Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH

PELEBURAN DAN PEMADUAN 1

Disusun Oleh:
Nama : Eko Heryanto
Nim : 2613151068
Kelas : TME-B
Mata Kuliah : Peleburan dan Pemaduan 1
Dosen Mata Kuliah : Dr. Ing. Ir. Supono Adi Dwiwanto

JURUSAN TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
BANDUNG
2018
TUNGKU INDUKSI
Sebuah tungku induksi atau tanur induksi adalah tungku listrik di mana panas
diterapkan dengan pemanasan induksi logam. Keuntungan dari tungku induksi
adalah, proses peleburan hemat energi dan baik-dikendalikan bersih dibandingkan
dengan kebanyakan cara lain peleburan logam. Pada tungku induksi ini konversi
energi yang terjadi yaitu dari energi listrik menjadi energi panas. Energi panas
terjadi karena tungku di aliri oleh energi listrik maka dari energi panas tersebut
tungku dapat melebur logam.
Secara umum tanur induksi digolongkan sebagai tanur peleburan (melting
furnace) dengan frekuensi kerja jala-jala (50 Hz) sampai frekuensi tinggi (10000
Hz) dan tanur penahan panas (holding furnace) yang bekerja pada frekuensi jala-
jala. Prinsip kerja induction furnace hampir sama dengan kerja transformator,
dimana ada lilitan litsrik berfrekuensi tinggi, maka akan didapatkan atau timbul arus
induksi dalam lilitan sekunder yang terdiri dari crucible dan isian logam cair.
Nilai frekuensi dalam sebuah tungku induksi nilainya bisa mencapai 2000Hz,
dan tegangan DC nya pun bisa diatur mengikut hingga mencapai 800VDC. Dalam
hal pengaturan nilai-nilai listriknya (frekuensi dan tegangan), sebuah tungku
induksi menggunakan komponen utama yang dinamakan "THYRISTOR" dalam
panel sumber tenaga listriknya.
Tanur induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan kumparan primer
dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder
yang diletakkan didalam medan mahnit kumparan primer akan menghasilkan arus
induksi. Berbeda dengan transformator, kumparan sekunder digantikan oleh bahan
baku peleburan serta dirancang sedemikian rupa agar arus induksi tersebut berubah
menjadi panas yang sanggup mencairkannya.
Sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan, tanur induksi dikatagorikan
sebagai tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz – 60 Hz) dengan kapasitas lebur
diatas 1 ton/jam dan tanur induksi frekuensi menengah (150 Hz – 10000 Hz) untuk
tanur dengan kapasitas lebur rendah.
Frekuensi jala-jala pada tanur induksi frekuensi menengah diubah terlebih dahulu
dengan menggunakan thyristor menjadi frekuensi yang lebih tinggi sebelum
dialirkan kekumparan primer.
Skema tanur induksi frekuensi menengah.

Secara umum tanur induksi terdiri dari 2 jenis yaitu:


1. Tanur induksi jenis saluran, yang digunakan sebagai holding furnace
(hanya berfungsi untuk menahan temperatur cairan agar tidak turun).
2. Tanur induksi jenis krus, yang digunakan sebagai tanur peleburan.

Prinsip pemanasan tanur induksi jenis saluran.

Pemanasan hanya dilakukan pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang
panas akan bergerak keatas, sedangkan bahan cair yang dinggin bergerak kebawah
mengisi saluran. Dengan demikian cairan didalam tanur akan mengalami sirkulasi.
Potongan melintang tanur induksi jenis saluran.

Prinsip pemanasan tanur induksi jenis krus.

Potongan melintang tanur induksi jenis krus.


Tanur induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan
ukuran dan jenis bahan yang dilebur, sehingga terdapat tanur induksi frekuensi jala-
jala, tanur induksi frekuensi menengah dan tanur induksi frekuensi tinggi.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih frekuensi kerja tanur
induksi adalah hubungannya dengan ukuran minimum bahan baku yang dapat
ditembus oleh frekuensi tersebut, sebagai berikut:

dimana:
δ = kedalaman penetrasi elektromagnetik [m].
K = Konstanta bahan baku.
f = Frekuensi kerja [Hz].
Ukuran minimum bahan baku yang dapat dilebur tanpa bantuan cairan adalah:
D = 3,5 x δ
Oleh Brown Bovery Co. ditabelkan sebagai berikut.

Dimensi minimum bahan baku [mm]


Dengan demikian bahan baku peleburan pada tanur induksi dengan frekuensi
kerja terpasang yang memiliki dimensi lebih kecil dari harga yang tertulis pada tabel
diatas, harus dilebur dengan bantuan sisa cairan didalam tanur. Pada tanur induksi
frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi bahan baku minimumnya
sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu dimulai dengan bahan berukuran
besar sebagai starting-block serta selalu disisakan sekurang-kurangnya 1/3 cairan
didalam tanur untuk membantu proses peleburan berikutnya.
Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir didalam cairan
maka akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai stirring. Kualitas dan
kuantitas stirring ditentukan oleh tinggi atau rendahnya frekuensi kerja dan jumlah
fasa listrik yang digunakan.
Stirring pada 1 fasa (a) dan 3 fasa (b).
Sedangkan frekuensi kerja yang semakin rendah akan mengakibatkan stirring
secara kualitatif menjadi semakin besar namun kuantitatif sedikit sehingga akan
muncull sebagai gejolak cairan. Frekuensi kerja yang semakin tinggi akan
mengakibatkan stirring yang terjadi kecil namun merata disetiap bagian dari cairan,
sehingga cairan akan tampak lebih tenang.
Proses peleburan dengan tanur induksi akan semakin efisien bila
menggunakan bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan
yang diperoleh dari bahan masif adalah:
1. Bahan yang dilewati oleh medan induksi lebih banyak sehingga
menghasilkan enerji panas yang lebih besar.
2. Permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara sedikit sehingga
mengurangi efek oksidasi.
3. Bahan homogen dengan komposisi yang serupa sehingga mengurangi
faktor kesalahan peramuan.
4. Mengurangi kemungkinan bahan asing dan kotoran ikut terbawa pada
saat pemuatan sehingga lebih dapat menjamin pencapaian komposisi
yang dikehendaki serta mengurangi terak ataupun bahaya-bahaya lain
yang ditimbulkannya.
Ketersediaan cairan didalam tanur juga akan dapat meningkatkan kecepatan
peleburan. Maka dalam hal pemuatan bahan kedalam tanur indsuksi berlaku urutan
sebagai berikut:
Tanur induksi frekuensi jala-jala:
1. Sarting blok untuk awal peleburan.
2. Sisa cairan, yaitu 1/3 dari kapasitas tanur untuk peleburan lanjutan.
3. Besi kasar.
4. Bahan daur ulang.
5. Besi bekas.
6. Baja bekas.
7. Carburisher (bersama baja bekas).
8. Bahan paduan, dimana paduan dengan kehilangan terbakar (melting
loss) tinggi dimuatkan paling akhir.
Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi tanur induksi frekuensi jaringan, sebab
tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2
adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8
merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.
Tanur induksi frekuensi menengah dan tinggi:
1. Sarting blok untuk awal peleburan (bila tersedia).
2. Besi kasar.
3. Bahan daur ulang.
4. Besi bekas.
5. Baja bekas.
6. Carburisher (bersama baja bekas).
7. Bahan paduan, dimana padfuan dengan kehilangan terbakar (melting
loss) tinggi dimuatkan paling akhir.
Penggunaan tanur induksi di industri pengecoran logam dewasa ini telah
semakin berkembang. Hal ini terutama karena tanur induksi menjanjikan beberapa
kelebihan antara lain:
1. Hasil peleburan bersih.
2. Mudah dalam mengatur/mengendalikan temperatur.
3. Komposisi cairan homogen.
4. Efisiensi penggunaan energi panas tinggi.
5. Dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material.
Namun demikian terdapat pula hambatan/kendala yang perlu diperhatikan
yaitu:
1. Infestasi biaya beban tetap yang cukup besar menuntut loading yang
tinggi.
2. Biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.
3. Dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam
mengoperasikannya.
4. Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan enerji listrik
yang sangat besar.
5. Biaya perawatan besar.
Dengan demikian walaupun tanur induksi menjanjikan banyak keuntungan
namun menuntut perlakuan dan pengoperasian yang BENAR meliputi:
1. Keterampilan operator.
2. Penggunaan bahan baku dengan spesifikasi jelas.
3. Preventive maintenance yang intensive.

Anda mungkin juga menyukai