Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Konsep Manusia
2.1.1 Pandangan universal
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :

• Pertama yaitu Teori Evolusi.

• Kedua yaitu Teori Revolusi

• Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.

2.1.2 Manusia Dalam pandangan islam


Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf,
mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai
fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-
Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat
mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-
Syams: 8).Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban
ilahiah yang mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah
yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Keberadaannya di alam
mayapada memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah. Keberadaannya
tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf ‘tujuan’ yang berarti. Maka, dengan sederet
sifat-sifat kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang berkaitan dengan keterbatasan dan
kekurangan, Allah SWT membebankan misi-misi khusus kepada manusia untuk menguji
dan mengetahui siapa yang jujur dalam beriman dan dusta dalam beragama.manusia bisa
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan dzalimun
linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.“Kemudian Kitab
itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri

Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia,


bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam
sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan,
mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen
bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru
memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju
suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati
rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di
dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya
adalah berpembawaan baik (positif, haniif).Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah,
kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang
memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa
kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema
dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses
perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam
hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan
satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu
menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas
mutaqqin di atas.Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas
megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang
ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang
berbicara tentang kualitas jiwa manusia.Menurut Freud, superego selalu mendampingi
ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital
(libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak
mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena
superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego
manusia. Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap
ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi
orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan
pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak
terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu
sendiri.

2.1.3 Tujuan Penciptaan Manusia


Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”,
ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia
beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang
dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan
haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai
hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi
apa yang menjadi larangan-Nya.[3]

2.1.4 Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an


Hakekat manusia adalah sebagai berikut :

a) Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b) Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c) Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah
selesai (tuntas) selama hidupnya.
d) Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati
e) Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan
dengan potensi yang tak terbatas
f) Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
g) Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,
bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa
hidup di dalam lingkungan sosial.
h) Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban,
mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]

Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)

Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa.
Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan
roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam
ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari Ruhani, manusia
mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan perilaku
(psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai kecerdasan.[5]

2.1.5 Fungsi dan Kedudukan Manusia

Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari
mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an
sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu
agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak
jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah
menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk
kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS Al-
Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat
manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinyakepada Allah
Swt.Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih
rendah martabatnya daripada manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar
tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk
kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus
menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan
atau menuhankan alam.Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara
singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang
memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait
[51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-
An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada
sunnatullah.

2.1.6 Asal Usul Manusia

Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah,
alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang
memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia
yang telah diberikan Allah Swt.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat
diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi
yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran
tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati
meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat
diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya
dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya
dipahami secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar
dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.
Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan
manusia pertama.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan
langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-
masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-
jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status
dan tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam
memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimia, biologi,
dan lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara
harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan
menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah ,
dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu
khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat
diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah.

2.2Agama
2.2.1 Pengertian Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa
Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan,
patuh, utang, balasan atau kebiasaan.[6]

Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun
agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri,
mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis
terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:

a. Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan)
atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia
b. Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya
Maha Mutlak tersebut.
c. Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah
satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia
sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan
dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.

Menurut Durkheim Durkheim: agama merupakan sebuah sistem kepercayaan dan


ritual yang berkaitan dengan yang suci (the sacred). Bagi Spencer, agama adalah
kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa
agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun
dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan
manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat. Rita Smith Kipp dan Susan Rodgers: agama
harus (1) monoteistik, (2) mempunyai kitab, (3) mempunyai nabi, dan (4) mempunyai
komunitas internasional.[7]

Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan
bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara
universal.[8]

Asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama dapat dikategorikan


kedalam tiga jenis , yaitu:

a. Agama yang muncul dan berkembang dari perkembangan budaya suatu


masyarakat disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi (dalam bahasa
Arab disebut Ardli) , seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitive dan
tradisional.
b. Agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dari
Tuhan disebut agama wahyu atau agama langit( dalam bahasa Arab langit disebut
samawi) ,seperti Yahudi, Nasrani dan Islam.
c. Agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar.

Pertama, agama yang muncul dan berkembang dari budaya masyarakat. Pada
awalnya seringkali muncul sebagai reaksi pada lingkungan alam tempat sekelompok
manusia hidup. Pada agama sejenis ini, sistem kepercayaan serta ritus-ritus dan aturan-
aturan perilaku seringkali terkait dengan keadaan lingkungan alamnya, seperti pemujaan
terhadap gunung yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan. Agama sejenis
ini dapat disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi (dalam bahasa Arab disebut
Ardli), seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitif dan tradisional.

Kedua, agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mendapat wahyu dari
Tuhan dan ajaran-ajaran yang mereka sebarkan juga berasal dari Tuhan. Dalam agama
ini, pendiri (penyebar pertama) agama tidak menjadi sentral ajaran, tapi hanya berfungsi
sebagai penyampai kepada ummat manusia. Agama sejenis ini disebut agama wahyu atau
agama langit (dalam bahasa Arab langit disebut samawi), yaitu Yahudi, Nasrani, dan
Islam.

Ketiga, agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar. Dia tidak
mengaku dan mengklaim bahwa dirinya mendapatkan wahyu dari Tuhan, tetapi dia
memiliki pemikiran pemikiran yang mengagumkan tentang konsep-konsep kehidupan
sehingga banyak orang yang mengikuti pandangan hidupnya dan kemudian melembaga
sehingga menjadi kepercayaan dan ideologi bersama suatu masyarakat. Agama semacam
ini dapat dinamakan sebagai agama filsafat. Dalam kelompok ini dapat dimasukkan
agama-agama seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme, Zoroaster, atau Budha.

Syarat-Syarat Agama

a. Percaya dengan adanya Tuhan


b. Mempunyai kitab suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya
c. Mempunyai tempat suci
d. Mempunyai Nabi atau orang suci sebagai panutan
e. Mempunyai hari raya keagamaan

Unsur-Unsur Agama
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:

a. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada
keraguan lagi
b. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya,
dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan
ajaran agama.
d. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang
dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
e. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama

Fungsi Agama

a. Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok


b. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
c. Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
d. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
e. Pedoman perasaan keyakinan
f. Pedoman keberadaan
g. Pengungkapan estetika (keindahan)
h. Pedoman rekreasi dan hiburan
i. Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.[9]

Karakteristik Agama

Karakteristik agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang


sempurna. Seperti dalam salah satu sabda nabi Muhammmad, bahwa beliau adalah
penyempurna bangunan agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul
sebelum kedatangan beliau.
Layaknya sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh, tegas,
dan jelas. Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan yang akan
dibangun di atasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan
yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus memiliki
luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai dengan bangunannnya. Itulah
sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya berperan sebagai pedoman
kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya dibumi. Manusia akan kehilangan
pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia bila tidak berpedoman pada
agama. Dewasa ini agama mengalami beralih dan berpedoman kepada akal logikanya.
Padahal akal dan logika manusia memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa
depan. Sedangkan agama telah disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi
pedoman sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme ini menimbulkan gaya hidup
baru bagi kaum muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.

Adapun karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan (keyakinan) terhadap
eksistensi suatu yang absolute (mutlak), diluar diri manusia yang merupakan
pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.
b. Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan (penyembahan) dari manusia
kepada suatu yang absolut.
c. Agama adalah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola
hubungan manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan
lainnya dari yang absolut.

2.3Islam

2.3.1 Pengertian Islam


Islam secara etimologis (lughawy) berasal dari tiga akar kata salam yang artinya
damai atau kedamaian, salamah yang artinya keselamatan, aslama yang artinya berserah diri
atau tunduk patuh. Sementara agama Islam dapat di definisikan sebagai suatu system ajaran
ketuhanan yang berasal dari Allah swt, yang diturunkan kepada ummat manusia dengan
wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai pedoman hidup manusia di dunia
yang berisi peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia
dan di akhirat kelak

2.3.2 Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah kemanusian Islam
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah kemanusian Islam adalah suatu
system ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah SWT, di turunkan kepada ummat manusia
dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang datang dari
Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentua jaran Islam akan selaras dengan fitrah
kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak kelahiran
(bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat potensial
atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu di kembangkan dan di arahkan
oleh ikhtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensifisik atau non fisik, yaitu akal,
nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb) dan ruh. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah
keagamaan tersebut buat pertamakali ditegaskan dalam ajaran Islam. Yakni bahwa agama
adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia belum mengenal kenyataaan ini. Baru
masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya dalam
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia
memeluk agama.

2.3.3 Islam Sebagai Agama yang Lurus

Islam merupakan agama yang lurus karena islam sebagai hidayah (petunjuk)
dalam kehidupan umat manusia sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 38)
“Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Barang
siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa
khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati ”. (Q.SAl-
Baqarah:38)

2.3.4 Islam Sebagai Hidayah (Petunjuk) Dalam Kehidupan

Allah swt. berfirman yang terjemahannya :


Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan).
Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan ditimpa rasa
khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati (Q.s. Al--Baqarah/2 :
38).
1. Hidayah Allah untuk Manusia

Hidayah artinya "petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada makhluk hidup
agar mereka sanggup menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi
(pemecahan) bagi persoalan hidup yang dihadapinya". Hidayah merupakah alat bantu
yang diberikan oleh Allah kepada makhluk hidup untuk mempermudah menjalani
kehidupannya.

Ada empat tingkat hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu:

1) Hidayah ghariziyah (bersifat instinktif), disebut juga hidayah


fitriyyah, yaitu petunjuk untuk kehidupan yang diberikan oleh Allah
Swt. bersamaan dengan kelahiran berupa kemampuan jadi dalam
menghadapi kehidupan sehingga sanggup untuk survive (bertahan
hidup).
2) Hidayah hissiyah (bersifat indrawi), yaitu petunjuk berupa
kemampuan indra dalam menangkap citra lingkungan hidup
sehingga ia dapat menentukan lingkungan mana yang sesuai
dengannya (kemampuan adaptif) sehingga menemukan kenyamanan
dalam menjalani kehidupan (secara fisikal).
Kedua hidayah ini diberikan juga kepada binatang dengan fungsi
yang sama. Dalam tahap tertentu dan pada jenis tertentu, bahkan
binatang mendapatkan hidayah lebih tinggi, dalam arti kemampuan
indrawi binatang tersebut lebih mumpuni daripada kemampuan
indrawi manusia.
3) Hidayah aqliyah (bersifat intelektual), yaitu petunjuk yang diberikan
Allah berupa kemampuan berfikir sehingga mampu mengolah segala
informasi yang ditangkap melalui indra. Dengan kemampuan ini
manusia memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan,
memanipulasi dan merekayasa lingkungan untuk menciptakan
kemudahan, kesejahteraan dan kenyarnanan hidupnya.
4) Hidayah diniyah (berupa ajaran agama), yaitu petunjuk yang
diberikan Allah Swt. berupa ajaran-ajaran praktis untuk diterapkan
dalam meniti kehidupan secara individual dan menata kehidupan
secara komunal sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan dan
kenikmatan hakiki dan ketenangan batin dalam menjalani
kehidupannya.
Hidayah ketiga dan keempat ini hanya diberikan kepada manusia. dengan
kedua jenis hidayah inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Hidayah
aqliyah (kemampuan intelektual) manusia berbeda secara signifikan bila
dibandingkan dengan binatang (demikian pula dengan jin dan malaikat). Hidayah
diniyah (petunjuk agama), manusia dapat mencapai ke tingkat yang lebih tinggi dari
malaikat sekalipun.
Hidayah-hidayah ini merupakan alat bantu bagi manusia untuk
mempermudah menjalani kehidupan sehingga diperoleh kemampuan melanjutkan
kehidupan (survival), keluasan, kepuasan (comfort) dan kenikmatan lahir bathin
dalam kehidupan.
Bagi manusia, hidayah ghariziyah (instinktif) merupakan alat bantu
sementara, hidayah hissiyah (indrawi) alat bantu mediatif (antara), hidayah aqliyah
(intelektual) alat bantu pengembangan, dan hidayah diniyah (agama) alat bantu
penyempurnaan, yaitu mencapai kebahagiaan hakiki.

2.3.5 ISLAM, Satu-satunya Hidayah Agama dari Allah Swt.

Untuk membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah


menurunkan agama Islam sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam
menetapkan setiap keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala
kebingungan dan kesesatan.
Firman Allah yang terjemahannya :
Nanti akan Aku berikarir kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan).
Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan ditimpa rasa
khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati (Q.S, Al--
Baqarah/2 :.38).
Allah Swt. menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang diridla-
Nya itu adalah agama Islam.
"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah ISLAM". Q.S. AliImran/3: 19)
“Pada hari ini Aku lengkapkan bagimu agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku
kepadamu, dan Aku ridla Islam sebagai agamamu”. (Q.S, Al-Maidah/5:3)

Dalam kedudukan sebagai hidayah bagi kehidupan manusia di dunia agama ISLAM
dapat berperan dan berfungsi sebagai :
1. Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2. Alat kontrol bagi rasa dan emosi.
3. Pengendali bagi nafsu yang berkembang.
4. Pemberi reinforcement (dorongan) terhadap kecenderungan berbuat baik pada
manusia.
5. Penyeimbang bagi kondisi psikis yang berkembang.

2.3.6 Sejarah Awal Islam

Muhammad Bin Abdullah lahir pada tahun 571 M, dia hidup di tengah
masyarakat arab yang jahiliyah. Jahiliyah disini bukan berarti mereka bodoh atau tidak
berpengetahuan, namun jahiliyah disini di maksudkan bahwa mereka tak bermoral. Suka
mabuk mabukan, judi, dan menyembah berhala. Menginjak dewasa beliau menikah
dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang janda yang juga merupakan saudagar kaya
raya pada masa itu. Pada usia 40 tahun, beliau menyendiri di Gua Hira untuk
merenungkan keadaan kaumnya. Beliau merasa gelisah dengan kelakuan kaumnya yang
amoral pada saat itu.

Pada tahun 611 M, saat beliau sedang menyendiri di Gua Hira. Datanglah
Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama kepadanya, dan sejak saat itu ia resmi
diangkat sebagai rasul. Nabi akhir zaman, yang akan memperbaiki kondisi moral
masyarakat yang bobrok serta mengajarkan tauhid kepada kaumnya.

Awalnya Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi, karena takut


dengan ancaman kaumnya yang sangat teguh memegang kepercayaan nenek moyang,
yaitu menyembah berhala. Namun setelah turunnya perintah untuk berdakwah terang-
terangan, Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan pada kaumnya. Beliau di
tertawakan, diejek, dianggap orang gila dan mengalami perlakuan buruk dari kaumnya.

Meski mendapat tentangan keras dari kaum Quraisy, namun ajaran islam yang
dibawa Nabi Muhammad terus berkembang luas. Pengikutnya semakin banyak, namun
sering mendapat siksaan dari kaum Quraisy yang tidak suka dengan Nabi. Banyak budak
yang mati syahid saat mempertahankan keyakinannya terhadap Allah, mereka disiksa
sampai meninggal. Berbagai kecaman, dan siksaan terhadap pengikut Nabi SAW tidak
menggoyahkan iman mereka. Malah semakin teguh. Nabi sendiri pun tak luput dari
kekerasan mereka, Nabi pernah dilempari abtu saat berdakwah di daerah Thaif. Nabi juga
pernah dilumuri kotoran saat beliau shalat di Ka’bah. Beliau juga pernah ditawari wanita
cantik dan harta kekayaan yang banyak agar beliau menghentikan dakwahnya. Namun
Nabi tetap bergeming, ia akan tetap berdakwah sampai islam berkembang luas atau ia
mati karenanya.

Demi keselamatan para pengikutnya, maka Nabi meyuruh mereka Hijrah ke


Madinah. Sedangkan beliau sendiri pergi berhijrah setelah semua pengikutnya sampai di
Madinah. Disinilah kaum muslimin di sambut oleh penghuni Madinah, mereka bersama-
sama bergotong royong membangun Masjdi Nabawi di Madinah.

Meski mereka bahagia hidup di Madinah, namun kaum muslimin masih


merindukan kampung halaman mereka di kota Mekkah. Akhirnya Nabi menaklukkan
kota Mekkah pada tahun ke-8 kenabian, maka islam pun semakin berkembang pesat.
Berbagai peperangan melawan orang kafir di lalui Nabi demi tetap mempertahankan
islam. Nabi tidak saja menjadi pemimpin agama, namun juga menjadi pemimpin negara
yang adil dan bijaksana.Akhirnya Nabi meninggal pada tahun 11 H, di usia 63 tahun. Dan
dimakamkan di Madinah, sepeninggal beliau islam terus berkembang pesat dan maju,
sehingga melampaui peradaban bangsa-bangsa lain di masanya

2.3.7 Islam Masuk Ke Indonesia

Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari
wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina
untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang
memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di
Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan
pertama penduduk Indonesia dengan Islam.

Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad.
Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.Lambat laut
penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh,
daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni
Pasai.

Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai


tahun 692 H/1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula
berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di
Aceh tahun 746 H/1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i.

Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia


terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu
diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada
makamnya tertulis angka tahun 475 H/1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.

Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam


para pedagang Arab.Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada pengislaman
penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/14 M,
penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa
masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan
saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai
dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam,
Malaka, Demak, Cirebon, serta Temate.

Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja


pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15
M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan
Hindu/Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda.

Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan


Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam
datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut
kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar
menunjukkannya sebagai rahmatan lil 'alamin. Dengan masuk Islamnya penduduk
pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai
daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam
menjadi semakin erat.

Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar
diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi
ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah
bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi
daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.

Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum


Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena
berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah-
terutama Belanda menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan
perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar
kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan
ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan
kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat
dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke
kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai.
Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk
Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa
setiap kali mereka menundukkan suatu daerah.

Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi


yang masih menganut Hindu/Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran
kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin
kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di
Sunda Kelapa.

Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari
sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527
M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah
Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya,
Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak,
Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah.

Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.Kedatangan


kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin
Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya
kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas
pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran
akidah dengan tradisi pra Islam.

Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup
Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini,
ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun
banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan
tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah.
Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik
licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai
pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan
17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar,
Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus
rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh
(Teuku Umar)

2.3.8 Kedudukan Islam Diantara Agama Lain

Harus di akui agama sebelum Islam seperti Yahudi dan Nasrani berasal dari
Tuhan tetapi dalam sejarahnya agama-agama tersebut sudah tidak lagi memelihara lagi
kemurniannya. Islam tidak mengingkari nilai-nilai agama dan kebenaran-kebenaran
agama lain.
Akan tetapi menyatakan pengikutnya-pengikutnya yang kemuadian memalsukan
kebenaran tersebut dengan ide-ide mereka sendiri. Misalnya saja dalam ajaran Agama
Nasrani yang di bawa oleh Nabi Isa As, pada mulany agama ini mengakuibahwa yang
wajib di sembah hanyalah Allah SWT. Namun dalam perkembangan selanjutnya mereka
menganti Tuhannya dengan dokrin Trinitas. Dalam Al Qur'an orang yang menyatakan
dan mempercayai dokrin tersebut itu ialah orang yang kafir sesuia dengan surat Al-
Maidah 5 : 73 : Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan : "Bahwasanya
Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari
Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti
orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.
Oleh karena itulah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk
mensucikan kembali agama-Nya. Masing-masing agama sebelum Islam memperlihatkan
aspek tertentu dari kebuthan yang sama, tetapi dengan penekanan yang berbeda sesuia
dengan kebutuhan manusia dan massanya atau dengan rasnya. Islamlah agama yang di
peruntukan seluruh umat manusia dengan manifestasi kebenaran yang paling
menyeluruh, serta memberikan metode yang lengkap dan keseimbangan yang sempurna.
Kenyataan lain tentang hubungan Islam dengan agama lain ialah kronologi yang
telah di tetapkan dalam Al Qu’an, bahwa Islam adalah penerus dari agama-agama yang
Nabi-Nabinya termasuk dalam keluarga Ibrahim (Abraham). Tradisi Yahudi yang
bermula dari Ishak (Isaac) anak Ibrahim yang berakhir pada Yesus (Isa As) yang
merupakan Nabi terakhir dari silsilah dari keluarga tersebut, sedangkan Muhammad
SAW, merupakan keturunan Ibrahim yang lain, yakni melalui Ismail (Ishmael).
Nabi-Nabi lain dari silsilah Nabi Adam juga di isyaratan dalam Al Qur’an tidak
disebutkan dengan tegas kecuali Nuh (Noah). Tetapi karena Al Qur’an dengan jelas
menyatakan bahwa bagi setiap kelompok manusia, Allah mengirimkan seorang rasul
untuk membimbing mereka maka bagi seorang muslim tidak dapat mengingkari
kebenaran-kebenaran agama-agama lain yang tidak termasuk dalam tradisi Ibrahim. Apa
yang telah di katakana dalam agama tesebut telah di palsukan, firman Allah telah
bercampur dengan kata kata manusia, dan keaslian bentuknya telah tidak ada lagi.
Dengan demikian penjelasan singkat mengenai kedudukan Islam di antara
agama-agama lain, sekaligus mengungkapkan sebab-sebab yang mendasar (Historical
Background) mengapa Allah SWT mengutus rasul terakhir Nabi Muhammad SAW,
sepeninggal Nabi Isa As yaitu dengan membawa ajaran Islam yang telah di sempurnkan
dari ajaran-ajaran yang telah mengalami distorsi.

Anda mungkin juga menyukai