Anda di halaman 1dari 20

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/tanggal Ujian Kasus :
RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama : Fergie Merrywen Tamu Rambu Tanda Tangan

NIM : 11.2016.032 ....................................

Dr. Pembimbing: dr. Chandra Sp.B

I.1 ANAMNESIS, RIWAYAT PENYAKIT DAN PEMERIKSAAN FISIK


I.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 16 Februari 1971 /47 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Scurity Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. P. Antasari Cilandak No.29 No RM : 174180
Tanggal masuk RS : 5 Februari 2018

I.1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 10.15 di
Poli Bedah Umum.
Keluhan Utama
Benjolan di buah zakar kiri sejak 4 tahun SMRS
Keluhan Tambahan
Merasa tidak nyaman ketika beraktivitas

1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan di buah zakar kiri sejak 4 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama
seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 12 cm. Permukaan
benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat digerakan. Benjolan dapat masuk dan
keluar dan ukuran benjolan dapat berubah-ubah, Jika pasien sedang tidur benjolan dapat masuk
secara perlahan – lahan tetapi ketika mulai beraktivitas benjolan keluar lagi. jika Pasien sedang
batuk atau mengedan, maka benjolan akan keluar dan semakin membesar dari ukuran
sebelumnya. Pasien mengatakan benjolan awalnya muncul pada lipatan paha kiri dengan
ukuran masih kecil kira-kira sebesar bola pimpong, lama-kelamaan benjolan semakin
membesar dan turun ke buah zakar kiri.
Pasien tidak pernah mengalami trauma pada daerah buah zakar, lipat paha maupun
perut sebelumnya. Pasien bekerja sebagai security kerja 8 jam tiap hari, pasien juga mengaku
sering mengangkat material di rumah maupun tetangga jika sedang renovasi rumah. Dulunya
rumah pasien dekat dengan tempat kerja, semenjak empat setengah tahun terakhir pasien
pindah dan tempat tinggalnya jauh bias menghabiskan waktu 1,5 jam di perjalanan. Semenjak
itulah pasien merasa ada benjolan yang muncul di lipatan paha.
Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien sudah berobat ke dokter puskesmas,
tetapi tidak sembuh.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan terkadang merasakan
nyeri di daerah bagian perut kiri atas dan keluhan mereda jika benjolan turun ke buah zakar.
Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti demam, pusing, mual, muntah dan perut
kembung. Pasien juga tidak mengeluh susah buang air besar maupun kecil serta tidak ada
keluhan BAB berdarah ataupun hitam seperti aspal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Awalnya benjolan berukuran kecil dan pasien tidak menghiraukannya. Sejak 4 tahun
yang lalu,benjolan semakin membesar.
Pasien memiliki riwayat hipertensi tetapi tidak rutin minum obat, pasien juga memiliki
riawayat maag. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, alergi,
asma, batuk-batuk yang lama dan penyakit jantung. OS belum pernah menjalani operasi
sebelumnya.

2
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa dengan pasien. Menurut
pasien, ayah pasien mengalami hipertensi.

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai riwayat merokok sejak 20 tahun terakhir. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi minuman keras.

I.1.3 STATUS GENERALIS


i. Status Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,3oC
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 57 kg
IMT : 22,83 (gizi normal)

ii. Pemeriksaan Fisik


Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
alopesia
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
diameter 3 mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Telinga : Normotia, sekret (-/-), darah (-/-), pus (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah tidak kotor, oral higiene baik
Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher :
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan

3
- Kelenjar tiroid : tidak membesar
- Kelenjar getah bening : tidak membesar

Thorax :
- Paru-paru depan belakang
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, tidak ada
bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga.
 Palpasi : vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan
(-), benjolan (-)
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
 Inspeksi : ictus cordis tak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis
sinistra
 Perkusi
 Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
 Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
 Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea
midclavicularis sinistra
 Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo
matang, pelebaran pembuluh darah (-).
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, defens muskular (-), nyeri tekan (-) di semua
lapang abdomen
 Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)

4
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)
Oedem Tidak ada Tidak ada

Tungkai & Kaki Kanan Kiri


Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa
Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)
Edema Tidak ada Tidak ada

Refleks Kanan Kiri


Refleks tendon +2 +2
Biseps +2 +2
Triseps +2 +2
Patella +2 +2
Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis Negatif Negatif

5
I.1.4 STATUS LOKALIS
Pemeriksaan Genitalia:

 Inspeksi : terdapat massa dengan bentuk


agak bulat dengan ukuran ± 12 x 5 x 3 cm di
daerah skrotum sinistra, berwarna seperti
warna kulit disekitarnya dan tidak terdapat
tanda-tanda radang
 Palpasi : teraba massa di daerah skrotum
dextra dengan ukuran ± 12 x 5 x 3 cm,
permukaan rata, tidak nyeri, massa teraba
lunak, dapat di masukkan, testis teraba.

I.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksan Laboratorium Senin, 5 Februari 2018

6
Foto Thorax

Kesan : Cardiomegaly ringan, elongatio aorta


Pulmo Normal.

I.3 RESUME
Seorang pria berusia 47 tahun dengan keluhan ada benjolan pada buah zakar
kiri sejak 4 tahun SMRS. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan
warna sama seperti warna kulit sekitarnya. Ukuran benjolan kira-kira berdiameter ± 12
cm. Permukaan benjolan rata dengan konsistensi lunak. Benjolan dapat masuk dan
keluar. Apabila pasien sedang beraktivitas, mengedan dan batuk benjolan biasanya
keluar dan semakin membesar, tetapi ketika pasien tidur benjolan masuk lagi. Pasien
memilki kebiasaan mengangkat barang material dan pasien bekerja setiap hari 8 jam
duduk terus serta perjalan pasien dari tempat kerja ke rumah di butuhkan waktu 1,5 jam
di atas motor. Pasien sudah pernah berobat kepuskesmas tapi tidak ada perubahan.
Pasien memiliki riawayat hipertensi dan merokok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit,
frekuensi napas 18x/menit, suhu 36,3°C. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan

7
dari kepala, mata, hidung dan tenggorokan tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan
Laboratorium dalam batas normal, Pada pemeriksaan thorax didapatkan pada jantung
tampak cardiomegaly ringan dengan elongation aorta, pulmo normal.

I.4 DIAGNOSIS KERJA


Hernia Scrotalis Sinistra Reponibilis

I.4.1 DIAGNOSIS BANDING


Hidrokel
Tumor Testis

I.6 PENGOBATAN
Non-operatif
 Konsul bagian Spesialis Bedah
 Konsul bagian jantung untuk persiapan operasi
 Konsul bagian anestesi untuk persiapan operasi
 Persiapan puasa untuk tindakan hernioraphy dengan mesh
 Pengurangan aktivitas yang mengangkat beban berat

Operatif

 Jenis operasi elektif


 Dilakukan hernioraphy dengan mesh

I.7 PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan
tindakan. Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna.
Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan
hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior.

9
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk,
baik pria maupun wanita yang biasanya berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini
tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Gejala
yang dirasakan, yaitu rasa gatal, terbakar, pendarahan, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya
hanya memerlukan perawatan ringan dan perubahan gaya hidup.

II.2 ANATOMI REKTUM


Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti
cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada
ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya
rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke
sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang
peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan
ektraperitoneal. Haustra ( kantong ) dan taenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan
otot longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian
yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan
ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap – sayap ke
dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat
satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 – 8 cm
dari anus. Melalui kontraksi serabut – serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati,
dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit
bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar,
kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen
yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai
dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 – 10 lipatan longitudinal berbentuk
gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul
pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung
bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur – alur
diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan tertutup
selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira – kira 1 cm, di sebut daerah
hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna analis terletak di bawah mukosa
dan membentuk dasar hemorhoid interna.

10
II.3 ETIOLOGI
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
 Penuaan
 Kehamilan
 Hereditas
 Konstipasi atau diare kronik
 Penggunaan toilet yang berlama-lama
 Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
 Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa.
Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi
alkohol.

II.4 FAKTOR RISIKO


1. Anatomi
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang
mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
2. Umur
Pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan
Dinding pembuluh darah lemah dan tipis.

4. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat
mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis
Semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan
pada waktu defekasi.
6. Endokrin

11
Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi
hormone relaksin.
7. Fisiologi
Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis.

II.5 PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari
jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari
sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang
diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus.
Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang
dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan
peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid
melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan
platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi
akut hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk
diantaranya triptase dan chimase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel
endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan
proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth
factor dari sel mast.

II.6 KLASIFIKASI
12
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis.
Klasifikasi hemoroid yaitu:
o Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik.
o Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
o Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

II.7 DERAJAT HEMOROID


Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :
1. Derajat I
Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah perdarahan.
2. Derajat II
Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah selesai defekasi.
3. Derajat III
Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah defekasi selesai karena
tidak dapat masuk sendiri.
4. Derajat IV
Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi.

II.8 PEMERIKSAAN FISIK


Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-
jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak
boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom
hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba
apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis
dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini
untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.

13
II.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid.
Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person,
dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel,
anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala
hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda.
Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain
sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal
dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema
X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid

II.10 MANIFESTASI KLINIS


Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma
oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan
feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara
perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal,
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi.
Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi
agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps
menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada
pakaian dalam merupkan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal
dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh
kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat
trombosis yang luas dengan udem dan radang.

II.11 TATA LAKSANA


Penatalaksanaan Konservatif

14
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein.
Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan
awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.
Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya.

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang
tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:


1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid.
Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik

15
ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat
kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri
dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi,
oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan
komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan
pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan
hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran
darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan.
Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid.

II.12 KOMPLIKASI
Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah adalah
pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi
portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat
banyak.
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat
menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah

16
yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada
penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah
terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

BAB III
ANALISIS KASUS

III.1 DASAR DIAGNOSIS


Dasar Diagnosis ditetapkan berdasarkan gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis ini sesuai dengan tanda dan gejala
simptomatik hemoroid, yaitu ;

17
1. Keluhan BAB berdarah.
2. Darah yang keluar menetes dan tidak bercampur dengan feses.
3. Keluar benjolan seukuran biji kacang hijau dari anus.
4. Riwayat sulit BAB, BAB keras karena jarang minum air putih serta makan
makanan berserat.
5. Lalu berdasarkan pemeriksaan fisik rectal toucher didapatkan benjolan berdiameter
3 mm pada arah jam 7.

Pemeriksaan penunjang belum dilakukan namun untuk hemoroid dapat diajurkan untuk
pemeriksaan anoskopi.

III.2 ALASAN RENCANA PENATALAKSANAAN


Terapi yang diberikan adalah terapi simptomatik berupa asam traneksamat dan vitamin
K untuk menghentikan perdarahan sementara menunggu waktu operasi serta diberikan
analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Sementara untuk terapi definitif disarankan untuk
dirujuk ke dokter spesialis bedah dan memberikan edukasi agar pasien bersedia untuk
dioperasi.

III.3 KOMPLIKASI PROGNOSA


Untuk komplikasi dari hemoroid sendiri sebenarnya jarang terjadi, namun pada pasien
ini sudah terjadi BAB berdarah selama 10 hari patut diwaspadai anemia karena anemia sendiri
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hemoroid. Namun bila hemoroid sudah keluar
dan tidak dapat dimasukkan lagi, selanjutnya dapat terjadi inkarserata sehingga mudah terjadi
infeksi yang dapat menyebabkan sepsis.

III.4 KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI


Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini berupa saran untuk memperbanyak
minum air putih, memperbanyak makan makanan berserat, serta menghindari makanan pedas.
Edukasi mengenai operasi berdasarkan atas indikasi. Indikasi operasi pada pasien ini adalah
indikasi simptomatik, dimana adanya keluhan, adanya pemeriksaan fisik yang menunjang.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal:
467
2. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled
Hemorrhoidectomy – Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12, December,
2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last update Desember 2009.

19
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last
update Desember 2009.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675.
5. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59
6. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.

20

Anda mungkin juga menyukai