Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan

Penyakit Menular SeksualPustaka


Gonore

Penyakit Menular Seksual Gonore

Nur Sri Syazana Binti Rahim, Stellon Salim, Novia Kartina, Olivia Nancy, Syella Trianuary,

Nur Farhana Amani Binti Che Wan Ahmad, Nur Adibah Binti Zukelfali, Cenisia,

Prisky Chriselawati

Strata 1 Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana

Abstrak

Kata kunci:

Abstract

Keywords:

Pendahuluan
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis.
Penyebab penyakit menular seksual ini sangat beragam dan setiap penyebab tersebut akan
menimbulkan gejala klinis atau penyakit spesifik yang beragam pula.1 Menurut WHO tahun 2007
penyebab PMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis yaitu:2
 bakteri ( diantaranya N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum
 virus (diantaranya HSV,HPV,HIV, Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus)
 protozoa (diantaranya Trichomonas vaginalis)
 jamur (diantaranya Candida albicans)
 ektoparasit (diantaranya Sarcoptes scabies)
Cara penularan PMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksudat
infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan
Penyakit Menular Seksual Gonore

yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual (vaginal, oral, anal). Cara penularannya juga dapat
terjadi dengan media lain seperti darah melalui berbagai cara seperti transfusi darah dengan darah
yang sudah terinfeksi HIV, saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba, tertusuk jarum
suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja, menindik telinga atau tato dengan jarum yang
tidak steril, penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan
menyisakan darah pada alat). Penularan juga pada terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil,
saat melahirkan dan saat menyusui. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi
dengan PMS kongenital jarang sekali terjadi.3
Penyakit menular seksual juga disebut penyakit venereal merupakan penyakit yang paling
sering ditemukan di seluruh dunia. Salah satu diantara PMS ini adalah penyakit gonore. Gonore
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva)
dan bagian tubuh yang lain. Prevalensi gonore menurut The US Centers for Disease Control
memperkirakan bahwa lebih dari 700.000 orang di AS mendapatkan infeksi baru setiap tahun.
Hanya sekitar separuh dari infeksi ini dilaporkan. Walaupun beberapa kasus mungkin asimtomatik,
ketika gejala muncul, mereka sering ringan dan biasanya muncul dalam waktu 2-10 hari setelah
terpapar. Gejala-gejala meliputi discharge dari penis, vagina, atau dubur dan membakar atau gatal
saat buang air kecil. Pada wanita, gonore dapat menyebabkan menstruasi tidak teratur.3
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru PMS (penyakit
menular seksual) di negara berkembang seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin.
Di negara industri prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi
gonore menempati tempat teratas dari semua jenis PMS. Di Indonesia, data dari Departemen
Kesehatan RI pada tahun 1988, angka insidensi gonorrhea adalah 316 kasus per 100.000
penduduk. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap PSK wanita
menunjukkan bahwa prevalensi gonorrhea berkisar antara 7,4 – 50%.3
Keberadaan gonorrhea di masyarakat ibarat gunung es, hanya diketahui sebagian kecil di
permukaan saja namun sesungguhnya lebih banyak kasus yang tidak terungkap datanya.
Penentuan diagnosis penyakit Gonorrhea dengan pemeriksaan mikrobiologis, mencari
mikroorganisme penyebab penyakit Gonorrhea yaitu bakteri Neisseria gonorrhoeae. Keberadaan
bakteri diplococcus Gram negative intraseluler di dalam lendir endoservix menunjukkan telah
Penyakit Menular Seksual Gonore

terjadi infeksi pathogen, karena bakteri ini bukan anggota flora normal vagina. Infeksi oleh bakteri
ini menimbulkan penyakit Gonorrhea yang terutama menyerang saluran urogenital pada laki-laki
dan perempuan, dapat pula menginfeksi permukaan mukosa lainnya (mukosa konjunctiva mata,
mukosa mulut, mukosa faring, mukosa rektum) dan dapat pula menyebar ke persendian (meskipun
jarang).4

Isi
Pengertian Gonore
Gonore (GO) adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh kuman yang
bernama Neisseria Gonorrhoaea yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum (usus
bagian bawah), tenggorokan maupun bagian putih mata (Gonorhoaea Conjugtiva). Gonore bisa
menyebar melalui aliran darah kebagian tubuh lainya terutama kulit dan persendian. Pada wanita
gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput didalam panggul sehingga
menimbulkan nyeri panggul dan gangguan reproduksi. 5
Selama beberapa abad bermacam nama telah digunakan untuk mendeskripsikan infeksi
yang disebabkan oleh N gonorrhoeae ini diantaranya ‘strangury’ yang digunakan oleh Hipocrates.
Penamaan gonore sendiri diberikan oleh Galen (130 SM) untuk menggambarkan eksudat uretra
yang sifatnya seperti aliran air mata (flow of seed) dan M. Neisser dikenalkan oleh Albert Neisser
yang menemukan mikroorganisme tersebut pada tahun 1879 dari pewarnaan apusan yang diambil
dari vagina, uretra dan eksudat konjungtiva.5
Etiologi
Gonorrhoeae adalah bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora, jenis
diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 – 1,6 mikro. Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap
kelembaban, yang cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap
oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini
membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan
hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu rendah, tumbuh optimal
pada suhu 35-37° dan pH 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal. Gonokokkus terdiri dari 4
morfologi, type 1 dan 2 bersifat patogenik dan type 3 dan 4 tidak bersifat patogenik. Tipe 1 dan 2
memiliki pili yang bersifat virulen dan terdapat pada permukaannya, sedang tipe 3 dan 4 tidak
Penyakit Menular Seksual Gonore

memiliki pili dan bersifat non-virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang.5

Gambar 1: Gram Stain of Urethral Discharge.6

Epidemiologi
Di dunia, gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang abad ke 20, dengan
perkiraan 200 juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya (Behrman,2009). Sejak tahun 2008,
jumlah penderita wanita dan pria sudah hampir sama yaitu sekitar 1,34 tiap 100.000 penduduk
untuk wanita dan 1,03 tiap 100.000 penduduk untuk pria (CDC, 2009). WHO memperkirakan
setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru PMS (penyakit menular seksual) di negara
berkembang seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara industri
prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi gonore menempati
tempat teratas dari semua jenis PMS. Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun
1988, angka insidensi gonorrhea adalah 316 kasus per 100.000 penduduk. Beberapa penelitian di
Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap PSK wanita menunjukkan bahwa prevalensi gonorrhea
berkisar antara 7,4 – 50%. Selain itu, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU Mataram
pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87% dari seluruh penderita
IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan ditemukan 16% dari sebanyak 326 penderita IMS
(Hakim, 2009).3,7,8,9

Patofisiologi
Gonokkokus memiliki por (protein I) yang menjulur dari selaput sel gonokokus. Protein
ini terdapat dalam bentuk trimer untuk membentuk pori-pori di permukaan untuk tempat masuknya
Penyakit Menular Seksual Gonore

beberapa nutrient ke dalam sel. Gonokokus juga memiliki Opa (protein II) yang memiliki fungsi
untuk perlekatan gonokokus pada sel inang. Protein III bejerja sama dengan Por dalam
pembentukan pori-pori pada permukaan sel. Gonokokus memiliki Lipooligosakarida (LOS) yang
tidak mempunyai rantai samping antigen O yang panjang dan kadang-kadang disebut polisakarida.
Racun dalam infeksi gonokokus terutama disebabkan oleh pengaruh endotoksin LPS. 10
Daerah yan mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng
yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Gonokokus dapat
menyerang selaput lendir saluran genitourinary, mata, rectum, dan tenggorokan, mengakibatkan
supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan. Hal ini diikuti oleh peradangan kronis dan
fibrosis. 10

Gambar 2: Struktur Bakteri.10

Gonokokus memiliki protein pili yang membantu perlekatan bakteri ini sel epitel yang
melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Pertama-
tama mikroorganisme melekat ke membrane plasma (dinding sel), lalu menginvasi ke dalam sel
dan merusak mukosa sehingga muncul respon inflamasi dan eksudasi.11-2
Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase, dan
lainnya. Kerusakan jaringan ini tempaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu
LOS (lipooligosakarida) yang berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi
endotoksin yang mengakibatkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan. Mobilisasi leukosit PMN
menyebabkan terbentuknya mikroabses subephitelial yang pada akhirnya akan pecah dan melepas
PMN dan gonokokus.6

Manifestasi klinis
Penyakit Menular Seksual Gonore

Gonore biasanya menginfeksi uretra pada pria dan uretra berikut serviks pada wanita.
Namun juga dapat menginfeksi anus dan tenggorokan.
Pria
a. Cairan berwarna putih pekat atau kuning pekat
b. Nyeri saat berkemih
c. Kemerahan pada ujung penis
d. Adanya cairan yang keluar dari anus disertai rasa tidak nyaman
e. Tenggorokan terasa nyeri

Wanita
a. Cairan keputihan yang tidak biasa
b. Perdarahan yang tidak teratur
c. Nyeri saat berkemih
d. Nyeri panggul, terutama saat berhubungan seksual
Bila tidak segera ditangani, gonore dapat menyebar ke rahim dan saluran tuba kemudian
menyebabkan Penyakit Radang Panggul (PRP) yang dapat menyebabkan infertilitas. Penting
diketahui umumnya infeksi pada wanita tidak menunjukkan gejala, namun infeksi terus berlanjut.
Kecenderungan yang sama mulai meningkat dijumpai pada pria. Servisitis Gonorea biasanya
asimtomatis atau nyeri punggung bawah. Pada pemeriksaan fisik: ditemukan serviks eritematous
dengan erosi, serta sekret yang bersifat mukopurulen.13
Hook dan Handsfield menyatakan bahwa gejala utama dari uretritis akibat infeksi gonokokus
adalah duh tubuh uretra, baru setelah itu diikuti dengan onset munculnya keluhan disuria.
Sementara Daili FS dan Martodihardjo S menyatakan bahwa keluhan subjektif yang muncul
dimulai dengan rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum,
kemudian disusul keluarnya duh tubuh dari ujung uretra, disuria, dan polakisuria. Persentasi
masing-masing keluhan pada wanita dapat dikatakan kecil dibandingkan laki-laki. Infeksi pada
wanita, mulanya hanya mengenai serviks uteri. Kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
panggul bawah. Pada pemeriksaan dapat tampak sekret mukopurulen. Saat gejala klinis muncul,
penderita yang memang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ini menyadari bahwa penyakit
ini didapatnya akibat hubungan seksual. Mungkin pada saat itu mereka malu untuk datang berobat.
Penyakit Menular Seksual Gonore

Barulah setelah kencing nanah makin hebat disertai rasa nyeri saat BAK, penderita datang untuk
berobat.6,13-4
Hook dan Hansfield mengemukakan pada awalnya, duh tubuh yang keluar sedikit dan bersifat
mukoid atau mukopurulen, namun pada kebanyakan pria penderita GO eksudat uretra ini akan
menjadi sangat banyak, purulen (kental dan berwarna kuning kehijauan) dan relatif profuse dalam
24 jam. Hanya seperempat dari keseluruhan penderita yang hanya mengeluarkan eksudat yang
sangat sedikit dengan sifat purulensi yang minimal. Berdasarkan catatan medik penderita pada
penelitian ini, tidak didapatkan duh tubuh yang bersifat mukoid. Mungkin pada saat awal duh
keluar, di mana sesuai teori di atas duh tersebut biasanya hanya sedikit dan bersifat mukoid,
penderita belum berusaha untuk mengobatinya. Dan pada saat sudah menjadi purulen dengan jarak
waktu yang relatif singkat yaitu 24 jam, barulah penderita datang berobat, di samping juga karena
mulai dirasakan keluhan disuria.6

Pemeriksaan
Pemeriksaan Status Lokalis Genitalia
Tempat masuknya kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis. Yang paling sering
adalah uretritis anterior akuta dan dapat menjalar ke proksimal, dapat mengakibatkan komplikasi
lokal, ascenden sertadiseminata.Selain mempertimbangkan keluhan subjektif, pada pemeriksaan
tampak orifisium uretra eksternum yang kemerahan, edema dan ektropion. Sementara pada wanita,
mulanya hanya mengenai serviks, dapat asimtomatik, kadang menimbulkan nyeri pada panggul
bawah. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret yang mukopurulen.
Sayangnya pada penelitian retrospektif ini, data tentang status lokalis genitalia sangat sedikit yang
kami dapatkan. Hal ini mungkin dikarenakan dalam lembar catatan medik tidak terdapat kolom
khusus untuk mencantumkan status lokalis genitalia, sehingga PPDS sering kali lupa untuk
memeriksa atau pun menuliskannya.6,13-4

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks
memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae
yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit.
Penyakit Menular Seksual Gonore

Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan


Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif
dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan nistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan terutama pada pasien wanita.
Tes defenitif dimana pada tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan mengoksidasi
dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga merah lembayung.
Sedangkan dengan tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan
glukosa saja.
Tes beta-laktamase dimana tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak
perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah. Tes Thomson dilakukan dengan menampung
urine setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama
ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua
tampak jernih (Daili, 2009).15

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis
banding dari penyakit Gonore sebagai berikut:
 Infeksi trichomonas vaginalis: eksudat terlihat berbusa, berbau bususk disertai urethritis.
Tes saline positif menandakan adanya infeksi protozoa.
 Infeksi candida albicans: eksudat terlihat kental, berwarna krem dan terasa gatal. Diagnosis
dilakukan dengan identifikasi organisme dengan pewarnaan atau kultur
 Infeksi gardnerella vaginalis: secret tidak berbau, bewarna keabuan dan asam. Pada
pewarnaan terlihat clue cell dan aroma amine pada alkalisasi dengan potassium hydroxide.
Uretritis yang diidentifikasikan pathogen selain gonokokus dikelompokkan dalam
nongonococcal urethritis (NGU). Penyakit ini dikarakteristikkan dengan dysuria kadang-
kadang disertai dengan secret dari uretra dan biasanya mempunyai periode inkubasi yang
Penyakit Menular Seksual Gonore

panjang, onset akut lebih pendek dan sedikit secret dari uretra. Keluhan dapat juga hanya terasa
ketidaknyamanan atau nyeri pada uretra tanpa adanya secret.16

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pada umumnya terapi dengan preparat single dose lebih dipilih dalam penatalaksanaan
kasus GO dengan tujuan mengatasi masalah kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan.
Selama satu dekade, ceftriaxone yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga menjadi
pilihan terapi GO tanpa komplikasi. Diberikan secara intramuskular dengan dosis 125 mg.6
Sebelumnya, antibiotik golongan quinolone seperti ciprofloxacin, ofloxacin, enoxacin, dan lain-
lain yang diberikan sebagai regimen single dose memberi hasil terapi yang memuaskan. Namun
kemudian sejumlah laporan dari Philipina dan Negara-negara Asia Tenggara menyatakan bahwa
mulai terjadi resistensi beberapa antibiotik golongan quinolone terhadap galur N.gonorrhoea.
namun kejadian resistensi ini belum pernah dilaporkan terjadi di Amerika Serikat sehingga CDC
tetap merekomendasikan penggunaan siprofloksacin 500 mg atau ofloksasin 500 mg single dose,
namun tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.6

Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang:
 Bahaya penyakit menular seksual
 Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
 Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
 Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
dihindari.
 Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa yang akan datang.

Komplikasi
Komplikasi GO terbagi menjadi dua yaitu komplikasi lokal dan sistemik. Komplikasi lokal
pada pria dapat berupa tysonitis, parauretritis, litritis, dan cowperitis. Selain itu infeksi juga dapat
Penyakit Menular Seksual Gonore

menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang
dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria menimbulkan trigonitis dengan gejala poliuria, disuria terminal dan terminal hematuria.
Pada wanita, infeksi pada serviks (cervicitis gonorrhoea) dapat menimbulkan komplikasi
salpingitis, atau pun penyakit radang panggul (PRP). Selain itu bila infeksi mengenai uretra dapat
terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar bartholin akan menyebabkan bartholinitis. Infeksi
yang berlangsung lama dan tetap tidak diobati akan dapat menyebabkan infeksi sistemik lewat
sirkulasi (terjadi bakteriuria) mengakibatkan komplikasi diseminata. Penderita dengan infeksi
gonokokus akut, dapat terjadi koinfeksi dengan kuman lain penyebab PMS. Yang paling sering
adalah Chlamydia trachomatis. Sementara pada wanita, sering juga mengalami koinfeksi dengan
Trichomonas vaginalis. Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis,
miokarditis, endocarditis, pericarditis, meningitides dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat
hubungan kelamin selain cara genito-genital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi non-genital
yaitu orofaringitis, proktitis dan konjungtivitis.6, 13-4,17-8

Gambar 3: Manifestasi Klinis dan Komplikasi Gonore yang Tidak Diobati.18

Diskusi
Penyakit Menular Seksual Gonore

Penyakit Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam
uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) dan Gonore bisa
menyebar melalui aliran tranfusi darah yang terinfeksi dengan menggunakan jarum suntik dan
benda tajam lainya ke bagian tubuh , terutama kulit dan persendian. Penularan juga dapat terjadi
pada terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil, saat melahirkan dan saat menyusui tetapi
penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi jarang sekali terjadi.
Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan
diketahui menderita penyakit tersebut hanya setelah pasangan hubungan seksualnya tertular. Jika
timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat,
seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina, dan demam.
Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra, dan rektum serta
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual.Wanita dan pria homoseksual
yang melakukan hubungan seks melalui anus (anal sex) dapat menderita gonore pada rektumnya.
Peningkatan jumlah penyakit menular seperti gonore ini disebabkan oleh faktor perilaku
masyarakat yang kurang kesadaran dan pengetahuan sehinngga mudah terpajan dengan penyakit
gonore akibat melakukan hubungan seksual atau seks bebas atau hubungan pranikah dengan cara
berganti-ganti pasangan.
Oleh itu, pencegahan awal dan efektif harus dilakukan oleh masyarakat dengan memiliki
perilaku seks yang aman, yaitu setia dengan satu pasangan yang sah, tidak berganti-ganti pasangan
seksual, memakai kondom bila melakukan hubungan seksual dengan orang/ pasangan yang
beresiko tinggi, misalnya PSK wanita. Pengentasan PSK wanita dari lokalisasi juga harus
dilakukan agar salah satu sumber rantai penularan dapat diputus. Perlu juga dilakukan konseling
pranikah, skrining awal terhadap calon pengantin terhadap keberadaan PMS seperti gonore

Kesimpulan
Gonore (GO) adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh Neisseria
Gonorrhoaea yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum (usus bagian bawah),
tenggorokan maupun bagian putih mata (Gonorhoaea Conjugtiva). Gonore bisa menyebar melalui
aliran darah kebagian tubuh lainya terutama kulit dan persendian. Pada wanita, infeksi gonore
dapat menyebar naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput didalam panggul sehingga
menimbulkan nyeri panggul dan gangguan reproduksi. Gonore biasanya diobati dengan
Penyakit Menular Seksual Gonore

suntikan tunggal seftriakson intramuskuler (melalui otot) atau dengan pemberian antibiotik per-
oral (melalui mulut) selama 1 minggu (biasanya diberikan doksisiklin). Upaya mencegah
penularan dan penyebaran penyakit harus dilakukan secara efektif untuk menurunkan angka
prevalensi penyakit gonore khusunya dalam masyarakat di Indonesia.
Penyakit Menular Seksual Gonore

Daftar Pustaka
1. Daili, S.F., 2007. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS).In: Djuanda, A.,Hamzah, M.,
and Aisah, S.,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI,
363-365.
2. World Health Organization, 2007. Sexually Transmitted Infections. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs110/en/[accessed 13 April 2010].
3. Malik SR,Amin,S Anwar Al.Gonore.Dalam Amiruddin MD,editor,Penyakit Menular
Seksual.Makassar : Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin;2004.p.65-85
4. Wiknjosastro,H. Gulardi,2009.ILMU KEBIDANAN.Jakarta :PT Bina Pustaka: h. 618.
5. Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F.,et al. Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI.h. 65-76.
6. Jawas FA, Dwi M. Penderita gonore di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2002–2006. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Desember 2008; 20(3): 217-8.
7. Behrman, A.J. & Shoff, W.H., 2009. Gonorrhea, University of Pennsylvania. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/782913-overview [accessed 13 April 2010].
8. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Sexually Transmitted Disease
Surveillance 2008. Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Division of
STD Prevention.
9. Hakim, L., 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In: Daili, S.F., et al., Infeksi
Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 3-16.
10. Jawetz, Melnick, Adelberg Dalam Nugroho E, Maulany RF, Setiawan I. editor.
Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 1995.h.280-3.
11. Price SA, Wilson LMC. Pathophysiology Clinical concept of disease processes. Edisi 6.
2002;p.1336-7.
12. Mc.cance KL, Huether SE. Pathophysiology the biologic basis for disease in adults and
children. Edisi 5. United States of America: 2006;p.866.
13. Tanto C, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Essential
Medicine; 2014.h.343.
Penyakit Menular Seksual Gonore

14. Karnath BM. Manifetations of gonorrhea and clamydial infection. Hospital Physician. May
2009;p.44.
15. Daili, S.F., 2009. Pemeriksaan Klinis pada Infeksi Menular Seksual. In: Daili, S.F., et al.,
Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 19-61.
16. Freedberg I, Eisen A, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz S et al, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 6th edition.p.2205-8
17. Price SA, Wilson LMC. Pathophysiology Clinical concept of disease processes. 6th edition.
2002;p.1336-7.
18. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000.h.196.

Anda mungkin juga menyukai