaitu bisa mengurangi permasalahan penanggulangan sampah


atau kotoran hewan menjadi sesuatu yang bermanfaat

Bagaimana biogas terbentuk ?


Biogas dihasilkan apabila bahan bahan organik terdegradasi senyawa-senyawa pembentuknya dalam
keadaan tanpa oksgen atau biasa disebut kondisi anaerobik. Dekomposisi anaerobik ini biasa terjadi secara
alami di tanah yang basah, seperti dasar danau, dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu. Proses
dekomposisi lini dilakukan oleh bakteri bakteri dan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Dekomposisi
anaerobik dapat menghasilkan gas yang mengandung sedikitnya 60% metan. Gas inilah yang biasa disebut
dengan biogas dengan nilai heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran. Biogas dapat dihasilkan dari
dekomposisi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari
sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun. Gas yang dihasilkan
memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari jenis hewan yang menghasilkannya.

Proses dekomposisi anaerobik pada dasarnya adalah proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu :

1. Proses Asidifikasi (proses pengasaman)


Proses asidifikasi teradi karena kehadiran bakteri pembentuk asam yang disebut dengan bakteri asetogenik.
Bakteri ini akan memecah struktur organik kompleks menjadi asam asam volatil (struktur kecil). Protein
dipecah menjadi asam asam amino. Karbohidrat dipecah menjadi gula dengan struktur yang sederhana.
Lemak dipecah menjadi asam yang berantai panjang. Hasil dari pemecahan ini akan dipecah lebih jauh
menjadi asam asarn volaid. Bakteri asetogenik juga dapat melepaskan gas hidrogen dan gas
karbondioksida.

2. Proses Produksi Metan


Bakteri pembentuk metan (bakteri metanogenik) menggunakan asam yang terbentuk darl proses asidifikasi.
Selain itu juga terdapat bakteri yang dapat membentuk gas metan dari gas hidrogen dan karbondioksida
yang dihasilkan dari proses pertama.

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.3 )


Menuai Biogas dari Limbah

BIOGAS atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan
dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya
lagi. Pendeknya, segala jenis bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari
sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas.
Pembuatan dan penggunaan biogas sebagai energi seperti layaknya energi dari kayu bakar, minyak tanah,
gas, dan sebagainya sudah dikenal sejak lama, terutama di kalangan petani Inggris, Rusia dan Amerika
Serikat. Sedangkan di Benua Asia, tercatat negara India sejak masih dijajah Inggris sebagai pelopor dan
pengguna energi biogas yang sangat luas, bahkan sudah disatukan dengan WC biasa.
Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an, terutama
karena bertujuan memanfaatkan buangan atau sisa yang berlimpah dari benda yang tidak bermanfaat
menjadi yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah.
Berdasarkan bahan-bahan untuk membuat biogas, cara dan lingkungan untuk menghasilkannya,
sebenarnya biogas dapat dihasilkan di manapun. Pembuatan biogas bisa dalam bentuk yang sederhana
(untuk kepentingan rumah-tangga terbatas) ataupun dalam bentuk yang sedang atau besar (untuk
kepentingan bersama beberapa rumah atau lebih). Juga menyangkut tempat atau bejana untuk
membuatnya. Secara sederhana dari drum bekas yang masih kuat atau sengaja dibuat dalam bentuk bejana
dari tembok atau bahan-bahan lainnya.
Untuk sekadar memberikan gambaran, berikut ini akan diuraikan beberapa catatan yang berhubungan
dengan pembuatan dan penggunaan biogas yang dapat dilakukan di lingkungan pedesaan, baik secara
mandiri (perorangan) ataupun bersama-sama dengan tetangga, bahkan dalam bentuk usaha sekalipun.

Gas metan
Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan secara alami akan berurai,
baik akibat pengaruh lingkungan fisik (seperti panas matahari), lingkungan kimia (seperti dengan adanya
senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya jasad renik yang disebut mikroba, baik bakteri
ataupun jamur.
Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan terbentuk zat atau
senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau gas metan.
Gas metan yang bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang kemudian disebut biogas dengan
perbandingan 65 : 35. Seperti sampah atau jerami yang diproses menjadi kompos memerlukan persyaratan
dasar tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan sampah atau buangan menjadi biogas,
memerlukan persyaratan tertentu yang menyangkut:

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan. Hal ini menyangkut nilai atau bandingan antara unsur
C (karbon) dengan unsur N (nitrogen) yang secara umum dikenal dengan nama rasio C/N.
Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4 (gas metan) dan CO2 (gas
karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 - 25. Sehingga kalau menggunakan bahan
hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk,
perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55
atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil
biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi. Juga
sebaliknya kalau bahan yang digunakan berbentuk kotoran kandang, semisal dari kotoran kambing dengan
rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10
atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. Dengan nilai ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya,
sehingga mungkin akan membahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi proses
terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang memerlukan persyaratan hidup tertentu,
seperti juga manusia.

2. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N harus tepat. Jika
hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka bahan yang digunakan berbentuk
kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang
juga kering, maka diperlukan penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah mengandung bahan
organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan yang dicampur dengan sampah. Dalam
bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air tidak akan sebanyak pada bahan yang kering.
Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak
(berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan).

3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut "kesenangan" hidup bakteri pemroses
biogas antara 27ºC - 28ºC. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan
waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas
akan lebih lama.
4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan
yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Dalam kotoran kandang, lumpur selokan ataupun sampah dan
jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai
bahan-bahan tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi
CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.
Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya disebut bakteri
metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan
mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.

5. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama
sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan
terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup rapat.
Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas sesuai dengan persyaratan. Tetapi
kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar proses pembuatan biogas berjalan sebagaimana
mestinya.

Penggunaan
Biogas seperti pula gas lain yang sudah umum digunakan sebagai energi, dapat digunakan untuk banyak
kepentingan, terutama untuk kepentingan penerangan dan memasak. Masalahnya sekarang karena lampu
atau kompor yang sudah umum dan biasa dipergunakan untuk gas lain selain biogas tidak cocok untuk
pemakaian biogas, sebelumnya memerlukan perubahan atau penyesuaian tertentu terlebih dahulu. Hal ini
berkaitan karena bentuk dan sifat biogas berbeda dengan bentuk dan sifat gas lain yang sudah umum.
Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB misalnya, telah sejak lama membuat lampu atau kompor yang
dapat menggunakan biogas, yang asalnya dari lampu petromak atau kompor yang sudah ada. Perubahan
dan penyesuaian dari lampu petromak atau kompor gas biasa yang dapat menggunakan biogas didasarkan
kepada pertimbangan keselamatan dan penggunaan.
Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat cepat menyala. Karenanya kalau
lampu atau kompor mempunyai kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya. Berbeda dengan sifat gas
lainnya, sepeti gas-kota atau elpiji, maka karena berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi kebocoran
pada alat yang digunakan.
Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri. Artinya dari segi keselamatan pengguna.
Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api yang
kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.
Kompor biogas yang telah disusun dan diujicoba PTP ITB tersusun dari rangka, pembakar, spuyer, cincin
penjepit spuyer dan cincin pengatur udara, yang kalau sudah diatur akan mempunyai spesifikasi temperatur
nyala api dapat mencapai 560�C dengan warna nyala biru muda pada malam hari, dan laju pemakaian
biogas 350 liter/jam, serta harganya diperkirakan antara Rp 2.500,00 sampai Rp. 3.000,00 saja (catatan
tahun 1978).
Sedang lampu biogas yang juga telah diubah dan diujicoba dari lampu petromak yang terdiri dari tiang pipa
dan katup pengatur jarum spuyer, tiang pipa dan nosel spuyer, pipa pencampur gas dan udara, mur
penjepit reflektor, ruang pembakar, kaus, semprong (kaca pelindung berbentuk silinder) dan reflektor,
ternyata mempunyai harga antara Rp 4.500,00 sampai Rp 6.000,00 saja (tahun 1973). Untuk lebih jelasnya
kepada mereka yang membutuhkan keterangan lebih terperinci mengenai kompor dan lampu biogas ini,
sebaiknya berhubungan dengan Pusat Teknologi Pembangunan ITB, JIn. Ganesa 10, Bandung.
Bahan pembuat biogas merupakan bahan organik berkandungan nitrogen tinggi. Selama proses pembuatan
kompos yang akan keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan CO2.
Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam sisa bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik.

Bakteri metanogen merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Sumber
energi yang dapat dihasilkan oleh bakteri ini adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dilepaskan jika
bahan-bahan organik difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Proses fermentasi (penguraian
material organik) tersebut terjadi secara anaerob (tanpa oksigen).
Biogas terdiri atas beberapa macam gas, antara lain :
1. metana (55-75%),
2. karbon dioksida (25-45%),
3. nitrogen (0-0.3%),
4. hydrogen (1-5%),
5. hidrogen sulfida (0-3%), dan
6. oksigen (0.1-0.5%).

Persentase terbesar dalam biogas ini, metan, membuat gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan
kualitasnya dengan gas alam setelah dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal dari bahan-bahan organik yang tidak memerlukan waktu yang
terlalu lama dalam penguraiannya, seperti kotoran hewan, dedaunan, jerami, sisa makanan, dan sortiran
sayur. Dalam menghasilkan gas metan ini, bakteri metanogen tidak bekerja sendiri. Terdapat beberapa
tahap yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain. Berikut ini
merupakan tahapan dalam proses pembentukan biogas :

1. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi senyawa
yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi
menjadi senyawa dengan rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana. Kelompok
bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae yang
melakukan proses ini.
2. Asidogenesis
Asidogenesis adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen,Desulfovibrio, pada
tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang
umumnya asam asetat dan asam format.
3. Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan
seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah
asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi
dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan
(CH4) dan karbondioksida (CO2).
Penghasilan biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam proses
tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar bakteri-bakteri penghasil biogas dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1. Lingkungan abiotis
Bakteri yang dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhannya
(anaerobik). Oleh karena itu, biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak
langsung dengan Oksigen (O2)).
2. Temperatur
Secara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°C
b. Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°C
c. Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri, akan meningkatkan produksi biogas.
3. Derajat keasaman (pH)
Bakteri asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat keasaman optimum yang
sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4 dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang
sesuai bagi perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi bakteri pada
umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu dijaga dalam wilayah perkembangbiakan
optimum bagi bakteri agar produksi biogas stabil.
4. Rasio C/N bahan isian
Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N yang terlalu tinggi menandakan
konsumsi yang cepat oleh bakteri metanogenisis, hal itu dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan
rasio C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH dapat terus naik
pada keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat meracuni bakteri metanogen. Kadar C/N yang
sesuai dapat dicapai dengan mencampurkan beberapa macam bahan organik, seperti kotoran dengan
sampah organik.
Biogas yang dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di atas, dapat dijadikan sebagai
sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber energi fosil yang saat ini semakin menipis
jumlahnya. Meskipun sama-sama dihasilkan oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak
memerlukan waktu yang sangat lama seperti pembentukan energi fosil.
Prinsip Dasar Pembuatan Biogas

BIOGAS merupakan proses produksi energi berupa gas yang berjalan melalui proses biologis. Hal ini
menyebabkan terdapatnya berbagai komponen penting yang berpengaruh dalam proses pembuatan
biogas. Komponen biokimia (biochemist) dalam pembuatan biogas memerlukan perhatian penting.
Proses kerja dari komponen tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah, sehingga membuka peluang untuk
diadakannya penelitian lebih lanjut.

Gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi dari pembuatan biogas adalah berupa gas metan. Gas
metan ini diperoleh melalui proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme. Bahan-
bahan organik yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan sangat mudah, bahkan dapat diperoleh dalam
limbah. Proses produksi peternakan menghasilkan kotoran ternak (manure) dalam jumlah banyak. Di
dalam kotoran ternak tersebut terdapat kandungan bahan organik dalam konsentrasi yang tinggi.

Gas metan dapat diperoleh dari kotoran ternak tersebut setelah melalui serangkaian proses biokimia
yang kompleks. Kotoran ternak terlebih dahulu harus mengalami dekomposisi yang berjalan tanpa
kehadiran udara (anaerob). Tingkat keberhasilan pembuatan biogas sangat tergantung pada proses yang
terjadi dalam dekomposisi tersebut.

Salah satu kunci dalam proses dekomposisi secara anaerob pada pembuatan biogas adalah kehadiran
mikroorganisme. Biogas dapat diperoleh dari bahan organik melalui proses "kerja sama" dari tiga
kelompok mikroorganisme anaerob. Pertama, kelompok mikroorganisme yang dapat menghidrolisis
polimer-polimer organik dan sejumlah lipid menjadi monosakarida, asam-asam lemak, asam-asam
amino, dan senyawa kimia sejenisnya.

Kedua, kelompok mikroorganisme yang mampu memfermentasi produk yang dihasilkan kelompok
mikroorganisme pertama menjadi asam-asam organik sederhana seperti asam asetat. Oleh karena itu,
mikroorganisme ini dikenal pula sebagai mikroorganisme penghasil asam (acidogen).

Ketiga, kelompok mikroorganisme yang mengubah hidrogen dan asam asetat hasil pembentukan
acidogen menjadi gas metan dan karbondioksida. Mikroorganisme penghasil gas metan ini hanya bekerja
dalam kondisi anaerob dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme penting dalam
kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu memanfaatkan (utilized) hidrogen dan
asam asetat.

Metanogen terdapat dalam kotoran sapi yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan biogas.
Lambung (rumen) sapi merupakan tempat yang cocok bagi perkembangan metanogen. Gas metan
dalam konsentrasi tertentu dapat dihasilkan di dalam lambung sapi tersebut. Proses pembuatan biogas
tidak jauh berbeda dengan proses pembentukan gas metan dalam lambung sapi. Pada prinsipnya,
pembuatan biogas adalah menciptakan gas metan melalui manipulasi lingkungan yang mendukung bagi
proses perkembangan metanogen seperti yang terjadi dalam lambung sapi.

Metanogen membutuhkan kondisi lingkungan yang optimal untuk dapat memproduksi gas metan.
Metanogen sangat sensitif terhadap kondisi di sekitarnya. Bahan organik dalam kotoran sapi dapat
menghasilkan gas metan apabila metanogen bekerja dalam ruangan hampa udara. Oleh karena itu,
proses pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dilakukan dalam sebuah reaktor atau digester yang
tertutup rapat untuk menghindari masuknya oksigen. Reaktor harus bebas dari kandungan logam berat
dan sulfida (sulfides) yang dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme.

Jumlah metanogen dalam kotoran sapi belum tentu dapat menghasilkan gas metan yang diinginkan. Gas
metan diperoleh melalui komposisi metanogen yang seimbang. Jika jumlah metanogen dalam kotoran
sapi masih dinilai kurang, maka perlu dilakukan penambahan metanogen tambahan berbentuk strater
atau substrat ke dalam reaktor.

Metanogen dapat berkembang dengan baik dalam tingkat keasaman (pH) tertentu. Lingkungan cair
(aqueous) dengan pH 6,5 sampai 7,5 di dalam reaktor merupakan kondisi yang cocok bagi pembentukan
gas metan oleh metanogen. Tingkat keasaman di dalam reaktor harus dijaga agar tidak kurang dari 6,2.

Untuk memperoleh biogas yang sempurna, ketiga kelompok mikroorganisme tadi harus bekerja secara
sinergis. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ketiganya menjadi tidak optimal
dalam menjalankan perannya masing-masing. Contohnya, jumlah kandungan bahan organik yang terlalu
banyak dalam kotoran sapi akan membuat kelompok mikroorganisme pertama dan kedua untuk
membentuk asam organik dalam jumlah banyak sehingga pH akan turun drastis. Hal itu akan
menciptakan lingkungan yang tidak cocok bagi kelompok mikroorganisme yang ketiga. Akhirnya, gas
metan yang dihasilkan akan sedikit, bahkan tidak menghasilkan gas sama sekali.

Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembuatan biogas diperlukan ketelitian untuk memberikan
lingkungan yang optimal bagi pembentukan gas metan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
pengontrolan terhadap berbagai aspek, seperti tingkat keasaman, kandungan dalam kotoran sapi (C/N),
temperatur, hingga kadar air. Selain itu, reaktor yang digunakan harus memenuhi syarat dan
kapasitasnya sesuai dengan jumlah kotoran sapi sebagai input.

Manfaat lainnya

Sisa kotoran sapi yang telah digunakan dalam proses pembuatan biogas dapat dimanfaatkan menjadi
pupuk. Jika kandungan gas metan dalam kotoran sapi telah diperoleh, maka kotoran tersebut dapat
diambil dari reaktor dan digunakan sebagai kompos. Pupuk kompos dapat menyuburkan tanah dan tidak
mengandung bahan kimia, sehingga penggunaannya dapat mendukung gerakan pertanian organik
(organic farming).

Teknologi pembuatan biogas ini sangat ramah terhadap lingkungan karena tidak meninggalkan residu
dan emisi gas berbahaya.

Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan
organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada
umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.

Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti
limbah ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak terdapat
industri pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, limbahnya bisa
diproses menjadi biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di
sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan
organik yang homogen. Pada makalah ini pembahasan dibatasi hanya pada pengolahan limbah
ternak menjadi biogas.

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah
tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit
telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain. Semakin berkembangnya
usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha
dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urin merupakan limbah ternak yang
terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi,
kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg
feses .

Selain menghasilkan feses dan urin, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas
metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab
terhadap pemanasan global dan perusakan ozon. Kontribusi emisi metan dari peternakan
mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per
unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan
rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan
.

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong
kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran
air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama
satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 107 m3 air. Selain melalui air, limbah
peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang
biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 %
merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat .

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu
dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling
hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi
sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000
mg/m3).

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar
nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana
kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat
terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses
nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.
Tinja dan urin dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja
penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores.Spora anthrax dapat tersebar
melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora.

Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar
1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya .

Penanganan Limbah Ternak

Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana
pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan
limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau
menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan
mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan.
Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering. Proses
pembuatan kompos seperti ini menyebabkan gas metan yang terbentuk dibrbaskan ke atmosfer.

Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik
disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah dan
termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi.Metode ini hanya digunakan untuk
memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam
pengolahan secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.

Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang bisanya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik.Metode ini umumnya
digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi
padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan
ekstrasi.

Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan
organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik
saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau
didahului denghan pengolahan secara fisik.

Pemanfaatan Limbah Ternak

Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui
(renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang
potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein,
lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat
yang lain (unidentified substances).Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan
ternak, pupuk organik, energi (biogas) dan media berbagai tujuan. Pada makalah ini dibahas
pemanfaatan limbah kotoran ternak ruminansia manjadi biogas saja, tanpa mengesampingkan
manfaat lain yang dapat diambil.

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan


menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat
dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan
bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan
mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin
dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya
sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh
bahwa tinja sapi mengandung :
1. 22.59% sellulosa,
2. 18.32% hemi-sellulosa,
3. 10.20% lignin,
4. 34.72% total karbon organik,
5. 1.26% total nitrogen,
6. 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K.

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga
tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis
terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek
menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer.

Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.Produk akhir dari gula-
gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan
sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik
adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan
perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk biogas.

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil
fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan
(CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900
kkal/m3. Produksi biogas sebanyak 1275-4318 l dapat digunakan untuk memasak, penerangan,
menyeterika dan menjalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah terbukti dalam penelitian ketika
diproses dalam alat penghasil biogas (digester) menghasilkan biogas yang sangat
memuaskan(Harahap et al., 1980).

Proses pembuatan biogas ini dilakukan secara biologis dengan memanfaatkan sejumlah
mikroorganisme anaerob. Bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam tahap-tahap proses
pembuatan biogas antara lain :

1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi
senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik, CO2, H2, H2S.
2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik, dan senyawa netral
yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan hidrogen.

3. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-asam lemak dan
alkohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri pembentuk metan antara lain
Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanosarcina.

Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Bahan organik dimasukkan ke
dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang
selanjutnya akan menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas yang telah terkumpul di dalam
digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki penyimpan gas atau langsung ke
lokasi penggunaannya, misalnya kompor atau lampu.

Jenis limbah ternak ruminansia yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem
biogas. Selain itu limbah ternak ruminansia yang diproses menjadi biogas memerlukan
persyaratan dasar tertentu, yaitu persyaratan tertentu yang menyangkut:

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan.

Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk digunakan sebagai
bahan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau
disebut rasio C/N. Perubahan senyawa organik dari limbah ternak ruminansia menjadi CH4 (gas
metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 – 25.
Sehingga kalau menggunakan limbah ternak ruminansia hanya berbentuk jerami dengan rasio-
C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35
tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60
serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan
mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi.

Juga sebaliknya kalau limbah ternak ruminansia yang digunakan berbentuk kotoran saja,
semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai
bandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. Dengan nilai
ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya, sehingga mungkin akan
rnembahayakan pengguna.

Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang
memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia.

2. Kadar air

Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N
harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka semisal
limbah ternak ruminansia yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan
sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka diperlukan
penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah
mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan
atau manure dari peternakan. Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air
tidak akan sebanyak pada bahan yang kering.

Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan
terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan), ada perbandingan yang
berpengaruh pada optimalisasi konversi gas metan.

3. Temperatur

Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut kondisi optimal hidup
bakteri pemroses biogas yaitu antara 27° – 28°C. Dengan temperatur itu proses pembuatan
biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu
rendah , maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.

4. Bakteri penghasil metan (metanogens)

Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan
bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Dalam limbah ternak ruminansia semisal
kotoran kandang, limbah rumah pemotongan ataupun rumput dan jerami, serta bahan-bahan
buangan lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut
didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang
diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.

Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya
disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya
sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.

5. Aerasi

Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal pembuatan biogas maka
udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat. Keberadaan udara menyebabkan gas
CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup
rapat.

Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas sesuai dengan yang
diharapkan semisal, pengadukan, pH dan tekanan udara. Tetapi kelima syarat tersebut sudah
merupakan syarat dasar agar proses pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya.

Digester (bio reaktor)

Bahan yang dapat digunakan untuk membuat digester, alat atau bejana pembuat dan
penampung biogas, juga tidak perlu dari bahan yang mahal atau sukar untuk didapatkannya.
Drum bekas asal masih kuat, merupakan bahan yang paling umum dipergunakan. Digester
bentuk bejana dari tembok juga sering digunakan untuk proses pembuatan biogas yang lebih
besar kapasitasnya. Bahan plastik juga bias dijadikan digester tapi sebaiknya memakai plastik
polyotilen. Bahan-bahan yang lain juga bisa dipakai asal kedap udara.

Membuat biogas bukan semata-mata tergantung kepada bahan yang dipergunakan,


kepada alat atau bejana yang digunakan, tetapi juga masih ada faktor-faktor lain yang
menyertainya, yang langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil.

Misalnya kita sudah memasukkan bahan-bahan yang diperlukan dalam bejana pembuat
yang disertai dengan starter yang dibutuhkan. Tetapi ternyata beberapa hari kemudian, tekanan
bejana penampung hasil tidak naik-naik. Kalau hal ini terjadi ada dua kemungkinan
penyebabnya. Pertama bejana penampung hasil bocor, hingga secepatnya harus dicari dan
ditambal atau proses pembuatan biogas tidak berjalan.

Keamanan

Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat tinggi dan cepat
daya nyalanya. Karenanya sejak biogas berada pada bejana pembuatnya sampai digunakan untuk
penerangan ataupun memasak, harus selalu dihindari kehadirannya dari api yang dapat
menyebabkan kebakaran atau ledakan. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
kebocoran pada peralatan yang tidak diketahui.

Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan masalah tersendiri. Artinya dari segi
keselamatan pengguna. Sehingga tempat pembuatan atau penampungan biogas harus selalu
berada jauh dari sumber api yang kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya
besar. Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya setiap digester atau penampung gas metan
dilengkapi dengan pengukur tekanan sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya kecelakaan
atau ledakan.

Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang
lain. Pembakaran biogas dilakukan dengan mencampurnya dengan sebagian oksigen (O2).
Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yangoptimal, perlu dilakukan pra
kondisi sebelum biogas dibakar yaitu melalui proses pemurnian /penyaringan karena biogas
mengandung beberapa gas lain yang tidakmenguntungkan. Sebagai salah satu contoh, kandungan
gas hidrogen sulfida yang tinggi dalam biogas, jika dicampur dengan oksigen dengan
perbandingan 1:20, makaakan menghasilkan gas yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini
belum pernah dilaporkan terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana.

Limbah Biogas

Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk
organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan olehtanaman. Bahkan, unsur-unsur
tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia.
Bahan pembuat biogas juga merupakan bahan organik berkandungan nitrogen tinggi. Selama
proses pembuatan kompos yang akan keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0
dalam bentuk CH4 dan CO2. Karenanya nitrogen yang ada akan tetap bertahan dalam sisa bahan,
kelak menjadi sumber pupuk organik.
Pupuk organik yang dihasilkan dari memiliki kualitas yang baik, yang merupakan sisa
proses fermentasi untuk mendapatkan biogas, dikarenakan bakteri patogen dan biji tanaman
gulma dalam kotoran ternak menjadi mati selama proses fermentasi, dan pupuk kandang tersebut
langsung dapat digunakan sebagai pupuk terhadap tanaman.

KESIMPULAN

1. Limbah ternak ruminansia berpeluang mencemari lingkungan jika dibuang langsung ke


lingkungan. Namun memperhatikan komposisinya, limbah ternak ruminansia masih dapat
dimanfaatkan lagi sebagai bahan pembuatan biogas.

2. Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu
tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biogas :

a. Kandungan kimia dalam bahan.

b. Kadar air.

c. Temperatur.

d. Bakteri penghasil metan.

e. Tekanan udara.

f. Aerasi.

g. Pengadukan

h. pH

4. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar maka perlu penanganan khusus pada keamanannya.

5. Limbah biogas merupakan pupuk organik yang mempunyai kualitas tinggi.

Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas:
1. Kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae,
2. Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio,
3. Kelompok bakteri metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan
Methanococcus.

Anda mungkin juga menyukai