Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehinngga
LAPORAN PBL dari kelompok 12 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami
kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. yang
telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu dalam
pembuatan laporan ini yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya kepada dr.
yang telah banyak membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik
disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga laporan hasil LAPORAN PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang
telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan mengenai skenario ini.

Makassar, 8 November 2017


Penyusun
SKENARIO 1
Seorang Perempuan 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan gatal-gatal di
badan, di bawah lipatan payudara, dan sekitar pantat sudah sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya
bercak merah muncul disertai warna kemerahan.

2
1. TENTUKAN KATA KUNCI
- Wanita 50 tahun
- Gatal-gatal di badan, di bawah lipatan payudara, dan sekitar pantat semenjak 1
bulan lalu
- Awal bercak sedikit kemerahan

2. TENTUKAN PROBLEM KUNCI DENGAN MEMBUAT PERTANYAAN-


PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari kulit?
2. Bagaimana patomekanisme gejala pada skenario?
3. Mengapa pasien gatal di bawah payudara dan pantat?
4. Sebutkan penyakit-penyakit tropis dengan gejala bercak merah!
5. Apakah langkah-langkah diagnosis yang di dapat dari skenario?
6. Apakah diagnosis banding yang di dapat dari scenario?
7. Apakah penatalaksanaan awal dan pencegahan dari skenario?
8. Apakah perspektif islam yang dapat diambil dari skenario?
3. JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari kulit?
 Anatomi dan histologi dari kulit
Kulit adalah ‘selimut’ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi, dengan
berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak (Tranggono,
2007). Kulit terbagi atas lapisan epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang
paling luar, Dermis (korium, kutis, kulit jangat), dan subkutis atau jaringan
lemak terletak dibawah dermis.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang
paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak
tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi, dan perut. Karena ukurannya yang tipis, jika kita terluka
biasanya mengenai bagian setelah epidermis yaitu dermis. Dermis terutama
terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat
mencapai 72 persen dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak
3
(Tranggono, 2007). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan
subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya
sel dan jaringan lemak.
1. JARINGAN EPIDERMIS terdiri atas :

a) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapis sel sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya elah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b) Stratum lucidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel – sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki.
c) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir
butir kasar ini terdiri atas keratohialin, mukosa biasanya tidak mempunyai
lapisan ini. Stratum granulosum tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.
d) Startum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang
besarnya berbeda beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah tengah. Sel
sel ini makin dekat permukaan making gepeng bentuknya. Diantara sel sel
spinosum terdapat jembatan jembatan antar sel (intercellular bridges) yang

4
terdiri atas protoplasma dan tonofibrin atau keratin. Perlekatan antar jembatan
ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Di
antara sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.
e) Stratum basale terdiri atas sl sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Sel sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduksi. Terdiri dari
dua sel yaitu :
I. Sel sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar.
II. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel sel
berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mnegandung butir pigmen.

2. LAPISAN DERMIS adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermas. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat
dengan elemen elemen selular dan folikel rambut. Lapisan dermis dibagi
menjadi dua :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut serabut penunjang misalnya, serabut kolagen, elastin dan
retikulin.
3. LAPISAN SUBKUTIS adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel sel lemak di dalamnya. Sel sel lemak merupakan sel bulat,
besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel
sel lemak ini disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.

5
Vaskularisasi di kulit di atur oleh 2 pleksus yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis
(pleksus profunda)
 Adneksa kulit
1. Kelenjar kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera).
Ada dua macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil,
terletak dangkal di dermis dengan secret encer dan kelenjar apokrin
yang lebih besar, terletk lebih dalam dan sekretnya lebih kental
b. Kelenjar palit (glandula sebassea)
Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan
dan kaki. Disebut kelenjar palit atau juga kelenjar holokrin karena
tidak berlumen dan secret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel sel
kelenjar. Biasanya terdapat di samping kar rambut dan muaranya
terdapat pada lumen akar rambut.
c. Kuku
Bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Bagian kuku yang
terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang
terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut
badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku
yang bebas.
d. Rambut
Rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut)
dan bagian yang berada di luar kulit (batag rambut). Ada 2 macam
tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak
mngandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal
yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medulla dan terdapat pada orang dewasa.

 Fisiologi kulit
1. Fungi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan
kimiawi, misalnya zat zat kimia tertentuyang bersifat iritan, sontohnya;
lisol, karbol, asam dan alkali kuat; gangguan yang bersifat panas;
6
misalnya radiasi, sengatan sinar UV; gangguan infeksi luar. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan
serabut serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung
terhadapt gangguan fisis
2. Fungsi aborpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat. Tetapi, cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan, metabolism, dan jenih vehikulum
3. Fungsi eksresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat zat yang tidak berguna
lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
ammonia.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Reseptor untuk rangsang panas adalah badan ruffini di
dermis dan subkutis, untuk rangang dingi adalah badan Krause di
dermis. Untuk rangsang rabaan oleh badan taktil Meissner di papilla
dermis, dan badan merkel ranvier pada dermis, sedangkan terhadap
rangsang tekanan oleh badan paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termorgulasi), kulit melakukan peranan
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah
kulit
6. Fungsi pembentukan pigmen, yang dilakukan oleh sel melanosit yang
terletak di lapisan basale dan sel ini berasala dari rigi saraf.
7. Fungsi keratiisasi.
8. Fungsi pembentukan vit. D, dimungkinkan denganmmengubah 7,
dihidrosi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari menajdi vitamin
D.
Referensi :

http://repository.unair.ac.id di akses pada tanggal 31 oktober 2017

djuanda, Prof.Dr. dr. Adhi, dkk. 2011. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta :
badan penerbit FKUI. Hal 3 – 8.

7
2. Bagaimana patomekanisme gejala pada skenario?
Pada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang merupakan reseptor nyeri
(nosiseptor). Ujung saraf bebasnya bisa mencapai bagian bawah epidermis. Ujung
saraf bebas terbagi menjadi dua jenis serabut saraf. Serabut saraf A bermielin yang
merupakan nosiseptor dan serabut saraf C tidak bermielin. Serabut saraf C terdiri
dari 80% mekanosensitif yang merupakan polimodal nosiseptor dan 20%
mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor merupakan serabut saraf yang merespon
terhadap semua jenis stimulus mekanik dan kimiawi. Sedangkan mekanoinsensitif
tidak merespon terhadap stimulus mekanik, namun memberi respon terhadap
stimulus kimiawi. Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan pruritoseptor
yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama dipengaruhi oleh histamine.

Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang cepat. Kecepatan


hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan serabut saraf C merupakan
penghantar sinyal saraf yang lambat. Kecepatan hantarannya hanya 12m/detik,
terlebih lagi pada serabut saraf C mekanoinsensitif yang hanya 0,5m/detik. Hal ini
menjelaskan mengapa seseorang dapat merasakan rasa gatal beberapa saat setelah
stimulus terjadi. Bandingkan saat tangan kita terkena benda panas. Pruritogen
menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C
tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi
input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari
impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan
inflamasi neurogenik (substansi P, Calcitonin Gene-Related Peptide, neurokinin A,
dan lain-lain). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan
timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk
menggaruk bagian tertentu tubuh.

Gatal dapat timbul apabila pruritoseptor terangsang dan reseptor lainnya


tidak terangsang. Tidak mungkin pada penghantaran sinyal, terdapat dua reseptor
sekaligus yang terangsang oleh satu stimulus. Saat pruriseptor terangsang,
seseorang akan mulai merasakan sensasi gatal sehingga timbul hasrat untuk
menggaruk. Saat menggaruk, polimodal nosiseptor akan terangsang sehingga
pruritoseptor akan berhenti terangsang. Hal ini memberikan penjelasan mengapa
ketika seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan
8
menghilang. Setelah garukan dihentikan, yang artinya polimodal nosiseptor
berhenti terangsang, pruritoseptor sangat mungkin untuk kembali terangsang
sehingga gatal akan timbul kembali. Polimodal nosiseptor juga dapat menimbulkan
gatal, misalnya pada baju baru yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi
gatal. Stimulus pada serabut saraf C melalui ganglion dorsal dan menyilang pada
saraf tulang belakang ke sisi kontralateral dan masuk ke jalur spinotalamikus lateral
menuju thalamus dan akhirnya mencapai korteks serebri sensori.

Referensi : Greaves MW. Recent advances in pathophysiology and current


management of itch. Ann Acad Mes Singapore. 2007 Sep;36(9):788-92

3. Mengapa pasien gatal di bawah payudara dan pantat?


Jamur yang sering mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian
bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari
adalah candida. Dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut,
dan glans penis (balanopostitis), sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan
keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima. Keluhan berupa gatal
yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar dan basah.

Selangkangan, ketiak, bagian bawah payudara merupakan bagian tubuh


yang mudah lembab karena merupakan area bagian yang terlipat. Terdapat faktor
yang mempengaruhi kelembaban di daerah ini seperti aktifitas fisik, kondisi tubuh
yang sering berkeringat, berat badan, suhu lingkungan, dan jenis pakaian/celana
dalam yang tidak menyerap keringat. Seseorang dengan berat badan berlebih
cenderung memiliki kondisi kulit yang mudah lembab dan berkeringat. Kulit yang
lembab merupakan suasana yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur.
Gejala dari infeksi jamur adalah gatal, berbau, lembab, kulit mudah
iritasi/kemerahan.

Referensi: http://digilib.unimus.ac.id

4. Sebutkan penyakit-penyakit tropis dengan gejala bercak merah!


Penyakit yang bergejala Kemerahan pada kulit,yaitu:
9
a. Ptyriasis Rosea k. Malaria

b. Herpes Zooster l. Demam berdarah dengue

c. Morbus Hansen m. Eritroderma

d. Candidiasis n. Scabies

e. Eritrasma o. Fotosensitivitas

f. Psoriasis p. Varicella

g. Dermatitis Kontak q. Tinea corporis

h. Urtikaria r. Impetigo bullosa

i. Dermatitis atopi s. Dermatofitosis

j. Miliaria t. Candidiasis

u. Eritrasma

Namun berdasarkan scenario,maka penyakit tropis yang bergejala bercak merah


yang kami ambil sebagai diagnosis banding adalah:

 Tinea Cruris : Tinea kruris yang sering disebut “jock itch” merupakan infeksi
jamur superfisial yang mengenai kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar
anus dan daerah perineum.
 Tinea Corporis : Tinea korporis merupakan dermatofitosis yang mengenai
kulit tidak berambut (glabrosa), telapak tangan, telapak kaki, dan sela paha.
 Candidiasis : Candidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau
subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida
albicans.
 Eritrasma : penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan
oleh satu grup bakteri coryneform aerob, yang dikenal dengan nama
Corynebacterium minutissimum.

10
Ref:

 Wulan Yuwita dkk.2015. Jurnal Karakteristik Tinea Kruris dan/atau Tinea


Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RS. Dr. Hasan Sadikin Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung, Indonesia
 Djuanda adhi, dkk.2006.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

5. Apakah langkah-langkah diagnosis yang di dapat dari skenario?


Langkah-Langkah Diagnosis

Anamnesis :

1. Anamnesis mencakup
2. Identifikasi penderita,
3. Keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang perlu ditanyakan pada keluhan
utama ialah keluhan yangmendorong penderita meminta pertolongan medis.
Perjalanan penyakit mencakup: sejak kapan mulai sakit (berapa hari,
minggu, bulan), bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-
merah, bintik-bintik, di mana kelainan pertama kali timbul (kaki, kepala,
wajah, anggota gerak) apakah menjalar/tidak, atau hilang timbul apakah gatal,
sakit, atau bagaimana, apakah keluar kering yang digunakan bagaimana
pengaruh obat tersebut apakah penyakit membaik, memburuk atau menelap
4. Mengenai keluarga harus ditanyakan: sosio-ekonomi keluarga, jumlah anggota
keluarga, cara hidup, dan penyakit dalam keluarga atau pekerjaan,
5. Penyakit berkaitan dengan suatu misalnya suatu luka-luka benda tertentu,
hubungan dengan musim atau akibat faktor dalam lingkungan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan umum adalah penting, dan perlu dicari hubungannya


dengan penyakit kulit yang sedang diderita. Pemeriksaan kulit sendiri harus
dikerjakan di tempat terang, jika perlu dengan bantuan kaca pembesar.

1. Pertama tama harus ditentukan lokalisasi kelainan, yaitu secara


a. Regional: r. fasialis, r, torakalis, r. abdominalis
11
b. Dengan regio relatif: 1/3 proksimal ekstremitas inferior kiri, 1/3 tengah
lengan kanan, dll. Di atas lokalisasi tersebut dicari efloresensi atau ruam
kulitnya.
Ada 2 jenis ruam kulit Ruam kulit primer:

a. Makula adalah efloresensi primer yang hanya berupa perubahan warna kulit
tanpa perubahan bentuk, seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen
b. Eritema adalah makula yang berwarna merah, seperti pada detinatitis, lupus
eritematosus, tegas,
c. Papula adalah penonjolan padat di atas permukaan kali, berbalas berukuran
kurang
d. Nodula sama seperti papula tetapi diameternya lebih besar dari papul misalnya
pada prurigo nodularis.
e. Vesikula adalah gelembung yang berisi cairan serosa dengan diameter kurang
dari 1 cm, misalnya pada varisela, herpes zoster.
f. Bula adalah vesikel dengan diameter lebih besar dari lam, misal pada
pemiigus, bakar. Jika vesikel/bula berisi darah disebut vesikel/bula bula berisi
nanah disebut buta purulen.
g. Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela, psoriasis
pustulosa.
h. Urtika adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema setempat dan
dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa, dan
gigitan serangga.
i. Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan
sel maupun jaringan tubuh.
j. Kista adalah penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti pada kista epidermoid
Ruam kulit sekunder:

a. Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa
sisik halus (TV), sedang (dernkatitis) atau kasar Skuama dapat berwarna putih
(psoriasis), coklat (TV), atau seperti sisik ikan (iktiosis). tis adalah onggokan
cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah mengering di atas
permukaan kulit, misalnya pada impetigo dermatis kontak.
b. Krusta berwarna hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal darah) atau coklat

12
(asal darah, nanah, serum)
c. Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spine Kulit tampak menjadi
merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak.
d. Ekskoriasi adalah kulit tampak merah disertai bintik-bintik kulit kontak dan
ektima perdarahan. Ditemukan pada dermatitis Ulkus adalah kerusakan kulit
(epidermis dan dermis) yang memiliki dasar. dinding, tepi dan isi. Misal, ulkus
tropikum, ulkus durum.
Sifat-sifat efloresensi

1. Ukuran miliar (sebesar kepala jarum pentul); lentikular (sebesar kacanghijau-


efloresensi jagung): numular (sebesar uang logam seratus rupiah; dan plakat
besar dari uang logam seratus rupiah).
2. Gambaran Lincar, seperti garis lurus: sirsinar/anular jika melingkar; arsinar,
menyerupai bulan sabit polisiklis, menyerupai bunga korimbiformis, jika
efloresensi besar dikelilingi oleh efloresensi kecil hen andelickend
configuration)
3. Bentuk Bundar (impetigo); lonjong (pitiriasis rosea): serpiginosa (sifilis sta
dium ID; her petiformis, menyerupai dermatitis herpetiformis; dan konfluen,
jika beberapa efloresensi bergabung menjadi satu efloresensi besar
(variola);iris formis, menyerupai iris (bentuk bulat lonjong, pada bagian
tengah tampak putih/hitam), pada eritema multiforme.
4. Lokalisasi penyebaran: Solitar, jika hanya satu lesi (ulkus durum) Multipel,
jika lesi banyak (varisela) Regional, menyerang satu regio: pada prurigo,
urtikaria Diskrit, lesi lesi terpisah satu dengan yang lain: pada ektima

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Untuk memastikan diagnosisharus ditunjang dengan pemeriksaan


laboratorium dan laboratorik/spesifik pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan

1. Pemeriksaan darah rutin, feses dan kemih, serta kimia darah.


2. Pemeriksaan sediaan apusba wh seperti pemeriksaan terhadap hita dengan
Kol trikomonas (NaCl 0,9%).

13
3. Pemeriksaan sekret/bahan-bahan dari kulit dengan pewarnaan khusus, seperti
Gram (untuk bakteri), Ziehl Nielsen untuk basil tahan asam, gentian violet
untuk virus, mikroskop lapangan gelap untuk spiroketa, pemeriksaan cairan
gelembung (untuk menghitung eosinofil dan pemeriksaan sel Tzanck.
4. Pemeriksaan serologik untuk sifilis, frambusia.
5. Pemeriksaan dengan sinar Wood terhadap infeksi jamur kulit,
6. Pemeriksaan terhadap alergi: uji gores, tetes, tempel, tusuk, dan uji suntik
7. Pemeriksaan histopatologi
Referensi : Cara Menegakkan Diagnosis Penyakit Kulit. Book publisher. Eprints.
Universitas Diponegoro. Surabaya

6. Apakah diagnosis banding yang di dapat dari scenario?

A.TINEA CORPORIS

DEFINISI

Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut (glabrous
skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha (Verma dan
Heffernan,2008). Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih
dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu
penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis
(Verma dan Heffernan,2008).

Etiologi

Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu
Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies
dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang
disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan
Heffernan,2008).

Epidemiologi

14
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-
25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering
(Rezvani dan Sefidgar,2010). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat
menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur superfisial ini
relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi)
dan sering terjadi eksaserbasi (Havlickova et al,2008).

Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika


Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Trycophyton
mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika
penyebab tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton
mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton
rubrum, sementara di Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,
Tricophyton mentagropytes dan Tricophyton violaceum (Verma dan
Heffernan,2008).

Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta adalah


T. rubrum 57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes var.
granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T. concentricum 0,5%.

Patogenesis

Elemen kecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filament terdiri
dari sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan karakteristik
utama yang membedakan jamur, karena banyak mengandung substrat nitrogen
disebut dengan chitin. Struktur bagian dalam (organela) terdiri dari nukleus,
mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma, lisosom, apparatus golgi dan sentriol
dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Benang-benang hifa bila bercabang
dan membentuk anyaman disebut miselium (Ryan,2004).

Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk


spora, baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang
dibentuk hifa, besarnya antara 1-3μ, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut
atau lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan
memanjang membentuk hifa. terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual

15
(gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa
penggabungan) (Hay dan Moore,2004).

Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur


yang dapat tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan,
jamur dermatofita harus tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi
temperatur dan kelembaban, kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam
lemak. Kerusakan stratum korneum, tempat yang tertutup dan maserasi
memudahkan masuknya jamur ke epidermis (Verma dan Heffernan,2008).

Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu


baik respon imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun
nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur.
Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor umum, seperti gizi, keadaan hormonal,
usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari kulit dan mukosa, sekresi
permukaan dan respons radang. Respons radang merupakan mekanisme
pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur.
Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi sejumlah komponen kimia
yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme. Komponen kimia ini
antara lain ialah lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut.
Unsur kedua merupakan elemen seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan
fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing. Makrofag juga
terlibat dalam respons imun yang spesifik. Sel- sel lain yang termasuk respons
radang nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK
(natural killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan
infeksi jamur (Cholis,2001).

Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan jamur setelah


jamur mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan
sel yang berperan penting pada pertahanan tubuh spesifik. Sel-sel ini mempunyai
mekanisme termasuk pengenalan dan mengingat organism asing, sehingga terjadi
amplifikasi dari kerja dan kemampuannya untuk merspons secara cepat terhadap
adanya presentasi dengan memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T berperan
dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas seluler sangat penting pada infeksi

16
jamur. Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak antara limfosit dengan
antigen (Cholis,2001).

Gambaran Klinis

Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong berbatas tegas,
bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang
ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah
lesi relatif lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena
beberapa lesi kulit yang menjadi satu.

Pada Tinea korporis yang menahun, tanda- tanda radang menjadi hilang dan
selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja (Verma dan
Heffernan,2008). Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan
kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.

Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan
binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan
mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi
melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya. Kelaiana ini dapat terjadi
pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam
hal ini disebut Tinea corporis et cruris atau sebaliknya.

Pemeriksaan Laboratorium

17
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur,
pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan serologi, dan
pemeriksaan dengan menggunakan PCR (Hay dan Moore,2004).

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung


dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit
atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop.
Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang)
yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil
sebesar 1-3μ .

Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-300C),
kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies
jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora (Hay
dan Moore,2004).

Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar


ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila
sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu,
sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi).
Beberapa jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini,
M.ferrugineum dan T.schoenleinii. (Hay dan Moore2004).

Diagnosa Banding

Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain eritema anulare
sentrifugum, eksema numular, granuloma anulare, psoriasis, dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea, liken planus dan dermatitis kontak (Verma dan Heffernan,2008).

Diagnosa

18
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur (Verma dan Heffernan,2008).

Pengobatan

Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non


medikamentosa dan pengobatan medikamentosa.

Non Medikamentosa

Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non


medikamentosa adalah sebagai berikut:

1. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi


atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran
infeksi ke bagian tubuh lainnya.
2. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian
dengan orang yang terinfeksi.
3. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
mencegah penyebaran jamur tersebut.
4. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan
sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
5. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang
dapat menghambat sirkulasi udara.
6. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan
debu-debu yang menempel pada sepatu.
7. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur.
Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet

Medikamentosa

19
Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan sistemik.
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup diberikan obat topikal. Lama
pengobatan bervariasi antara 1-4 minggu bergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan pada lesi yang luas atau kronik
rekurens. Anti jamur topikal yang dapat diberikan yaitu derivate imidazole,
toksiklat, haloprogin dan tolnaftat. Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang
meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dilakukan dengan kompres
basah secara terbuka (Vermam dan Heffernan,2008).

Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antijamur dengan
kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi
keluhan pasien (Verma dan Heffernan,2008).

1. Pengobatan Topikal

Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi


oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat
tersebut. Selain obat-obat klasik, obat- obat derivate imidazole dan alilamin dapat
digunakan untuk mengatasi masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang
termasuk golongan imidaol kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama
3-4 minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga untuk
meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan klinis dan
mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan (Verma dan Heffernan,2008).

2. Pengobatan Sistemik

Menurut Verma dan Heffernan (2008), pengobatan sistemik yang dapat diberikan
pada tinea korporis adalah:

 Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk anak-anak
15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari
 Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang resisten terhadap

20
griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 3
minggu.
 Obat-obat yang relative baru seperti itrakonazol serta terbinafin dikatakan
cukuo memuaskan untuk pengobatan tinea korporis.

Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2010), pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya.Yang sekadar menjawab pertanyaan “what”,
misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat
menjawab pertanyaan apa sesuatu itu.

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau


memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang

21
tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat
diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau


meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi


atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.

B.KANDIDIASIS

Pengertian
Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candidia, biasanya oleh spesies Candidia albicans dan
dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang kadang dapat
menyebabkan septicemia, endocarditis, atau meningitis. Kandidiasis memiliki
sinonim yaitu kandidiosis, maniliasis.
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki laki maupun perempuan. Jamur penyebab terdapat pada orang sehat sebaga
saprofit. Gambaran klinisnya bermacam macam sehingga tidak diketahui data data
penyebarannya dengan tepat.

Etiologi
Penyebab kandidosis ialah Candida yaitu khamir yang sering di temukan
pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Pada manusia, spesies yang sering

22
ditemukan adalah Candida albicans, Candida tropicalis, Candida krusei, Candida
parapsilosis, Candida guiliermondii, Candida dubliniensis. Penyebab terbanyak
kasus kandidosis adalah Candida albicans.

A. Factor predisposisi
1. Factor endogen :
I. Perubahan fisiologi
 Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
 Kegemukan, karena banyak keringat
 Debilitas
 Latrogeik
 Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
 Penyakit kronik, tuberculosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk.
II. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna
III. Imunologik : penyakit genetic
2. Factor eksogen
I. Iklim, panas, dan kelembapan menyebabkan perspirasi meningkat
II. Kebersihan kulit
III. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
meserasi dan memudahkan masuknya jamur.
IV. Kontak dengan penderita, misalnya pada trush dan balanoposilitis

Pathogenesis
1. Kandidosis kulit
Kelainan terutama ditemukan pada daerah yang lembab dan hangat.
Disintegrasi jaringan pada tempat tersebut menyebabkan turunnya imunitas
local yang menyebabkan kandidosis akut.
2. Kandidosis kuku
Biasanya terjadi pada orang denan kelainan kongenital seperti
kandidosis mukokutaneus kronik, orang yang sering berhubungan dengan air
dan pasien diabetes mellitus.

23
3. Kandidosis selaput lendir
Kandidosis mukosa dapat mengenai mukosa vagina, orofaring,
esophagus, dan kadang kadang mukosa intestinal.
Kandidosis oropharing (KOF) banyak ditemukan pada bayi, orang lanjut
usia dan individu imunokompromis yang memiliki penyakit utama yang
serius. KOF juga kerap terjadi pada penderita HIV?AIDS
Kandidosis saluran cerna merupakan keadaan yang jarang di temukan,
baik pada individu imunokompeten maupun imunokompromise seperti AIDS,
keganasan hematologic maupun kondisi buru yang disebabkan oleh penyakit
sistemik lain.
Kondidosis vagina dimungkinkan karena perubahan pada lingkungan
mikro dan imunitas local vagia

Gejala Klinis
1. Kandidosis Kulit
Sering terjadi pada sela jari kaki/tangan, inguinl, perineum, bawh payudara
dan ketiak. Kandidosis pada sela jari dikenal sebagai “penyakit kutu air” ata
“rangen”
Kandidosis akut dimulai dengan gambaran lesi vesikopustular yang dapat
meluas. Biasanya terjadi meserasi dan eritem, dengan dasar merah dan
membrane berwarna putih. Sering ditemukan lesi satelit dsekitarnya. Gejala
utama ialah gatal dan rasa sakit bila terjadi meserasi.
2. Kandidosis Kuku
Kelainan yang sering terjadi adalah paronikia dan gejala yang penting adalah
kemerahan di sekitar kuku dan bawah kuku yang disertai nyeri.
Kuku yang terkena dapat berubah warna, menjadi seperti susu dan warna lain,
rapuh dan menebal.
3. Kandidosis selaput lendir
Pada bayi sering ditemukan sebagai bercak putih seperti sisa susu di bibir,
lidah atau selaput lender mulut.
Kandidosis orofaring (KOF) pada penderita AIDS sering berbentuk pseudo
membrane, eritematu, dan keilitis angularis (perleche). Pada kandidosis
saluran cerna, gejala yang ditemukn menyerupai gejala ringan mirip gastritis
seperti kembung sampai diare.
24
Pada perempuan, kandidosis vagina sering menimbulkan vaginitis dengan
gejala utama flour alus/keputihan yang sering disertai rasa gatal pada vulva.
Flour yang dihasilkan dapat encer sapai kental. Gejala lain yang ditemukan
adalah nyeri, rasa panas, dyspareunia, dan dysuria. Gejala biasanya bertambah
seminggu sebelum dating haid dan berkurang setelah haid.

Diagnosis :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.
2. Pemeriksaan iakan.
Bahan yang diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa sbouraud, dapat pula agar
pula agar ini dibubuhi antibiotic (kloramfenikol) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri.

Pengobatan
1. Menghindari atau menghilangkan factor predisposisi.
2. Topical:
 Larutan ungu gentian 1-2% untuk kulit, ½ - 1% untuk selaput lender,
dioleskan 2 kali selama 3 hari
 Nistatin : berupa krim, salap, emulsi
 Amfoterisin B
 Mikonazol 2% : krim atau bedak
 Klotrimazol 1% : bedak, larutan, atau krim
 Tiokonazol, bufanazol, isokonazol
 Siklopiroksolamin 1% : larutan, krim
 Antimikotik spektrum luas yang lain

3. Sistemik :
 Tablet nystatin = menghilangkan infeksi lokal dalam salura cerna, obat ini
tidak diserap dalam usus
 Afoterisin B = intravena untuk kandidiasis sistemik

25
 Untuk kandidosis vaginalis = kotrimazol 500 mg/vaginam dosis tunggal
 Itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal
Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringgannya faktor predisposisi

C. ERITRASMA

DEFINISI

Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang lebih dari 100 tahun dianggap
sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan penyakit ini sebagai penyakit kulit
yang disebabkan oleh Actynomycetes, Nocardia minitussima berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan langsung, ditemukan struktur seperti hifa
halus pada tahun 1859. Sarkani, dkk (1962) menemukan Corynebacterium sebagai
etiologi penyakit eritrasma berdasarkan penelitian biakan.

Eritrasma merupakan penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang


disebabkan oleh Corynebacterium minitissismum, ditandai dengan lesi berupa
eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Eritrasma bisa
terjadi di segala usia, tapi lebih sering terjadi pada dewasa. Kulit yang lembab,
udara yang lembab, pakaian yang ketat, sepatu yang sempit, dan hiperhidrosis
merupakan faktor-faktor mempengaruhi perjalanan penyakit ini.

ETIOLOGI

Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100 tahun
lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan penyakit ini
sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actinomycetes, Nocardia minitussima
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan langsung dengan ditemukan
susunan struktur semacam hifa halus.

Klinis infeksi dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi lebih umum di antara
orang dewasa daripada anak-anak. Di lembaga-lembaga, kejadian dapat meningkat
terus seiring dengan pertambahan usia. Normal, insidens di sela-sela jari kaki
adalah 30%, pada daerah inguinal 18% dan daerah ketiak 4%.

Corynebacterium minitissismum, berciri-ciri pendek, batang Gram positif


dengan butiran subterminal. Penyakit ini bersifat universal, namun lebih banyak

26
terlihat di daerah tropik. Dalam sebuah penelitian di daerah beriklim sedang, 20
persen dari subyek yang dipilih secara acak ditemukan mengalami erythrasma dari
pemeriksaan lampu Wood. Erythrasma lebih sering terjadi pada laki-laki dan dapat
terjadi dalam bentuk tanpa gejala di daerah genitokrural.

PATOGENESIS

Kelompok jamur Actynomicetes yaitu Nocardia minutissima diduga sebagai


penyebab utama eritrasma. Saat ini bakteri batang gram positif yang ditemukan
pada pemeriksaaan eritrasma adalah Corynebacterium minutissimum. Bakteri ini
bersifat lipofilik, tidak memiliki spora, aerob dan katalase positif. Organisme
lipofilik ini berkolonisasi pada daerah yang kaya akan lipid atau sebum seperti pada
lipatan ketiak. Bakteri ini mempermentasikan glukosa, dextrose, sukrosa, maltose
dan manitol.

Corynebacteria menyerang sepertiga atas stratum korneum, di bawah kondisi


yang menguntungkan seperti panas dan kelembaban, organisme ini berkembang
biak. Stratum korneum menebal. Organisme yang menyebabkan eritrasma terlihat
di ruang-ruang antar serta dalam sel, melarutkan fibril keratin. Fluoresensi karang
merah sisik dilihat di bawah sinar Wood adalah sekunder untuk produksi porfirin
oleh diphtheroid ini.

Corynebacterium minutissimum berada pada lapisan superfisial stratum


korneum, dan tidak berpenetrasi kepada lapisan epithelium yang masih baik atau
jaringan ikat dalam keadaan normal. Bakteri ini menginvasi bagian superfisial
stratum korneum pada kondisi yang cenderung panas dan kelembaban, organisme
ini berkembang biak akibat gangguan pada flora normal yang diikuti oleh
kerusakan pada barrier kulit, sehingga menyebakan stratum korneum menjadi
tebal. Bakteri ini dapat dilihat di rongga antar sel, seperti juga di sel-sel,
menghancurkan fibril-fibril keratin. Bakteri ini menghasilkan porfirin seperti pada
hampir seluruh Corynebacteria. Substansia fluoresensi adalah senyawa porfirin
yang larut air sehingga tidak bisa dilihat pada daerah yang baru saja dicuci.

GEJALA KLINIS

Gejala Biasanya asimtomatis. Durasi minggu ke bulan sampai bertahun-tahun.


Sering salah didiagnosis sebagai tinea cruris atau pedis. Lesi kulit dapat berukuran

27
sebesar miliar sampai plakat, dapat berupa maserasi, erosi, atau pecah-pecah,
Sering simetris, Lesi eritroskuamosa dengan berskuama halus dan kadang-kadang
dapat terlihat merah kecoklatan, pasca inflamasi hiperpigmentasi di individu lebih
berat melaniz. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit
penderita.

Eritrasma terdeteksi oleh pemeriksaan lampu wood. Gambaran klinis


memperlihatkan lesi yang terjadi paling sering pada intertrigenosa, aksila, dan
intergluteal. Lesi juga kadang-kadang terlihat pada daerah lain, terutama pada
penderita gemuk.

Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan dianggap tidak begitu
menular, eritrasma tidak menimbulkan keluhan obyektif, kecuali bila terjadi
ekzematisai oleh karena penderita bekeringat banyak atau terjadi maserasi pada
kulit.

Eritrasma.Tampak gambaran merah-kecoklatan pada daerah lipatan ketiak (A)


dan daerah inguinal (B).Pemeriksaan lampu Wood akan memperlihatkan
effloresensi merah terang.

Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antara eritrasma dengan


diabetes mellitus. Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan umumnya
tidak menular berdasarkan observasi pada pasangan suami istri yang biasanya tidak
terserang penyakit tersebut secara bersama-sama. Eritrasma tidak menimbulkan
keluhan subjektif, kecuali bila ada ekzematisasi oleh karena penderita berkeringat
banyak atau terjadi maserasi pada kulit.

DIAGNOSIS

28
ANAMNESIS

Erythrasma umumnya menyerang inguinal, ketiak, dan lipatan sub


mammae dan ditandai oleh plak yang merupakan cahaya warna kopi meskipun
mereka juga bisa menjadi merah menyala pada awalnya sebelum menjadi coklat.
Lesi dapat belang-belang atau mencakup wilayah hingga 10 cm atau lebih. Mereka
juga mungkin polisiklik, memiliki batas yang tajam, dan akan dibahas dalam skala
baik. Lesi biasanya tanpa gejala, meskipun beberapa pasien mungkin melaporkan
pruritus ringan. Perjalanan penyakit yang kronis dan remisi tidak cenderung terjadi.
Lesi di ruang interdigital dari kaki ditandai dengan plak-plak eritematosa, maserasi,
scaling, melepuh, vesikel, dan bau busuk. Ketika kuku yang terlibat ini akhirnya
kuning dan menunjukkan penebalan dan pembentukan tonjolan.

PEMERIKSAAN FISIS

Pada pemerikaan fisis tampak lesi berbentuk tidak teratur dan berbatas
tegas, diawali dengan kemerahan, tapi kemudian menjadi coklat. Lesi yang baru
teraba halus, tapi lesi yang lama cenderung mengerut atau bersisik. Bentuk
umumnya, berbatas tegas, plak merah kecoklatan mungkin mencakup wilayah
yang luas di daerah dada dan tungkai. Kebanyakan lesi tidak memiliki gejala
khusus, tetapi di daerah tropis, iritasi lesi pada daerah inguinal dapat menyebabkan
pasien menggaruk dan terjadi penebalan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah


membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian
atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya
fluoresensi.

29
Eritrasma pada pemeriksaan lampu Wood

Eritrasma adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan oleh spesies


Corynebacterium Gram-positif. Efluoresensi merah di bawah sinar Wood,
memberi kesan erithrasma, dapat dikaitkan dengan adanya porfirin. Analisis urutan
rRNA 16S mengungkapkan koloni menjadi Corynebacterium aurimucosum dan
Microbacterium oxydans. Analisis HPLC menunjukkan bahwa Coproporphyrin III
(vliw III) jelas meningkat, meskipun jumlah protoporfirin yang berkurang. Hasil
ini menunjukkan bahwa zat neon adalah vliw III. Penelitian ini mendukung
pandangan bahwa vliw III disintesis oleh Corynebacterium aurimucosum dan
Micobacterium oxydans menyebabkan akumulasi porfirin dalam jaringan kulit,
yang memancarkan efluoresensi merah membara saat terkena sinar Wood.

Cara pengambilan bahan untuk sediaan langsung dengan cara mengerok.


Lesi dikerok dengan skalpel tumpul atau pinggir gelas obyek. Bahan kerokan kulit
ditambah satu tetes eter, dibiarkan menguap. Bahan tersebut yang lemaknya sudah
dilarutkan dan kering ditambah biru metilen atau biru laktofenol, ditutup dengan
gelas penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 100. Bila
sudah ditambah biru laktofenol, susunan benang halus belum terlihat nyata, sediaan
dapat dipanaskan sebentar di atas api kecil dan gelas penutup ditekan, sehingga
preparat menjadi tipis.

Pada pemeriksaan sediaan langsung didapatkan mikroorganisme yang


terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang, yang
mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur biasanya tidak
diperlukan.

Kerokan kulit yang terkena akan menunjukkan adanya bakteri dan filamen
halus jika diwarnai dengan pewarnaan Gram, Giemsa atau bahkan dengan
pewarnaan sederhana Kalium hidroksida. Pada kultur jaringan media 199 (tanpa
antibiotik) dengan 20% serum dan 2% agar menghasilkan koloni dengan flourensi
merah terang di bawah lampu Wood setelah 18-36 jam, namun tes konfirmasi ini
biasanya terlalu diperlukan jika manifestasi klinis khas dan pemeriksaan lampu
Woodpasien positif.

PENATALAKSANAAN

30
 Pencegahan atau profilaksis:
Mencuci dengan benzoil peroksida.Obat bubuk (tidak menggunakan
bubuk jagung pati). Antiseptik topikal gel : isopropil, etanol.
 Terapi Topikal
Lebih baik diberikan Benzoil peroksida (2.5%) gel setiap hari, setelah
mandi, selama 7 hari. Dapat juga diberikan Eritromisin atau Klindamisin
topikal dua kali sehari selama 7 hari. Anti jamur sperktrum luas yaitu
clotrimazole, miconazole, atau econazole.
 Terapi Oral
Eritromisin merupakan obat pilihan. Satu gram sehari (4 x 250 mg)
untuk 2-3 minggu.Alternatifantibiotik juga dapat diberikan tetrasiklin selama
7 hari.Hasil yang baik juga telah dilaporkan dengan dosis tunggal 1 g
Clarithromycin. Meskipun Clarithromycin adalah obat lebih mahal.
PROGNOSIS

Penyakit ini dapat tetap asimtomatik selama beberpa tahun atau mungkin
mengalami periodik eksaserbasi. Kambuh kadang-kadang terjadi bahkan setelah
pengobatan antibiotik berhasil. Perjalanan penyakit dan prognosis eritrasma sangat
menguntungkan jika perawatan yang tepat disediakan. Menginstrusikan pasien
pada langkah-langkah membersihkan diri yang tepat sangat penting untuk
mengurangi paparan konstan terhadap panas dan lembab dan demikian juga
menghindari infeksi bakteri dan jamur. Prognosis cukup baik, bila semua lesi
diobati dengan tekun dan menyeluruh.

D.Tinea Kruris

Definisi
Menurut Budimulja (1999), Siregar R.S. (2004), Graham-Brown (2008),
Murtiastutik (2009), dan Berman (2011) Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk) yang
disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris (sela paha,
perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

Epidemiologi

31
Menurut Berman (2011) dan Wiederkehr (2012), pria lebih sering terkena Tinea
kruris daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan
terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur anak-anak.

Etiologi dan Patogenesis


Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita
adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja, 1999).

Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas


Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun
dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004).

Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-
lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis (Boel,
2003).

Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik masih
banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis,
antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.
Jamur ini mudah hidup pada medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat
hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam
berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat
berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir
fatal.

Gambaran Klinis
Menurut Budimulja (1999), Nasution M.A. (2005), Berman (2011), dan
Wiederkehr (2012), gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa gatal
hebat pada daerah kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Bila
32
penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.
Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
Berikut ini gambaran klinis dari Tinea kruris :

Faktor Risiko
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko adalah faktor yang
dapat mempermudah timbulnya suatu penyakit. Peran faktor risiko itu dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
1) Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.

2) Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan yang


menurun.

Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang menyuburkan


pertumbuhan jamur, antara lain :
1) Pemberian antibiotik yang mematikan kuman akan menyebabkan keseimbangan
antara jamur dan bakteri terganggu.
2) Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana
yang menyuburkan jamur.

Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang memudahkan


invasi jamur ke jaringan, antara lain :
1) Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu oleh cairan
yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada sela jari kaki, kencing pada

33
pantat bayi, keringat pada daerah lipatan kulit, atau akibat liur di sudut mulut orang
lanjut usia.

2) Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah, keganasan,


diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana yang menyuburkan
jamur.

Menurut Nasution M.A. (2005) dan Berman (2011), pada penyakit kulit karena
infeksi jamur superfisial seseorang terkena penyakit tersebut oleh karena kontak
langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh
jamur, ataupun kontak langsung dengan penderita.

Menurut Adiguna (2001) dan Siregar R.S. (2004), Tinea kruris paling banyak
terjadi di daerah tropis, musim/iklim yang panas, lingkungan yang kotor dan
lembab, banyak berkeringat. Faktor keturunan tidak berpengaruh (Siregar, 2004).

Kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan atau bertukar
pinjam pakaian dengan orang lain penderita Tinea kruris juga termasuk faktor
risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris (Wiederkehr, 2012).

Diagnosis
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran klinis
dengan uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan yang
diperiksa berupa kerokan kulit. Bahan harus diperoleh sesteril mungkin untuk
menghindari pencemaran jamur lain. Kemudian bahan dapat dilakukan
pemeriksaan secara langsung maupun secara biakan (Bagian Kesehatan Anak FK
UI, 2002).

Menurut Goedadi (2001) dan Nasution M.A. (2005), untuk mengetahui suatu ruam
yang disebabkan oleh infeksi jamur, biasanya kita lakukan pemeriksaan kerokan
dari tepi lesi yang meninggi atau aktif tersebut. Spesimen dari hasil kerokan
tersebut kita letakkan di atas deck glass dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20 %.
Kemudian kita tutup dengan object glass kemudian dipanaskan dengan lampu
Bunsen sebentar untuk memfiksasi, kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan
pembesaran 40 kali. Pemeriksaan mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa
34
yang bercabang atau artospora yang khas pada infeksi dermatofita. Sedangkan
untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan pembiakan
dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Kadang-
kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah kurang lebih dua minggu koloni
daripada jamur mulai dapat kita baca secara makroskopis.

Diagnosis Banding
Tinea kruris perlu dibedakan antara lain dengan intertrigo, eritrasma, dermatitis
seboroik, psoriasis, kandidiasis (Goedadi, 2001).

Penatalaksanaan
Terdapat banyak obat antijamur topikal untuk pengobatan infeksi dermatofit.
Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan
lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur, dan sebagainya. Obat-
obat topikal ini bisa digunakan bila daerah yang terkena sedikit, tetapi bila infeksi
jamur meluas maka lebih baik menggunakan obat oral sistemik (Graham-Brown,
2002).

35
Menurut Bagian Farmakologi FK UI (1995), Bagian Kesehatan Anak FK UI
(2002), dan Nasution M.A. (2005), obat-obat pada infeksi jamur pada kulit ada 2
macam yaitu :
1) Obat topikal, misalnya :

a) Golongan Mikonazole,
b) Golongan Bifonazole,
c) Golongan Ketokonazole, dan sebagainya.
Pengobatan umumnya 2x/hari minimal selama 3 minggu atau 2 minggu sesudah
tes KOH negatif dan klinis membaik.

2) Obat per oral, misalnya :

a) Golongan Griseofulvin, dosis :


Anak : 10 mg/kgBB/hari (microsize).
5,5 mg/kgBB/hari (ultra-microsize).
Dewasa : 500-1000 mg/hari/

b) Golongan Ketokonazole, dosis :


Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 tablet (200 mg)/hari.

c) Golongan Itrakonazole, dosis :


Anak : 3-5 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 kapsul (100 mg)/hari.

d) Golongan Terbinafin, dosis :


Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
10-20 kg : 62,5 mg (¼ tablet)/hari.
20-40 kg : 125 mg (½ tablet)/hari.
Dewasa : 1 tablet (250 mg)/hari.

Pencegahan

36
Menurut Brooks (2001) dan Graham-Brown (2002), infeksi berulang pada Tinea
kruris dapat terjadi melalui proses autoinokulasi reservoir lain yang mungkin ada
di tangan dan kaki (Tinea pedis, Tinea unguium). Jamur diduga berpindah ke sela
paha melalui kuku jari-jari tangan yang dipakai menggaruk sela paha setelah
menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk mencegah infeksi berulang, daerah
yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari sumber-sumber infeksi
serta mencegah pemakaian peralatan mandi bersama-sama (Brooks, 2001).

Menurut Nasution M.A. (2005), disamping pengobatan, yang penting juga adalah
nasehat kepada penderita misalnya pada penderita dermatofitosis, disarankan agar:
1) Memakai pakaian yang tipis.

2) Memakai pakaian yang berbahan cotton.

3) Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu ketat.

Oleh karena itu, berikan anjuran-anjuran pada pasien agar tidak terjadi infeksi
berulang. Anjurkan pasien menggunakan handuk terpisah untuk mengeringkan
daerah sela paha setelah mandi, anjurkan pasien untuk menghindari mengenakan
celana ketat untuk mencegah kelembaban daerah sela paha, anjurkan pasien dengan
Tinea kruris yang mengalami obesitas untuk menurunkan berat badan, dan
anjurkan pasien untuk memakai kaus kaki sebelum mengenakan celana untuk
meminimalkan kemungkinan transfer jamur dari kaki ke sela paha (autoinokulasi).
Bubuk antifungal, yang memiliki manfaat tambahan pengeringan daerah sela paha,
mungkin dapat membantu dalam mencegah kambuhnya Tinea kruris (Wiederkehr,
2012).

Komplikasi
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh
organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat
mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar
(Wiederkehr, 2012).

Prognosis

37
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu
dijaga (Siregar, 2004).
Referensi:
- Tobo, Putri Amanda & Isnada Putiani Said. Eritrasma.2012. hal.1-8
- Repositoryusu.ac.id.2012.Tinea Cruris
- Diaz Ananta Putra. 2015. Tinea Cruris. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Dipenegoro.
- Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

7. Apakah penatalaksanaan awal dan pencegahan dari skenario?


Bagian penting dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
adalah memutus rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan penjamu. Fakor pencegahan
penularan menitikberatkan pada penanggulangan faktor risiko penyakti seperti
lingkungan dan perilaku. Sanitasi lingkngan yang tidak higienis mempermudah
penularan penyakit.

Perilaku seseorang merupakan akumulasi dari pengetahuan dan sikap terhadap


kesehatan. Contohnya, sumber air minum yang bersih saja tidak cukup bagai
seseorang untuk terbebas dari penyakit selama tangan yang digunakan untuk
minum atau makan tidak bersih. Selain tangan, peralatan makan juga harus terbebas
dari kontaminasi.

Apabila sumber air minum, peralatan, dan tangan sudah bersih, perilaku untuk
merebus air minum sampai mendidih tetap di perlukan untuk menjamin sterilisasi.
Sebagian besar status kesehatan masyarakat sangat ditentukan oleh faktor perilaku
dan faktor lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan hanya menyumbang sedikit
bagi status kesehatan masyarakat.

Penatalaksanaan Awal:

 Pengobatan gatal pada umumnya:


 Antihistamin: Terfendin, astemizol, loratadin, mequitazin
 Terfendin : sangat cepat 1-2 jam setelah pemberian. Waktu paruh 16-23
jam. Efek maximum ± 3-4 jam bertahan 8 jam. Dosis 60 mg 2x sehari
 Astemizol : puncaknya 1 jam pemberian. Waktu paruh 18-20 hari
 Loratadin : dosis yang di anjurkan 10 mg x perhari. Puncaknya 1 jam
pemberian. Waktu paruh 8-11 jam

38

Mequitazin : kadar puncak dalam plasma setelah 6 jam. Waktu paruh 18
jam. Dosis 5 mg 2x sehari atau 10 mg x hari
 Asam Salisilat : Anti pruritus, anti inflamasi, analgetik, bakteriostatik,
fungistatik, tabir surya. (eg. Bedak salisil)
 Tergantung faktor pencetus
 Bakteri : kloksasilin/eritromisin, penisilin
 Virus: asiklovir
 Jamur : klotrimozole, miconazole, ketoconazole

Referensi:
- Widoyono. Penyakit Tropis, Edisi kedua. Erlangga: Jakarta. Halaman 8-9
- Soetiono gapar. Farmakologi Obat-obat Antihistamin Non Sedatif Pada
penyakit Alergi. Jurnal bag Farmakologi: FK Universitas Sumatera Utara.
- Halim,Sulistyaningrum, Hanny. Penggunaan Asam Salisilat dalam
Dermatologi. Departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin: FK Universitas
Indonesia.

8. Apakah perspektif islam yang dapat diambil dari skenario?


Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya
dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan
kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi
terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah salah satu faktor yang dapat
memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor tidak hanya merusak keindahan
tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, dan sakit
merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan.
Hadits Rasulullah SAW :

ُ ‫ص َّحةُ َو ْالفَ َرا‬


﴾‫ ﴿رواﻩ البخاري‬٠‫غ‬ ِ َّ‫َان َم ْغب ُْو ٌن فِ ْي ِھ َما َكثِي ٌْر ِمنَ الن‬
َّ ‫اس ال‬ ِ ‫نِ ْع َمت‬

Artinya : “Dua kenikmatan yang banyak manusia menjadi rugi (karena tidak
diperhatikan), yaitu kesehatan dan waktu luang”. (HR. Al-Bukhari)

39

Anda mungkin juga menyukai