Anda di halaman 1dari 22

STEP 7

Anatomi Sistem Reproduksi pada Wanita


A. Genetalia Internal

1. Vagina
Vagina merupakan kanal fibromuskular yang elastis dan mengarah ke atas
dan ke belakang dari vulva ke uterus, paralel dengan permukaan pintu atas
panggul. Dinding vagina saling berdempetan, kecuali pada bagian atasnya tempat
serviks menyembul ke vagina. Dinding posterior vagina panjangnya 9 cm, dan
dinding anterior vagina panjangnya sekitar 7,5 cm karena posisi serviks yang
demikian. Tonjolan serviks ke vagina memiliki empat resesus atau fornices
(bentuk tunggalnya forniks), yaitu forniks anterior, posterior, dan lateral (Tortora
& Derrickson, 2012).
Dinding vagina terdiri atas empat lapisan :
1. Lapisan dalam epitel skuamosa, membentuk lipatan atau rugae yang
memungkinkan vagina menggembang luas sehingga janin dapat lewat
2. Lapisan jaringan ikat yang berisi pembuluh darah
3. Lapisan otot yang terdiri atas lapisan otot longitudinal di luar dan lapisan
otot sirkuler di sebelah dalam
4. Lapisan luar jaringan ikat, berhubungna dengan organ-organ lain dalam
panggul, termasuk pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf

Dinding vagina tidak memiliki kelenjar, namun kelembapannya di jaga oleh


sekret kelenjar servikal dan adanya rembesan cairan dari kapiler darah. pH cairan
ini asam yaitu 3,8-4,5, dan berfungsi untuk menjagakuman komensal vagina yaitu
basil Doderlein. Kuman komensal ini memakan glikogen, yang terdapat di
dinding vagina, dan mengubahnya menjadi asam laktatsehingga melindungi
vagina dan genitalia in ternal lainnya dari infeksi. Kadar glikogen juga turut
berubah mengikuti kadar hormon ovarium. Keseimbangna asam ini dapat
terganggu saat kehamilan, sebelum pubertas, selama dan setelah menepous,
sehingga menyebabkan mikroorganisme patogen berkembang dengan mudah dan
meningkatkan kemungkinan infeksi vagina (Tortora & Derrickson, 2012).
Di depan vagina, terdapat kandung kemih dan uretra. Di belakang vagina setinggi
serviks, terdapat ruang peritonium, di sebut kavum Douglas. Di belakang dinding
posterior vagina juga terdapat rektum. Korpus perineal, yang menyangga organ
panggul, terletak di bawah introitus vagina (Tortora & Derrickson, 2012).
Suplai darah vagina berasal dari arterihemoroidales media, arteri uterina, dan
arteri vaginalis, yang semuanya ini merupakan cabang arteri iliaka internal. Aliran
vena berjalan menuju vena iliaka internal. Persarafan vagina berasal dari pleksus
sekral dan saraf pudendal. Aliran limfe berjalan menuju nodus limfe ilaka dan
nodus limfe inguinal (Tortora & Derrickson, 2012).

2. Tuba Fallopi
Terbentang dari tiap kornu uterus ke arah lateral, di antara lipatan
ligamentum latum. Bagian distal tuba uterine melipat ke belakang dan kearah
bawah ke dinding posterior ligamentum latum menuju ovarium, yang terletak di
belakang ligamentum latum.
Tuba uterine memiliki panjang sekitar 10 cm dan terdiri atas :
Ismus
Ampula
Infundibulum

Fimbrae terletak diatas di atas ovarium dan mengarah ke arah rongga panggul,
dan makin dekat ke ovarium saat ovulasi tiba. Lumen tuba uterine membuka ke
rongga panggul dan fimbria. Ketika ovum dilepaskan saat ovulasi, ovum akan
tersapu masuk oleh fimbria ke dalam tuba fallopi, dan ovum akan memulai
perjalanannya menuju uterus (Tortora & Derrickson, 2012).
Tuba fallopi sangat sempit dan dilapisi oleh epitel bersillia. Setelah
memasuki tuba fallopi ovum akan didorong oleh sillia di sepanjang lumen, dan
lipatan epitel bersillia akan memperlambat prosses ini sehingga ovum selama
mungkin tetap berada di dalam tuba fallopi. Sehingga memperbesar kemungkinan
terjadi fertilisasi di ampula. Setelah dibuahi ovum akan didorong ke uterus.
Perjalanan ini juga berlangsung lambat untuk member waktu bagi ovum untuk
mencapai tingkat kematangan sebelum tertanam ke endometrium uterus, jika
fertilisasi tidak terjadi, perjalanan ini memerlukan waktu beberapa hari. Ovum
yang tidak dibuahi akan ikut meluruh dalam alir an mensruasi (Tortora &
Derrickson, 2012).
Disekitar lapisan epitel terdapat lapisan otot, yaitu lapisan otot sirkuler di
bagian dalam dan lapisan longitudinal di bagian luar. Lapisan otot ini membantu
pendorongan ovum di sepanjang tuba uterine dengan membuat gelombang
peristaltis. Tuba uterine diselimuti oleh peritoneum, yang kemudian membentuk
ligamentum latum (Tortora & Derrickson, 2012).
Arteri dan vena uterine dan ovarika menyplai darah tuba uterine.
Persarafan tuba uterine berasal dari pleksus ovariaka, dan aliran limfe dibawa ke
nodus limfe lumbalis (Tortora & Derrickson, 2012).

3. Uterus
Uterus merupakan orga berotot, berongga, dan berbentuk buah pir, yang
terletak dalam rongga panggul di anatara kandung kemih dan rektum. Posisi
uterus adalah anteversi (menekuk ke depan) dan antefleksi (membelok ke depan).
Uterus matur memiliki panjang sekitar 7,5 cm, lebar 5 cm (pada diameter
terpanjangnya), tebal 2,5 m, dan beratnya sekitar 60 g (Tortora & Derrickson,
2012).

Makrostruktur dari Uterus


Uterus terdiri atas dua bagian utama :
1. Korpus, atau badan
2. Serviks, atau leher
Korpus uteri berada di dalam rongga panggul dan bagian atasnya berlanjut
menjadi dua tuba uterina. Serviks tertanam ke arah vagina. Korpus atau badan
uterus merupakan dua pertiga uterus yang panjangnya sekitar 5 cm. Di dalam
korpus terdapat rongga, berbentuk segitiga, dan aspeknya menunjuk ke arah
serviks. Dinding anterior dan posterior rongga uteri biasanya saling berdempetan.
Bagian atas korpus di sebut fundus bagian uterus tempat masuknya tuba uterina di
sebut kormu. Ismus adalah daerah yang sedikit menyempit di perbatasan korpus
uteri dan serviks, panjangnya sekitar 7 mm (Tortora & Derrickson, 2012).
Serviks berbentuk silinder, dan bagian bawahnya menyembul ke dalam
vagina. Pada bagian bawah serviks terdapat kanal servikal, yang pada
ujungnya terdapat bukaan-bukaan ke uterus –ostium interna dan di sisi lainnya
yaitu ke bukaan arah vagina-ostium eksterna (Tortora & Derrickson, 2012).

Mikrostruktur dari Uterus


Uterus dan serviks terdiri atas tiga lapisan jaringan :
1. Lapisan epitel didalam, endometrium
2. Lapisan otot ditengah, miometrium
3. Jaringan ikat diluar, perimetrium

A. Lapisan Endometrium
Pada uterus lapisan endometrium tersusun atas dua lapisan :
1. Lapisan Fungsional : jaringan epitel yang banyak mengandung kelenjar dan
setelah pubertas lapisan ini dibangun dan meluruh pada setiap siklus menstruasi
akibat pengaruh hormone. Mengandung banyak pembuluh darah dan arteri spiral,
yang member nutrisi bagi poliferasi sel selama siklus reproduksi. Ketika ovum
telah dibuahi maka ovum akan tertanam di endometrium, lapisan tersebut
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
embrio selama kehamilan.
2. Lapisan Basal : lapisan permanen yang membentuk lapisan fungsional setiap
kali setelah menstruasi. Lapisan basal juga mendapat suplai darah dari arteti.
Serviks dilapisi oleh epitel kolumnar, yang menyekresi mucus untuk
membentuk sumbat pelindung di kanal servikal untuk melindungi genetalia
internal dari infeksi. Beberapa sel epitel memiliki silia untuk membantu jalannya
spermatozoa. Perubahan pembentukan mucus selama siklus menstruasi dapat
berfungsi untuk mencegah penetrasi spermatozoa memasuki genetalia internal.
Endometrium serviks juga berlipat-lipat seperti di vagina, yang disebut arbor
vitae, yang memungkinkan dilatasi selama persalinan. Lapisan endometrium
serviks tidak ikut meluruh saat menstruasi.
(Tortora & Derrickson, 2012).

B. Lapisan Miometrium
Lapisan miometrium tersusun atas tiga lapisan :
1. Lapisan otot sirkuler dibagian dalam
2. Lapisan otot oblik dibagian tengah
3. Lapisan otot longitudinal dibagian luar
Miometrium memiliki peran vital dalam proses kehamilan dan kelahiran.
Miometrium serviks mengandung beberapa otot polos longitudinal yang
merupakan kelanjutan dari uterus namun sebagian besar sel ototnya sirkuler
(Tortora & Derrickson, 2012).

C. Lapisan Perimetrium
Merupakan lapisan peritoneum yng membungkus uterus dan tuba uterina. Di
permukaan lateral uterus, terdapat lipatan ganda perimetrium yang mencapai
dinding samping rongga panggul, membentuk ligament penyangga yang lebar.
Ada dua rongga dalam peritoneum yaitu kavum douglas yang terletak diantara
uterus dengan rectum, serta kavum vesikouterina yang terletak diantara uterus dan
kandung kemih (Tortora & Derrickson, 2012).
Suplai darah pada uterus dan serviks berasal dari arteri ovariaka dan arteri
uterine, yang merupakan cabang arteri iliaka dan aorta. Cabang arteri uterine-
arteri radialis-menembus ke dalam miometrium, lalu bercabang menjadi arteriola
lurus yang mendarahi lapisan basal, dan arteri spiralis yang mendarahi lapisan
fungsional. Aliran vena dibawa ke vena bersama denga arterinya. Persarafan
uterus dan serviks berasal dari pleksus sacral. Aliran limfe dibawa ke kelenjar
limfe linguinal dan iliaka (Tortora & Derrickson, 2012).

Struktur Penyokong
Uterus dan Serviks dipertahankan pada posisinya dalam panggul oleh ligament
yaitu :
1. Ligamen kardinal : terbentang dari permukaan lateral serviks dan vagina ke
dinding lateral rongga panggul
2. Ligamen Puboservikal : terbentang dari serviks, dibawah kandung kemih,
kearah depan ke tulang pubis.
3. Ligamen Uterosakral : terbentang dari serviks ke arah atas dan belakang, ke
periosteum sacrum, dan mengitari rectum.
4. Ligament Lebar (Latum) : terikat ke dinding lateral uterus dan berfungsi
menopang uterus
5. Ligament Rotundum : terbentang dari kornu uterus ke bawah ke arah labia
mayor, dan berfungsi mempertahankan uterus dalam posisi anteversi dan
antefleksi.
(Tortora & Derrickson, 2012).

4. Ovarium
Ovarium adalah gonad atau organ seks wanita ovarium terletak di dalam
rongga peritoneal, pada cekungan dinding posterior ligamentum latum dikedua
sisi iterus, dekat fimbria tuba uterina.
Ovarium berwarna keputihan dan berbentuk seperti kacang almond dan
permukaannya irreguler. Setelah pubertas ovarium memiliki ukuran panjang
sekitar 3cm, lebar 2 cm, dan tebal 1cm. Berat ovarium sekitar 5-8 g (Tortora &
Derrickson, 2012).
Pada janin perempuan, folikel primordinal (primitif) dibentuk pada bulan
ke 6 kehamilan. Pada saat ini, terdapat sekitar lima juta folikel primitif. Kebanyak
folikel ini ber degenerasi selama masa hamil, menyisahkan sekitar 2 juta saat
lahir. Kebanyakan folikel ini kemudian juga bergenersi sebelum pubertas, dan
hanya 400-500 yang akhirnya berkembang menjadi ovulasi dan berpotensi
dibuahi. Setiap kerusakan folikel primordial akan mempengaruhi kesuburan
wanita, karna folikel ini sudah tidak diproduksi lagi sejak usian 6 bulan kehidupan
janin (Tortora & Derrickson, 2012).
Folikel ovarium menjalani beberapa tahap perkembangan selama 28 hari
rata-rata siklus reproduksi. Dari hari ke 5 siklus reproduksi beberapa folikel
primordial mulai menjadi matur akibat pengaruh follicle-stimulating hormone dari
kelenjar hipofisis. Folikel ini kini disebut folikel sekunder, yang tersusun atas
lapisan sel di bagian luar yang membungus cairan dan lapisan dalamnya
merupakan lapisan sel granulosa yang mengelilingi ovum. Pematangan berikutnya
akan membentuk folikel de graaf, yang bermigrasi ke korteks ovarium lalu
mencapai permukaan. Peningkatan jumlah esterogen juga akan melepaskan folikel
de graaf matur ini. Semakin banyak cairan yang disekresikan ke dalam folikel de
Graaf, meningkatkan tekanan dalam folikel, membuat lapisan dan
pembungkusnya semakin tipis dan akhirnya pecah sehingga melepaskan ovum ke
rongga peritonal yang dekat dengan fimbria tuba uterina. Kejadian ini
disebut ovulasi dan diperkirakan terjadi akibat perubahan hormonal . kadang
ovulasi disertai nyeri panggul, yang disebut sebagai mittle-schmerzatau nyeri
ovulasi (Tortora & Derrickson, 2012).
Ovulasi terjadi sekitar sekali dalam sebulan dari ovarium secara
bergantian. Kadang dilepaskan lebih dari satu ovum, meningkatkan kemungkinan
terjadinya kehamilan multiple. Rupturnya folikel de Graaf masuk ke dalam
rongga melepaskan ovum. Sel granulose membelah dengan cepat menghasilkan
masa padat. Folikel de Graaf berubah menjadi korpus luteum yang berfungsi
sebagai kelenjar endokrin yang memproduksi esterogen selama 14 hari, lalu
berdegenerasi jika fertilisasi tidak terjadi. Setelah degenerasi, korpus luteum
meninggalkan daerah parut putih dalam ovarium, dan disebut korpus albikans
(Tortora & Derrickson, 2012).
Suplai darah ovarium berasal dari arteri ovariaka dan aliran baliknya
dibawa oleh vena ovariaka. Aliran limfe dibawa ke nodus limfe abdominal
posterior. Ovarium dipertahankan posisinya dengan lemah oleh ligamentum
latum. Struktur penyokong lainnya yaitu ligament ovarika, yang melekatkan
ovarium ke kornu uterus. Sebela lateral ovarium ditopang oleh ligament
infundibulopelvik, yang melekatkan uterus ke dinding lateral rongga panggul
(Tortora & Derrickson, 2012).

B. Genetalia Eksternal
Genitalia eksternal, secara gabungan disebut dengan vulva, memanjang dari
mons pubis di anterior ke perineum di posterior. Secara lateral, genitalia eksternal
memanjang sampai keluar labia mayora (Tortora & Derrickson, 2012).
Mons pubis merupakan lapisan jaringan lemak yang terletak di atas simfisis
pubis pada panggul, yang di tutupi oleh kulit dan setelah pubertas di tutupi oleh
rambut. Mons pubis bukan merupakan struktur sistem reproduksi tetapi fungsinya
sebagai bantalan tulang panggul bawah. Perineum adalah area dengan otot kuat
yang menyongkong organ internal rongga panggul (Tortora & Derrickson, 2012).

1. Labia Mayora
Labia mayora merupakan dua lipatan jaringan lemak yang tertutup kulit,
yang terbentang dari mons pubis di anterior bergabung dengan otot perineum.
Permukaan luar labia mayora di tutupi oleh rambut setelah pubertas dan
permukaan dalam lebih lembut dan mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat (Tortora & Derrickson, 2012).
2. Labia Minora
Labia minora merupakan dua lipatan tipis kulit menutupi labia mayora.
Labia minora lembut, tidak di tutupi rambut, dan mengandung beberapa kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea. Di bagian anterior, labia minora masing-masing di
bagi menjadi dua lipatan kulit dan bersatu membentuk prepusium di depan
klitoris, dan frenulum di belakang klitoris. Di posterior labia minora
bertemu fourchette, lipatan kulit tebal dibelakang orifisisum vagina (Tortora &
Derrickson, 2012).
3. Klitoris
Klitoris adalah penonjolan kecil jaringan erektil, dengan panjang kira-kira
2,5 cm, kaya akan suplai pembuluh darah dan serabut saraf sebagai respon
terhadap rangsangan, klitoris menjadi ereksi dan terisi dengan darah dengan cara
yang sama yang terjadi pada penis laki-laki (Tortora & Derrickson, 2012).
4. Orifisium Vagina
Orifisium vagina, atau introitus, terletak anatara dua pasang labia yang
biasanya disebut dengan vestibulum. Orifisium vagina terletak di belakang
orifisium uretra bagian dari sistem perkemihan. Orifisium vagina di tutupi oleh
membran kulit yang di sebut himen, yang memberikan perlindungan untuk vagina
dan organ internal lainnya pada sistem reproduksi. Himen ruptur saat kejadian
koitus pertama kali, walaupun mungkin juga ruptur sebelumnya karena aktifitas
fisik (seperti menunggang kuda), atau menggunakan tampon. Sisa himen biasanya
dapat dilihat sebagai jaringan kecil, yang di sebut carunculae myrtiformes
(Tortora & Derrickson, 2012).
Saat memasuki orifisium vagina, terdapat sepasang kelenjar duktus
bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan menyekresi mucus untuk
melembabkan genetalia eksternal. Di vestibulum, disamping orisium uretra, juga
terdapat kelenjar lain, kelenjar Skene, yang juga menyekresi mucus untuk
melembabkan genetalia eksternal (Tortora & Derrickson, 2012).

Darah, Saraf, dan Limfe


Genitalia eksternal mendapat suplai darah dari arteri pudendal dan vena yang
berjalan bersamanya. Vulva sangat kaya pembuluh darah dan jika mengalami
kerusakan akan cenderung mengalami pendarahan banyak, namun sebaliknya juga
sembuh dengan cepat. Genitalia eksternal terutama di persarafi oleh
saraf pudendal, yang merupakan cabang fleksus sakral. Limfe dialirkan ke
kelenjar iliaka eksternal dan kelenjar inguinal (Tortora & Derrickson, 2012).

Fisiologi Sistem Reproduksi pada Wanita


A. Genetalia Internal
1. Vagina
Fungsi vagina yaitu :
1. Sebagai tempat tumpahan dan jalan lintasan spermatozooa selama senggama
2. Sebagai jalan keluar bagi janin dan produk konsepsi lainnya
3. Menjadi jalan keluar aliran menstruasi
4. Sebagai sawar terhadap infeksi asendens
(Tortora & Derrickson, 2012).

2. Uterus
Fungsi Uterus yaitu :
Menerima, melindungi, dan menghidupi janin
Membantu pengeluaran (ekspulsi) janin, plasenta, dan ketuban, saat
pelahiran
Mengontrol kehilangan darah dari tempat plasenta
(Tortora & Derrickson, 2012).

3. Tuba Fallopi
Fungsi Tuba Fallopi :
1. Mendorong ovum ke uterus
2. Menjadi jalan spermatozoa mencapai ovum untuk fertilisasi
(Tortora & Derrickson, 2012).

4. Ovarium
Fungsi ovarium adalah :
Menghasilkan ovum secara teratur selama usia subur
Menghasilkan hormon esterogen dan progesteron.
(Tortora & Derrickson, 2012).

5. Fungsi Hormon Esterogen dan Progesteron pada Sistem Reproduksi


Wanita
1. Fungsi Hormon Esterogen
a. Merangsang pertumbuhan organ seks sekunder pada wanita
b. Mengatur siklus menstruasi
c. Menjaga kondisi dinding vagina dan keelastisannya
d. Memproduksi cairan yang melembabkan vagina
e. Membantu proses pematangan volikel
f. Membantu proses penebalan dinding rahim pada fase setelah
menstruasi

2. Fungsi Hormon Progesteron


a. Mengatur siklus haid
b. Mengembangkan jaringan payudara
c. Menyiapkan rahim pada waktu kehamilan dan mempertahankan
ketebalan rahim
d. Melindungi wanita pasca menopause terhadap kanker endometrium
(Tortora & Derrickson, 2012).

B. Genetalia Eksternal
1. Labia Mayora
Fungsi labia mayora adalah melindungi vagia dengan cara menutupi
orifisum vagina dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan (Tortora &
Derrickson, 2012).

2. Labia Minora
Lapisan terdalam labia minora normalnya berhubungan dengan satu sama
lain dan juga memiliki fungsi melindungi vagina (Tortora & Derrickson, 2012).
3. Klitoris
Fungsi klitoris adalah sebagai alat ereksi pada wanita dan meningkatkan
pengalaman koitus yang menyenangkan (Tortora & Derrickson, 2012).

4. Orifisium Vagina
Saat memasuki orifisium vagina, terdapat sepasang duktus kelenjar
bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan berfungsi menyekresi mukus
untuk melembabkan genitalia eksternal. Di vestibulum, di samping orisium uretra,
juga terdapat sepasang kelenjar lain, kelenjar skene yang juga menyekresi mukus
untuk melembabkan genitalia eksternal (Tortora & Derrickson, 2012).

Fisiologi Menstruasi

Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari sumbu
Hipotalamus – Hipofisis – Ovarium (sumbu HHO). Terdapat dua siklus yang
memegang peran penting dalam terjadinya haid atau menstruasi yakni siklus
ovarium dan siklus uterus (endometrial).

Siklus ovarium

Durasi rata-rata pada siklus ini kurang lebih 28 hari (dari rentang 25-32 hari).
Terjadinya suatu peristiwa hormonal menyebabkan ovulasi dan pada akhirnya
mengarah ke siklus menstruasi. Perubahan histologis pada endometrium (siklus
uterus) selalu berjalan bersamaan dan berkesinambungan dengan siklus ovarium.
Siklus ovarium dibagi menjadi 3 fase, yakni :

a. Fase folikuler (fase preovulasi)

Panjang fase folikuler berkisar antara 10-14 hari. Selama fase ini terdapat proses
steroidogenesis, folikulogenesis, dan oogenesis/meiosis yang saling terkait satu
sama lain. Fase ini diawali dengan pertumbuhan dari folikel antral, namun pada
hari ke 5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap tumbuh akibat sekresi FSH
yang menurun. Folikulogenesis sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum seorang
wanita dilahirkan, diawali dari folikel primordial, kemudian folikel preantral,
folikel antral hingga menjadi folikel preovulasi (Prawihardjo, 2011).

Folikel primordial

Folikel ini telah dibentuk sejak pertengahan kehamilan hingga beberapa saat
paska persalinan. Folikel ini merupakan folikel yang sedang tidak tumbuh, berisi
oosit dalam fase pembelahan meiosis profase 1 yang terhenti pada tahap
diplotene. Pada usia kehamilan ibu 16-20 minggu, janin perempuan diduga
memiliki 6-7 juta. Seluruh folikel primordial tersebut disimpan sebagai cadangan
ovarium. Sejak pertengahan kehamilan, dengan mekanisme yang belum jelas,
sekelompok folikel primordial ada yang mengalami atresia, namun ada juga yang
masuk kedalam fase pertumbuhan menjadi oosit primer (dalam tahap profase 1
yang terhenti, diplotene, dan akan berlanjut pada saat pubertas). Akibat hal ini,
maka folikel primordial yang tersisa hanya tinggal 1-2 juta saja saat janin
dilahirkan. Sesaat setelah seorang perempuan melewati masa pubertas, dimulailah
masa menarke. Sumbu HHO kembali bangkit, kembali bekerja secara teratur dan
siklik, gonadotropin (FSH & LH) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior pun
mulai memacu ovarium. Folikel primordial yang berada pada cadangan ovarium
kembali bertumbuh hingga masuk pada tahapan pertumbuhan folikel berikutnya,
yakni menjadi folikel preantral atau folikel primer (Cunningham et al., 2010)
.
Folikel preantral / folikel primer
Pada folikel ini tampak oosit yang dikelilingi oleh basement membran, zona
pelusida, sel granulosa yang sudah mengalami proliferasi menjadi berlapis- lapis,
sel teka terbentuk dari jaringan sekitarnya. Sel granulosa pada folikel preantral ini
sudah dapat menangkap stimulus dari gonadotropin dan menghasilkan tiga macam
steroid seks yakni estrogen, androgen, dan progesteron (Cunningham et al., 2010)

 Folikel antral / folikel sekunder

Stimulus dari FSH dan estrogen yang bekerja secara bersamaan


menghasilkan cairan yang semakin bertambah banyak, dan berkumpul didalam
ruangan antara sel granulosa. Cairan yang semakin bertambah jumlahnya tersebut
membentuk ruangan atau rongga yang disebut sebagai antrum. Cairan ini lama
kelamaan akan memisahkan sel granulosa menjadi 2 kubu, yakni sel granulosa
yang melekat pada dinding folikel dan sel granulosa yang mengelilingi oosit. Sel
granulosa yang mengelilingi oosit ini disebut sebagai kumulus ooforus yang
berperan untuk menangkap sinyal yang berasal dari oosit. Pada tahap ini awal
siklus cairan folikel antral berisi FSH, estrogen dalam jumlah banyak, sedikit
androgen, dan belum ada LH. Selain itu, sel teka juga terdiferensiasi menjadi 2
lapis yakni teka interna dan eksterna (Cunningham et al., 2010).

Folikel preovulasi

Dari beberapa folikel- folikel sekunder yang sudah bertumbuh, hanya satu folikel
sekunder yang dapat berkuasa untuk mencapai level berikutnya, hal ini
dikarenakan ia memiliki reseptor FSH lebih banyak dibandingkan yang lain.
Folikel ini disebut sebagai folikel dominan. Folikel dominan terus bertumbuh
hingga menjadi folikel preovulasi atau grafiaan folikel. Reseptor LH sudah mulai
terbentuk di sel granulosa, dan lonjakan LH menyebabkan androgen intrafolikuler
meningkat, hal ini bersamaan dengan menurunnya kadar FSH menyebabkan
apoptosis sel granulosa pada folikel- folikel kecil yang tidak berhasil menjadi
dominan dan meningkatkan libido. Penurunan dari FSH ini disebabkan oleh sel
granulosa yang juga menghasilkan inhibin B,semakin bertumbuh folikelfolikel di
ovarium, semakin tinggi juga kadar inhibin B, yang dimana inhibin ini dapat
memberikan umpan balik ke hipofisis untuk inhibisi pelepasan dari FSH lagi.
Selain itu, pada masa ini, oosit primer menyelesaikan proses meiosis I dan
menjadi oosit sekunder. Oosit sekunder akan mulai melakukan tahap meiosis II,
namun berhenti hingga metafase, apabila setelah fase ovulasi terjadi pembuahan
oleh sperma, ia akan melanjutkan meiosis II, namun jika tidak maka ia akan
mengalami degenerasi) (Cunningham et al., 2010).

b. Fase ovulasi
Pada fase ovulasi, lonjakan LH sangat penting untuk proses keluarnya oosit dan
folikel. Lonjakan LH disebabkan oleh kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan
oleh folikel preovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 34-36 jam setelah lonjakan
estrogen dan 10-12 jam setelah paskapuncak LH, 34-36 jam paskaawal lonjakan
LH. Lonjakan LH memacu sekresi prostaglandin dan progesteron bersama
lonjakan FSH mengaktivasi enzim proteolitik menyebabkan dinding folikel pecah.
Pecahnya dinding tersebut menyebabkan oosit sekunder keluar yang nantinya
akan ditangkap oleh fimbriae tuba falopi. Lama kelamaan seluruh sel granulosa
yang melekat pada membran basalis pada seluruh dinding folikel berubah menjadi
sel luteal (Prawihardjo, 2011).

c. Fase luteal (fase paskaovulasi)

Menjelang dinding folikel pecah dan keluarnya oosit saat ovulasi, sel granulosa
menjadi membesar dan timbul vakuol beserta penumpukan pigmen kuning, lutein
proses luteinisasi
yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. 2 hari paskaovulasi, pembuluh-
pembuluh darah dan kapilerkapiler menginvasi lapisan sel granulosa.
Neovaskularisasi yang
berlangsung dengan cepat ini diakibatkan oleh produksi dari VEGF (vascular
endothelial growth factor) dan angipoetin sebagai respon terhadap LH. Selama
luteinisasi, sel-sel ini
menjadi hipertrofi, dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menghasilkan
hormon-hormon. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen
maupun androgen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat
bergantung pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron dan estradiol
mencapai puncaknya sekitar 8 hari
paskalonjakan LH, dan kemudian menurun perlahan jika tidak terjadi pembuahan,
GnRH kembali meningkat sehingga kembali lagi ke fase folikuler dan siklus
ovarium yang baru dimulai lagi. Korpus luteum akan mengalami regresi 9-11
paskaovulasi, diduga akibat luteolisis estrogen yang dihasilkan oleh korpus
luteum sendiri. Namun apabila terjadi pembuahan sekresi progesteron tidak akan
menurun karena diselamatkan oleh hCG (human chorionic gonadotropin)
(Prawihardjo, 2011).

Siklus uterus (endometrial)


Uterus merupakan organ target steroid seks ovarium, sehingga perubahan
histologik pada dinding endometrium selaras dengan pertumbuhan folikel atau
seks steroid yang dihasilkannya. Lapisan endometrium yang berperan dalam
proses menstruasi hanyalah stratum fungsionalis, hal ini dikarenakan lapisan ini
memberi respons terhadap stimulus steroid seks. Pada akhir fase luteal ovarium,
sekresi estrogen dan progesteron menurun drastis sehingga mengakibatkan
stratum fungsionalis terlepas atau meluruh, dan menyisakan stratum basalis
sedikit bagian dari stratum fungsionalis. Selanjutnya endometrium yang tipis
tersebut memasuki siklus haid berikutnya. Selama satu siklus haid pertumbuhan
dinding endometrium melalui beberapa fase, yakni :

a. Fase proliferasi (berlangsung selama 5-7 hari, atau cukup lama 21-30 hari)

Fase ini dikaitkan dengan fase folikuler. Pada siklus haid, fase akhir luteal,
terdapat stratum basalis dan sedikit sisa lapisan stratum fungsionalis dengan
ketebalan yang beragam. Pada fase folikuler, folikulogenesis menghasilkan
steroid seks. Steroid seks terutama estrogen ini akan memicu pertumbuhan
dinding endometrium untuk kembali menebal. Pertumbuhan
endometrium dinilai dari penampakan histologi dari kelenjar, stroma dan
pembuluh darah (arteria spiralis). Pada awalnya kelenjar lurus pendek, ditutup
oleh epitel silindris pendek.
Kemudian epitel kelenjar mengalami proliferasi dan pseudostratifikasi, melebar
kesamping sehingga mendekati dan bersentuhan dengan kelenjar disebelahnya.
Epitel penutup permukaan kavum uteri yang rusak dan hilang saat haid
sebelumnya terbentuk kembali. Stroma endometrium awalnya padat akibat haid
sebelumnya menjadi edema dan longgar.
Arteri spiralis lurus tidak bercabang, menembus stroma, menuju permukaan
kavum uteri sampai tepat dibawah membran epitel penutup permukaan kavum
uteri. Tepat dibawah epitel permukaan kavum uteri, arteri spiralis membentuk
anyaman longgar pembuluh darah kapiler. Ketiga komponen endometrium,
kelenjar, stroma, dan endotel pembuluh darah mengalami proliferasi dan
mencapai puncaknya pada hari ke 8-10 siklus, sesuai dengan puncak kadar
estradiol serum, dan kadar reseptor estrogen di endometrium. Proliferasi
endometrium tampak jelas pada stratum fungsionalis, di dua pertiga atas korpus
uteri, tempat sebagian besar implantasi blastosis terjadi. Tebal endometrium pada
awal fase proliferasi kurang lebih sekitar 0,5mm kemudian tumbuh menjadi 3,5-5
mm (Rajkovic et al., 2006).

Pada fase ini, hormon yang sangat berperan adalah estrogen. Estrogen adalah
hormon yang memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air, dan asam amino.
Selain itu estrogen juga memiliki peran dalam meningkatnya jumlah sel mikrovili
yang memiliki silia, sel bersilia tersebut nantinya agak bergerak sesuai pola dan
irama yang dapat membantu proses penyebaran dan distribui sekresi endometrium
selama fase sekresi. Stroma endometrium yang kempis pada saat haid menjadi
mengembang kembali dan merupakan komponen pokok pertumbuhan penebalan
kembali endometrium. Limfosit dan makrofag banyak ditemukan didalam stroma
sepanjang siklus haid (Rajkovic et al., 2006).

b. Fase sekresi (berlangsung selama kurang lebih 12-14 hari5)

Korpus luteum yang terbentuk selama fase luteal menghasilkan estrogen dan
progesteron ternyata juga ikut berperan dalam pertumbuhan endometrium dari
fase proliferasi menjadi fase sekresi. Aktivitas sekresi didalam sel kelenjar yang
disertai dengan pergerakan vakuol dari intraseluler menuju intraluminal dapat
dilihat 7 hari paskaovulasi. Pada fase sekresi, tampak kelenjar menjadi lebih
berliku- liku dan menggembung, dimana epitel tersusun rapih seperti gigi, dengan
stroma menjadi edem serta arteri spiralis menjadi terpilin. Kelenjar-kelenjar juga
menjadi lebih aktif mengeluarkan glikoprotein dan peptida kedalam kavum uteri,
selain itu didapati pula transudasi plasma (Cunningham et al., 2010).

c. Fase implantasi

Pada 7 hari paskaovulasi atau hari ke-21 -22 (siklus 28 hari), yakni pertengahan
fase luteal, saat puncak kadar estrogen dan progesteron yang bertepatan dengan
fase implantasi, stroma
mengalami edema hebat. Kadar estrogen dan progesteron yang meningkat hebat
pada hari ke 7 paskaovulasi menyebabkan beberapa hal :
- Memicu sintesis prostaglandin sehingga menyebabkan permeabilitas pembuluh
darah kapiler meningkat dan terjadilah edema stroma

- Terjadinya proliferasi arteri spiralis. Pada hari ke 22-23 siklus mulai terjadi
desidualisasi
endometrium, dimana tampak sel predesidua disekitar pembuluh darah, inti sel
membesar, aktivitas mitosis meningkat dan membentuk membran basal. Desidua
merupakan derivat
sel stroma yang berperan penting selama masa kehamilan. Sel desidua berfungsi
sebagai :

- Mengendalikan invasi trofoblas

- Menghasilkan hormon otokrin dan parakrin untuk jaringan fetal maupun


maternal

- Homeostasis baik pada proses implantasi/kehamilan maupun pada saat proses


perdarahan atau haid. Selama proses implantasi, sangat dibutuhkan endometrium
yang tidak mudah berdarah dan uterus maternal harus dapat bertahan terhadap
invasi. Hal ini dicegah oleh kadar aktivator plasminogen dan ekspresi enzim yag
menghancurkan matriks stroma ekstraseluler (seperti kelompok Matrix
Metalloproteinase / MMPs) menurun. Selain itu kadar PAI -1 meningkat.
(Cunningham et al., 2010).

d. Fase deskuamasi

Pada hari ke 23 siklus menjelang haid, predesidual membentuk lapisan


kompaktum pada bagian atas lapisan fungsionalis endometrium. Bila tidak terhadi
kehamilan maka usia korpus luteum akan berakhir diikuti kadar estrogen dan
progesteron yang semakin menurun. Kadar estrogen dan progesteron yang rendah
dapat menyebabkan beberapa keadaan yakni :
- Tebal endometrium menurun. Hal ini menyebabkan aliran darah ke pembuluh
darah spiralis dan aliran vena menurun dan terjadi vasodilatasi. Kemudian arteriol
spiralis mengalami vasokonstriksi dan relaksasi secara ritmik dengan
vasokonstriksi semakin dominan berlangsung semakin lama dan endometrium
menjadi pucat. Oleh
karena itu, 24 jam menjelang haid, endometrium mengalami iskemia, dan
terbendung stasis. Sel darah putih keluar dari dinding pembuluh darah kapiler, dan
menyebar
kedalam stroma. Sel darah merah juga memasuki rongga interstitial, thrombin
platelet plugs muncul di pembuluh darah permukaan. Kadar PGF 2α dan PGE 2
endometrium fase sekresi mencapai puncaknya. Vasokonstriksi dan kontraksi
miometrium terjadi. Hal ini dikaitkan dengan PG yang dihasilkan oleh sel
perivaskular dan vasokonstriktor endotelin 1 derivat dari stroma sel desidua.

- Apoptosis. Pada awal fase sekresi, asam fosfatase dan enzim lisis yang kuat
didapatkan didalam lisosom, dan pelepasannya dihambat oleh progesteron.
Sehingga pada saat kadar estrogen dan progesteron menjadi rendah, enzim
tersebut menjadi lepas dan masuk kedalam sitoplasma epitel, stroma, sel endotel,
serta ruangan interseluler dan menyebabkan hancurnya sel disekitarnya;
dilepaskannya prostaglandin; ekstravasasi sel darah merah; nekrosis jaringan; dan
trombosis pembuluh darah. Proses ini dinamakan sebagai program kematian sel
atau apoptosis.

- Pelepasan endometrium. Kadar progesteron yang menurun memicu sekresi


enzim MMPs, yang kemudian ekspresi MMPs meningkat di sel desidua pada
akhir fase sekresi. Hal ini mengakibatkan membran sel hancur, dan matriks
ekstraseluler rusak, sehingga jaringan endometrium hancur dan terlepas hingga
terjadilah haid. Paska haid, ekspresi MMPs kembali menurun, karena tertekan
oleh kadar estrogen yang kembali meningkat. Hal yang menyebabkan perdarahan
pada siklus haid berhenti adalah kolaps jaringan; vasokonstriksi arteri radialis dan
spiralis pada stratum basalis; stasis vaskuler yang merupakan hasil keseimbangan
antara proses pembekuan (oleh Tissue Factor yang dihasilkan oleh stroma dan
PAI 1) dan fibrinolisis (oleh Plasminogen yang berubah menjadi plasmin);
estrogen pada siklus setelahnya yang mulai meningkat memicu penyembuhan
endometrium.
(Cunningham et al., 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Prawihardjo, S. 2011. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Laveno, J.K., Gauth, J.C., Gilstrap, L.C.,
Wenstron, K.D. 2010. Maternal Physiology. Williams Obstetrics. 23rd ed. New
York: McGrawHill
Medical Publishing Division..

Rajkovic, A., Stephanie, A.P., Martin, M.M. 2006. Follicular Development :


Mouse, Sheep and Human Model. In. Neill Jimmy D. K nobil and Neill’s
Physiology of Reproduction. 3rd ed. London: Elsevier.

Tortora, Gerrad, J. & Derrickson, Bryan. 2012. Principles of Anatomy and


Physiology Maintanence and Continuity of the Human Body, 13th ed. New
Jersey: John Wiley and Sons,Inc. (Tortora & Derrickson, 2012).

Anda mungkin juga menyukai