Anda di halaman 1dari 14

Blok 15 Februari-2016

“Coass Bingung”

NAMA : Muh Aqsha Mahmud

STAMBUK : N 101 13 079

KELOMPOK : III (Tiga)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2016
Learning objective

1. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari gromerulonephritis?


2. Apa diagnosis dari skenario?
3. Jelaskan keseimbangan air dan elektrolit?
4. Jelaskan primari/idiopatik gagal ginjal?
5. Jelaskan rapidy progresif GNA?
6. Indikasi dan preparasi biopsi renal?
7. Jelaskan pengaruh dan faktor resiko IgA nephropatic?
8. Jelaskan penyebab akut dan kronik gagal ginjal?
9. Jelaskan imaging untuk gagal ginjal?
10. Jelaskan diagnosis dan penanganan dari GGA dan GGK?
11. Jelaskan transplantasi ginjal?
JAWABAN
1. Ada 4 klasifikasi dari glomerulonephritis
a. Glomerulonephritis lesi minimal(GNLM)
Glomerulonephritis lesi minimal merupakan salah satu jenis yang dikaitkan
dengan sindrom nefrotik dan disebut pula sebagai nefrosis lupoid.
b. Glomerulosklerosis fokal dan segmental
Secara klinis memberikan gambaran sindrom nefrotik dengan gejalan
proteinuria yang masif,hipertensi,hematuria,dan sering disertai gangguan
fungsi ginjal.
c. Gromerulonephritis membranosa (GNMN)
Glomerulonephritis membranosa ataunefropati membranosa merupakan
penyebab sindrom nefrotik. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak
diketahui sedangkan yang lain dikaitkan dengan LES,infeksi virus hepatitis B
atau C,tumor ganas,atau akibat obat misalnya penisilinamin,obat anti
inflamasi non steroid.
d. Glomerulonephritis proliferatif
Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibeedakan
menjadi GN membranopoliferatif (GNMP),GN mesangioproliferatif
(GNMsP), dan GN kresentrik. Nefropati IgA dan nefropati IgM juga
dikelompokkan dalan GN proliferatif.

SUMBER : Sudoyo A, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5,
Internal Publishing, Jakarta.

2. Diagnosis pada skenario :


Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak.4
Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala
yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan
hiperkolesterolemia.

1) Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi
protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat.
Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan
sindrom nefrotik.

2) Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak
terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada
keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg)
dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin.1Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting
pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan
merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju
sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu
dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin.

3) Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom
nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema.
Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan
onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin
keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui
bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan
onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid
plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul
edem.a

4) Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak
menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim
utama yang mengambil lemak dari plasma.

SUMBER : Price,A & Wilson,L.2011.Patofisiologi.Volume 2.Edisi 6.GC ; Jakarta


3. Regulasi keseimbangan air dan elektrolit :
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting,
yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol
volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.
a. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah
arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume
cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan
memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting
untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu
dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya.
Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan
jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya.
Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan
cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam Ginjal
mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:

1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju


Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang


berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting.
Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma
dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide
(ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat
peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus

ginjal meningkatkan eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah


kembali normal.

c. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut)
dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi
solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan
berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih
rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih
tinggi (konsentrasi air lebih rendah). Osmosis hanya terjadi jika terjadi
perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di
intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di
cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion
kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan
intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini
menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam
menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.

SUMBER : Guyton&Hall,2007.Buku Ajar Fisiologi Manusia.Edisi 11.EGC ;


Jakarta

4. Primari/idiopatik pada ginjal :

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer
atau idiopatik, dan sekunder.5
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah
 Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
 Denys-Drash syndrome (WT1)
 Frasier syndrome (WT1)
 Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
 Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
 Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)
 Nail-patella syndrome (LMX1B)
 Pierson syndrome (LAMB2)
 Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
 Galloway-Mowat syndrome
 Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik
adalah sebagai berikut :
 Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
 Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
 Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
 Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
 Nefropati Membranosa (GNM)

3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut :
- lupus erimatosus sistemik (LES)
- keganasan, seperti limfoma dan leukemia
- vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis
nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
- Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
glomerulonephritis
SUMBER : Price,A & Wilson,L.2011.Patofisiologi.Volume 2.Edisi 6.GC ; Jakarta

5. Rapidly progresif GN :
Berbagai bentuk dari glomerulonefritis pada bentuk kasus yang berat dapat
mencetuskan terjadinya GnGA dan RPGN. Gambaran klinis termasuk hipertensi,
edema, gross hematuria, dan peningkatan yang cepat dari nilai blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin. Rapid progressive glomerulonephritis dihubungkan dengan post
infeksi glomerulonefritis,seperti antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA)-
positive glomerulonephritis, goodpasture’s syndrome, dan idiopathic RPGN, dapat
mencetuskan terjadinya GnGA dan dapat berubah menjadi chronic kidney disease
dengan atau tanpa terapi. Pemeriksaan serologi termasuk antinuclear antibody
(ANA), titer anti glomerular basement mambrane (GBM), dan komplemen dapat
digunakan untuk menilai etiologi dari RPGN. Karena terapi berdasarkan dari
gambaran patologi, biopsi harus dilakukan cepat ketika anak dengan gejala curiga
RPGN.

SUMBER : Price,A & Wilson,L.2011.Patofisiologi.Volume 2.Edisi 6.GC ; Jakarta

6. Indikasi biopsi renal

Indikasi resiko biopsi ginjal selalu harus dipetimbangka,demikian juga pada tia
pasien.Biopsi ginjal berguna untuk diagnosis dan perencanaan pengobatan,termaksud
sebagai pegangan untuk menghentikan pengobatan dan prognosis penyakit.

Ada 4 kelompok yang merupakan indikasi utama biopsi:sindrom nefrotik,penyakit


ginjal akibat penyakit sistemik,gagal ginjal akut dan transplantasi ginjal. Indikasi lain
adalah proteinuria ringan,hematuria,penyakit ginjal kronik.

Preparasi biopsi renal

1. USG ginjal:keduanya norml,tanpa sikatrik,dan tanpa tanda obstruksi


2. Tekana diastolik < 95 mmHg
3. Kultur urin: steril
4. Status hematoogi
- Aspirin/OAINS(NSAID) dihentikan 5 hari sebelum biopsi
- Hitung tromboosit >100.000
- PT <1,2x kontrol
- APTT<1,2x kontrol(bila memanjang singkirkan antikoagulan lupus)
- Waktu perdarahan : < 10 menit

SUMBER : Sudoyo A, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5,
Internal Publishing, Jakarta.

7.

8. a. etiologi gagal ginkal akut


1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya
disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95%
dari
pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi
dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari
streptokokus
beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal, tonsilitis
streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.31
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna

2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia
Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi.
Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain
apapun
yang sangat menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung
cukup berat
sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat
makanan dan
oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut,
kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi,
sel-sel
tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron, sehingga tidak
terdapat
pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh sering
gagal
mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal,
selama
tubulus masih baik

Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :


1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan
pada luka bakar, atau asites.
2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi
jantung, dan tamponade.
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin
Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat
yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel tubulus ginjal
menyebabkan
kematian pada banyak sel. Sebagai akibatnya sel-sel epitel hancur terlepas dari
membran basal dan menempel menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa
keadaan
membran basal juga rusak, tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh
sepanjang
permukaan membran sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh
sampai
dua puluh hari.
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung
akibat sembab. Khas pada daerah perbatasan kortiko medular tampak
daerah yang pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik
dan lesi iskemik.
3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut
Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal, yang
merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi
akibat infeksi yang berat dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan. Menurut
penelitian
Fernando,1996, nefritis interstisial akut merupakan 2,1% dari semua penderita
GGA.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya
mulai
di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal.
Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama
dari
basil kolon yang berasal dari kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis.
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis

b. etiologi gagal ginjal kronik


Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik,
nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati, diabetik, serta penyebab lain
seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab yang tidak diketahui. Menurut
(Price, 1995), penyebab GGK adalah :
1. Infeksi seperti pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri
renalis.
4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan
asidosis tubulus.
5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan
amiloidosis.
6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan
refluks ureter.
Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan darah
yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras normal,
menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal,
serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau
hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan
jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan
jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa
menyebabkan hipertensi.

SUMBER: fakultas kedokteran universitas sumatera utara.pdf

9. Imaging untuk gagal ginjal :

a. USG
 USG klasik ( tanpa kontras ).USG klasik ( tanpa kontras )
relatif murah,tak tergantung fungsi ginjal,dan sangat mudah dilakukan dan
dapat menentukan lokasi,bentuk dan ukuran.
 Kelebihan USG Ginjal :
1) Sensitif mendeteksi penimbunan cairan dilatasi
pelviokalises dan kista
2) Dapat membedakan korteks dan medulla
3) Dapat membedakan kista dan massa padat
4) Dapat melihat seluruh ginjal dan ruangan sekitar ginjal
5) Secara doppler dapat melihat aliran darah gnjal
6) Tidak memakai kontras dan radiasi
 Kelemahan USG :
1) Tidak dapat menunjukkan pelviokalises secara teliti
2) Tidak dapat melihat ureter normal
3) Tidak dapat melihat retroperitoneum jelas
4) Batu kecil dan batu ureter tak dapat dideteksi
5) Bergantung kepada operator
 USG Kontras.Tindakan ini memerlukan gas perflurooctyl
bromide.Metode ini masih dalam riset dan belum dikomersilkan untuk
pemakaian klinis.

b. Foto Polos Abdomen


Pasien diletakkan pada posisi telentang dengan sinar X terarah ketubuh pasien
terutama ginjal dan kandung kemih.
 Bentuk ginjal
Ukuran ginjal dapat diketahui dan ini bervariasi bergantung tinggi badan,berat
badan dan jenis kelamin pasien.
 Gambaran Ureter.Pemeriksaan ini foto polos tidak dapat dilihat,akan
tetapi posisinya dapat diperhitungkan mulai dari hilus renal melalui daerah
prosesus transversus vertebra lumbalis menyilang daerah persambungan
sakroilialak menuju kebawah melewati pelvis lateral sebelum memasuki kandung
kemih
 Gambaran kandung kemih.Dibentuk oleh lapisan lemak berbatasan ke
arah lateral dekat usus kecil yang berisi gas dan berbentuk kubah.Ukuran panjang
kandung kemih di atas simfisis pubis sangat berkaitan erat dengan volume
kandung kemih yang dapat dipakai untuk mengukur dengan sempurna kosongnya
kandung kemih pada pemeriksaan kandung kemih sesudah buang air kecil.

c. Pielografi Intravena ( PIV )


Berbeda dengan foto polos abdomen,PIV memakai kontras oleh karena itu PIV
lebih mempunyai resiko yang tinggi terhadap alergi terhadap kontras ataupun toksik
pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun.PIV bertujuan untuk melihat
ginjal,ureter dan kandung kemih.

d. Pielografi Retrogade ( PRG )


PRG dilakukan bila ureter sulit terlihat dengan pemeriksaan radiologi lain atau bila
sampel urin diperlukan untuk sitologi dan pembiakan kuman.Pasien yang akergi
terhadap kontras atau penyakit ginjal kronik ringan dapat dievaluasi memakai cara ini.

e. Pielografi Antegrad ( PAG )


PAG dilakukan dengan cara memasang alat menembus kulit langsung ke pelvis
renalis.PAG dilakukan bila metode PRG tidak dapat dilakukan.Dengan metode ini
tekanan ureter dapa diukur,hidronefrosis dapat dievaluasi dan lesi ureter dapat
diidentifikasi.

f. Sistografi
Sistografi bertujuan untuk mempelajari lebih rinci misalnya menentukan refluks
ureter,fungsi anatomi kandung kemih.Pada kasus trauma sistografi dapat dilakukan
untuk evaluasi perforasi kandung kencing yang sulit didiagnosis dengan cara lain.
g. Angiografi Renalis dan Venografi Renalis
Dewasa ini angiografi paling sering dilakukan untuk riset penyakit
vaskular,mencari penyebab hipertensi dan renal insufisiensi.Bermacam-macam
penyakit terkait dengan arteri renalis seperti aterosklerosis,penyakit
fibrosis,aneurism,emboli,fistula AV,vaskulitis,trombosis dan nefroskelerosis.Pada
trauma,angiografi bermanfaat untuk menilai patensi a.renalis atau perdarahan traktus
urinarius.Selain itu angiografi dapat dipakai untuk mendiagnosis massa ginjal seperti
karsinoma,angiomiolipoma,onkositoma,kista dan abses.

h. Tomografi Komputer ( CT )
Pemeriksaan CT berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan yang terdapat
pada USG atau PIV.CT dipakai untuk evaluasi massa ginjal,melokasi ginjal
ektopok,meneliti batu,mencari massa retroperitoneal.

i. Angiografi CT
Salah satu kencanggihan scan helical adalah kemampuan angiografi CT dapat
memberi gambaran serupa angiografi konvensioanal akan tetapi kurang
invasif.Dengan metode ini dapat dievaluasi suplai darah ke ginjal pada pasieng
cangkok.Angiografi CT dapat untuk skrining stenosis arteri renalis dengan sensitivitas
96% dan spesifisitas 99%.

j. Pemeriksaan Radionuklir Untuk Ginjal


Metode pemeriksaan ini memberi informasi baik kualitatif ataupun kuantitatif
tentang ginjal secara non invasif.Dengan memakai kamera sinar gamma akan
menangkap proton dari radiotracer dari badan dan membentuk gambar/image dapat
seluruh tubuh atau bagian dari tubuh.

k. Renogram
Metode ini akan memberi informasi aliran darah uptake ginjal dan ekskresi dengan
DTPA,MAG3 dan OIH.

l. MRI
MRI sangat jarang menjadi pemeriksaan pertama untuk evaluasi ginjal,namun MRI
dapat menjadi pemeriksaan pelengkap.Hilangnya batas medula korteks meberi
gambaran yang nonspesifik pada MRI.Kista ginjal mudah terlihat dengan MRI akan
tetapi kurang akurat menentukan fokus klasifikasi,dan lebih jelas dengan CT.Untuk
staging lesi renal yang padat,MRI lebih superior dibandingkan dengan CT karena
dapat mendeteksi trombus tumor pada pembuluh darah besar dan membedakan hilus
kolateral pembuluh dari nodul limfa.

SUMBER : Effendi,I & Markum,2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Edisi V.
Interna Pubhlishing ; Jakarta

10. Diagnosis GGA


Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju
endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi
renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan
lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung
kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis,
kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

Penatalaksanaan GGA
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi
dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan
penyembuhan
faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai
parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada,
dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga
menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan.
Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya,
sedangkan
zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya

Diagnosis penyakit GGK


Oleh karena ginjal memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur
keseimbangan homeostasis tubuh, penurunan fungsi organ tersebut akan
mengakibatkan banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain.
Antara gejala-gejala klinis yang timbul pada GGK adalah (Pranay, 2010):
1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia).
2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air).
3. Hipertensi.
4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam
tubuh.
5. Anoreksia, nausea dan vomitus.
6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.
7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru.
8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat
akumulasi bahan buangan atau toksikasi uremia.
9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.
10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi.
11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual.

Pemeriksaan GGK
Gagal ginjal kronik biasanya tidak menampakkan gejala-gejala pada tahap awal
penyakit. Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk
yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun
demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus.
Dengan hanya melakukan pemeriksaan laboratorium bisa dikesan kelainan-
kelainan yang berlaku. Individu-individu yang mempunyai risiko besar untuk
terpajannya penyakit harus melakukan pemeriksaan rutin untuk mengesan
penyakit ini. Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada GGK
dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu untuk menentukan
derajat kegawatan GGK, menentukan gangguan sistem dan membantu
menegakkan etiologi. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk
mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui
beberapa pembesaran ginjal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan
untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit.
Pemeriksaan urin termasuk di dalam pemeriksaan laboratorium. Antara
pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi
glomerulus. Analisis urin dapat mengesan kelainan-kelainan yang berlaku pada
ginjal. Yang pertama dilakukan adalah dipstick test. Tes ini mengguanakan
reagen tertentu untuk mengesan sunstansi yang normal maupun abnormal
termasuk protein dalam urin. Kemudian urin diperiksa di bawah mikroskop untuk
mencari eritrosit dan leukosit dan juga apakah adanya kristal dan silinder.
Bisanya dijumpai hanya sedikit protein albumin di dalam urin. Hasil positif pada
pemeriksaan dipstick menunjukkan adanya kelainan.

SUMBER : Sudoyo A, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5,
Internal Publishing, Jakarta.

11. Transplantasi Ginjal telah menjadi pengganti utama pada pasien gagal ginjal
tahap akhir hampir di seluruh dunia.manfaat transplantasi sudah jelas terbukti
lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas
hidup.salah satu diantarnya adalah yercapainya tingkat kesegaran jasmaniyang
lebih baik.Misalnya,seorang perempuan yang muda menerima ginjal transplan
bisa hamil dan melahirkan bayi yang sehat.

Transplantasi ginjal yang berhasil sebenarnya merupakan cara penaganan


gagal ginjal tahap akhir yang paling ideal,karena dapat mengatasi seluruh jenis
penurunan fungsi ginjal. Di pihak lain,dialisis hanya mengatasi akibat sebagian
jenis penurunan fungsi ginjal.

SUMBER : Sudoyo A, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5,
Internal Publishing, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai