Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Pertussis dan Bronkopneumonia

Disusun oleh :
Nur Sri Syazana Binti Rahim
112016194

Dokter Pembimbing:

dr. Mustari Muhammad Sp.A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, JAKARTA
PERIODE 8 JANUARI – 17 MARET 2018

1
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT: RSUD Tarakan , Jakarta

Nama : Nur Sri Syazana Binti Rahim Tanda Tangan


Nim : 112016194
........................
Dr. Pembimbing : dr Mustari Muhammad, Sp.A

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An DS Jenis kelamin : Laki-laki


Tempat/ tanggal lahir: Jakarta/ 24 September 2017 Umur: 4 bulan
Suku bangsa: Indonesia Agama : Protestan
Pendidikan : belum bersekolah Alamat : Jl. Kartini XIII Dalam
007/002 No.23 Kartini, Sawah
Hubungan dengan orang tua: anak kandung Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta

Identitas Orang Tua


Ayah
Nama lengkap : Tn. YS
Tanggal lahir/Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Kartini XIII Dalam 007/002 No.23 Kartini, Sawah Besar,
Jakarta Pusat, DKI Jakarta
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan : Orang tua kandung
Ibu
Nama lengkap : Ny. WI
Tanggal lahir/Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Kartini XIII Dalam 007/002 No.23 Kartini, Sawah Besar,
Jakarta Pusat, DKI Jakarta
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Protestan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan : Orang tua kandung

Tanggal Masuk RS : 26 Januari 2018 Jam : 17.32


Tanggal Pemeriksaan : 27 Januari 2018 Jam : 07.30
Dilakukan di : Bangsal Melati 5205

2
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis ibu pasien

Keluhan Utama : Sesak napas


Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, dan demam,
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi laki-laki berusia 4 bulan mulai mengeluh batuk berdahak sejak 1 bulan sebelum
masuk RS. Pasien kemudiannya berobat di RS Sawah Besar 3 minggu yang lalu dan
didiagnosa dengan pertussis namun pasien pulang atas permintaan sendiri. Pasien
mengeluh demam sejak 4 hari SMRS dan mengeluh batuk-batuk kuat yang berulang sejak
2 hari lalu. Selama batuk, wajah tampak merah hingga terlihat urat pembuluh darah di
leher menonjol beserta mata yang merah dan berair. Keluhan pasien beserta pilek dengan
secret encer dan bening selama batuk. Pasien kembali datang berobat ke RS Sawah Besar
dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul yang semakin memberat sejak 6 jam lalu.
Sebelum dirujuk pasien sudah diminumkan antibiotik dan obat penurun panas sepanjang
berobat di RS Sawah Besar dan obat tidak diberikan ke orang tua pasien. Setelah itu,
pasien dirujuk ke RSUD Tarakan untuk dirawat di ruang isolasi atas indikasi pertussis.
Pasien masih kuat menyusu tetapi dipuasakan karena sesak.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah menderita pertussis 3 minggu yang lalu. Riwayat alergi, atau penyakit
jantung bawaan disangkal

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

Kehamilan
 Perawatan antenatal : Kontrol rutin ke puskesmas
 Penyakit kehamilan : Tidak ada

Kelahiran
 Tempat kelahiran : RS Sawah Besar
 Penolong persalinan : Dokter SpOG
 Cara persalinan : SC atas indikasi bekas SC
 Masa gestasi : 37 minggu (cukup bulan)

3
 Keadaan bayi
- Berat Badan Lahir : 3200g
- Panjang Badan Lahir : 42 cm
- Lingkar Kepala : tidak diketahui
- Langsung menangis : langsung
- Pucat/biru/kuning/kejang : merah
- APGAR score : tidak diketahui
- Kelainan bawaan : tidak ada

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG (DEVELOPMENTAL HISTORY):


 Tangan dan kaki bergerak aktif : 1 bulan
 Mulai bersuara oo..oo/aa..aa : 2 bulan
 Tengkurap dan mengangkat kepala sendiri : 4 bulan
Kesan: perkembangan anak sesuai usia

RIWAYAT IMUNISASI
(+) Hepatitis B-0 di Rumah Sakit

RIWAYAT NUTRISI ( NUTRITIONAL HISTORY):


Susu : ASI eksklusif
Makanan sekarang : Nafsu makan : Baik/ kuat menyusu

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - - -
Asma + - Nenek
Tuberkulosis - - -
Hipertensi - - -
Diabetes - - -
Kejang demam - - -
Epilepsi - - -

POHON KELUARGA

Keterangan:
: Laki-laki

4
: Perempuan

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 27 Januari 2018 Jam : 07.30 Ruang: Melati 5205

Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 140 x / menit
Frekuensi nafas : 60 x / menit
Suhu tubuh : 38,8 °c

Antropometri
Berat badan : 6.2 kg
Tinggi badan : 60 cm
Lingkar kepala : 40 cm

Antropometrik:

TB = 60 cm BB = 7 kg

Lingkar kepala = 13 cm

5
BB/U : 0 –(-2)

Kesan : normal, berat badan sesuai usia

TB/U : 0 – (-2)

Kesan : normal, tinggi badan sesuai usia

6
BB/TB : 1-0

Status Gizi : Baik

LK/U : -2<SD<+2

Kesan : normosefal

Pemeriksaan sistematis

Kepala

 Bentuk dan ukuran : normosefali, simetris, ubun-ubun datar

 Rambut & kulit kepala: warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

 Mata : simetris, mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-, sclera

ikterik -/-, reflex cahaya +/+

 Telinga : normotia, secret -/-

 Hidung : nafas cuping hidung (+), sekret (+) encer, bening

 Mulut : sianosis (-), mukosa lembab, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.

 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada

 Inspeksi : retraksi dinding dada (+) epigastrium, substernal, intercostal

bentuk simetris, pectus ekskavatum/karinatum (-), barrel chest (-)

Jantung : BJ I II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)

7
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : supel, bising usus (+)

Anus / rectum : tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada.

 Kekuatan : 5/5 5/5

5/5 5/5

 Edema : - -

- -

 Sianosis : - -

- -

 Palpasi : massa (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan laboratorium dilakukan tanggal 26 Januari 2018

Darah Rutin
Hemoglobin : 10.6 g/dl
Hematokrit : 33.9 %
Eritrosit : 4.11 juta /Ul
Leukosit : 13080 /mm3
Trombosit : 328800 / mm3

Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium : 140 mEq/L
Kalium : 4.0 mEq/L
Clorida : 102 mEq /L

Analisa Gas Darah


pH : 7.536
PCO2 : 30.4 mmHg
PO2 : 60.3 mmHg

8
SO2 : 92.9%
BE-ecf : 3.2 mmol/L
BE-b : 4.3 mmol/L
SBC : 28.2 mmol/L
HCO3 : 26.0 mmol/L
TCO2 : 27.0 mmol/L

Gula Darah
Glukosa darah sewaktu : 116mg/dL

Foto Rontgen Thoraks AP


Pemeriksaan dilakukan di RS Sawah Besar pada tanggal 26 Januari 2018

RINGKASAN (RESUME)

Bayi laki-laki berusia 4 bulan dirujuk ke RSUD Tarakan dengan keluhan sesak napas
hilang timbul dan semakin memberat 6 jam SMRS. Pasien mengeluh batuk sejak 1 bulan
lalu dan semakin memberat sejak 2 hari lalu. Batuk-batuk kuat yang berulang diikuti
bunyi melengking pada saat tarik nafas dan selama batuk, wajah tampak merah hingga
terlihat urat pembuluh darah di leher menonjol beserta mata yang merah dan berair.
Keluhan pasien beserta pilek dengan secret encer dan bening selama batuk. Pasien juga
mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Sebelum dirujuk, pasien sudah diminumkan

9
antibiotik dan obat penurun panas sepanjang berobat di RS Sawah Besar dan obat tidak
diberikan ke orang tua pasien
Riwayat sosial pasien baik. Riwayat kehamilan dan kelahiran pasien baik. Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai dengan usianya. Riwayat imunisasi pasien
tidak lengkap dimana pasien hanya 1 kali diimunisasi dengan hepatitis B setelah lahir dan
belum mendapatkan vaksin hepatitis B kali ke-2, polio, BCG dan DPT.
Status antropometri pasien baik. Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala pasien sesuai
dengan anak seusianya beserta status gizi yang baik.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis suhu 38.8℃ , pernapasan yang meningkat yaitu 60x/menit, nadi 140 x/menit. NCH
(+), retraksi dada (+) epigastrium, substernal, intercostal. Pemeriksaan pulmo ditemukan
rhonki (+/+)
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboraturium darah pasien didapati peningkatan pH
yang meningkat (7.536), penurunan PCO2 (30.4mmHg), penurunan PO2 (60.3) dan
penurunan SO2 (92.9)%. Dari pemeriksaan foto rontgen thoraks ditemukan kesan masih
mungkin pertussis dd TB paru

DIAGNOSIS KERJA :
Pertusis + bronkopneumonia

DIAGNOSIS DIFERENSIAL :
Bronkiolitis
TB paru

PENATALAKSANAAN :
Medikamentosa
Cefotaxime 3 x 300 mg iv
Cotrimoksazole syr 2 x 3 ml po
PCT pulv 3 x 80 mg
Nebulisasi Combivent 1 amp + NS 3cc/ 6 jam

Non-medika mentosa

10
O2 2 lpm NK
Infus maintenance dengan RL 22cc/ jam

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan analisa gas darah, elektrolit, gula darah
Biakan sekret nasofaring
Pemeriksaan serologis: IgM, IgG, IgA terhadap FHA dan PT (cara ELISA) dan IgG toksin.

PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad functionam : ad bonam
ad sanationam : ad bonam

FOLLOW UP :
Sabtu, 27 Januari 2018
S Keluhan sesak <<, batuk (+) kuat yang berulang diikuti bunyi melengking pada saat
tarik nafas dan selama batuk, wajah tampak merah hingga terlihat urat pembuluh
darah di leher menonjol beserta mata yang merah dan berair. Keluhan pasien
beserta pilek dengan secret encer dan bening selama batuk. Muntah (-), demam (-)
O KU : tampak sakit sedang, Kes : CM
HR : 173x RR : 30x S : 36.9 OC SpO2: 97%
 Kepala : normocepali
 Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
 Hidung : NCH (+), sekret (+) encer, bening
 Mulut : sianosis (-), mukosa lembab
 Leher : P. KGB (-)
 Dada : Retraksi (+)
 Jantung : BJ I II murni regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru : SNV (+), Rh (+/+) Wh (-/-)
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
 Ektremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A  Pertussis
 Bronkopneumonia
P  O2 2lpm/ NK
 IVFD RL 4 cc/jam
 Cefotaxime 3 x 300 mg iv
 Cotrimoksazole syr 2 x 3 ml po
 Nebulisasi Combivent 1 amp + NS 3cc/ 6 jam
 PCT pulv 3 x 80 mg k/p
 Diit: 8 x 60 cc SF per NGT

11
Senin, 29 Januari 2018
S Keluhan sesak (>>) batuk (+) hebat berbunyi whoop, lemas (+), demam (-)
O KU : tampak sakit berat, kurang aktif Kes : apatis
HR : 139x RR : 49x S : 36.8 OC SpO2: 95%
 Kepala : normocepali
 Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
 Hidung : NCH (+), sekret (+) encer, bening
 Mulut : sianosis (-), mukosa lembab
 Leher : P. KGB (-)
 Dada : Retraksi (+) epigastrium, interkostal
 Jantung : BJ I II murni regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru : SNV (+), Rh (+/+) Wh (-/-)
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
 Ektremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A  Pertussis
 Bronkopneumonia
P  O2 2lpm/ NK
 IVFD RL 4 cc/jam
 Cefotaxime 3 x 300 mg iv
 Cotrimoksazole syr 2 x 3 ml po
 Nebulisasi Combivent 1 amp + NS 3cc/ 6 jam
 PCT pulv 3 x 80 mg
 Diit: 8 x 60 cc SF per NGT
 Dikirim ke PICU

Selasa, 6 Februari 2018


S Keluhan batuk (<<), sesak (-), demam (-)
O KU : tampak sakit sedang Kes : CM
HR : 120x RR : 40x S : 36.5 OC SpO2: 99%
 Kepala : normocepali
 Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
 Hidung : NCH (-)
 Mulut : sianosis (-), mukosa lembab
 Leher : P. KGB (-)
 Dada : Retraksi (+) minimal
 Jantung : BJ I II murni regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru : SNV (+), Rh (+/+) Wh (-/-)
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
 Ektremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A  Pertussis (perbaikan)
 Bronkopneumonia (perbaikan)
P  Aff O2
 IVFD RL 4 cc/jam
 Cefotaxime 3 x 300 mg iv
 Clarythromicin 2x2 ml

12
 Nebulisasi Combivent 1 amp + NS 3cc/ 6 jam
 PCT pulv 3 x 80 mg k/p
 Diit: 8 x 75-90 cc SF per oral (aff NGT)

Rabu, 7 Februari 2018


S Keluhan batuk (<<), sesak (-), demam (-), sudah bisa minum per oral
O KU : tampak sakit sedang Kes : CM
HR : 120x RR : 35x S : 36.5 OC SpO2: 99%
 Kepala : normocepali
 Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
 Hidung : NCH (-)
 Mulut : sianosis (-), mukosa lembab
 Leher : P. KGB (-)
 Dada : Retraksi (-)
 Jantung : BJ I II murni regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru : SNV (+), Rh (-/-) Wh (-/-)
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
 Ektremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A  Pertussis (perbaikan)
P  Clarythromicin 2x2 ml (obat pulang)
 BPL

13
BAB II
PERBAHASAN KASUS

Pertusis 1
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough dan di Cina disebut batuk 100 hari.
Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif merupakan penyakit
infeksi saluran napas akut yang secara klasik disebabkan oleh Bordetella pertussis, namun
walaupun jarang dapat pula disebabkan oleh Bordetella parapertussis.
Pertusis yang dapat menyerang semua golongan umur dan orang yang rentan seperti anak
yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan menurun. Terbanyak adalah
anak umur di bawah 1 tahun. Makin muda usianya makin berbahaya penyakitnya.kematian
dan jumlah kasus yang dirawat tertinggi terjadi pada usia 6 bulan pertama kehidupan.
Masa inkubasi 6-20 hari dengan rata-rata 7 hari sedangkan perjalanan penyakit
berlangsung 6-8 minggu atau lebih. Perjalan penyakit berlangsung 3 stadium yaitu kataralis,
paroksimal dan konvalesens. Stadium kataralis terjadi pada awal 1-2 minggu dimana
menyerupai gejala infeksi saluran napas atas, timbul rinore (pilek) dengan lender cair jernih,
injeksi konjungtiva , lakrimasi, batuk ringan dan panas tidak tinggi. Sukar dibedakan dengan
common cold.
Pada stadium paroksimal 2-4 minggu frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat
pengulangan 5- 10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti usaha inspirasi massif
mendadak dan menimbulkan whoop. Udara yang dihisap melalui glottis yang menyempit.
Pada anak yang lebih tua dan bayi yang lebih muda serangan batuk hebat dengan berbunyi
whoop sering tidak terdengar. Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol
lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi ptekia di
wajah (terutama di konjungtiva bulbi). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental. Anak
menjadi apatis dan berat badan menurun. Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya
whoop dan muntah dengan puncak serangan paroksimal yang beransur menurun. Batuk
biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang dalam 2-3 minggu. Pada
beberapa pasien akan timbul serangan batuk paroksimal kembali dan episode terjadi berulang-
ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas
berulang.
Bordetella pertussis setelah ditularkan melalui secret udara pernapasan kemudian melekat
pada silia epitel saluran napas. Selama pertumbuhan bakteri ini maka akan menghasilkan

14
toksin yang akan menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai whooping cough. Toksin
dikenal sebagai pertussis toksin (PT). Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan
hyperplasia jaringan limfoid peri bronkial dan meningkatkan jumlah mukosa pada permukaan
silia maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu sehingga mudah terjadi infeksi sekunder
tersering adalah Streptococcus pneumonia, H. Influenzae dan Staphylococcus aureus.
Penumpukan mucus akan menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps
paru. Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen pada saat
ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
laboratorium. Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat kontak dengan pasien pertusis,
riwayat imunisasi, dan serangan paroksismal dan bunyi whoop yang khas. Gejala klinis
tergantung dari stadium saat pemeriksaan fisis. Pada bayi jumlah leukosit tidak menolong
untuk diagnosis oleh karena respons limfositosis juga terjadi pada infeksi lain. Pemeriksaan
lain yaitu foto toraks dapat memperlihatkan infiltrate perihiler, atelectasis atau empisema.
Pneumonia merupakan penyulit yang paling sering dijumpai, menyebabkan 90% kematian
pada anak <3 tahun. Pneumonia dapat diakibatkan oleh B. pertussis tetapi lebih sering
disebabkan oleh infeksi sekunder (H. influenza, S. pneumonia, S. aureus, S. pyogenes)
tuberculosis laten dapat juga menjadi aktif. Aspirasi mucus atau muntah dapat menyebabkan
pneumonia. Panas tinggi merupakan tanda infeksi sekunder oleh bakteri.
Bronkopneumonia2
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh. Penyebab
bronkopneumonia yang biasa dijumpai pada anak usia 4 bulan – 5 tahun adalah bakteri
Chlamydia pneumonia, mycoplasma pneumonia, streptococcus penumoniae, virus adeno,
virus influenza, parainfluenza, rino dan RSV. Dalam pemeriksaan fisik penderita
pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut:
 Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
substernal, dan pernapasan cuping hidung.

15
 Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil
yang tiba-tiba terbuka.
Gambaran foto thoraks terdiri dari infiltrate interstitial yang ditandai dengan
peningkatan corakan bronkovaskular, infiltrate alveolar merupakan konsolidasi paru
dengan air bronkogram dan bronkopneumonia yang ditandai dengan gambaran difus
merata pada kedua paru berupa bercak –bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Gambaran foto rontgen
pneumonia anak meliputi infiltrate ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada
kedua paru. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Bronkiolitis3
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan
oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran
napas dan mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis. Episode
pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia 2
sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan
episode berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama.
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik
dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding
dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi,
sulit makan, menyusu atau minum. Penatalaksanaan bronkiolitis, yang disertai dengan
napas cepat atau tanda lain distres pernapasan, sama dengan pneumonia. Episode
wheezing bisa terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis, namun akhirnya akan
berhenti.
Tuberkulosis Paru 4
Pada umumnya anak yang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis tidak
menunjukkan penyakit tuberkulosis (TB). Satu-satunya bukti infeksi adalah uji tuberkulin
(Mantoux) positif. Risiko terinfeksi dengan kuman TB meningkat bila anak tersebut

16
tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA positif. Terjadinya penyakit TB bergantung
pada sistem imun untuk menekan multiplikasi kuman. Kemampuan tersebut bervariasi
sesuai dengan usia, yang paling rendah adalah pada usia yang sangat muda. HIV dan
gangguan gizi menurunkan daya tahan tubuh; campak dan batuk rejan secara sementara
dapat mengganggu sistem imun. Dalam keadaan seperti ini penyakit TB lebih mudah
terjadi.
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan
sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi
jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu
sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.
Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika ditemukan berkurangnya berat badan 2 bulan
berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas,
terutama jika berlanjut sampai 2 minggu. Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa
wheeze dan riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa. Pada pemeriksaan fisik pula
ditemukan:
 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif
pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk
atau baru menderita campak.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.

Pada kasus ini, hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
mendukung diagnosia pertusis dengan komplikasi bronkopneumonia dimana ditemukan
keluhan sesak napas yang hilang timbul dan semakin memberat, batuk-batuk kuat yang
berulang diikuti bunyi melengking pada saat tarik nafas dan selama batuk, wajah tampak
merah hingga terlihat urat pembuluh darah di leher menonjol beserta mata yang merah dan
berair. Keluhan pasien beserta pilek dengan secret encer dan bening selama batuk beserta
demam. Riwayat imunisasi pasien juga tidak lengkap dimana pasien belum medapatkan
imunisasi DPT. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pernapasan yang meningkat yaitu
60x/menit, NCH (+), retraksi dada (+) epigastrium, substernal, intercostal. Pemeriksaan
pulmo ditemukan rhonki (+/+). Dari hasil pemeriksaan penunjang laboraturium darah
pasien ditemukan pasien mengalami hipoksemia dan hipokarbia dimana didapatkan

17
penurunan PCO2 (30.4mmHg), penurunan PO2 (60.3) dan penurunan SO2 (92.9)%. Dari
pemeriksaan foto rontgen thoraks ditemukan kesan masih mungkin pertussis dd TB paru

Tatalaksana1,2
 Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan
berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter nasal, atau
kateter nasofaringeal. Penggunaan kateter nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-10
L/menit dapat menurunkan kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Uni
(PICU). Terapi oksigen dilanjutkan sehingga gejala hipoksemia berkurang dan saturasi
oksigen dipertahankan di atas 95%. Pada kasus ini diberikan oksigen O2 2 lpm nasal
kanul
 Antibiotik
Antibiotik lini pertama adalah eritromisin 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis,
selama 5 hari atau dapat juga diberikan jenis makrolid lainnya. Selain itu,
trimethoprim-sulfametoksazol dapat pula digunakan. Namun karena pada pasien ini
dijumpai komplikasi pneumonia maka ditambahkan antibiotika intravena yaitu
antibiotic β-lactam dengan atau tanpa klavulanat, dikombinasi dengan makrolid atau
sefalosporin generasi ketiga. Pada kasus ini diberikan kotrimoksazol syrup 2 x 3 ml
per oral dan cefotaxime 3x300 mg intravena
 Bronkodilator dan kortikosteroid
Untuk mencegah obstruksi bronkus akibat hipersekresi mukus, mengurangi batuk
paroksismal, dan lamanya whoop diberikan salbutamol dan kortikosteroid.
Ipratropium adalah obat yang bekerja dengan cara melegakan saluran napas dan
mencegah produksi dahak. Untuk meningkatkan efektivitasnya, obat ini biasanya
dikombinasikan dengan salbutamol. Pada kasus ini diberikan nebulisasi combivent.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan secara aktif dan pasif
 Aktif
Dengan pemberian imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DPT
tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. DPT-1
diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 3 bulan dan DPT-3 pada umur 4
bulan. Ulangan DPT selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DPT-3 yaitu pada umur 18
bulan, DPT-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5 tahun harus

18
diberikan penguat ulangan DPT. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan,
vaksinasi DPT diberika pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak
sekolah(BIAS).

 Pasif
Pengobatan eritromisin awal berguna untuk mengurangi penyebaran infeksi dan
mengurangi gejala penyakit. Seseorang yang kontak dengan pasien pertussis tetapi
belum pernah diimunisasi hendaknya diberi eritromisin selama 14 hari setelah kontak
diputuskan. Jika kontak tidak dapat diputuskan hendaknya eritromisin diberikan
sampai pasien berhenti batuk atau setelah pasien mendapat eritromisin selama 7 hari.
Vaksin pertussis monovalent dan eritromisin diberikan pada waktu terjadi epidemic.
 Isolasi
Mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi bayi dan anak
usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik sekurang-kurangnya 7
hari dari 14 hari pemberian secara lengkap atau 3 minggu setelah batuk paroksismal
reda bilamana pasien tidak mendapatkan antibiotik.
Prognosis
Prognosis kesembuhan total dari pertussis bonam pada anak-anak usia diatas 3
bulan. Di bawah usia tersebut, mortalitas berkisar pada 1-3%. Anak-anak di bawah 6 bulan
lebih sering mendapatkan penyakit yang lebih berat, mengalami komplikasi dan
membutuhkan perawatan di rumah sakit. 5

DAFTAR PUSTAKA
1. Irawan Hindra, Rezeki Sri, Anwar Zarkasih. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatrik Tropis. Edisi
2. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2015.h.331-8
2. Said M. Penumonia. Dalam Rahajoe N.S, Supriyatno B, Setyanti DB. Buku ajar
respirologi anak. Edisi pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia.2013
3. Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB
Saunders; 2011. p. 1456-9.
4. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia © World Health Organization; 2009.h.83-113

19
5. Cornia P, et al. pertussis infection in adolescents and adults: Clinical manifestations and
diagnosis. Dapat di akses melalui [URL]: https://www.uptodate.com/contents/pertussis-
infection-in-adolescents-and-adults-clinical-manifestations-and-diagnosis

20

Anda mungkin juga menyukai