Anda di halaman 1dari 45

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan
kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker
merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular
(Ama, 1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per
tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah
penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya
ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait, 1996).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker
leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan
tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker
payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih
dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey,
2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut
golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu
dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam
keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah.
Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam
stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85
s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah
sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat
tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau
2

radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan


kesembuhan 75% (Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan
teknologi canggih, ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan
upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-
menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur produktif. Informasi
tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan
hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara
dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mammae
2.1.1. Anatomi mammae

Gambar 2.1. Gambaran Umum


Mammae dextra dan mammae sinistra berisi glandula mammaria dan terdapat
dalam fascia superficialis dinding thorax ventral. Pada wanita dan pria memiliki
sepasang mamma, namun pada pria glandula mamma tersebut tidak berkembang dan
mengalami rudimenter.
Mammae terletak di bagian anterior dan termasuk bagian dari lateral thoraks.
Kelenjar susu yang bentuknya bulat ini terletak di fasia pektoralis. Mammae melebar
ke arah superior dari iga dua, inferior dari kartilago kosta enam dan medial dari
sternum serta lateral linea midaksilanis. Pada bagian mammae yang paling menonjol
terdapat sebuah papilla, dikelilingi oleh daerah yang lebih gelap yang disebut areola.
Terdapat Langer lines pada kompleks nipple(papilla)-areola yang melebar ke luar
secara sirkumfranse (melingkar). Langer lines ini signifikan secara klinis kepada ahli
bedah dalam menentukan area insisi pada biopsi mammae. Pada bagian lateral
4

atasnya jaringan kelenjar ini keluar dari lingkarannya ke arah aksila, disebut
penonjolan Spence atau ekor payudara.

Gambar 2.2. Anatomi Mammae


Mammae berisi 15-20 lobus glandula mammaria yang tiap lobusnya terdiri
dari bebrapa lobulus. Tiap-tiap lobulus memiliki saluran kearah papilla yang disebut
ductus laktiferus. Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara kulit dan
kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak yang disebut ruang retromamer.
Diantara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum suspensorium
Cooper yang berfungsi sebagai penyangga.
Struktur payudara terdiri atas:
- Parenkim epithelial
- Lemak, pembuluh darah, syaraf dan saluran getah bening
- Otot dan fasia
> Kuadran Payudara
Untuk kepentingan anatomis dan mendeskripsikan letak tumor, permukaan payudara
di bagi menjadi 4 kuadran:
 Superior (upper) medial
 Inferior (lower) medial
5

 Superior (upper) lateral


 Inferior (lower) lateral

Gambar 2.3 Kuadran Payudara (Sumber: Hughes et al., 2012)


2.1.2. Vaskularisasi dan Persyarafan
1. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:
a. Rami intercostales arterioles dari anteria thoracica interna, yaitu salah satu
cabang dari arteri subclavia
b. Arteri thoracica lateralis (a. mamania ekstema) dan arteri thoracoacromialis,
yaitu cabang dari arteri axillanis
c. Arteri intercostales posterior, cabang pars thoracica aortae dalam spatial
intercostales I, II. dan IV
2. Vena
Pada payudara terdapat tiga grup vena:
a. Cabang-cabang perforantes v. mammaria intema
b. Cabang-cabang v. aksilaris
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada v. interkostalis
3. Limfe
Penyaluran limfe dan mammae sangat penting peranannya dalam metastase
sel kanker.
6

a. Bagian terbesar disalurkan ke nodi lymphoidei axillares, terutama ke


kelompok pectoral, tetapi ada juga yang disalurkan ke kelompok apical,
subskapular, lateral, dan sentral.

Terdapat enam grup kelenjar getah bening axilla:

Gambar 2.4. Pembuluh Getah Bening Aksila dan Mammaria Interna


dari Payudara
1. Kelenjar getah bening mammaria eksterna, terletak dibawah tepi
lateral m. pectorals mayor, sepanjang tepi medial aksila.
2. Kelenjar getah bening scapula, terletak sepanjang vasa
subskapularis dan thorakodorsalis, mulai dari percabangan v.
aksilaris menjadi v. subskapularis sampai ke tempat masuknya v.
thorako-dorsalis ke dalani m. latissimus dorsi.
3. Keleniar getah bening sentral (Central node), terletak dalam
jaringan lemak di pusat ketiak. Kelenjar getah bening ini relatif
7

mudah diraba dan merupakan kelenjar getah bening yang terbesar


dan terbanyak.
4. Kelenlar getah bening interpectoral (Rotter’s node), terletak diantara
m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis v.
thorakoakromialis.
5. Kelenjar getah bening v. aksilaris, terletak sepanjang v. aksilaris
bagian lateral, mulai dari white tendon m. lattisimus dorsi sampai
ke medial dan percabangan v. aksilanis — v. thorako-akromalis.
6. Kelenjar getah bening subklavikula, mulai dari medial
percabangan v. aksilanis — v. thorako-akromialis sampai dimana
v. aksilanis menghilang dibawah tendon m. subklavius. Kelenjar
ini merupakan kelenjar axial yang tertinggi dan termedial letaknya.
Semua getah bening yang berasal dan kelenjar-kelenjar getah
bening aksila masuk ke dalam kelenjar ini.

b. Sisanya disalurkan ke nodi limphoidei infraclaviculares, supraclaviculares,


dan parasternales.
c. Persyarafan
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis
dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri dipersarafi
oleh saraf simpatik.
Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubung dengan
penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni nervus
interkostobrakialis, nervus kutaneus brakialis medialis yang mengurus
sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi
aksila, saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pada
daerah tersebut. 4 syaraf nervus pektoralis yang menginervasi muskulus
pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis yang menginervasi
muskulus latissimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang menginervasi
8

muskulus serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada


mastektomi dengan diseksi aksila.
2.1.3. Fisiologi mammae
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa
fertilitas sampai klimakterium hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen
dan progesterone yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid,
payudara membesar, dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi
pembesaran maksimal. Kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama
beberapa hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan
fisik, terutama palpasi sulit dilakukan. Pada saat itu, mammografi menjadi rancu
karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal di atas berkurang.
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara membesar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan
tumbuh duktus baru
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke putting susu yang dipicu oleh oksitosin. (Brunicardi et al., 2010)
9

Gambar 2.5 Payudara pada fase fisiologis. A. Remaja. B. Kehamilan.C. Laktasi. D.


Usia lanjut (Sumber: Schwartz et al., 2013)
2.2 Karsinoma mammae
2.2.1 Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat
dan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit
neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Karsinoma merupakan keganasan
pada payudara yang paling umum terjadi dan kanker payudara merupakan jenis
kanker non kulit yang paling sering terjadi pada wanita.2

2.2.2 Insidensi dan epidemiologi


Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan
kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita.
Kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita usia 20-59 3.
Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan
kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Tahun 2001, sebanyak 240.000 wanita
terdiagnosis kanker payudara, dan lebih dari 40.000 diantaranya meninggal akibat
penyakit tersebut. Diperkirakan sepertiga dari jumlah tersebut akan bertambah dalam
20 tahun kedepan. Insidensi kanker payudara meningkat terutama pada wanita usia
tua, namun tidak ditemukan hubungan antara kejadian kanker payudara dengan
10

lingkungan. Belum ada data statistik yang akurat di Indonesia, namun data yang
terkumpul dari rumah sakit menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki ranking
pertama di antara kanker lainnya pada wanita.2
2.2.3 Faktor resiko
Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses
kejadian kanker payudara berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi.
a. Usia.
Kanker payudara jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun. Insidensi
meningkat seiring meningkatnya usia, tujuh puluh tujuh persen kasus terjadi pada
usia > 50 tahun. rata-rata usia terdiagnosis kanker payudara adalah 64 tahun.
b. Usia saat menarche.
Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko terkena
kanker payudara sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang menarche saat
usia 14 tahun keatas. Menopause yang lebih lama juga meningkatkan resiko
namun besarnya resiko belum berhasil teridentifikasi
c. Usia saat pertama kali melahirkan
wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko terkena
kanker payudara dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau wanita yang
hamil pertama kali di usia lebih dari 35 tahun.
d. Faktor keturunan
Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki ibu, saudara
perempuan, atau anak perempuan dengan riwayat mengidap kanker.
e. Riwayat biopsi payudara sebelumnya, hal ini terjadi pada wanita dengan riwayat
biopsi sebelumnya dengan hasil hiperplasia atipikal.
f. Ras
Insidensi kanker payudara lebih rendah pada keturunan Afrika-Amerika. Faktor
sosial seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan masih kurangnya
penggunaan mammografi, dan faktor genetik juga berpengaruh. Wanita kulit hitam
yang berusia < 40 tahun lebih sering mengalami kanker payudara dibandingkan
11

wanita kulit putih. Wanita Kaukasoid memiliki rating tertinggi dalam terjadinya
kanker payudara, angka kejadiannya pada usia > 50 tahun adalah 1 diantara 15
wanita, sedangkan pada wanita afrika adalah 1 diantara 20, 1 diantara 26 pada
wanita Asia Pasifik, dan 1 diantara 27 pada wanita Hispanik.1
2.4. Klasifikasi karsinoma payudara
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel
kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang
tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau
tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi
mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa
gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter
melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran
ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya,
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
12

A B

Gambar 2.6 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
13

memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.


Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular
atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang
hidupnya.

Gambar 2.7 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy,
14

atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik)
ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan
keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis
berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara.
Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker
payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran
yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20%
kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari
sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau
tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer,
dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker
ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau
invasive lobular carcinoma.
15

c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)


Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain
dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif,
biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita
yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak
terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-
kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5-
and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan
pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas,
dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin
dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).
Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)
16

2.5. Staging
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut
ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding


dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau
ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
17

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan


atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat


atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary


ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke
KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa


keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal
mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis
ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula
ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau
aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla


18

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau
tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),
IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary
terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak
19

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara
klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila,
KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat
metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis
tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara


klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau
lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla
tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal
mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau
metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan


terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis
ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan
kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel,
tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai


20

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan
atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali
dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari
KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi
KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+)
(sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:
AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0
21

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

a
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer:
AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

2.6. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi:
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe
22

yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, mobilitas atau fiksasinya.
23

c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik
ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya.
Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy)
setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan
25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai
skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran
jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail
of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi
lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
24

National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita


diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia
di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan
pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III
dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-
needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada
lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
25

menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau


menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive
dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative
sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya
menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan
dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy
dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-
effective dengan anestesi lokal.
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau
klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle
biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
26

5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai
salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini
mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan
perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam
penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis,
indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara
lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA),
BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3)
petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53.
2.7. Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society :
 Wanita berumur ≥ 40 tahmmmmkkjjjjjkun harus melakukan screening
mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat,
dianjurkan setiap tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara
(termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang
periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai
umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
27

 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap


tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau
tidak.
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap
tahun.
 Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan
pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-
Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah
satu sindrom-sindrom ini.
 Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH),
atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram
28

Tabel 1.5. Penilaian risiko kanker payudara6

Faktor risiko Relative


Risk

Usia menarche (tahun)

>14 1.00

12–13 1.10

<12 1.21

Umur (tahun)

Pasien tanpa saudara yg menderita kanker

<20 1.00

20–24 1.24

25–29 or nullipara 1.55

≥ 30 1.93

Pasien dengan saudara dekat tingkat satu yg menderita kanker

<20 1.00

20–24 2.64

25–29 or nullipara 2.76

≥ 30 2.83

Pasien dengan saudara dekat tingkat dua yg menderita kanker

<20 6.80

20–24 5.78

25–29 or nullipara 4.91

≥30 4.17
29

Breast biopsies (n)

Pasien berumur < 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.70

2 2.88

Pasien berumur 50 tahun saat konseling

0 1.00

1 1.27

2 1.62

Atypical hyperplasia

No biopsies 1.00

At least 1 biopsy, no atypical hyperplasia 0.93

No atypical hyperplasia, hyperplasia status unknown for at least 1 biopsy 1.00

Atypical hyperplasia in at least 1 biopsy 1.82

2.8. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium
I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory
carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi
kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan
stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang
tidak dapat direseksi.
30

A. Terapi secara pembedahan


1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan
konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan
mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node
biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan
adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif,
diseksi KGB akilla tidak dilakukan.
2. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M.
pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level
III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level
III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M.
latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian
inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter
31

dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-
flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya
dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang
closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified
radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya
KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi.
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis
yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi
dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan
terapi radiasi adjuvan.
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan
resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang
tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan
histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang
negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
32

Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan
lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi
pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel
adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin
diikuti terapi radiasi.
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk
dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi
neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan
diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan
terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan
digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga
memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi.
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan
pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi
baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen
sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang
positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif.
Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan
tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma
endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli
33

onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan


pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen
(tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada
pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan
karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada
karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi
Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada
kemoterapi adjuvan.

2.9. Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir
program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%,
stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk
stasium IV adalah 18%.
34

BAB III. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Lestari Amita Yani
Tgl. Lahir : 28-09-1960
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Wonosari 02/06 Rejo Agung Semboro
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Rekam Medis : 194478
Tgl. Masuk RS : 12-02-2018
Tgl. Keluar RS : 15-02-2018
Tgl. Pemeriksaan : 12-02-2018

3.2 Anamnesa
 Keluhan utama : pasien mengeluh terdapat benjolan pada
payudara kanan
 Riwayat penyakit sekarang : pasien mengeluh terdapat benjolan pada
payudara kanan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan sebesar biji
jagung, teraba keras dan tidak nyeri. Pasien tidak pernah memeriksakan
maupun berobat. Pasien hanya minum jamu-jamuan untuk mencegah benjolan
semakin membesar. Benjolan semakin membesar dan mulai terasa nyeri sejak
5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh selama 5 bulan terakhir ini nafsu
makan turun dan berat badan pasien turun hingga 2 kg. Demam (-), keringat
malam (-), pembesaran benjolan tidak berkaitan dengan siklus menstruasi.
35

Akhirnya pasien memeriksakan benjolan ke Poli Bedah RSD dr. Soebandi


pada tanggal 21-12-2017.
 Riwayat penyakit dahulu : pasien mengaku tidak memiliki penyakit
dahulu
 Riwayat penyakit keluarga : pasien mengaku tidak ada keluarga dengan
penyakit yang sama
 Riwayat pengobatan : pasien tidak pernah mengkonsumsi obat dalam
jangka waktu yang lama
 Riwayat Menarche : 12 tahun
 Riwayat Menopause :-
 Riwayat melahirkan anak pertama: 21 tahun
 Riwayat KB Hormonal : 15 tahun yang lalu

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum Cukup
Kesadaran / GCS Alert / E4V5M6
Tekanan darah 120/80 mmhg
Heart rate 84 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Respiration rate 20 x/menit
Temperature 36.7 ºC

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Umum


 Kepala
o Kepala : Normocephali
o Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+
o Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
o Telinga : Otorrhea -/-
36

 Leher : Deviasi trakhea (-)


 Thorax
o Inspeksi: Terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-), iktus kordis tidak
tampak
o Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba pada ICS V midclavicula sinistra
o Perkusi: Sonor di lapangan paru
o Auskultasi:
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
o Inspeksi: Flat, Distended (-), DC (-) DS (-)
o Auskultasi: Bising usus (+) normal, borborygmus (-), metalic sound (-)
o Palpasi :Soepel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar/lien
tidak teraba.
o Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen, pekak hepar (+)
 Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstrimitas atas dan bawah
 Genitalia eksterna : MUE (+) letak normal, discharge (-)
 Anal-perianal : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-)

3.3.3 Pemeriksaan Fisik Khusus


 Status lokalis regio mammae
Inspeksi : terdapat massa di region lateral superior mammae dextra,
perlekatan kulit (+), peau d’orange (-), retraksi nipple (-), nipple discharge (-),
eritema (+)
Palpasi : teraba massa dengan diameter ± 10x10 cm, permukaan
berdungkul, konsistensi padat keras, batas tidak tegas, mobile terhadap dasar.
Pembesaran KGB axilla ipsilateral (+), mobile (+).
37

Gambar 3.1 foto benjolan di payudara kanan pada pasien

3.4 Diagnosa Kerja


 Tumor Mammae Dextra Suspect ganas T4bN1Mx

3.5 Planing
 Planning diagnostic :FNAB, Thoraks Foto, dan Laboratorium
 Planning terapi : Pro MRM (Modified Radical Mastectomy)

3.6 Pemeriksaan Penunjang


 FNAB
Nama pasien : Lestari Amita Yani
Tgl. Hasil : 21-12-2017
Hasil Pemeriksaan
Makroskopis Nodul R. Mammae dextra jam 11, diameter 6 cm,
padat, fixed, ada sejak 1 tahun.
Dilakukan 1x puncture dengan jarum G25, dibuat 1
sediaan daan di cat DQ.
38

Mikroskopis Apusan terdiri dari kelompokan crowding, sebaran


diskohesif sel-sel epitel duktuli hyperplasia dengan
anti atipik, hiperkromatik kasar, membrane inti
reguler.
Latar belakang nekrosis.
Diagnose Patologi R. mammae dextra jam 11,
FNA : Ductal carcinoma

 Thorax Foto
Nama pasien : Lestari Amita Yani
Tgl. Periksa : 28-12-2017

Cor dan Pulmo dalam batas normal


39

 Laboratorium
Nama pasien : Lestari Amita Yani
Tgl. Periksa : 28-12-2017

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal

Hematologi
Hemoglobin 12.7 12.0 – 16.0
Laju endap darah 65/97 0 – 25
Lekosit 6.9 4.5 – 11.0
Hitung jenis -/-/-/37/53/10 Eos/bas/stab/seg/lim/mono
0-4/0-1/3-5/54-62/25-33/2-6
Hematokrit 38.0 36 – 46
Trombosit 310 150 – 450
PTT
PPT Penderita 10.2
PPT Kontrol 9.3 Beda dg kontrol <2 s
APPT
APPT Penderita 26.1
APPT Kontrol 26.2 Beda dg kontrol <7 s
Faal Hati
SGOT 60 10-31
SGPT 36 9-36
Albumin 4.4 3.4 – 4.8
Gula Darah
Glukosa Sewaktu 108 < 200
Elektrolit
Natrium 142.5 135 – 155
Kalium 3.51 3.5 – 5.0
40

Chlorida 108.4 90 – 110


Faal Ginjal
Kreatinin serum 1.1 0.5 – 1.1
BUN 17 6 – 20
Urea 36 12 – 43

3.7 Prognosis
 Ad Vitam : Ad malam
 Ad Functionam : Dubia ad malam
 Ad Sanationam : Dubia ad malam

3.8 Laporan Operasi


 Tgl. Operasi : 13-02-2018
 Diagnosa Pre-op : Karsinoma mammae dextra T4bN1M0
 Diagnose post-op : Karsinoma mammae dextra T4bN1M0
 Tindakan operasi : MRM (Modified Radical Mastectomy)
 Anastesi :
Jenis/gol. Operasi/macam operasi/urgensi operasi :GA/khusus/bersih/elektif
 Persiapan operasi : Informed consent dan antibiotik profilaxis Ceftriaxone
2 gr
 Posisi pasien : Supine punggung diganjal bantal
 Desinfeksi : Povidone iodine
 Insici kulit dan pembukaan lapangan operasi : Incisi kulit
 Deskripsi operasi :
Dilakukan : dilakukan MRM (Modified Radical Mastectomy) dextra
+ PA,
Pasang drain,
Rawat perdarahan,
41

Jahit luka operasi.


Didapatkan : Massa pada kuadran lateral atas mammae dextra ±
8x5x2 cm padat keras, batas tidak tegas, permukaan
berdungkul, fixed kulit, mobile terhadap dasar.
Pembesaran KGB axilla 2x1 cm, 1x0,5 cm, 0,5x0,,5
cm, padat keras, mobile.
 Penutupan lapangan operasi : lapis demi lapis
 Hasil operasi : di kirim PA

3.9 Follow Up
 Tgl. 13-02-2018
S/ nyeri pada luka operasi, mual (-), muntah (-), demam (-)
O/ ku : cukup TD : 120/76 RR : 18x/mnt
Kes : alert HR : 82x/mnt Tax : 36,6 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dextra:
I : dressing +, rembesan -, produksi drain darah 100 cc/ 24 jam
P : nyeri tekan +
A/ Ca Mammae Dextra T4bN1M0 post MRM H0
P/ Inf. Aminofluid 100 cc/ 24 jam + asering 500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Inj. Santagesik 1 amp/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
Inj. Asam tranexamat 500 mg/ 8 jam
Inj. Vit. K 1 amp/ 8 jam
42

Evaluasi produksi drain


Sadar baik mss
Latihan angkat lengan kanan/ arm exercise

 Tgl. 14-02-2018
S/ Nyeri pada luka operasi, mual (-), muntah (-), demam (-)
O/ ku : cukup TD : 120/80 RR : 20x/mnt
Kes : alert HR : 84x/mnt Tax : 36,8 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dectra
I :dressing +, rembesan -, produksi drain serous ±20 cc
P : nyeri tekan +
A/ Ca Mammae Dextra T4bN1M0 post MRM H1
P/ Inj. Santagesik 1 amp/ 8 jam
Inj. Asam tranexamat 500 mg/ 8 jam
Aff infuse
Diet bebas TKTP
Arm exercise

 Tgl. 15-02-2018
S/ Nyeri pada luka operasi berkurang
O/ ku : baik TD : 120/70 RR : 20x/mnt
Kes : alert HR : 88x/mnt Tax : 36,5 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
43

p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-


abd : flat, BU + Normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dextra
I : dressing +, rembesan -, prod. Drain serous minimal
P : nyeri tekan +
A/ Ca Mammae Dextra T4bN1M0 post MRM H2
P/ p/o Asam mefenamat 3x1 tab 500mg
Aff drain
Pro KRS
44

BAB IV. KESIMPULAN

Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma
serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard
diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik
45

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2010. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta:


EGC.
2. Rusman, Lalu Dedy, 2012. Laporan Kasus Carcinoma Mammae Dextra Stage
IIIc. Bagian Klinik Madya Bagian/SMF Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram/RSUP NTB.
3. Radeta, Wiratmoko, dkk. 2012. Referat Tumor Payudara. Lab Bedah RSD
Mardi Waluyo Kepaniteraan Klinik Fakultas kedokteran Universutas Islam
Malang.
4. Wibowo, Cahya D.T., 2013. Referat Tumor Mammae. Program pemdidikan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
5. Amanda, Cindy J., 2014. Referat Tumor Payudara. Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Rumah sakit Umum Daerah Pasar Rebo Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.

Anda mungkin juga menyukai