Anda di halaman 1dari 6

STEP 3 NO 3

Keluhan perdarahan yang dikeluhkan pasien dapat dihubungkan dengan terakhir kali pasien
haid yaitu 1 bulan yang lalu, 3 minggu setelah haid berakhir, keluar perdarahan dari jalan
lahir tetapi hanya berupa flek- flek selama 2 hari. Siklus haid umumnya berlangsung selama
28 hari, dengan kisaran 25 – 32 hari. Maka perdarahan yang dialami oleh pasien,
kemungkinan terjadi karena memang pasien sudah memasuki siklus haidnya kembali.
Dimana siklus haid dapat dijelaskan sebagai berikut :

Siklus ovarium

Durasi rata-rata pada siklus ini kurang lebih 28 hari (dari rentang 25-32 hari). Terjadinya
suatu peristiwa hormonal menyebabkan ovulasi dan pada akhirnya mengarah ke siklus
menstruasi. Perubahan histologis pada endometrium (siklus uterus) selalu berjalan bersamaan
dan berkesinambungan dengan siklus ovarium. Siklus ovarium dibagi menjadi 3 fase, yakni :

a. Fase folikuler (fase preovulasi)

Panjang fase folikuler berkisar antara 10-14 hari. Selama fase ini terdapat proses
steroidogenesis, folikulogenesis, dan oogenesis/meiosis yang saling terkait satu sama lain.
Fase ini diawali dengan pertumbuhan dari folikel antral, namun pada hari ke 5-7 hanya satu
folikel dominan yang tetap tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun. Folikulogenesis
sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum seorang wanita dilahirkan, diawali dari folikel
primordial, kemudian folikel preantral, folikel antral hingga menjadi folikel preovulasi
(Prawihardjo, 2011).
b. Fase ovulasi
Pada fase ovulasi, lonjakan LH sangat penting untuk proses keluarnya oosit dan folikel.
Lonjakan LH disebabkan oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh folikel
preovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 34-36 jam setelah lonjakan estrogen dan 10-12 jam
setelah paskapuncak LH, 34-36 jam paskaawal lonjakan LH. Lonjakan LH memacu sekresi
prostaglandin dan progesteron bersama lonjakan FSH mengaktivasi enzim proteolitik
menyebabkan dinding folikel pecah. Pecahnya dinding tersebut menyebabkan oosit sekunder
keluar yang nantinya akan ditangkap oleh fimbriae tuba falopi. Lama kelamaan seluruh sel
granulosa yang melekat pada membran basalis pada seluruh dinding folikel berubah menjadi
sel luteal (Prawihardjo, 2011).

c. Fase luteal (fase paskaovulasi)

Menjelang dinding folikel pecah dan keluarnya oosit saat ovulasi, sel granulosa menjadi
membesar dan timbul vakuol beserta penumpukan pigmen kuning, lutein proses luteinisasi
yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. 2 hari paskaovulasi, pembuluh-pembuluh
darah dan kapilerkapiler menginvasi lapisan sel granulosa. Neovaskularisasi yang
berlangsung dengan cepat ini diakibatkan oleh produksi dari VEGF (vascular endothelial
growth factor) dan angipoetin sebagai respon terhadap LH. Selama luteinisasi, sel-sel ini
menjadi hipertrofi, dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menghasilkan hormon-hormon.
Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen maupun androgen.
Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat bergantung pada tonus kadar
LH pada fase luteal. Kadar progesteron dan estradiol mencapai puncaknya sekitar 8 hari
paskalonjakan LH, dan kemudian menurun perlahan jika tidak terjadi pembuahan, GnRH
kembali meningkat sehingga kembali lagi ke fase folikuler dan siklus ovarium yang baru
dimulai lagi. Korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 paskaovulasi, diduga akibat
luteolisis estrogen yang dihasilkan oleh korpus luteum sendiri. Namun apabila terjadi
pembuahan sekresi progesteron tidak akan menurun karena diselamatkan oleh hCG (human
chorionic gonadotropin) (Prawihardjo, 2011).

Siklus uterus (endometrial)


Uterus merupakan organ target steroid seks ovarium, sehingga perubahan histologik pada
dinding endometrium selaras dengan pertumbuhan folikel atau seks steroid yang
dihasilkannya. Lapisan endometrium yang berperan dalam proses menstruasi hanyalah
stratum fungsionalis, hal ini dikarenakan lapisan ini memberi respons terhadap stimulus
steroid seks. Pada akhir fase luteal ovarium, sekresi estrogen dan progesteron menurun drastis
sehingga mengakibatkan stratum fungsionalis terlepas atau meluruh, dan menyisakan stratum
basalis sedikit bagian dari stratum fungsionalis. Selanjutnya endometrium yang tipis tersebut
memasuki siklus haid berikutnya. Selama satu siklus haid pertumbuhan dinding endometrium
melalui beberapa fase, yakni :

a. Fase proliferasi (berlangsung selama 5-7 hari, atau cukup lama 21-30 hari)
Fase ini dikaitkan dengan fase folikuler. Pada siklus haid, fase akhir luteal, terdapat stratum
basalis dan sedikit sisa lapisan stratum fungsionalis dengan ketebalan yang beragam. Pada
fase folikuler, folikulogenesis menghasilkan steroid seks. Steroid seks terutama estrogen ini
akan memicu pertumbuhan dinding endometrium untuk kembali menebal. Pertumbuhan
endometrium dinilai dari penampakan histologi dari kelenjar, stroma dan pembuluh darah
(arteria spiralis). Pada awalnya kelenjar lurus pendek, ditutup oleh epitel silindris pendek.
Kemudian epitel kelenjar mengalami proliferasi dan pseudostratifikasi, melebar kesamping
sehingga mendekati dan bersentuhan dengan kelenjar disebelahnya. Epitel penutup
permukaan kavum uteri yang rusak dan hilang saat haid sebelumnya terbentuk kembali.
Stroma endometrium awalnya padat akibat haid sebelumnya menjadi edema dan longgar.
Arteri spiralis lurus tidak bercabang, menembus stroma, menuju permukaan kavum uteri
sampai tepat dibawah membran epitel penutup permukaan kavum uteri. Tepat dibawah epitel
permukaan kavum uteri, arteri spiralis membentuk anyaman longgar pembuluh darah kapiler.
Ketiga komponen endometrium, kelenjar, stroma, dan endotel pembuluh darah mengalami
proliferasi dan mencapai puncaknya pada hari ke 8-10 siklus, sesuai dengan puncak kadar
estradiol serum, dan kadar reseptor estrogen di endometrium. Proliferasi endometrium
tampak jelas pada stratum fungsionalis, di dua pertiga atas korpus uteri, tempat sebagian
besar implantasi blastosis terjadi. Tebal endometrium pada awal fase proliferasi kurang lebih
sekitar 0,5mm kemudian tumbuh menjadi 3,5-5 mm (Rajkovic et al., 2006).

Pada fase ini, hormon yang sangat berperan adalah estrogen. Estrogen adalah hormon yang
memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino. Selain itu estrogen juga
memiliki peran dalam meningkatnya jumlah sel mikrovili yang memiliki silia, sel bersilia
tersebut nantinya agak bergerak sesuai pola dan irama yang dapat membantu proses
penyebaran dan distribui sekresi endometrium selama fase sekresi. Stroma endometrium yang
kempis pada saat haid menjadi mengembang kembali dan merupakan komponen pokok
pertumbuhan penebalan kembali endometrium. Limfosit dan makrofag banyak ditemukan
didalam stroma sepanjang siklus haid (Rajkovic et al., 2006).

b. Fase sekresi (berlangsung selama kurang lebih 12-14 hari5)

Korpus luteum yang terbentuk selama fase luteal menghasilkan estrogen dan progesteron
ternyata juga ikut berperan dalam pertumbuhan endometrium dari fase proliferasi menjadi
fase sekresi. Aktivitas sekresi didalam sel kelenjar yang disertai dengan pergerakan vakuol
dari intraseluler menuju intraluminal dapat dilihat 7 hari paskaovulasi. Pada fase sekresi,
tampak kelenjar menjadi lebih berliku- liku dan menggembung, dimana epitel tersusun rapih
seperti gigi, dengan stroma menjadi edem serta arteri spiralis menjadi terpilin. Kelenjar-
kelenjar juga menjadi lebih aktif mengeluarkan glikoprotein dan peptida kedalam kavum
uteri, selain itu didapati pula transudasi plasma (Cunningham et al., 2010).

c. Fase implantasi

Pada 7 hari paskaovulasi atau hari ke-21 -22 (siklus 28 hari), yakni pertengahan fase luteal,
saat puncak kadar estrogen dan progesteron yang bertepatan dengan fase implantasi, stroma
mengalami edema hebat. Kadar estrogen dan progesteron yang meningkat hebat pada hari ke
7 paskaovulasi menyebabkan beberapa hal :

- Memicu sintesis prostaglandin sehingga menyebabkan permeabilitas pembuluh darah


kapiler meningkat dan terjadilah edema stroma

- Terjadinya proliferasi arteri spiralis. Pada hari ke 22-23 siklus mulai terjadi desidualisasi
endometrium, dimana tampak sel predesidua disekitar pembuluh darah, inti sel membesar,
aktivitas mitosis meningkat dan membentuk membran basal. Desidua merupakan derivat
sel stroma yang berperan penting selama masa kehamilan. Sel desidua berfungsi sebagai :

- Mengendalikan invasi trofoblas

- Menghasilkan hormon otokrin dan parakrin untuk jaringan fetal maupun maternal

- Homeostasis baik pada proses implantasi/kehamilan maupun pada saat proses perdarahan
atau haid. Selama proses implantasi, sangat dibutuhkan endometrium yang tidak mudah
berdarah dan uterus maternal harus dapat bertahan terhadap invasi. Hal ini dicegah oleh kadar
aktivator plasminogen dan ekspresi enzim yag menghancurkan matriks stroma ekstraseluler
(seperti kelompok Matrix Metalloproteinase / MMPs) menurun. Selain itu kadar PAI -1
meningkat.
(Cunningham et al., 2010).

d. Fase deskuamasi
Pada hari ke 23 siklus menjelang haid, predesidual membentuk lapisan kompaktum pada
bagian atas lapisan fungsionalis endometrium. Bila tidak terhadi kehamilan maka usia korpus
luteum akan berakhir diikuti kadar estrogen dan progesteron yang semakin menurun
(Cunningham et al., 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Prawihardjo, S. 2011. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Laveno, J.K., Gauth, J.C., Gilstrap, L.C., Wenstron, K.D.
2010. Maternal Physiology. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGrawHill
Medical Publishing Division..

Rajkovic, A., Stephanie, A.P., Martin, M.M. 2006. Follicular Development : Mouse, Sheep
and Human Model. In. Neill Jimmy D. K nobil and Neill’s Physiology of Reproduction. 3rd
ed. London: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai