Anda di halaman 1dari 12

A R D I A N T A d'BiologiUINPalembang

generation saintis moeslim


Jumat, 08 April 2016
LAPORAN PRAKTIKUM V PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN PROTEIN DI DALAM
URIN

LAPORAN PRAKTIKUM V
PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN PROTEIN
DI DALAM URINE

Oleh:
Kelompok 5
1. Aprilyana (13 222 006)
2. Ardianta (13 222 008)
3. Ending Permata (13 222 035)
4. Evi Eriska (13 222 038)

Dosen Pembimbing:
Dr. Rismala Kesuma, S.Kp., M.Kes

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak digunakan oleh
tubuh. Salah satu bentuk ekskresi adalah buang air kecil, hasil buangan itu antara lain berupa
urinee. Akan tetapi, sebenarnya hasil buangan tidak hanya berupa urinee saja. Zat buangan lainnya
dapat berupa keringat, gas karbon dioksida,serta zat warna empedu (Cambell, 1999).
Salah satu hasil ekskresi dari sistem ekskresi (ginjal) yaitu urine. Urine terbentuk melalui 3 tahap,
yaitu: proses filtrasi, re-absorpsi dan augmentasi. Pada tahap filtrasi yang terjadi di glomerulus
akan menghasilkan urine primer, glukosa, asam amino, garam, air, urea, asam urat, ion. Lalu
terjadi penyerapan kembali pada tahap reabsorpsi dan menghasilkan urine sekunder. Kemudian
pada tahap yang terakhir terjadi penambahan zat sisa seperti urea, asam urat, sisa obat, H, NH4
(Cambell, 1999).
Urine yang dihasilkan oleh setiap orang tentu berbeda–beda. Banyak sedikitnya urine yang
dikeluarkan tiap harinya dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya, zat – zat deuretik seperti
kopi, teh, alkohol, kemudian dipengaruhi juga oleh suhu, volume larutan dalam darah dan emosi
seseorang.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan pada urine, khususnya kandungan glukosa dan
protein. Karena kedua unsur ini menentukan kerja dari sistem organ ekskresi, yatu ginjal.

B. Tujuan
Tujuan dilaksanakanya praktikum ini adalah untuk mengetahui adanya glukosa dan protein di
dalam urine.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti
kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian
(Pearce, 1999):
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi
(glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major
dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urinee menuju vesica urinearia.

B. Urinee
Urinee atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urineasi. Eksreksi urine diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urine sebagai
sarana komunikasi olfaktori. Zat-zat yang terkandung di dalam urinee antara lain seperti berikut
(Pearce, 1999):
1. Ureum
Ureum merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Ureum berasal asam amino yang tidak
mengandung asam amoniak lagi, karena amoniaknya sudah dipindahkan ke hati. Ureum
disekresikan rata-rata 30 gram per hari. Setiap menitnya, seperempat darah yang dipompakan oleh
jantung kurang lebih sebanyak 1,2 liter, darah mengalir ke ginjal dan mengalami proses-proses
filtrasi di dalam ginjal. Air kencing yang dihasilkan tubuh yang sehat adalah steril. Pada kasus
seseorang yang terdesak berada di padang pasir yang panas tanpa air maka air kencing dapat
digunakan sebagai pengganti air minum. Dalam situasi tertentu, air kencing dapat digunakan
sebagai cairan antiseptik. Proses pembentukan urine Tubulus kontortus proksimal Reabsobsi air
ion dan semua nutrin organic bikarbonat Lengkung henlo reabsorbsi air (bagian desenden) ion
sodium dan klorid (bagian asendon) Duktus kolekvus reasorbsi air dari penyerapan atau sekresi
sodium, potasium, hidrogen, dan ion Duktus papilla mengirim urinee menuju pelvis renalis
Tubulus kontortus distal sekresi ion asam, basa, racun, roabsorbsi air dan ion sodium (di bawah
control hormon) Cabang Esenden Cabang desenden menghasilkanfiltrat Tubulus Glomerolus
renalis. Kemudian kreatin. Kreatin merupakan zat hasil buangan dari otot.
2. Asam Urat
Asam urat memiliki kadar normal dalam darah kurang lebih 2–3 mg setiap 100 cc. Dari jumlah
asam urat di atas sekitar 1,5–2 mg akan dikeluarkan melalui urine setiap hari.
3. Natrium Klorida (Garam Dapur)
Garam seperti natrium dan kalium klorida masuk ke dalam tubuh melalui makanan, untuk
mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut maka zat ini akan dikeluarkan melalui urine.
Urine terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut,
dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,
misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa
mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi
racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui
melalui urinealisis. Urea yang dikandung oleh urine dapat menjadi sumber nitrogen yang baik
untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah
suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urine. Urine seorang penderita diabetes akan
mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urine orang yang sehat.
Fungsi utama urinee adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh. Anggapan umum menganggap urine sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga
urinenya pun akan mengandung bakteri (Pearce, 1999).

C. Proses pembentukan Urinee


Sebagai alat ekskresi, ginjal berperan dalam proses pembentukan urine. Pembentukan urine
melalui serangkaian proses yang panjang dan tahap tahap tertentu, yaitu sebagai berikut (Cambell,
1999):
1. Filtrasi
Pada tahap ini, terjadi penyaringan zat beracun yang terjadi di badan malpighi. Pada badan
malpighi ini, kapsul Bowman menyaring zat-zat dari darah yang ada di glomerulus. Darah itu
masih banyak mengandung air, garam, gula, urea, dan lain-lain. Setelah mengalami penyaringan,
terbentuklah filtrat glomerulus. Filtrat ini disebut urine primer. Di dalam urine primer ini masih
terkandung banyak zat yang diperlukan oleh tubuh. Zat-zat ini antara lain glukosa, garam-garam
urea, asam amino, asam urat, kecuali protein tidak ditemukan di sini. Sebanyak 99% filtrate
glomerulus ini nantinya masih akan diserap kembali.
2. Reabsorbsi
Urinee primer dari glomerulus selanjutnya dialirkan menuju tubulus proksimal. Di sini, urine
primer ini mengalami penyerapan kembali zat-zat yang masih digunakan oleh tubuh, antara lain
glukosa, asam amino, dan air. Zat-zat yang diserap kembali akan dikembalikan ke dalam darah
melewati kapiler darah di sekitar tubulus, juga terjadi penyerapan natrium di lengkung Henle,
sisanya akan membentuk urine sekunder. Di dalam urine sekunder tidak terdapat zat yang berguna.
Di sini ditemukan kadar urea yang tinggi.
3. Augmentasi
Urine sekunder yang telah terbentuk kemudian dialirkan ke dalam tubulus distal. Di sini terjadi
proses augmentasi, yaitu penyerapan air dan penambahan zat-zat seperti ion H+, K+, kreatinin dan
urea dalam urine sehingga urine hanya berisi zat-zat yang benar-benar sudah tidak berguna lagi.
Melalui proses augmentasi inilah akan terbentuk urine yang sesungguhnya. Urine ini akan
dikumpulkan melalui pembuluh pengumpul ke rongga ginjal kemudian dialirkan ke kandung
kencing atau vesika urinearia, melalui saluran ureter. Di dalam kandung kencing, urine mengalami
penampungan sementara di sana. Setelah itu, urine akan dikeluarkan melewati saluran uretra
menuju lubang seni.

D. Glukosa
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan
otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
pankreas. Hormon-hormon itu adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin (Poedjiadi, 2006).
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan mengendap dalam
bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau keton bebas akan
memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk
mencegah pengendapan . Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak mempunyai gugusan
aktif (aldehid/keton bebas).Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk
dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Poedjiadi,
1994).

E. Protein
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N. Protein sangat penting
sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk memnbangun struktur tubuh. Selain itu protein
juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau
lemak. Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi
dengan air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya (Poedjiadi,
2012).
Urine terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut,
dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi. Biasanya, hanya sebagian kecil protein
plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urine.
Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urine. Lebih dari
10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Adanya protein dalam urinee disebut proteinuria
(Pearce, 1999).
Uji biuret merupakan jenis pengujian untuk identifikasi protein secara umum. Berarti uji Biuret
akan selalu memberikan hasil positif untuk semua jenis protein. Prinsipnya adalah pengukuran
serapan cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion
dalam suasana basa. Reagen biuret terdiri dari dalam aquadest, KI dalam aquadest, Na-sitrat,
CO3 dan NaOH. sebagai penyedia ion yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein.
KI berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada sehingga tidak mengendap. Na-sitrat dan ,
CO3 berfungsi sebagai buffer dan NaOH berfungsi sebagai penyedia suasana basa. Suasana basa
akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi dan 2OH-. Hal ini membantu
untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari karbon dari ikatan peptida dalam larutan basa.
Perubahan pada warna sampel uji akan memberikan hasil yang positif atau negatif. Terjadinya
warna ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida menghasilkan
CuN yang terjadi dalam suasana basa. Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang
terbentuk makin jelas dan makin pekat (Mulyati, 2012).
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan proteinuria adalah penyakit ginjal (glomerulonefritis,
nefropati karena diabetes, pielonefritis, nefrosis lipoid), demam, hipertensi, multiple myeloma,
keracunan kehamilan (pre-eklampsia, eklampsia), infeksi saluran kemih (urineary tract infection).
Proteinuria juga dapat dijumpai pada orang sehat setelah kerja jasmani, urinee yang pekat atau
stress karena emosi (Pearce, 1999).
Setiap hari sedikit protein (50mg-150mg/24 jam) akan terdapat di dalam urinea normal.
Sebagian protein tersebut berasal dari albumin yang disaring di dalam glomerulus tetapi tidak
diserap di dalam tubula, sedangkan sisanya adalah glikoprotein dari lapisan sel saluran
urogenitalia. Normalnya jumlah protein dalam urinea kurang dari 10 mg/dL dan tidak akan
terdeteksi dengan metode urinealisis yang biasa digunakan. Proteinuria (adanya protein dalam
jurnlah yang, dapat terdeteksi) biasanya menjadi petunjuk adanya luka pada membran
glomerulus sehingga terjadi filtrasi atau lolosnya molekul protein ke dalam air kemih. Keadaan
ini harus dibedakan dengan proteinuria sementara yang mungkin terjadi pada keadaan demam atau
keadaan lain yang tidak membahayakan (disebut proteinuria ortostatis) (Pearce, 1999).

F. Uji Benedict
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan
pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). Selain pereaksi
Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto,
1989).
Gula pereduksi dengan larutan benedict (campuran garam kuprisulfat, natrium sulfat natrium
karbonat) akan terjadi reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan endapan warna merah dari kupro
oksida. Endapan yang terbentuk warnanya tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang
diperiksa. Pereaksi benedict lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa dalam urine
(Poedjiadi, 2012).
Larutan benedict yang mengandung tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai
gugus aldehida dengan membentuk kuprooksida yang berwarna hijau, kuning atau merah. Fehling
yang terdiri dari campuran CuSO4 dan asam tartat dan basa, akan direduksi gula pereduksi
sehingga Cu akan menjadi Cu2O yang berwarna merah bata.
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan
warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, hingga
praktis lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict
lebih peka karena benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena
dengan berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan (Poedjiadi, 2012).

Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample
makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam
waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa
adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa
tinggi). Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak
bersifat pereduksi. Uji Benedict dapat dilakukan pada urinee untuk mengetahui kandungan
glukosa. Urinee yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali
urinee diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan
jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urinee. Hanya glukosa yang mengindikasikan
penyakit diabetes.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula
pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa.

Gambar 1. Indikator perubahan warna pada uji benedict


(Sumber. Anonim, 2015)
Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram sodium
carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate pentahydrate,
kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample
makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam
waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa
adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa
tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak
bersifat pereduksi.
Uji Benedict dapat dilakukan pada urinee untuk mengetahui kandungan glukosa. Urinee yang
mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urinee diketahui
mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula
pereduksi apa yang terdapat dalam urinee. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit
diabetes.
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion
kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urine.
Reaksi :
CuSO4+2NaOH--->Cu(OH)2+Na2SO4
putih kebiru – biruan
Cu(OH)2---->2CuOH+H2O+O
Pemanasan kuning (diambil oleh gula dan produk2nya)\
2CuOH---->Cu2O+H2O
merah bata
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui / membedakan gula pereduksi dan gula nonpereduksi
berdasarkan tingkat kepekatannya. Pengujian yang positif merupakan gula pereduksi ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata. Pada percobaan ini, larutan gula (glukosa dan sukrosa)
direaksikan dengan benedict kemudian dipanaskan menghasilkan endapan merah bata, yang
menunjukkan larutan tersebut positif terhadap uji ini kecuali sukrosa. Glukosa dapat dioksidasi
oleh Cu2+ karena termasuk golongan aldosa yang memiliki gugus aldehid bebas. Karena glukosa
dapat dioksidasi, maka glukosa termasuk golongan gula pereduksi.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum Penentuan Kadar Glukosa dan Protein Dalam Urine ini dilaksanakan pada hari selasa,
15 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB. Di Laboratorium Biologi Universitas Islam Neegri (UIN)
Raden Fatah Palembang.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes,
bunsen, gelas ukur dan pH meter.
2. Bahan
Bahan-bahan yang akan di pakai dalam praktikum ini adalah urine yang menjadi objek
pengamatan diambil sebanyak tiga sampel, yang dari masing-masing sampel berasal dari 1 sampel
urine laki-laki, 1 sampel urine perempuan, dan 1 sampel dari penderita diabetes. Kemudian reagen
benedict, reagen biuret, dan spiritus.

C. Cara Kerja
1. Uji Kandungan Glukosa (Tes Benedict)
a. Baca bismillah sebelum melaksanakan kegiatan praktikum
b. Masukkan 1,5 ml larutan Benedict ke dalam tabung reaksi
c. Tambahkan 4 tetes urine
d. Panaskan menggunakan api bunsen selama 2 menit atau sampai mendidih
e. Diamkan dan amati perubahan warnanya
f. Catat pada laporan sementara dan akhiri dengan alhamdulillah
2. Uji Kandungan Protein (Test Biuret)
a. Baca bismillah sebelum memulai
b. Masukkan 1 ml urine ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 1 ml KOH 0,1 M
c. Kocok hingga homogen lalu tambahkan 1 tetes CuSO4
d. Panaskan dengan api bunsen selama dua menit
e. Perhatikan perubahan warna dari campuran tersebut
f. Catat hasilnya pada laporan sementara
g. Akhiri dengan lafadz alhamdallah

BAB IV
HASIL DAN PAMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Hasil Uji Kandungan Glukosa (Tes Benedict)
No
Nama
Warna
pH
Keterangan
Sebelum
Sesudah
1
Ardianta
Biru
Kuning pekat
10

2
Aprilyana
Biru
Kuning kehijauan
9

3
Penderita diabetes
Biru
Jingga
11

3. Tabel 2. Hasil Uji Kandungan Protein (Test Biuret)


No
Nama
Warna
pH
Keterangan
Sebelum
Sesudah
1
Ardianta
Biru
Merah bata
14

2
Aprilyana
Biru
Ungu
14

3
Penderita diabetes
Biru
Jingga
13

B. Pambahasan
Setelah dilakukan pengamatan terhadap kandungan protein dan glukosa dalam urine maka dapat
diperolah hasil seperti nampak pada tabel di atas. Pada awal proses pencampuran untuk uji
glukosa dan protein dalam urine, semua sampel berwarna biru. Akan tetapi setelah dilakukan
proses pemanasan dengan api bunsen maka warna urine berubah. Dari perubahan warna inilah
maka di jadikan sebagai indikator penentu kadar glukosa dan protein di dala urine dan menjadi
proyeksi dari sistem kerja ekskresi yaitu pada organ ginjal.
Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh dan
mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Setiap saat, secara teratur, darah yang
beredar di tubuh kita akan melewati ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi
tersebut akan menghasilkan urine yang membawa serta sisa metabolisme tubuh yang tidak
diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi tubuh, seperti protein dan glukosa tidak
terfiltrasi dan tidak keluar di urine (Cambell, 1999).
Pada pengujian pertama yaitu uji benedict, yang ditujukan pada penganalisaan terhadap
kandungan glukosa dalam urine. Pada uji ini digunakan larutan benedict yang di campurkan
dengan pada masing-masing urine sampel kemudian di panaskan. Setelah proses ini maka nampak
hasil berupa reaksi perubahan warna pada sampel. Hal ini menjadi indikator bahawa telah terjadi
reaksi antara kandungan glukosa dalam urine dengan larutan benedict.
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan
pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). Selain pereaksi
Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto,
1989).
Pada reaksi yang terjadi dari uji benedict di setiap sampel, dapat di deskripsikan hasilnya sebagai
berikut. Pada pengujian pertama pada urine sampel dari saudara Ardianta, warna yang terbentuk
pasca reaksi adalah kuning pekat. Pada pengujian sampel kedua yaitu sampel urine dari saudari
aprilyana, warna yang terbentuk adalah kuning kehijauan. Sedangkan pada sampel yang terakhir
yaitu pengujian sample urine dari penderita diabetes, warna yang terbentuk adalah jingga.
Uji Benedict dapat dilakukan pada urinee untuk mengetahui kandungan glukosa. Urinee yang
mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urinee diketahui
mengandung gula pereduksi dengan indikator warna, (Elfira, 2014).
Reaksi :
CuSO4+2NaOH--->Cu(OH)2+Na2SO4
putih kebiru – biruan
Cu(OH)2---->2CuOH+H2O+O
Pemanasan kuning (diambil oleh gula dan produk2nya)\
2CuOH---->Cu2O+H2O
merah bata
Indikator warna yang menjadi tolak ukur kandungan glukosa pada urine setelah reaksi uji benedict
adalah warna merah bata atau jngga sebagai indikator yang menyatakan bahwa urine mengandung
glukosa dengan kadar tinggi. Dan dapat dipastikan bahwa orang yang menjadi sumber sampel
urine menderita diabetes. Pada sampel urine 1 yaitu dari saudara ardianta dapat dinyatakan urineya
mengandung glukosa dengan kadar cukup tinggi namun masih di ambang batas bawah, yaitu
warna belum mendekati merah bata. Pada sampel urine 2 yaitu dari saudari aprilyana, dinyatakan
bahwa urineya masih terpantau normal. Sedangkan pada sampel urine 3 yaitu dari penderita
diabetes, urine terpantau tidak normal dengan warna yang timbul ialah jingga, dan urine di
diagnosa mengandung kadar glukosa yang tnggi dan orang yang menjadi sampel positif terkena
diabetes, dan telah terjadi gangguan dari fungsi ginjalnya yaitu pada proses filtrasi darah oleh
ginjal pada organ tubulus.
Kemudian untuk uji selanjutnya ialah uji kandungan protein dalam urine. Pengujian ini dengan
menggunakan metode uji dengan larutan buiret. Proses pengukuran apakah urine tersebut
mengandung protein atai idak adalah dengan menggunakan parameter warna. Setelah dilakukan
uji terhadap ketiga sampel urine maka dapat diperoleh hasil berupa perubahan warna seperti
nampak pada tabel hasil di atas. Pada sampel urine dari saudara ardianta, warna yang terbentuk
setelah reaksi adalah merah bata. Pada sampel urine kedua dari saudari aprilyana, warna yang
timbul setelah reaksi adalah ungu. Sedangkan pada sampel penderita diabetes, warna yang
dihasilkan ialah merah bata
Proses metabolisme protein di dalam sistem pencernaan akan menghasilkan asam amino yang
kemudian ikut dalam peredaran darah. Di dalam sel akan disintesa dan sebagai hasil akhir adalah
asam urat. Asam urat merupakan suatu zat racun jika ada di dalam tubuh maka hepar akan
dirombak sedikit demi sedikit menjadi urea dan dikeluarkan ginjal. Jika urinee mengandung
protein biasanya berupa asam amino. Keadaan demikian merupakan kelainan pada hepar ginjal
(Cambell, 1999).
Dari perubahan warna tersebut maka dapat di tentukan apakah urine tersebut mengandung protein
atau tidak. Pada urine yang mengandung protein, warna yang akan timbul adalah ungu. Dan pada
pengujian dari ketiga sampel, sampel dari saudari aprilyana yang menghasilkan perubahan warna
ungu. Dan dugaan sementara ialah saudari aprlyana mengalami gangguan fungsi ginjal terutama
pada proses filtrasi pada hepar ginjal yaitu di glomerulus.
Kemudian uji yang terakhir ialah difokuskan pada indikaor pH urine. Menurut Poeddjiadi (2012).
pH normal urine adlah kisaran 5-8. Namun apabila pendapat ini dikaitkan dengan hasil yang di
peroleh pada tiga sampel uji pH, sangat jauh perbedaan yang terjadi. Kemungkinan yang terjadi
adalah terjadinya kerusakan pada sistem kalibrasi alat pH meter.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Warna kuning dalam urinee berasal dari bilirubin. Pucat atau kuatnya warna kuning pada urine
normal tergantung pada konsumsi air. pH urinee normal berkisar antara 5-8. Urinee dikatakan
normal jika warna masimal urinee pada tabung reaksi setelah ditambahkan larutan benedict
kemudian dipanaskan adalah kuning pekat. Jika terdapat kandungan protein dan glukosa dalam
urinee, maka ginjal mengalami kelainan atau gangguan akibat terdapat kebocoran pada ginjal
bagian glomerulus yang berfungsi sebagai penyerapan senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh,
termasuk protein. Jika pada urinee terdapat glukosa, maka ginjal bagian tubulus tidak berfungsi.

B. Saran
Ketelitian dan kehati-hatian dalam proses praktikum mutlak diperlukan mengingat rumitnya
proses praktikum terutama pada penakaran, pengukuran warna, dan pemanasan campuran.
Kalibrasi atau tingkat akurasi alat yang di pakai perlu di perhatikan mengingat kesesuaian akan
hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 1999. Biologi Edisi Ke Empat. Jakarta: Erlangga.

Elfira, 2014. Panduan Praktikum Biokimia. Palembang: Refapress.

Mulyati. 2012. Kandungan di dalam Urine Manusia. Website: http://digilib.


unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mulyatigoc-5277-2-bab2.pdf. Di akses pada Selasa,
21 Desember 2015 pukul 21.00 WIB.

Pearce, E. 1979. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Poedjiadi. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Ui Press.

LAMPIRAN FOTO

Gambar 1. Alat dan Bahan Praktikum


(Sumber: Dok. Pribadi, 2015)
Gambar 2. Pengambilan Sampel
(Sumber: Dok. Pribadi, 2015)

Gambar 3. Pengambilan Larutan Penguji


(Sumber: Dok. Pribadi, 2015)

Gambar 4. Proses Pemanasan


(Sumber: Dok. Pribadi, 2015)

Gambar 5. Hasil Pengujian Urine


Ardi Anta Kebile 11.50
Berbagi



Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto saya
Ardi Anta

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai