Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada anak
selain infeksi saluran nafas atas dan diare. ISK perlu mendapat perhatian para dokter maupun
orang tua karena berbagai alasan, antara lain ISK sering sebagai tanda adanya kelainan pada
ginjal dan saluran kemih yang serius seperti refluks vesiko-ureter (RVU) atau uropati obstruktif.
ISK adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal terminal, dan ISK menyebabkan gejala yang
tidak menyenangkan bagi pasien.1

ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu keadaan yang
perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan
risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.2

Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan
asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga
medis maupun oleh orang tua. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis
(underdiagnosis/overdiagnosis) akan sangat merugikan. Underdiagnosis dapat berakibat
penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis
menyebabkan anak akan menjalani pemeriksaan yang dan pengobatan yang tidak perlu. Bila
diagnosis ISK sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena
akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit. Diagnosis dan tata laksana ISK yang
adekuat bertujuan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya komplikasi jangka panjang
seperti parut ginjal, hipertensi, dan gagal ginjal kronik.1

Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala klinis yang tak
terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat, maka dalam laporan kasus ini
penulis akan membahas tentang ISK.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
 Nama : An. R. A
 Umur : 8 bulan
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Mojomulyo RT I/7, Puger
 Suku : Jawa
 Agama : Islam
 Tanggal MRS : 14 November 2017
 Tanggal pemeriksaan : 17 November 2017
 No. Rekam Medis : 213218

Identitas Ayah
 Nama : Tn. A
 Umur : 32 tahun
 Pekerjaan : Karyawan swasta
 Pendidikan : D-3

Identitas Ibu
 Nama : Ny. E
 Umur : 31 tahun
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Pendidikan : SMA

2
ANAMNESIS
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 17 November 2017 di Ruang Anturium RS Perkebunan
Jember

Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Demam

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam sejak kurang lebih 7 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam tidak terlalu tinggi dan dirasakan sepanjang hari.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien selalu menangis saat BAK dan sering
berkemih dari biasanya. Pasien juga sering mengompol sejak 7 hari ini. BAK pasien berwarna
kuning, tidak disertai darah dan berbau tidak seperti biasanya. Selain itu, ibu pasien juga
mengeluhkan pasien sesak nafas dan batuk sejak 3 hari ini, batuk berdahak, tetapi tidak pilek.
BAB dalam batas normal.
Nafsu makan dan minum menurun sejak pasien sakit, setiap kali diberikan makan
pasien beberapa kali mual tapi tidak sampai muntah.
Berat badan pasien mengalami penurunan 2 bulan terakhir ini sebanyak 1,5 kg.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu pasien mengaku pasien sebelumnya pernah sakit dengan keluhan yang sama 2 bulan yang
lalu.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita gejala yang sama dengan pasien.
Riwayat atopi pada keluarga disangkal.

5. Riwayat Pemberian Obat


Claneksi syrup

3
II. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama dari ibu G1P0A0. Ibu teratur memeriksa
kehamilan ke bidan selama kehamilan.

Riwayat Persalinan :
Pasien lahir spontan pervaginam di bidan, lahir langsung menangis, cukup bulan
BB 2700 gram, PB= 48 cm, sehat, cacat (-)
Kesan:riwayat kehamilan baik dan persalinan baik

2. Riwayat Makanan
Umur Jenis Makanan
0 - 6 bulan Susu ASI/susu formula 8-10x /hari

6 bulan - ASI/susu formula ditambah bubur susu serta buah-buahan


sekarang 2x.
Kesan : Riwayat makan dan minum baik.

3. Riwayat Tumbuh Kembang dan Sosial


Riwayat Pertumbuhan :
Menurut ibu pasien berat badan selalu meningkat setelah kelahiran, namun masih sebatas
normal, KMS tidak pernah melewati batas garis merah. 2 bulan belakangan ini berat
badan pasien mengalami penurunan.
Kesan: riwayat pertumbuhan kurang

4
Riwayat Perkembangan

Usia Motorik Kasar Motorik Halus

0 - 3 mampu tengkurap, Kepala menoleh ke samping kanan-


bula mengangkat kepala, dan kiri
n dada bertopang pada
tangan

3 - 6 bulan tengkurap-terlentang Memegang mainan, menaruh benda


sendiri di mulutnya

6 bulan - mampu duduk tanpa Memindahkan benda dari tangan


sekarang dibantu kanan ke kiri

Bahasa
• 0-3 bulan : mengoceh spontan/ merespon dengan mengoceh
• 3-6 bulan : tertawa dan menjerit saat diajak bermain
• 6 bulan-sekarang : mengeluarkan kata-kata tanpa arti

4. Riwayat Imunisasi~
Imunisasi PPI:
Hepatitis B : 3 kali (usia 0, 1, 6 bulan)
BCG : 1 kali (usia 1 bulan)
Polio : 4 kali (usia 0, 2, 4, dan 6 bulan)
DPT : 3 kali (usia 2, 4, dan 6 bulan)
Hib : 3 kali (usia 2, 4, dan 6 bulan)
Campak : Belum dilakukan

Imunisasi non PPI:


PCV : tidak dilakukan
Rotavirus : tidak dilakukan
Varisela : tidak dilakukan
MMR : tidak dilakukan

5
HPV : tidak dilakukan
Tifoid : tidak dilakukan
Hepatitis A : tidak dilakukan
Kesan : imunisasi lengkap sesuai PPI

5. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


 Sosial Ekonomi:
Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu adalah seorang ibu rumah tangga.
Sumber air minum berasal dari air mineral siap pakai. Aktivitas MCK dilakukan di kamar
mandi dan WC yang berada di dalam rumah. Jarak antara sumur dan septic tank sekitar
10 meter. Pasien sering bermain di lantai. Ayah dan ibu terbiasa mencuci tangan dengan
sabun sebelum menyuapi atau menyusui pasien. Botol susu pasien sering digunakan
sekali dan setelahnya selalu dicuci dan di rendam dengan air mendidih. Ibu mengaku
mengganti popok sebanyak 2-3 kali dalam satu hari.

Kesan: sosial ekonomi kurang dan lingkungan baik.

II. Anamnesis Sistem


 Sistem serebrospinal : demam (+), kejang (-), kesadaran baik.
 Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, sesak (-)
 Sistem respirasi : batuk (+), pilek (+), sesak (+)
 Sistem Gastrointestinal : diare (-), mual (+) muntah (-), nafsu makan (↓), BAB (+).
 Sistem muskuloskeletal : nyeri otot (-), bengkak (-) pada kedua lutut dan
pergelangan kaki, nyeri sendi (-) kedua ekstremitas bawah
 Sistem urogenital : BAK (+) warna kuning

III. PEMERIKSAAN FISIK (H1 MRS)


a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tanda – tanda vital
 Frekuensi nadi : 110x/menit, regular, kuat angkat (+)

6
 Frekuensi napas : 28x/menit, regular
 Suhu aksila : 38,60C
 Waktu pengisian kembali kapiler : <2 detik
4. Status gizi
 Umur : 8 bulan
 BB sekarang : 6,5 kg
 Status gizi : Z score BB/umur = berada pada SD > -2 SD dan < 0 SD). Kesimpulan status
gizi kurang.

5. Kulit : sianosis (-), turgor kulit baik, ptekie (-), purpura (-)
6. Kelenjar limfe : pembesaran (-)
7. Otot : Tidak terdapat tanda peradangan dan nyeri tekan, tidak ada atrofi pada
keempat ekstermitas.
8. Tulang : Tidak ada deformitas, tidak terdapat tanda radang.
9. Sendi : Tidak ada deformitas dan terdapat tanda-tanda peradangan pada kedua
sendi lutut dan pergelangan kaki

b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
 Bentuk dan ukuran : normocephal
 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
 Mata
 Konjungtiva anemis : -/-
 Sklera ikterus : -/-
 Oedem palpebra : -/-
 Refleks cahaya : isokor, +/+
 Perdarahan subkonjungtiva : -/-
 Hidung : sekret (+), tidak ada pernapasan cuping hidung
 Telinga : tidak bersekret, tidak bau, tidak perdarahan
 Mulut : tidak sianosis, tidak bau, tidak hiperemis
 Faring : tidak tampak hiperemis
 Tonsil : tidak tampak pembesaran tonsil

7
2. Leher
 KGB : tidak ada pembesaran
 Kaku kuduk : tidak ada
3. Dada
Bentuk normal, simetris, tidak ada ketertinggalan gerak, tidak terdapat retraksi.
a. Jantung :
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba
 Perkusi : redup
Batas kanan atas: ICS2 parasternal line kanan
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal line kanan
Batas kiri atas: ICS 2 parasternal line kiri
Batas kiri bawah: ICS 4 miclavicula line kiri
 Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, tidak ada suara tambahan.

b. Paru
Kanan Kiri
I : simetris, retraksi I : simetris, retraksi
Depan
subkostal (-) subkostal (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -
Belakang I : simetris, retraksi (-) I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor P : Sonor
A :Ves + Rh - ; Wh - A :Ves + Rh - ; Wh -

4. Perut
 Inspeksi : permukaan dinding perut datar
 Auskultasi : bising usus positif normal
 Perkusi : timpani

8
 Palpasi : soepel, nyeri tekan sulit dievaluasi ,tidak ada pembesaran hati,
tidak ada pembesaran lien.

5. Anggota gerak
o Atas : akral hangat +/+, edema -/-
o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-

6. Anus dan kelamin


o Anus : dalam batas normal, tidak ada kelainan
o Kelamin : jenis kelamin perempuan, dalam batas normal, tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium (14/11/2017):

JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN


Darah Lengkap
Hb 11,1 9.5-14.0
Leukosit 8.800 5.000-13.000
Trombosit 474.000 150.000-500.000
PCV 32,5 % 38-47 %
Diff
Eosinofil - 0-2
Basophil 2 0-1
Stab - 3-5
Segmen 45 54-62
Limfosit 38 3-7
Monosit 15 25-30

9
JENIS PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN
Urin Lengkap
pH/BJ 6/1,020 9.5-14.0
Leukosit +2 (125 cells/uL) 5.000-13.000
Nitrit - 150.000-500.000
Protein - 38-47 %
Glukosa -
Keton -
Urobilin -
Bilirubin -
Sedimen
Leukosit + (20-35)
Eritrosit + (1-3)
Silinder -
Kristal -
Epitel 4-6
Bakteri/lain-lain -

Hasil USG abdomen (15/11/2017):

10
-Tampak penebalan dinding buli-buli, permukaan tidak rata, batu (-)
-Gall bladder, besar normal, dinding tidak menebal, batu/sludge (-)
-Pancreas, besar normal, intensitas echo parenkhim normal, nodul/cyste/kalsifikasi (-)
-Lien, besar normal, intensitas echo parenkhim normal, nodul/cyste/kalsifikasi (-)
-Ginjal, besar normal, intensitas cortex tidak menigkat, calyceal system tidak melebar, batu(-)
-Tidak tampak gambaran massa abnormal intra abdominal
-Cairan bebas intra abdominal (-)
Kesan : Sesuai gambaran cystitis

IV. RESUME
 Pasien perempuan usia 8 bulan.
 Demam tidak terlalu tinggi 7 hari. Pasien selalu menangis saat BAK dan sering
berkemih dari biasanya. BAK berbau tidak seperti biasanya. Pasien sesak nafas
dan batuk berdahak sejak 3 hari ini. Nafsu makan menurun, berat badan pasien
mengalamin penurunan sebanyak 1,5 kg.
 Pemeriksaan Umum:
KU: lemah
TTV:Febris 38,6oC, takipneu 28x/i

V. DIAGNOSIS DAN MASALAH


Diagnosis Kerja :
Infeksi Saluran Kemih
Bronchopneumonia

VI. PENATALAKSANAAN
 Inf. PD ¼ 10 tpm mikro
 Diet bubur halus 3 x 1
 Inj. Ceftriaxone 2 x 300 mg
 Inj. Antrain 75 mg (k/p)
 Liprolac 1 x 1 sachet
 Vestein 2 x ¼ cth

11
 Nebul Ventolin 1 cc + NaCl 0,9% 2 cc/8 jam

VII. PROGNOSIS
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam

12
VIII. FOLLOW-UP
15 NOVEMBER 2017 16 NOVEMBER 2017

Keluhan Demam (+), batuk (+) Demam (+), batuk (+)

Vital Sign
 HR 100x/i 108x/i
26x/i
 RR 24x/i
 Temp 38,4oC 38,6oC

Diagnosa  Infeksi Saluran Kemih  Infeksi Saluran Kemih


 Bronchopneumonia  Bronchopneumonia
Terapi  Inf. PD ¼ 10 tpm mikro  Inf. PD ¼ 10 tpm mikro
 Diet bubur halus 3 x 1  Diet bubur halus 3 x 1
 Inj. Ceftriaxone 2 x 300 mg  Inj. Ceftriaxone 2 x 300 mg
 Inj. Amikasin 1 x 100 mg  Inj. Antrain 75 mg (k/p)
 Inj. Antrain 75 mg (k/p)  Liprolac 1 x 1 sachet
 Liprolac 1 x 1 sachet  Vestein 2 x ¼ cth
 Vestein 2 x ¼ cth  Nebul Ventolin 1 cc + NaCl 0,9% 2 cc/8
 Nebul Ventolin 1 cc + NaCl jam
0,9% 2 cc/8 jam
Planning USG abdomen Besok cek UL

Hasil Lab  Darah Lengkap -


Hb/Leu/Tr/PCV:
10/9.800/148.000/39,9
 Diff Tel
Eos/Baso/Neu Batang/Neu
Segmen/Monosit/Limfosit: -
/2/-/68/13/17

13
17 NOVEMBER 2017

Keluhan Demam (+), batuk (+)

Vital Sign
 HR 110x/i

 RR 24x/i
 Temp 36,9oC
Diagnosa  Infeksi Saluran Kemih
 Bronchopneumonia
Terapi  Diet bubur halus 3 x 1
 Aff infus
 Aclam 2 x 3,5 ml
 Praxion drop 0,8 ml (k/p)
Planning Besok rencana KRS

Hasil Lab  Urine lengkap


pH/BJ: 7,5/1,015
Leukosit: -
Nitrit: -
Protein: -
Glukosa: -
Keton: -
Urobilin: -
Bilirubin: -
 Sedimen Urine Lengkap
Leukosit: 3-6
Eritrosit: -
Silinder: -
Kristal: -
Epitel: 5-8
Bakteri/lain-lain: -

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Kemih

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra
(Gambar 2.1).3

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Kemih4

2.1.1. Ginjal
Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12 atau
lumbal 1 dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih kurang 6 cm
dan 24 gram pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi baru lahir ginjal sering
dapat diraba. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang

15
kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-
12 lobus yang berbentuk piramid.4
Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks merupakan lapisan luar ginjal yang di dalamnya terdapat ±1 juta
nefron. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang mengandung
glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus
koligens. Lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens.3,4
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
mayor dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk
mengalirkan urin sampai ke ureter. Puncak piramid medula yang menonjol ke
dalam disebut papil ginjal yang merupakan ujung kaliks minor.3
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi
bersama air membentuk urin.3
Urin dialirkan melalui beberapa duktus koligens yang bermuara pada
duktus papilaris Bellini yang bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin
kedalam kaliks minor kemudian melalui sistem pelviokaliks, urin disalurkan ke
dalam ureter. Karena ada 18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil
maka daerah tersebut terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.3,4
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang
arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks
mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal yang kemudian bermuara ke
dalam ureter (gambar 2.2).4

16
Gambar 2.2. Ginjal dan Struktur Ginjal4

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang disebut
kapsul fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perineal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi
sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal
serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia
gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran
infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar
fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak
pararenal.3
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal
serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh
organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum
sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon.3

17
2.1.2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna
mengeluarkan urin ke buli-buli.3
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di
tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter
junction (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada
saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan
berada di dalam otot buli-buli (intramural), keadaan ini dapat mencegah
terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada
saat buli-buli berkontraksi.3
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi
menjadi dua bagian yaitu: ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis
renalis sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari
persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Di samping itu secara
radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai
dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas
atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas
bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.3

2.1.3. Buli-Buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polosyang terdiri
dari dua bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung
kemih dimana urin berkumpul, dan (2) leher (kollum) merupakan lanjutan dari
badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior kedalam
daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih

18
rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.3
Buli-buli terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman.
Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan
yang paling luar merupakan otot longitudinal. Serat-serat ototnya meluas kesegala
arah dan, bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih.
Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu
sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke
sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi
seluruh kandungan kemih dengan segera.3,4
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua
permukaan inferiolateral dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.3
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Pada anak,
kapasitas buli-buli menurut formula dari Koff adalah3:
Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml

2.1.4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada
saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan

19
keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup
pada saat menahan kencing.3

2.2. Definisi

Infeksi saluran kemih (Urinary Tract Infection=UTI) adalah bertumbuh dan


berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.
Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bakteriuria bermakna bila
ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna. Pengertian jumlah bermakna tergantung
pada cara pengambilan sampel urin. Bila urin diambil dengan cara mid stream,
kateterisasi urin, dan urine collector, maka disebut bermakna bila ditemukan kuman 105
cfu (colony forming unit) atau lebih dalam setiap mililiter urin segar, sedangkan bila
diambil dengan cara aspirasi supra pubik, disebutkan bermakna jika ditemukan kuman
dalam jumlah berapa pun. Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert
bacteriuria) adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan
manifestasi klinis. Umumnya diagnosis bakteriuria asimtomatik ditegakkan pada saat
melakukan biakan urin ketika check-up rutin/uji tapis pada anak sehat atau tanpa gejala
klinis.1

2.3. Epidemiologi

ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada
bayi dan anak-anak yang sedang toilet training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak
perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki,
ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh lebih sering terjadi
pada anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia.
Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 :
1. Sedangkan dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan
yang mencolok, dimana rasio laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.5

20
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi
bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.6

Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.6

2.4. Etiologi

Escherichia coli (E. Coli) merupakan penyebab tersering ISK pada anak (72,6%-
79,5%).6,7 Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah.
Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi akibat naiknya bakteri ke saluran
kemih. Selain E. Coli kuman lain yang ditemukan sebagai penyebab ISK adalah
Klebsiella (3,5%), Proteus mirabilis (3,5%), Pseudomonas (0,5%), Enterococcus (2,6%),
Staphylococcus saprophyticus (2,6%), lain-lain (8%). Proteus mirabilis selain
menyebabkan infeksi, bakteri ini juga mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi
pembentukan batu di saluran kemih.4,7

Selain bakteri, mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah jamur
seperti Candida albicans yang umumnya menginfeksi pasien melalui kateter. Virus
seperti Haemofilus influenza dan parainfluenza juga dapat menjadi penyebab ISK pada
anak, namun sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK karena kuman ini tidak
dapat tumbuh pada media biakan standar. 4,7

Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu. Namun pada
ISK berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti kelainan fungsi atau
kelainan anatomi saluran kemih, gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete
bladder emptying), konstipasi, serta gangguan sistem imun.4,7

21
2.5. Klasifikasi

Sistem klasifikasi ISK yang digunakan paling sering adalah berdasarkan lokasi,
episode, gejala serta faktor yang mempersulit. Untuk tatalaksana ISK akut, lokasi dan
beratnya penyakit adalah yang paling penting.8

2.5.1. Klasifikasi berdasarkan lokasi

Cystitis (saluran kemih bawah) merupakan peradangan pada mukosa


kandung kemih dengan gejala berupa disuria, stranguria, frekuensi, urgensi, urin
yang berbau, inkontinensia, hematuria serta nyeri suprapubik. Namun, gejala-
gejala tersebut sulit dievaluasi pada bayi baru lahir dan balita.8

Pyelonefritis (saluran kemih atas) adalah infeksi piogenik difus dari pelvis
dan parenkim ginjal dengan gejala berupa demam (≥38oC). Tidak seperti orang
dewasa, pada anak-anak dapat dijumpai tanda-tanda yang tidak spesifik seperti
nafsu makan yang menurun, gagal tumbuh, lesu, rewel, muntah, ataupun diare.8

2.5.2. Klasifikasi berdasarkan episode

Pembagiannya dibagi menjadi first infection (infeksi pertama) dan


recurrent infection (infeksi berulang).8

2.5.3. Klasifikasi berdasarkan gejala

Bakteriuria asimptomatis (asymptomatic bacteriuria/ABU) menandakan


adanya kolonisasi bakteri pada kandung kemih oleh bakteri yang tidak mampu
memberikan respons simptomatis (tidak adanya leukosituria atau gejala). Pada

22
pasien-pasien dengan bakteriuria yang signifikan, leukosituria dapat ditemui tanpa
adanya gejala.8

ISK simptomatis meliputi nyeri suprapubik (sistitis), demam, dan malaise


(pyelonefritis). Pada pasien-pasien dengan kandung kemih neurogenik dan urin
yang berbau, cenderung lebih sulit membedakan antara bakteriuria asimptomatis
dan ISK simptomatis.8

2.5.4. Klasifikasi berdasarkan faktor yang mempersulit

ISK tanpa komplikasi merupakan infeksi pada pasien dengan morfologi


saluran kemih atas dan bawah, fungsi ginjal normal, dan sistem imun yang baik.8

ISK dengan komplikasi terjadi pada bayi baru lahir, dan pada anak-anak
dengan obstruksi atau masalah pada saluran kemih atas atau bawah.8

2.6. Patogenesis

Patogenesis ISK adalah infeksi ascending dari bakteri yang berasal dari kolon,
berkoloni di perineum dan masuk ke kandung kemih melalui uretra. Infeksi pada
kandung kemih akan menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga timbul nyeri pada
suprapubik. Infeksi pada kandung kemih ini disebut sistitis. Gejala yang timbul pada
sistitis meliputi disuria (nyeri saat berkemih), urgensi (rasa ingin miksi terus menerus),
sering berkemih, inkontinensia, dan nyeri suprapubik. Pada sistitis umumnya tidak
terdapat gejala demam dan tidak menimbulkan kerusakan ginjal.9

Pada beberapa kasus, infeksi akan menjalar melalui ureter ke ginjal sehingga
timbul pielonefritis. Pada keadaan normal, papilla pada ginjal memiliki mekanisme
antirefluks yang mencegah urin untuk memasuki tubulus pengumpul ginjal. Namun
terdapat papilla, terutama yang terletak pada bagian atas dan bawah ginjal, tidak memiliki

23
mekanisme ini sehingga refluks intrarenal bisa terjadi. Urin yang terinfeksi akan masuk
kembali, menstimulasi terjadinya respon imun dan inflamasi yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya luka dan parut pada ginjal. Infeksi saluran kemih juga bisa
terjadi pada penyebaran kuman secara hematogen, misalnya pada endokarditis dan
neonatus dengan bakteremia.9

2.7. Manifestasi Klinis

Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi
peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien. Sebagian ISK
pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada anak umur sekolah,
terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs).
ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan prognosis jangka
panjang baik. Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, mau minum,
oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering
tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-
abuan (grayish colour). Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah,
diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam
yang tinggi dapat disertai kejang. Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat
terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat
timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria,
urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau
pireksia lebih jarang ditemukan.5

Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Nefritis

24
bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis, yang merupakan nefritis
bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia lobar.5

Pada sistitis, demam jarang melebihi 380 C, biasanya ditandai dengan nyeri pada
perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu berkemih,
rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis.5

Bakteriuria asimptomatik sering terjadi; pada kebanyakan kasus, bila sudah


terdapat gejala yang memberi kesan adanya infeksi saluran kemih atau di duga akan ada
gejala-gejala tersebut. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas
apakah infeksi terbatas pada kandung kemih atau telah melibatkan ginjal. Pada bayi,
biasanya terjadi demam, berat badan menurun, tidak dapat tumbuh dengan baik, nausea,
muntah, diare dan ikterus. Pada anak dengan demam tanpa diketahui sebabnya, biakan
urine harus di ambil untuk mengesampingkan infeksi saluran kemih. Dalam suatu
penelitian pada bayi-bayi di ruang gawat darurat dengan suhu >38oC, tetapi tanpa suatu
penyebab demam yang jelas. 75% menderita infeksi saluran kemmih. Proporsi ini lebih
tinggi pada pasien wanita berkulit putih, dan naik sampai 17% pada wnita berkulit putih
dengan suhu >39oC. Biakann urin harus diambil pada bayi yang demam. Kelak pada
masa kanak-kanak, sering berkemih, sakit selama berkemih, inkontinensia urin yang
berkaitan dengan urgensi, mengompol pada anak yang semula tidak lagi, sakit perut, dan
urin berbau busuk mrupakan gejala yang sering terjadi. Sistitis kronis atau yang sering
kambuh seringkali menjadi penyebab inkontinensia urin pada siang hari dan manifestasi
ketidakstabilan kandug kemih lainnya yang mungkin menetap meskipun urin sudah
menjadi steril.5

Kadang-kadang tampak hematuria sebagai tanda sistitis hemoragikka yang


disebabkan oleh E.coli. pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam, mengigil dan
sakit panggul atau perut serta nyeri tekan. Ginjal dapat membesar. Anak-anak dengan
pielonefritis kronis seringkali tidak bergejala. Hipertensi arterial biasanya berkaitan
dengan jaringan parut ginjal. Refluk nefropati yang biasanya dihubungkan dengan
kombinasi refluk vesikoureter dan infeksi, menjadi penyebab sampai 15% kasus gagal
ginjal stadium akhir pada anak di Amerika. Sepsis biasanya terjadi pada bayi dan anak

25
yang lebih tua dengan infeksi dan obstruksi saluran kemih. Hiperamonemia dengan
manifestasi sistem saraf pusat merupakan komplikasi yang jarang pada infeksi saluran
kemih yang disebabkan oleh Proteus dan terkait dengan statis atau obstruksi saluran
kemih.5

Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila
buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi
saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah
pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian
atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.5

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai


berikut10:

0 – 1 bulan: Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang,


koma, panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

1 bulan – 2 tahun: Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan


pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air
kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri perut/pinggang.

2 – 6 tahun : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan


kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare,
muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.

6 – 18 tahun: Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat


menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.

2.8. Diagnosis

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. ISK serangan pertama

26
umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan dengan infeksi
berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan
aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan
gejala dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
ISK pada anak.1

Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran antropometrik,


pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra, pemeriksaan
neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada tidaknya spina bifida,
perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan
fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada perempuan.
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu
kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk menegakkan diagnosis.1

American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada bayi


umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK dan perlu
dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam yang tidak
diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus dipikirkan dan perlu dilakukan biakan
urin, dan anak ditata laksana sebagai pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan
sampai 2 tahun, AAP membuat patokan sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu: 1)
Suhu tubuh 39°C atau lebih, 2) Demam berlangsung dua hari atau lebih, 3) Ras kulit
putih, 4) Umur di bawah satu tahun, 5) Tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam
lainnya. Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.1

2.8.1. Pemeriksaan laboratorium

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,


protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria
biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK

27
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum.1

Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase,


enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya
leukosit dalam urin.1

Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam


urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat
ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman
Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. Urin
dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit. Hematuria
kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai
sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan
spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.1

Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio


uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK.
NGAL adalah suatu iron-carrier-protein yang terdapat di dalam granul neutrofil
dan merupakan komponen imunitas innate yang memberikan respon terhadap
infeksi bakteri. Peningkatan uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan
tanda ISK.1

Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, tetapi dapat dilihat dengan
mikrokop fase kontras. Pada urin segar tanpa dipusing (uncentrifuged urine),
terdapatnya kuman pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-kira setara
dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing,
terdapatnya kuman pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan

28
jumlah kuman lebih dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras
tidak terlihat kuman, umumnya urin steril.1

Anti coated bacteri (ACB) dalam urin yang diperiksa dengan


menggunakan fluorescein-labeled anti-immunoglobulin merupakan tanda
pielonefritis pada remaja dan dewasa muda, namun tidak mampu laksana pada
anak.1

Pemeriksaan darah

Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian
besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang
positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang
tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada
anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection) dan skar ginjal. Sitokin
merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin, dan
sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut infeksi,
termasuk pada pielonefritis akut.1

Biakan urin

1. Cara pengambilan spesimen urin


Idealnya, teknik pengumpulan urin harus bebas dari kontaminasi,
cepat, mudah dilakukan untuk semua umur oleh orangtua, murah, dan
menggunakan peralatan sederhana. Sayangnya tidak ada teknik yang
memenuhi persyaratan ini. Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat
dilakukan dengan cara aspirasi suprapubik, kateter urin, pancar tengah

29
(midstream), dan menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan
merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin.
Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya terutama pada anak
perempuan, tetapi cara ini traumatis. Teknik pengambilan urin pancar tengah
merupakan metode non-invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas terhadap
kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin dapat diambil dengan
memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode
yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif
palsu hingga 80%. Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya
merekomendasikan 3 teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah,
kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan
urine bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium
mikrobiologi perlu mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin
dibiarkan pada suhu kamar lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak
dengan cepat sehingga memberikan hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak
langsung dikultur dan memerlukan waktu lama, sampel urin harus dikirim
dalam termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat disimpan dalam
lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum dibiak.1
2. Interpretasi biakan urin
Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey.
Beberapa bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh
pada media yang sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus.
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel
urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin
dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria
bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun
untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin dan urin
pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.1

30
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah
dipakai jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna.
Dengan kateter urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL
urin sebagai kriteria bermakna, dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika
jumlah kuman > 50x103 cfu/mL, dan ada yang menggunakan kriteria
bermakna dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk. (2010)
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk
teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada
neonatus, Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton
dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil
dengan urine bag.1
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.1
Cara lain untuk mengetahui adanya kuman adalah dipslide. Cara dipslide
adalah cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja, tetapi
cara ini hanya dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang indentifikasi jenis
kuman dan uji sensitivitas memerlukan biakan cara konvensional.1

2.8.2. Pemeriksaan pencitraan

Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan
awal untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk
investigasi ISK pada anak-anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi
refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun perubahan akibat peradangan. Jika
refluks atau kelainan morfologi dapat diidentifikasi, renal
scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih
lanjut untuk melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran
kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada

31
ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi
pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada
kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.6

Urografi intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal
dan dapat dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih
(misalnya, kista, hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah
kurangnya sensitifitas dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam
deteksi pielonefritis maupun jaringan parut pada ginjal. Tingginya dosis radiasi
dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu diperhatikan khususnya pada
anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi intravena tampaknya
memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.6

Skintigrafi Kortikal Ginjal


Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai
teknik standar untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya jaringan parut
pada ginjal. Skintigrafi Kortikal ginjal dengan technetium-99mblabeled
glucoheptonate maupun Dimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan
spesifik. Pemakaian DMSA menawarkan keuntungan dalam deteksi
dini perubahan inflamasi akut dan luka yang permanen dibandingkan dengan
USG atau urografi intravena. Hal ini juga berguna pada neonatus dan pasien
dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed tomography (CT) sensitif dan
spesifik untuk mendeteksi pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang
membandingkan CT dan skintigrafi. Selain itu, CT lebih mahal daripada
skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi pada pasien juga lebih tinggi.11

Voiding Cystourethrography
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati
refluks dan pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada
kelainan ini sangat dianjurkan. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai

32
infeksi saluran kencing telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin
merupakan efek sementara dari infeksi. Namun, karena kepekaan dan spesifisitas
yang rendah, dan karena Voiding Cystourethrography melibatkan iradiasi gonad
dan kateterisasi, penggunaannya dalam mendiagnosis refluks vesicoureteral masih
dipertanyakan.11
Indikasi untuk Voiding Cystourethrography masih controversial dan
sering berubah. Kebanyakan dokter merekomendasikan pemeriksaan ini untuk
semua anak dengan demam oleh karena ISK. Voiding Cystourethrography juga
dianjurkan pada anak perempuan yang telah mengalami ISK 2 atau 3 kali dalam
jangka waktu 6 bulan, dan untuk anak laki-laki dengan lebih dari satu
ISK. Voiding Cystourethrography juga harus dilakukan jika sonogram ginjal
menunjukkan kelainan signifikan, seperti hidronefrosis, kelainan panjang ginjal,
atau penebalan dinding kandung kemih. Temuan yang paling umum adalah
refluks vesicoureteral, yang diidentifikasi di sekitar 40% dari pasien.6,11
Waktu pemeriksaan Voiding Cystourethrography juga masih
kontroversial. Meskipun di beberapa pusat penelitian pemeriksaan ini ditunda 2-6
minggu untuk meredakan peradangan pada kandung kemih. Sehingga waktu yang
tepat adalah pada sebelum anak keluar dari rawatan dari rumah sakit, pemeriksaan
ini sekaligus bisa mengevaluasi keadaan anak. Jika
tersedia, Voiding Cystourethrography radionuklida daripada Voiding
Cystourethrography kontras dapat digunakan pada anak perempuan. Teknik ini
membuat paparan radiasi kurang pada gonad daripada dengan kontras. Pada anak
laki-laki, pemeriksaan radiografi dari uretra merupakan hal yang penting,
sehingga Voiding Cystourethrography kontras direkomendasikan untuk
pemeriksaan radiologis awal. Karena kekhawatiran
bahwa Voiding Cystourethrography mungkin akan menjadi hal traumatis kepada
anak, beberapa orangtua masih mempertanyakan perlunya Voiding
Cystourethrography jika ultrasonogram hasilnya normal. Perlu diingat bahwa
ultrasonografi tidak sensitif dalam mendeteksi refluks, hanya 40% dari anak-anak
dengan refluks memiliki kelainan pada ultrasonogram tersebut.6,11

33
Isotope Cystogram
Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan yang sama
seperti kateterisasi kandung kemih yang digunakan dalam Voiding
Cystourethrography, pemeriksaan ini memiliki keunggulan dilihat dari dosis
radiasi ionisasi yang hanya 1% daripada yang digunakan pada Voiding
Cystourethrography dan pemantauan terus menerus (ada pemeriksaan ini juga
lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya suatu refluks dibandingkan
pemeriksaan flourokopi sesekali yang dilakukan pada Voiding
Cystourethrography).11

2.9. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan infeksi saluran kemih adalah:1)


menghilangkan gejala dan eradikasi kuman di pada saat episode akut. 2) mencegah
terjadinya parut ginjal. 3) mencegah terjadinya infeksi berulang saluran kemih. 4)
memperbaiki kerusakkan pada saluran kemih.12

Pada ISK ringan memiliki risiko lebih rendah pada anak. Pengobatan empiris
secara oral dengan TMP, atau amoksisilin/kalvulanat dianjurkan. Lamanya pengobatan
ISK tanpa komplikasi sebaiknya di obati secara oral selama 5- 7 hari. Jika tidak ada
perbaikan atau adanya komplikasi anak harus dirawat di rumah sakit untuk pengobatan
parenteral.12

Pada ISK berat memerlukan penggantian cairan parenteral yang cukup dan
pengobatan antibiotik yang tepat. Sebaiknya menggunakan sefalosporin (generasi ketiga).
Jika ditemukan adanya gram positif pada ISK dapat diberikan aminoglikosida kombinasi
yaitu amoksisiklin/klavulanat.20 Terapi harus disesuaikan dengan hasil kultur. Pada pasien
yang alergi terhadap sefalosporin dapat digunakan aztreonam atau gentamisin. Ketika
anak sudah mampu makan dan minum antibiotik dapat diberikan peroral selama 10-14
hari.10,12

34
Pemberian profilaksis dalam dosis rendah jila ada peningkatan risiko pielonefritis,
misalnya RVU dan ISK berulang. Antibiotik yang paling efektif adalah: nitrofurantoin,
TMP, sefaleksin dan sefaklor.12

35
Disangka ISK pertama
Pasien diduga dan biakan urin sudah
menderita ISK dilakukan

Neonatus Anak- anak

Gejala sistemik Gejala lebih ringan

Dibawa kerumah sakit, Antibiotik


pemberian antibiotik peroral
secara intravena
Biasanya sesudah 24-48 jam,
kebanyakkan penderita: panas
1. Ampisilin dan Kultur setelah pemberian turun dan keadaan membaik,
obat-obat disesuaikan dengan
Aminoglikosida antibiotik 48 jam
hasil biakan urin sensitivity test
2. Ampisilin dan
dipilih yang kurang toksik. Lama
Sefotaksim
pengobatan dengan antibiotik 10-
14 hari, setelah 48 jam tidak
minum obat , biakan urin diulang
USG + VCUG 2-4 untuk melihat terapi.
minggu setelah urin steril

VCUG: Voiding
Cystoureterography

Follow up : IVP atau Scan untuk


Banyak minum, jangan melihat apa ada RVU atau
menahan kencing, kencing RN
habiskan sebelum tidur

Algoritma 2.2. Tatalaksana Anak dengan ISK dan Pencitraan13

36
Tabel 2.1. Dosis antibiotik pada anak umur 3 bulan- 12 tahun12
Antibiotik Penggunaan Umur Jumlah Dosis Pemberian Dosis
Perhari Perhari
Ampisilin Intravena 3-12 bulan 100-300 mg/kgbb 3
Ampisilin Intravena 1-12 tahun 60-150 mg/kgbb 3
Amoksisilin Oral 3 bulan- 12 50-100 mg/kgbb 2-3
tahun
Amoksisilin/ Intravena 3 bulan-12 60-100 mg/kgbb 3
klavulanat tahun

Amoksisilin/ Oral 3 bulan- 12 37,5-75 mg/kg bb 2-3


klavulanat tahun

Sefaleksin
pengobatan Oral 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
Profilaksis Oral 1-12 tahun 10 mg/kgbb 1-2
Sefaklor
Pengobatan Oral 3 bulan -12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
profilaksis Oral 1-12 tahun 10 mg/kgbb 2
Sefiksim Oral 3 bulan-12 8-12 mg/kgbb 1-2
tahun
Seftriakson Intravena 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 1
tahun
Aztreonam Intravena 3 bulan-12 50-100 mg/kgbb 3
tahun
Gentamisin Intravena 3-12 bulan 5-7,5 mg/kgbb 1-3
1- 2 tahun 5 mg/kgbb
Gentamisin Intravena 1-3

Trimetroprim
pengobatan Oral 1-12 tahun 6 mg/kgbb 2

37
Profilaksis Oral 1-12 tahun 1-2 mg/kgbb 1
Nitrofurantoin
Pengobatan Oral 1-12 tahun 3-5 mg/kgbb 2
Profilaksis Oral 1-12 tahun 1 mg/kgbb 1-2

Tabel 2.2. Pilihan antibiotik oral pada infeksi saluran kemih10


Jenis Antibiotik Dosis Perhari
Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
Sulfonamid
- Trimetroprim (TMP)- 6-12mg TMP dan 30-60 mg SMX/kgbb/hari dibagi
Sulfametoksazol (SMX) dalam 2 dosis
-
- Sulfisoksazol 120-150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis
Sefalosporin
-Sefiksim 8mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
-Sefodiksim 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
-Sefprozil 30 mg/kg/bb/hari dibagi dalam 2 dosis
-Sefaleksin 50-100mg/kg/bb/hari dibagi dalam 4 dosis
-Lorakarbef 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

38
Tabel 2.3. Pilihan antibiotik parenteral pada infeksi saluran kemih10
Jenis Antibiotik Dosis Perhari
Sefriakson 75mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg /kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100g/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Dalam 2x24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, umumnya gejala ISK akan
menghilang. Jika dalam waktu tersebut belum ada terlihat respon klinik mungkin
antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi adalah ISK kompleks.
Pada sistitis akut, golongan sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari
resistensi kuman. Pemberian antibiotik oral seperti trimetroprim-sulfametoksaxol,
nitrofurantoin, amoksisilin lebih direkomendasikan pada ISK.1,13
NICE merekomendasikan untuk penanganan ISK fase akut, sebagai berikut1:
a. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus dirujuk segera ke dokter spesialis
anak, pengobatan harus dengan pemberian antibiotik parenteral.
b. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas sebaiknya pertimbangkan untuk
dirujuk ke rumah sakit. Pengobatan dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan
antibiotik yang resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman,
seperti sefalosporin atau ko-amoxiclav. Jika antibiotik peroral tidak dapat
digunakan, diberikan antibiotik secara parenteral, seperti sefotaksim, atau
seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan dengan pemberian peroral sampai total 10
hari pemberian.
c. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah dapat diberikan antibiotik oral selama 3
hari, pemilihan antibiotik harus berdasarkan hasil pola resistensi kuman
laboratorium mikrobiologi setempat. Bila tidak ada dapat dipakai trimetroptrim,

39
nitrofurantoin, sefalosforin, atau amoksisilin. Bila dalam 24-48 jam belum ada
perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk
melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.

Pengobatan pielonefritis
Penggunaan antibiotik pada pielonefritis akut harus mempunyai penetrasi yang
baik ke jaringan, karena pielonefritis akut merupakan nefritis intersisialis. Umumnya
antibiotik diberikan selama 7-10 hari.13

Pengobatan ISK pada neonatus


Kemampuan neonatus untuk mengatasi infeksi yang belum berkembang dengan
baik menyebabkan mudahnya terjadi sepsis, meningitis, terutama neonatus dengan
kelainan saluran kemih. Kombinasi aminoglikosida dan ampisilin pada umumnya cukup
memadai. Antibiotik harus diberikan secara intravena. Lama pemberian 10-14 hari.13

2.10. Prognosis
Prognosis jangka panjang infeksi saluran kemih biasanya baik, bila segera diobati
dengan adekuat setelah diagnosis ditegakkan. Pengobatan segera pielonefritis bakteri akut
pada hewan dapat mencegah timbulnya jaringan parut ginjal. Tidak tahan dengan cara
yang biasanya memberikan hasil jangka panjang yang menguntungkan ini, anak-anak
dengan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang kambuh seringkali menimbulkan
masalah yang sulit dan mengecewakan dalam pengobatan dan profilaksisnya.
Konsekuensi utama kerusakan ginjal kronis yang disebabkan oleh pielonefritis adalah
hipertensi arterial dan insufiensi ginjal; bila hal ini terjadi maka harus diobati dengan
tepat. Beberapa anak dengan infeksi saluran kemih tidak sering berkemih dan banyak
juga yang mengalami konstipasi berat. Penyuluhan kepada orang tua untuk mencoba
menentukan pola berkemih dan defekasi yang lebih normal mungkin bermanfaat dalam
mengembalikan kekambuhan.5

40
2.11. Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis adalah hipertensi, gangguan fungsi
ginjal, dan penyakit ginjal stadium akhir. Dehidrasi adalah komplikasi akut paling sering
terjadi dari infeksi saluran kemih pada anak-anak. Penggantian cairan intravena sangat
dibutuhkan pada kasus-kasus yang berat.6
Pada negara berkembang, kerusakan ginjal sebagai komplikasi jangka panjang
infeksi saluran kemih sudah berkurang dibandingkan pada awal abad ke-20, ketika
pielonefritis penyebab tersering hipertensi dan penyakti ginjal stadium akhir pada wanita
muda. Perubahan ini mungkin terjadi karena peningkatan pelayanan kesehatan dan follow
up pada pasien anak setelah mengalami pielonefritis.6

Jaringan parut ginjal


Pielonefritis akut berpotensi menyebabkan kerusakan tubulointerstitial dan
membentuk jaringan parut ginjal. Respon tubuh, kerusakan tubular, dan iskemik yang
terjadi selama proses pyelonephritis akut menyebabkan pembentukan jaringan parut di
parenkim ginjal. Melalui penggunaan scan ginjal, abnormalitas parenkim ginjal dapat
ditemukan 50-85% pada anak dengan pyelonephritis akut episode pertama. Faktor yang
berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya pembentukan jaringan parut ginjal
adalah kelainan traktus urinarius seperti refluks vesicoureteral, obstruksi saluran kemih,
duplicated collecting system, keterlambatan pengobatan pada pyelonephritis akut lebih
dari 48 jam, pyelonephritis akut berulang.14

Hipertensi
Hipertensi dapat terjadi akibat pembentukan jaringan parut ginjal pada pasien dengan
pielonefritis akut yang sering dihubungkan dengan anomali seperti RVU atau kelainan
traktus urinari lainnya. Insiden hipertensi pada pasien dengan RVU dan jaringan parut
ginjal telah dilaporkan mencapai 6-23%. Hipertensi juga dapat ditemukan pada pasien
anak-anak dengan riwayat penyakit infeksi saluran kemih tanpa adanya bukti jaringan
parut ginjal. Bagaimana pun jaringan parut ginjal pada RVU meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi 2,9 kali dibandingkan dengan pasien tanpa jaringan parut ginjal.
Kelainan tekanan darah yang terlihat pada mesin pencatat tekanan darah pada orang

41
dewasa dengan riwayat infeksi saluran kemih yang terjadi sewaktu masa kecil telah
dilaporkan sebanyak 9% dari pasien dengan jaringan parut ginjal dan 6% pada pasien
tanpa jaringan parut.14

Gagal ginjal kronik


Walaupun gangguan fungsi ginjal dan penyakit ginja kronik sering dilaporkan pada
pasien dengan RVUdan penyebab lain jaringan parut ginjal, prevalensi yang bermakna tidak
jelas. The United Network of Organ Sharing (UNOS) mendata penyakit tubulointerstitial
sebagai etiologi penyakit ginjal stadium akhir sekitar 4,3-8,7% pada anak dan remaja yang
dalam transplantasi ginjal.14

2.12. Pencegahan
2.12.1. Pencegahan ISK berulang
Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus ISK
simtomatik akan mengalami infeksi berulang dalam dua tahun pengamatan dan
umumnya berupa reinfeksi, bukan relaps. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan
biakan urin berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3
bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil
biakan urin.1
Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada
anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian
bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah,
konstipasi, ketidak mampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik
akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non
neurogenic bladder), RVU, preputium yang belum disirkumsisi.1
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan

42
miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation). Koreksi bedah
terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat tinggi, urolitiasis,
katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang disertai obstruksi sangat
bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi tindakan bedah harus
dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak
disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah
disirkumsisi. Tindakan sirkumsisi pada anak laki telah terbukti efektif
menurunkan insidens ISK.1
Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK
berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian
antibiotik profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan.1

2.12.2. Pemberian profilaksis


Antimikroba profilaksis dosis rendah yang diberikan dalam jangka lama
telah digunakan secara tradisional terhadap pasien yang rentan terhadap
berulangnya pielonefritis akut atau ISK bawah. Terapi profilaksis tersebut sering
diberikan pada anak risiko tinggi seperti RVU, uropati obstruktif, dan berbagai
kondisi risiko tinggi lainnya. Namun demikian, efektivitas antibiotik profilaksis
ini sering dipertanyakan dan masih kontroversial.1
Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang dan
mencegah terjadinya parut ginjal. Berbagai penelitian telah membuktikan
efektivitas antibiotik profilaksis menurunkan risiko terjadinya ISK berulang pada
anak, dan kurang dari 50% yang mengalami infeksi berulang selama pengamatan
5 tahun. Antibiotik profilaksis dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi
antibiotik yang tinggi dalam urin tetapi dengan efek yang minimal terhadap flora
normal dalam tubuh. Beberapa antibiotik dapat digunakan sebagai profilaksis.1
Pemberian profilaksis menjadi masalah karena beberapa hal antara lain
kepatuhan yang kurang, resistensi kuman yang meningkat, timbulnya reaksi
simpang (gangguan saluran cerna, skin rashes, hepatotoksik, kelainan hematologi,
sindrom Stevens-Johnson), dan tidak nyaman untuk pasien.1

43
Beberapa penelitian akhir-akhir ini menyebutkan bahwa pada RVU derajat
rendah, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam risiko terjadinya ISK pada
kelompok yang mendapat antibiotik profilaksis dengan yang tidak diobati.Dengan
demikian, antibiotik profilaksis tidak perlu diberikan pada RVU derajat rendah.1
The International RVU Study of Children melakukan penelitian untuk
membandingkan efektivitas pemberian antibiotik profilaksis jangka lama dengan
tindakan operasi pada anak dengan RVU derajat tinggi untuk mencegah
penurunan fungsi ginjal. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pada kedua kelompok tersebut dalam hal terjadinya parut ginjal dan
komplikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis pada
RVU derajat tinggi ternyata efektif.1
Montini dan Hewitt (2009) melakukan review terhadap berbagai penelitan
tentang pemberian antibiotik profilaksis dan membuat beberapa kesimpulan,
meskipun masih banyak hal-hal yang belum dapat disimpulkan. 1. Antibiotik
profilaksis tidak terindikasi pada ISK demam yang pertama kali (first febrile UTI)
yang tidak disertai RVU atau hanya RVU derajat I dan II. Ada 3 alasan terhadap
kesimpulan ini yaitu: a. Penelitian meta analisis menunjukkan tidak ada
keuntungan pemberian antibiotik profilaksis. b. Terdapat risiko meningkatnya
resistensi terhadap bakteri. c. Frekuensi terjadinya reinfeksi rendah. 2. Untuk
refluks derajat tinggi, tidak dapat diambil kesimpulan yang jelas, dengan alasan:
a. Persentase reinfeksi lebih tinggi pada RVU derajat III dibandingkan dengan
derajat 0, I, dan II. b. Penelitian meta analisis membuktikan bahwa dengan
antibiotik profilaksis tidak terdapat keuntungan yang bermakna pada kelompok
ini, namun jumlah pasien yang diikutkan dalam penelitian tersebut tidak
mencukupi.1
NICE (2007) merekomendasikan bahwa antibotik profilaksis tidak rutin
diberikan pada bayi dan anak yang mengalami ISK untuk pertama kali. Antibiotik
profilaksis dipertimbangkan pada bayi dan anak dengan ISK berulang. Selain itu
direkomendasikan juga bahwa jika bayi dan anak yang mendapat antiboitik
profilaksis mengalami reinfeksi, maka infeksi diterapi dengan antibiotik yang
berbeda dan tidak dengan menaikkan dosis antibiotik profilaksis tersebut.1

44
Belum diketahui berapa lama jangka waktu optimum pemberian antibiotik
profilaksis. Ada yang mengusulkan antibiotik profilaksis diberikan selama RVU
masih ada dan yang lain mengusulkan pemberian yang lebih singkat. Pada ISK
kompleks pemberian profilaksis dapat berlangsung 3 - 4 bulan. Bila ternyata
kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau
obstruksi) maka pemberian profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama.1
Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis:
• Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
• Kotrimoksazol
- Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
• Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
• Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
• Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
• Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
• Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
• Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
• Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari.
Selain antibiotik, dilaporkan penggunaan probiotik sebagai profilaksis
yaitu Lactobacillus rhamnosus dan Laktobasilus reuteri (L. fermentum); serta
cranberry juice.1

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO, et all. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Badan Penerbit IDAI:
Jakarta; 2011.
2. Hellerstein, Stanley. 2006. Urinary tract infection. Children's Mercy Hospital of Kansas City.
http://www.emedicine.com/PED/topic2366.htm
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15
4. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Sardevi SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta:
IDAI; 2002
5. Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th en, WB
Saunders Compay, Philadelphia, Pennsylvania
6. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/
7. Kanellopoulos TA, et all. First Urinary Tract Infection in Neonate, Infants, and Young
Children: a Comparative Study. Pediatr Nephrol 2006:21;1131-1137
8. Stein R, Dogan HS, Hoebeka P, et al. Urinary Tract Infections in Children: EAU/ESPU
Guidelines. European Urology 67. 2015. 546-58. Available at
http://www.europeanurology.com/article/S0302-2838(14)01181-6/pdf
9. Andriani R. Peranan Pencitraan dalam Deteksi Kelainan Anatomik pada Anak dengan Infeksi
Saluran Kemih Atas. Available at:
http://www.majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2010-02-artikel-06.pdf.
10. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
2009
11. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and Treatment of Urinary Tract Infections in
Children. American Academy of Family Physicians. 1995
12. Grabe. M et all. Guidelines on Urological Infections. European Association of Urology 2013
13. American Academy of Pediatry. Urinary Tract Infection: Clinical Pracatice Guideline for
the Diagnosis and Management of the Initial UTI in Febrile Infants and Children 2 to 24
months. Pediatrics. 2011
14. Tarin, Tatum, Rajesh Shinghal, and Linda M. Dairiki Shortliffe. Pediatric Urinary Tract
Infections dalam Pediatric Urology, Second Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010

46

Anda mungkin juga menyukai