KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/tanggal Ujian Kasus :
RSAU dr. Esnawan Antariksa
I.1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 10.15 di
Poli Bedah Umum.
Keluhan Utama
Benjolan di buah zakar kiri sejak 4 tahun SMRS
Keluhan Tambahan
Merasa tidak nyaman ketika beraktivitas
1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kiri sejak 4 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama
seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 12 cm. Permukaan
benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Benjolan dapat masuk dan
keluar dan ukuran benjolan dapat berubah-ubah, Jika pasien sedang tidur benjolan dapat masuk
secara perlahan – lahan tetapi ketika mulai beraktivitas benjolan keluar lagi. jika Pasien sedang
batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran
sebelumnya. Pasien mengatakan benjolan awalnya muncul pada lipatan paha kiri dengan
ukuran masih kecil kira-kira sebesar bola pimpong, lama-kelamaan benjolan semakin
membesar dan turun ke buah zakar kiri.
Pasien tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun
perut sebelumnya. Pasien bekerja sebagai security kerja 8 jam tiap hari, pasien juga mengaku
sering mengangkat material di rumah maupun tetangga jika sedang renovasi rumah. Dulunya
rumah pasien dekat dengan tempat kerja, semenjak empat setengah tahun terakhir pasien
pindah dan tempat tinggalnya jauh bias menghabiskan waktu 1,5 jam di perjalanan. Semenjak
itulah pasien merasa ada benjolan yang muncul di lipatan paha.
Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien sudah berobat ke dokter puskesmas,
tetapi tidak sembuh.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan terkadang merasakan
nyeri di daerah bagian perut kiri atas dan keluhan mereda jika benjolan turun ke buah zakar.
Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti demam, pusing, mual, muntah dan perut
kembung. Pasien juga tidak mengeluh susah buang air besar maupun kecil serta tidak ada
keluhan BAB berdarah ataupun hitam seperti aspal.
2
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa dengan pasien. Menurut
pasien, ayah pasien mengalami hipertensi.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai riwayat merokok sejak 20 tahun terakhir. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi minuman keras.
3
- Kelenjar tiroid : tidak membesar
- Kelenjar getah bening : tidak membesar
Thorax :
- Paru-paru depan belakang
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, tidak ada
bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga.
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan
(-), benjolan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis
sinistra
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea
midclavicularis sinistra
Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo
matang, pelebaran pembuluh darah (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, defens muskular (-), nyeri tekan (-) di semua
lapang abdomen
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)
4
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)
Oedem Tidak ada Tidak ada
5
I.1.4 STATUS LOKALIS
Pemeriksaan Genitalia:
6
Foto Thorax
I.3 RESUME
Seorang pria berusia 47 tahun dengan keluhan ada benjolan pada buah zakar
kiri sejak 4 tahun SMRS. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan
warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 12
cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat masuk dan
keluar. Apabila pasien sedang beraktivitas, mengedan dan batuk benjolan biasanya
keluar dan semakin membesar, tetapi ketika pasien tidur benjolan masuk lagi. Pasien
memilki kebiasaan mengangkat barang material dan pasien bekerja setiap hari 8 jam
duduk terus serta perjalan pasien dari tempat kerja ke rumah di butuhkan waktu 1,5 jam
di atas motor. Pasien sudah pernah berobat kepuskesmas tapi tidak ada perubahan.
Pasien memiliki riawayat hipertensi dan merokok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit,
frekuensi napas 18x/menit, suhu 36,3°C. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan
7
dari kepala, mata, hidung dan tenggorokan tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan
Laboratorium dalam batas normal, Pada pemeriksaan thorax didapatkan pada jantung
tampak cardiomegaly ringan dengan elongation aorta, pulmo normal.
I.6 PENGOBATAN
Non-operatif
Konsul bagian Spesialis Bedah
Konsul bagian jantung untuk persiapan operasi
Konsul bagian anestesi untuk persiapan operasi
Persiapan puasa untuk tindakan hernioraphy dengan mesh
Pengurangan aktivitas yang mengangkat beban berat
Operatif
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan
tindakan. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna.
Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan
hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
9
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk,
baik pria maupun wanita yang biasanya berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini
tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Gejala
yang dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya
hanya memerlukan perawatan ringan dan perubahan gaya hidup.
10
II.3 ETIOLOGI
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
Penuaan
Kehamilan
Hereditas
Konstipasi atau diare kronik
Penggunaan toilet yang berlama-lama
Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa.
Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi
alkohol.
4. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat
mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis
Semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan
pada waktu defekasi.
6. Endokrin
11
Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi
hormone relaksin.
7. Fisiologi
Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis.
II.5 PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari
sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang
diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus.
Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang
dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan
peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid
melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan
platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi
akut hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk
diantaranya triptase dan chimase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel
endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan
proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth
factor dari sel mast.
II.6 KLASIFIKASI
12
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis.
Klasifikasi hemoroid yaitu:
o Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik.
o Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
o Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.
13
II.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid.
Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person,
dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel,
anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala
hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda.
Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain
sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal
dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema
X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid
14
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein.
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan
awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.
Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya.
Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
15
ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat
kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri
dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi,
oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan
komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan
pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan
hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran
darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan.
Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid.
II.12 KOMPLIKASI
Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah
pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi
portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat
banyak.
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat
menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah
16
yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada
penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah
terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
BAB III
ANALISIS KASUS
17
1. Keluhan BAB berdarah.
2. Darah yang keluar menetes dan tidak bercampur dengan feses.
3. Keluar benjolan seukuran biji kacang hijau dari anus.
4. Riwayat sulit BAB, BAB keras karena jarang minum air putih serta makan
makanan berserat.
5. Lalu berdasarkan pemeriksaan fisik rectal toucher didapatkan benjolan berdiameter
3 mm pada arah jam 7.
Pemeriksaan penunjang belum dilakukan namun untuk hemoroid dapat diajurkan untuk
pemeriksaan anoskopi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal:
467
2. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled
Hemorrhoidectomy – Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12, December,
2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last update Desember 2009.
19
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last
update Desember 2009.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675.
5. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59
6. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
20