PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada anak
selain infeksi saluran nafas atas dan diare. ISK perlu mendapat perhatian para dokter maupun
orang tua karena berbagai alasan, antara lain ISK sering sebagai tanda adanya kelainan pada
ginjal dan saluran kemih yang serius seperti refluks vesiko-ureter (RVU) atau uropati obstruktif.
ISK adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal terminal, dan ISK menyebabkan gejala yang
tidak menyenangkan bagi pasien.1
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu keadaan yang
perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan
risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.2
Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan
asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga
medis maupun oleh orang tua. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis
(underdiagnosis/overdiagnosis) akan sangat merugikan. Underdiagnosis dapat berakibat
penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis
menyebabkan anak akan menjalani pemeriksaan yang dan pengobatan yang tidak perlu. Bila
diagnosis ISK sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena
akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit. Diagnosis dan tata laksana ISK yang
adekuat bertujuan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya komplikasi jangka panjang
seperti parut ginjal, hipertensi, dan gagal ginjal kronik.1
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala klinis yang tak
terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat, maka dalam laporan kasus ini
penulis akan membahas tentang ISK.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R. A
Umur : 8 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Mojomulyo RT I/7, Puger
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 14 November 2017
Tanggal pemeriksaan : 17 November 2017
No. Rekam Medis : 213218
Identitas Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan : D-3
Identitas Ibu
Nama : Ny. E
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
2
ANAMNESIS
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 17 November 2017 di Ruang Anturium RS Perkebunan
Jember
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Demam
3
II. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama dari ibu G1P0A0. Ibu teratur memeriksa
kehamilan ke bidan selama kehamilan.
Riwayat Persalinan :
Pasien lahir spontan pervaginam di bidan, lahir langsung menangis, cukup bulan
BB 2700 gram, PB= 48 cm, sehat, cacat (-)
Kesan:riwayat kehamilan baik dan persalinan baik
2. Riwayat Makanan
Umur Jenis Makanan
0 - 6 bulan Susu ASI/susu formula 8-10x /hari
4
Riwayat Perkembangan
Bahasa
• 0-3 bulan : mengoceh spontan/ merespon dengan mengoceh
• 3-6 bulan : tertawa dan menjerit saat diajak bermain
• 6 bulan-sekarang : mengeluarkan kata-kata tanpa arti
4. Riwayat Imunisasi~
Imunisasi PPI:
Hepatitis B : 3 kali (usia 0, 1, 6 bulan)
BCG : 1 kali (usia 1 bulan)
Polio : 4 kali (usia 0, 2, 4, dan 6 bulan)
DPT : 3 kali (usia 2, 4, dan 6 bulan)
Hib : 3 kali (usia 2, 4, dan 6 bulan)
Campak : Belum dilakukan
5
HPV : tidak dilakukan
Tifoid : tidak dilakukan
Hepatitis A : tidak dilakukan
Kesan : imunisasi lengkap sesuai PPI
6
Frekuensi napas : 28x/menit, regular
Suhu aksila : 38,60C
Waktu pengisian kembali kapiler : <2 detik
4. Status gizi
Umur : 8 bulan
BB sekarang : 6,5 kg
Status gizi : Z score BB/umur = berada pada SD > -2 SD dan < 0 SD). Kesimpulan status
gizi kurang.
5. Kulit : sianosis (-), turgor kulit baik, ptekie (-), purpura (-)
6. Kelenjar limfe : pembesaran (-)
7. Otot : Tidak terdapat tanda peradangan dan nyeri tekan, tidak ada atrofi pada
keempat ekstermitas.
8. Tulang : Tidak ada deformitas, tidak terdapat tanda radang.
9. Sendi : Tidak ada deformitas dan terdapat tanda-tanda peradangan pada kedua
sendi lutut dan pergelangan kaki
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk dan ukuran : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterus : -/-
Oedem palpebra : -/-
Refleks cahaya : isokor, +/+
Perdarahan subkonjungtiva : -/-
Hidung : sekret (+), tidak ada pernapasan cuping hidung
Telinga : tidak bersekret, tidak bau, tidak perdarahan
Mulut : tidak sianosis, tidak bau, tidak hiperemis
Faring : tidak tampak hiperemis
Tonsil : tidak tampak pembesaran tonsil
7
2. Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : tidak ada
3. Dada
Bentuk normal, simetris, tidak ada ketertinggalan gerak, tidak terdapat retraksi.
a. Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
Batas kanan atas: ICS2 parasternal line kanan
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal line kanan
Batas kiri atas: ICS 2 parasternal line kiri
Batas kiri bawah: ICS 4 miclavicula line kiri
Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, tidak ada suara tambahan.
b. Paru
Kanan Kiri
I : simetris, retraksi I : simetris, retraksi
Depan
subkostal (-) subkostal (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -
Belakang I : simetris, retraksi (-) I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -
4. Perut
Inspeksi : permukaan dinding perut datar
Auskultasi : bising usus positif normal
Perkusi : timpani
8
Palpasi : soepel, nyeri tekan sulit dievaluasi ,tidak ada pembesaran hati,
tidak ada pembesaran lien.
5. Anggota gerak
o Atas : akral hangat +/+, edema -/-
o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium (14/11/2017):
9
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN
Urin Lengkap
pH/BJ 6/1,020 9.5-14.0
Leukosit +2 (125 cells/uL) 5.000-13.000
Nitrit - 150.000-500.000
Protein - 38-47 %
Glukosa -
Keton -
Urobilin -
Bilirubin -
Sedimen
Leukosit + (20-35)
Eritrosit + (1-3)
Silinder -
Kristal -
Epitel 4-6
Bakteri/lain-lain -
10
-Tampak penebalan dinding buli-buli, permukaan tidak rata, batu (-)
-Gall bladder, besar normal, dinding tidak menebal, batu/sludge (-)
-Pancreas, besar normal, intensitas echo parenkhim normal, nodul/cyste/kalsifikasi (-)
-Lien, besar normal, intensitas echo parenkhim normal, nodul/cyste/kalsifikasi (-)
-Ginjal, besar normal, intensitas cortex tidak menigkat, calyceal system tidak melebar, batu(-)
-Tidak tampak gambaran massa abnormal intra abdominal
-Cairan bebas intra abdominal (-)
Kesan : Sesuai gambaran cystitis
IV. RESUME
Pasien perempuan usia 8 bulan.
Demam tidak terlalu tinggi 7 hari. Pasien selalu menangis saat BAK dan sering
berkemih dari biasanya. BAK berbau tidak seperti biasanya. Pasien sesak nafas
dan batuk berdahak sejak 3 hari ini. Nafsu makan menurun, berat badan pasien
mengalamin penurunan sebanyak 1,5 kg.
Pemeriksaan Umum:
KU: lemah
TTV:Febris 38,6oC, takipneu 28x/i
VI. PENATALAKSANAAN
Inf. PD ¼ 10 tpm mikro
Diet bubur halus 3 x 1
Inj. Ceftriaxone 2 x 300 mg
Inj. Antrain 75 mg (k/p)
Liprolac 1 x 1 sachet
Vestein 2 x ¼ cth
11
Nebul Ventolin 1 cc + NaCl 0,9% 2 cc/8 jam
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
12
VIII. FOLLOW-UP
15 NOVEMBER 2017 16 NOVEMBER 2017
Vital Sign
HR 100x/i 108x/i
26x/i
RR 24x/i
Temp 38,4oC 38,6oC
13
17 NOVEMBER 2017
Vital Sign
HR 110x/i
RR 24x/i
Temp 36,9oC
Diagnosa Infeksi Saluran Kemih
Bronchopneumonia
Terapi Diet bubur halus 3 x 1
Aff infus
Aclam 2 x 3,5 ml
Praxion drop 0,8 ml (k/p)
Planning Besok rencana KRS
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra
(Gambar 2.1).3
2.1.1. Ginjal
Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12 atau
lumbal 1 dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih kurang 6 cm
dan 24 gram pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi baru lahir ginjal sering
dapat diraba. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang
15
kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-
12 lobus yang berbentuk piramid.4
Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks merupakan lapisan luar ginjal yang di dalamnya terdapat ±1 juta
nefron. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus
koligens. Lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens.3,4
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
mayor dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urin sampai ke ureter. Puncak piramid medula yang menonjol ke
dalam disebut papil ginjal yang merupakan ujung kaliks minor.3
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi
bersama air membentuk urin.3
Urin dialirkan melalui beberapa duktus koligens yang bermuara pada
duktus papilaris Bellini yang bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin
kedalam kaliks minor kemudian melalui sistem pelviokaliks, urin disalurkan ke
dalam ureter. Karena ada 18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil
maka daerah tersebut terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.3,4
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang
arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks
mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal yang kemudian bermuara ke
dalam ureter (gambar 2.2).4
16
Gambar 2.2. Ginjal dan Struktur Ginjal4
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang disebut
kapsul fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perineal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi
sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal
serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia
gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran
infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar
fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak
pararenal.3
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal
serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh
organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum
sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon.3
17
2.1.2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna
mengeluarkan urin ke buli-buli.3
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di
tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter
junction (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada
saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan
berada di dalam otot buli-buli (intramural), keadaan ini dapat mencegah
terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada
saat buli-buli berkontraksi.3
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi
menjadi dua bagian yaitu: ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis
renalis sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari
persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Di samping itu secara
radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai
dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas
atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas
bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.3
2.1.3. Buli-Buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polosyang terdiri
dari dua bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung
kemih dimana urin berkumpul, dan (2) leher (kollum) merupakan lanjutan dari
badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior kedalam
daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih
18
rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.3
Buli-buli terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman.
Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan
yang paling luar merupakan otot longitudinal. Serat-serat ototnya meluas kesegala
arah dan, bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih.
Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu
sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke
sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi
seluruh kandungan kemih dengan segera.3,4
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua
permukaan inferiolateral dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.3
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Pada anak,
kapasitas buli-buli menurut formula dari Koff adalah3:
Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml
2.1.4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada
saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan
19
keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup
pada saat menahan kencing.3
2.2. Definisi
2.3. Epidemiologi
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada
bayi dan anak-anak yang sedang toilet training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak
perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki,
ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh lebih sering terjadi
pada anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia.
Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 :
1. Sedangkan dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan
yang mencolok, dimana rasio laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.5
20
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi
bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.6
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.6
2.4. Etiologi
Escherichia coli (E. Coli) merupakan penyebab tersering ISK pada anak (72,6%-
79,5%).6,7 Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah.
Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi akibat naiknya bakteri ke saluran
kemih. Selain E. Coli kuman lain yang ditemukan sebagai penyebab ISK adalah
Klebsiella (3,5%), Proteus mirabilis (3,5%), Pseudomonas (0,5%), Enterococcus (2,6%),
Staphylococcus saprophyticus (2,6%), lain-lain (8%). Proteus mirabilis selain
menyebabkan infeksi, bakteri ini juga mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi
pembentukan batu di saluran kemih.4,7
Selain bakteri, mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah jamur
seperti Candida albicans yang umumnya menginfeksi pasien melalui kateter. Virus
seperti Haemofilus influenza dan parainfluenza juga dapat menjadi penyebab ISK pada
anak, namun sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK karena kuman ini tidak
dapat tumbuh pada media biakan standar. 4,7
Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu. Namun pada
ISK berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti kelainan fungsi atau
kelainan anatomi saluran kemih, gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete
bladder emptying), konstipasi, serta gangguan sistem imun.4,7
21
2.5. Klasifikasi
Sistem klasifikasi ISK yang digunakan paling sering adalah berdasarkan lokasi,
episode, gejala serta faktor yang mempersulit. Untuk tatalaksana ISK akut, lokasi dan
beratnya penyakit adalah yang paling penting.8
Pyelonefritis (saluran kemih atas) adalah infeksi piogenik difus dari pelvis
dan parenkim ginjal dengan gejala berupa demam (≥38oC). Tidak seperti orang
dewasa, pada anak-anak dapat dijumpai tanda-tanda yang tidak spesifik seperti
nafsu makan yang menurun, gagal tumbuh, lesu, rewel, muntah, ataupun diare.8
22
pasien-pasien dengan bakteriuria yang signifikan, leukosituria dapat ditemui tanpa
adanya gejala.8
ISK dengan komplikasi terjadi pada bayi baru lahir, dan pada anak-anak
dengan obstruksi atau masalah pada saluran kemih atas atau bawah.8
2.6. Patogenesis
Patogenesis ISK adalah infeksi ascending dari bakteri yang berasal dari kolon,
berkoloni di perineum dan masuk ke kandung kemih melalui uretra. Infeksi pada
kandung kemih akan menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga timbul nyeri pada
suprapubik. Infeksi pada kandung kemih ini disebut sistitis. Gejala yang timbul pada
sistitis meliputi disuria (nyeri saat berkemih), urgensi (rasa ingin miksi terus menerus),
sering berkemih, inkontinensia, dan nyeri suprapubik. Pada sistitis umumnya tidak
terdapat gejala demam dan tidak menimbulkan kerusakan ginjal.9
Pada beberapa kasus, infeksi akan menjalar melalui ureter ke ginjal sehingga
timbul pielonefritis. Pada keadaan normal, papilla pada ginjal memiliki mekanisme
antirefluks yang mencegah urin untuk memasuki tubulus pengumpul ginjal. Namun
terdapat papilla, terutama yang terletak pada bagian atas dan bawah ginjal, tidak memiliki
23
mekanisme ini sehingga refluks intrarenal bisa terjadi. Urin yang terinfeksi akan masuk
kembali, menstimulasi terjadinya respon imun dan inflamasi yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya luka dan parut pada ginjal. Infeksi saluran kemih juga bisa
terjadi pada penyebaran kuman secara hematogen, misalnya pada endokarditis dan
neonatus dengan bakteremia.9
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi
peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien. Sebagian ISK
pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada anak umur sekolah,
terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs).
ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan prognosis jangka
panjang baik. Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, mau minum,
oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering
tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-
abuan (grayish colour). Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah,
diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam
yang tinggi dapat disertai kejang. Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat
terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat
timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria,
urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau
pireksia lebih jarang ditemukan.5
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis
24
bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis
bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia lobar.5
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380 C, biasanya ditandai dengan nyeri pada
perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu berkemih,
rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis.5
25
yang lebih tua dengan infeksi dan obstruksi saluran kemih. Hiperamonemia dengan
manifestasi sistem saraf pusat merupakan komplikasi yang jarang pada infeksi saluran
kemih yang disebabkan oleh Proteus dan terkait dengan statis atau obstruksi saluran
kemih.5
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila
buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi
saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah
pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian
atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.5
2.8. Diagnosis
26
umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan dengan infeksi
berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan
aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan
gejala dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
ISK pada anak.1
Urinalisis
27
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum.1
Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, tetapi dapat dilihat dengan
mikrokop fase kontras. Pada urin segar tanpa dipusing (uncentrifuged urine),
terdapatnya kuman pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-kira setara
dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing,
terdapatnya kuman pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan
28
jumlah kuman lebih dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras
tidak terlihat kuman, umumnya urin steril.1
Pemeriksaan darah
Biakan urin
29
(midstream), dan menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan
merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin.
Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya terutama pada anak
perempuan, tetapi cara ini traumatis. Teknik pengambilan urin pancar tengah
merupakan metode non-invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas terhadap
kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin dapat diambil dengan
memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode
yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif
palsu hingga 80%. Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya
merekomendasikan 3 teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah,
kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan
urine bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium
mikrobiologi perlu mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin
dibiarkan pada suhu kamar lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak
dengan cepat sehingga memberikan hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak
langsung dikultur dan memerlukan waktu lama, sampel urin harus dikirim
dalam termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat disimpan dalam
lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum dibiak.1
2. Interpretasi biakan urin
Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey.
Beberapa bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh
pada media yang sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus.
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel
urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin
dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria
bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun
untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin dan urin
pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.1
30
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah
dipakai jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna.
Dengan kateter urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL
urin sebagai kriteria bermakna, dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika
jumlah kuman > 50x103 cfu/mL, dan ada yang menggunakan kriteria
bermakna dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk. (2010)
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk
teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada
neonatus, Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton
dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil
dengan urine bag.1
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.1
Cara lain untuk mengetahui adanya kuman adalah dipslide. Cara dipslide
adalah cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja, tetapi
cara ini hanya dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang indentifikasi jenis
kuman dan uji sensitivitas memerlukan biakan cara konvensional.1
Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan
awal untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk
investigasi ISK pada anak-anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi
refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun perubahan akibat peradangan. Jika
refluks atau kelainan morfologi dapat diidentifikasi, renal
scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih
lanjut untuk melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran
kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada
31
ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi
pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada
kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.6
Urografi intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal
dan dapat dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih
(misalnya, kista, hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah
kurangnya sensitifitas dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam
deteksi pielonefritis maupun jaringan parut pada ginjal. Tingginya dosis radiasi
dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu diperhatikan khususnya pada
anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi intravena tampaknya
memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.6
Voiding Cystourethrography
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati
refluks dan pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada
kelainan ini sangat dianjurkan. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai
32
infeksi saluran kencing telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin
merupakan efek sementara dari infeksi. Namun, karena kepekaan dan spesifisitas
yang rendah, dan karena Voiding Cystourethrography melibatkan iradiasi gonad
dan kateterisasi, penggunaannya dalam mendiagnosis refluks vesicoureteral masih
dipertanyakan.11
Indikasi untuk Voiding Cystourethrography masih controversial dan
sering berubah. Kebanyakan dokter merekomendasikan pemeriksaan ini untuk
semua anak dengan demam oleh karena ISK. Voiding Cystourethrography juga
dianjurkan pada anak perempuan yang telah mengalami ISK 2 atau 3 kali dalam
jangka waktu 6 bulan, dan untuk anak laki-laki dengan lebih dari satu
ISK. Voiding Cystourethrography juga harus dilakukan jika sonogram ginjal
menunjukkan kelainan signifikan, seperti hidronefrosis, kelainan panjang ginjal,
atau penebalan dinding kandung kemih. Temuan yang paling umum adalah
refluks vesicoureteral, yang diidentifikasi di sekitar 40% dari pasien.6,11
Waktu pemeriksaan Voiding Cystourethrography juga masih
kontroversial. Meskipun di beberapa pusat penelitian pemeriksaan ini ditunda 2-6
minggu untuk meredakan peradangan pada kandung kemih. Sehingga waktu yang
tepat adalah pada sebelum anak keluar dari rawatan dari rumah sakit, pemeriksaan
ini sekaligus bisa mengevaluasi keadaan anak. Jika
tersedia, Voiding Cystourethrography radionuklida daripada Voiding
Cystourethrography kontras dapat digunakan pada anak perempuan. Teknik ini
membuat paparan radiasi kurang pada gonad daripada dengan kontras. Pada anak
laki-laki, pemeriksaan radiografi dari uretra merupakan hal yang penting,
sehingga Voiding Cystourethrography kontras direkomendasikan untuk
pemeriksaan radiologis awal. Karena kekhawatiran
bahwa Voiding Cystourethrography mungkin akan menjadi hal traumatis kepada
anak, beberapa orangtua masih mempertanyakan perlunya Voiding
Cystourethrography jika ultrasonogram hasilnya normal. Perlu diingat bahwa
ultrasonografi tidak sensitif dalam mendeteksi refluks, hanya 40% dari anak-anak
dengan refluks memiliki kelainan pada ultrasonogram tersebut.6,11
33
Isotope Cystogram
Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan yang sama
seperti kateterisasi kandung kemih yang digunakan dalam Voiding
Cystourethrography, pemeriksaan ini memiliki keunggulan dilihat dari dosis
radiasi ionisasi yang hanya 1% daripada yang digunakan pada Voiding
Cystourethrography dan pemantauan terus menerus (ada pemeriksaan ini juga
lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya suatu refluks dibandingkan
pemeriksaan flourokopi sesekali yang dilakukan pada Voiding
Cystourethrography).11
2.9. Penatalaksanaan
Pada ISK ringan memiliki risiko lebih rendah pada anak. Pengobatan empiris
secara oral dengan TMP, atau amoksisilin/kalvulanat dianjurkan. Lamanya pengobatan
ISK tanpa komplikasi sebaiknya di obati secara oral selama 5- 7 hari. Jika tidak ada
perbaikan atau adanya komplikasi anak harus dirawat di rumah sakit untuk pengobatan
parenteral.12
Pada ISK berat memerlukan penggantian cairan parenteral yang cukup dan
pengobatan antibiotik yang tepat. Sebaiknya menggunakan sefalosporin (generasi ketiga).
Jika ditemukan adanya gram positif pada ISK dapat diberikan aminoglikosida kombinasi
yaitu amoksisiklin/klavulanat.20 Terapi harus disesuaikan dengan hasil kultur. Pada pasien
yang alergi terhadap sefalosporin dapat digunakan aztreonam atau gentamisin. Ketika
anak sudah mampu makan dan minum antibiotik dapat diberikan peroral selama 10-14
hari.10,12
34
Pemberian profilaksis dalam dosis rendah jila ada peningkatan risiko pielonefritis,
misalnya RVU dan ISK berulang. Antibiotik yang paling efektif adalah: nitrofurantoin,
TMP, sefaleksin dan sefaklor.12
35
Disangka ISK pertama
Pasien diduga dan biakan urin sudah
menderita ISK dilakukan
VCUG: Voiding
Cystoureterography
36
Tabel 2.1. Dosis antibiotik pada anak umur 3 bulan- 12 tahun12
Antibiotik Penggunaan Umur Jumlah Dosis Pemberian Dosis
Perhari Perhari
Ampisilin Intravena 3-12 bulan 100-300 mg/kgbb 3
Ampisilin Intravena 1-12 tahun 60-150 mg/kgbb 3
Amoksisilin Oral 3 bulan- 12 50-100 mg/kgbb 2-3
tahun
Amoksisilin/ Intravena 3 bulan-12 60-100 mg/kgbb 3
klavulanat tahun
Sefaleksin
pengobatan Oral 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
Profilaksis Oral 1-12 tahun 10 mg/kgbb 1-2
Sefaklor
Pengobatan Oral 3 bulan -12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
profilaksis Oral 1-12 tahun 10 mg/kgbb 2
Sefiksim Oral 3 bulan-12 8-12 mg/kgbb 1-2
tahun
Seftriakson Intravena 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 1
tahun
Aztreonam Intravena 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
Gentamisin Intravena 3-12 bulan 5-7,5 mg/kgbb 1-3
1- 2 tahun 5 mg/kgbb
Gentamisin Intravena 1-3
Trimetroprim
pengobatan Oral 1-12 tahun 6 mg/kgbb 2
37
Profilaksis Oral 1-12 tahun 1-2 mg/kgbb 1
Nitrofurantoin
Pengobatan Oral 1-12 tahun 3-5 mg/kgbb 2
Profilaksis Oral 1-12 tahun 1 mg/kgbb 1-2
38
Tabel 2.3. Pilihan antibiotik parenteral pada infeksi saluran kemih10
Jenis Antibiotik Dosis Perhari
Sefriakson 75mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg /kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100g/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Dalam 2x24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, umumnya gejala ISK akan
menghilang. Jika dalam waktu tersebut belum ada terlihat respon klinik mungkin
antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks.
Pada sistitis akut, golongan sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari
resistensi kuman. Pemberian antibiotik oral seperti trimetroprim-sulfametoksaxol,
nitrofurantoin, amoksisilin lebih direkomendasikan pada ISK.1,13
NICE merekomendasikan untuk penanganan ISK fase akut, sebagai berikut1:
a. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus dirujuk segera ke dokter spesialis
anak, pengobatan harus dengan pemberian antibiotik parenteral.
b. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas sebaiknya pertimbangkan untuk
dirujuk ke rumah sakit. Pengobatan dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan
antibiotik yang resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman,
seperti sefalosporin atau ko-amoxiclav. Jika antibiotik peroral tidak dapat
digunakan, diberikan antibiotik secara parenteral, seperti sefotaksim, atau
seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan dengan pemberian peroral sampai total 10
hari pemberian.
c. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah dapat diberikan antibiotik oral selama 3
hari, pemilihan antibiotik harus berdasarkan hasil pola resistensi kuman
laboratorium mikrobiologi setempat. Bila tidak ada dapat dipakai trimetroptrim,
39
nitrofurantoin, sefalosforin, atau amoksisilin. Bila dalam 24-48 jam belum ada
perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk
melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.
Pengobatan pielonefritis
Penggunaan antibiotik pada pielonefritis akut harus mempunyai penetrasi yang
baik ke jaringan, karena pielonefritis akut merupakan nefritis intersisialis. Umumnya
antibiotik diberikan selama 7-10 hari.13
2.10. Prognosis
Prognosis jangka panjang infeksi saluran kemih biasanya baik, bila segera diobati
dengan adekuat setelah diagnosis ditegakkan. Pengobatan segera pielonefritis bakteri akut
pada hewan dapat mencegah timbulnya jaringan parut ginjal. Tidak tahan dengan cara
yang biasanya memberikan hasil jangka panjang yang menguntungkan ini, anak-anak
dengan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang kambuh seringkali menimbulkan
masalah yang sulit dan mengecewakan dalam pengobatan dan profilaksisnya.
Konsekuensi utama kerusakan ginjal kronis yang disebabkan oleh pielonefritis adalah
hipertensi arterial dan insufiensi ginjal; bila hal ini terjadi maka harus diobati dengan
tepat. Beberapa anak dengan infeksi saluran kemih tidak sering berkemih dan banyak
juga yang mengalami konstipasi berat. Penyuluhan kepada orang tua untuk mencoba
menentukan pola berkemih dan defekasi yang lebih normal mungkin bermanfaat dalam
mengembalikan kekambuhan.5
40
2.11. Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis adalah hipertensi, gangguan fungsi
ginjal, dan penyakit ginjal stadium akhir. Dehidrasi adalah komplikasi akut paling sering
terjadi dari infeksi saluran kemih pada anak-anak. Penggantian cairan intravena sangat
dibutuhkan pada kasus-kasus yang berat.6
Pada negara berkembang, kerusakan ginjal sebagai komplikasi jangka panjang
infeksi saluran kemih sudah berkurang dibandingkan pada awal abad ke-20, ketika
pielonefritis penyebab tersering hipertensi dan penyakti ginjal stadium akhir pada wanita
muda. Perubahan ini mungkin terjadi karena peningkatan pelayanan kesehatan dan follow
up pada pasien anak setelah mengalami pielonefritis.6
Hipertensi
Hipertensi dapat terjadi akibat pembentukan jaringan parut ginjal pada pasien dengan
pielonefritis akut yang sering dihubungkan dengan anomali seperti RVU atau kelainan
traktus urinari lainnya. Insiden hipertensi pada pasien dengan RVU dan jaringan parut
ginjal telah dilaporkan mencapai 6-23%. Hipertensi juga dapat ditemukan pada pasien
anak-anak dengan riwayat penyakit infeksi saluran kemih tanpa adanya bukti jaringan
parut ginjal. Bagaimana pun jaringan parut ginjal pada RVU meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi 2,9 kali dibandingkan dengan pasien tanpa jaringan parut ginjal.
Kelainan tekanan darah yang terlihat pada mesin pencatat tekanan darah pada orang
41
dewasa dengan riwayat infeksi saluran kemih yang terjadi sewaktu masa kecil telah
dilaporkan sebanyak 9% dari pasien dengan jaringan parut ginjal dan 6% pada pasien
tanpa jaringan parut.14
2.12. Pencegahan
2.12.1. Pencegahan ISK berulang
Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus ISK
simtomatik akan mengalami infeksi berulang dalam dua tahun pengamatan dan
umumnya berupa reinfeksi, bukan relaps. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan
biakan urin berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3
bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil
biakan urin.1
Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada
anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian
bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah,
konstipasi, ketidak mampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik
akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non
neurogenic bladder), RVU, preputium yang belum disirkumsisi.1
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan
42
miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation). Koreksi bedah
terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat tinggi, urolitiasis,
katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang disertai obstruksi sangat
bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi tindakan bedah harus
dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak
disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah
disirkumsisi. Tindakan sirkumsisi pada anak laki telah terbukti efektif
menurunkan insidens ISK.1
Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK
berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian
antibiotik profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan.1
43
Beberapa penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa pada RVU derajat
rendah, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam risiko terjadinya ISK pada
kelompok yang mendapat antibiotik profilaksis dengan yang tidak diobati.Dengan
demikian, antibiotik profilaksis tidak perlu diberikan pada RVU derajat rendah.1
The International RVU Study of Children melakukan penelitian untuk
membandingkan efektivitas pemberian antibiotik profilaksis jangka lama dengan
tindakan operasi pada anak dengan RVU derajat tinggi untuk mencegah
penurunan fungsi ginjal. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pada kedua kelompok tersebut dalam hal terjadinya parut ginjal dan
komplikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis pada
RVU derajat tinggi ternyata efektif.1
Montini dan Hewitt (2009) melakukan review terhadap berbagai penelitan
tentang pemberian antibiotik profilaksis dan membuat beberapa kesimpulan,
meskipun masih banyak hal-hal yang belum dapat disimpulkan. 1. Antibiotik
profilaksis tidak terindikasi pada ISK demam yang pertama kali (first febrile UTI)
yang tidak disertai RVU atau hanya RVU derajat I dan II. Ada 3 alasan terhadap
kesimpulan ini yaitu: a. Penelitian meta analisis menunjukkan tidak ada
keuntungan pemberian antibiotik profilaksis. b. Terdapat risiko meningkatnya
resistensi terhadap bakteri. c. Frekuensi terjadinya reinfeksi rendah. 2. Untuk
refluks derajat tinggi, tidak dapat diambil kesimpulan yang jelas, dengan alasan:
a. Persentase reinfeksi lebih tinggi pada RVU derajat III dibandingkan dengan
derajat 0, I, dan II. b. Penelitian meta analisis membuktikan bahwa dengan
antibiotik profilaksis tidak terdapat keuntungan yang bermakna pada kelompok
ini, namun jumlah pasien yang diikutkan dalam penelitian tersebut tidak
mencukupi.1
NICE (2007) merekomendasikan bahwa antibotik profilaksis tidak rutin
diberikan pada bayi dan anak yang mengalami ISK untuk pertama kali. Antibiotik
profilaksis dipertimbangkan pada bayi dan anak dengan ISK berulang. Selain itu
direkomendasikan juga bahwa jika bayi dan anak yang mendapat antiboitik
profilaksis mengalami reinfeksi, maka infeksi diterapi dengan antibiotik yang
berbeda dan tidak dengan menaikkan dosis antibiotik profilaksis tersebut.1
44
Belum diketahui berapa lama jangka waktu optimum pemberian antibiotik
profilaksis. Ada yang mengusulkan antibiotik profilaksis diberikan selama RVU
masih ada dan yang lain mengusulkan pemberian yang lebih singkat. Pada ISK
kompleks pemberian profilaksis dapat berlangsung 3 - 4 bulan. Bila ternyata
kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau
obstruksi) maka pemberian profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama.1
Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis:
• Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
• Kotrimoksazol
- Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
• Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
• Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
• Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
• Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
• Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
• Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari.
Selain antibiotik, dilaporkan penggunaan probiotik sebagai profilaksis
yaitu Lactobacillus rhamnosus dan Laktobasilus reuteri (L. fermentum); serta
cranberry juice.1
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Pardede SO, et all. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Badan Penerbit IDAI:
Jakarta; 2011.
2. Hellerstein, Stanley. 2006. Urinary tract infection. Children's Mercy Hospital of Kansas City.
http://www.emedicine.com/PED/topic2366.htm
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15
4. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Sardevi SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta:
IDAI; 2002
5. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th en, WB
Saunders Compay, Philadelphia, Pennsylvania
6. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/
7. Kanellopoulos TA, et all. First Urinary Tract Infection in Neonate, Infants, and Young
Children: a Comparative Study. Pediatr Nephrol 2006:21;1131-1137
8. Stein R, Dogan HS, Hoebeka P, et al. Urinary Tract Infections in Children: EAU/ESPU
Guidelines. European Urology 67. 2015. 546-58. Available at
http://www.europeanurology.com/article/S0302-2838(14)01181-6/pdf
9. Andriani R. Peranan Pencitraan dalam Deteksi Kelainan Anatomik pada Anak dengan Infeksi
Saluran Kemih Atas. Available at:
http://www.majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2010-02-artikel-06.pdf.
10. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
2009
11. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and Treatment of Urinary Tract Infections in
Children. American Academy of Family Physicians. 1995
12. Grabe. M et all. Guidelines on Urological Infections. European Association of Urology 2013
13. American Academy of Pediatry. Urinary Tract Infection: Clinical Pracatice Guideline for
the Diagnosis and Management of the Initial UTI in Febrile Infants and Children 2 to 24
months. Pediatrics. 2011
14. Tarin, Tatum, Rajesh Shinghal, and Linda M. Dairiki Shortliffe. Pediatric Urinary Tract
Infections dalam Pediatric Urology, Second Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010
46