Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. SKIZOFRENIA PARANOID

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa yang paling

berhubungan dengan pandangan populer tentang sakit mental. Skizofrenia

juga sering kali menimbulkan rasa takut dan kesalahpahaman, bukan

simpati atau perhatian. Skizofrenia menurut Temes 2010 adalah bentuk

paling umum dari penyakit mental yang serius dan mengkhawatirkan

ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan

realitas (berupa halusinasi dan waham), gangguan kognitif (tidak mampu

berpikir abstrak) serta mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari.

Nevid (2005) juga mengungkapkan bahwa skizofrenia menyerang jati

diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan

serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan

konsepsi yang tidak logis. Skizofrenia menyentuh semua aspek kehidupan

dari orang yang terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan

waham, halusinasi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak

koheren, dan perilaku yang aneh.

Skizofrenia dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berkelanjutan

menjadi sebuah gangguan yang kronis dan menjadi lebih parah ketika

muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi

fisik, psikologis dan sosial budaya. Gangguan ini bisa timbul pada usia 18-
45 tahun, bahkan ada juga usia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia

(Arif, 2006).

Menurut hasil penelitian multinasional World Health Organization

(WHO) jumlah rata-rata penderita skizofrenia tampak serupa pada budaya

maju maupun budaya berkembang. WHO memperkirakan bahwa sekitar 24

juta orang di seluruh dunia mengidap skizofrenia. Data American

Psychiatric Association (APA) menyebutkan 1% populasi penduduk dunia

menderita skizofrenia. Diperkirakan 75% penderita skizofrenia mulai

mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda beresiko

tinggi karena pada tahap usia perkembangan ini banyak sekali stressor

kehidupan. Sekitar 1% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat

menderita skizofrenia, dengan jumlah keseluruhan lebih dari 2 juta orang

(Nevid, 2005). Prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1%. Apabila

diperkirakan penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan

sebanyak 2 juta jiwa menderita skizofrenia.

B. Definisi

Skizofrenia pertama kali didefinisikan sebagai kesatuan gangguan jiwa

oleh Kraeplin, seorang ahli kejiwaan dari Munich, Italia. Pada masa itu ia

menggolongkannya menjadi satu kesatuan yang disebut demensia prekox.

Menurut Kraeplin, pada gangguan ini terdapat kemunduran intelegensi

(demensia) sebelem waktunya (prekox) (Maramis, 2009).

Skizofrenia menurut Eugen Bleuler merupakan istilah yang

menandakan adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku


pada pasien yang terkena. Meyer berpendapat bahwa skizofrenia dan

gangguan mental lainnya adalah reaksi terhadap berbagai stress kehidupan,

yang dinamakan sindrom suatu reaksi skizofrenik.

Skizofrenia merupakan gangguan yang sering dihubungkan dengan

gangguan psikotik. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan

variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat

yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (Maslim,

2013). Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah

(Stuart, 2013). Herman (2008) mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit

neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi,

dan perilaku sosialnya (Direja, 2011).

C. Prevalensi

D. Etiologi

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti

mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.

Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan

faktor tunggal. Untuk mengetahui penyebabnya perlu diketahui dua istilah:

1. Sebab yang memberikan predisposisi adalah faktor yang menyebabkan

seseorang menjadi rentan atau peka terhadap suatu gangguan jiwa

(genetik, fisik atau latar belakang keluarga atau sosial).


2. Sebab yang menimbulkan langsung atau pencetus adalah faktor

traumatis langsung menyebabkan gangguan jiwa (kehilangan harta

pekerjaan atau kematian, cedera berat, perceraian dan lain-lain).

Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu:

1. Faktor biologi

a. Keturunan

Menurut Cloninger, 1989 gangguan jiwa, terutama

gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat

sekali penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di dalamnya

saudara kembar, atau anak hasil adopsi. Individu yang memiliki

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki

kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak

memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki hubungan

sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami

gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10%, sedangkan

keponakan atau cucu kejadiannya 2-4%. Individu yang memiliki

hubungan sebagai kembar identik dengan klien yang mengalami

gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48%, sedangkan

kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17%. Faktor genetik

tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan

sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga

klien yang mengalami gangguan jiwa.


b. Neurobiologikal

Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat

berkaitan dengan keadaan struktur otak sebagai berikut

abnormalitas sruktur dari otak atau aktivitas di lokasi spesifik

dapat menyebabkan atau berkontribusi dalam gangguan jiwa.

Sebagai contoh masalah komunikasi adalah salah satu bagian dari

disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui bahwa hubungan

antara nukleus yang mengontrol kognitif, perilaku, dan

emosi terutama terlibat dalam gangguan psikiatrik

(Kaplan&Sadock, 2010).

1) Serebral korteks, yang sangat penting dalam

membuat keputusan dan berpikir tingkat tinggi, seperti

pemikiran abstrak.

2) Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku

emosional, memori, dan pembelajaran.

3) Basal ganglia, yang menkoordinasi gerakan.

4) Hipotalamus, meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan

makan, minum dan seks.

5) Locus ceruleus, yang membuat sel saraf dapat meregulasi

tidur dan terlibat dalam perilaku dan mood.

6) Substantia nigra, sel yang memproduksi dopamin dan

terlibat dalam mengontrol pergerakkan yang kompleks,

berfikir dan respon emosi.


Gambar 2.1. Area otak yang terlibat pada skizofrenia

Sumber : www.smithwebdesign.com/schizophrenia

Menurut Candel, pada klien yang mengalami gangguan

jiwa dengan gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi

pada daerah amigdala sedangkan pada klien Skizofrenia yang

memiliki lesi pada area wernick’s dan area broca biasanya disertai

dengan afasia serta disorganisasi dalam proses berbicara (word

salad).

Sebagai contoh, satu penelitian tentang kembar yang tidak

sama-sama menderita skizofrenia dengan menggunakan

pencitraan resonansi magnetik dan pengukuran aliran darah

serebral. Peneliti telah menentukan sebelumnya bahwa daerah

hipokampus dari hampir setiap kembar yang terkena adalah lebih


kecil daripada kembar yang tidak terkena dan bahwa kembar yang

terkena juga memiliki peningkatan aliran darah yang lebih kecil

ke korteks frontalis dorsolateral saat melakukan prosedur aktivasi

psikologis. Penelitian menemukan suatu hubungan antara kedua

kelainan tersebut, yang menyatakan bahwa kedua temuan adalah

berhubungan, walaupun suatu faktor ketiga mungkin

mempengaruhi masing-masing variabel.

Gambar 2.2. MRI pada kembar monozigot yang salahsatunya menderita

skizofrenia

Sumber : www.smithwebdesign.com/schizophrenia

Waktu suatu lesi neuropatologis tampak di otak dan

interaksi lesi dengan lingkungan dan stresor sosial masih

merupakan bidang penelitian yang aktif. Dasar untuk timbulnya

abnormalitas mungkin terletak pada perkembangan abnormal

(sebagai contoh migrasi abnormal neuron disepanjang sel glia

radial selama perkembangan) atau dalam degenerasi neuron


setelah perkembangan (sebagai contoh, kematian sel terprogam

yang awal secara abnormal, seperti yang tampak pada penyakit

Huntington). Tetapi, ahli teori masih memegang kenyataan

bahwa kembar monozigotik mempunyai angka ketidaksesuaian

50 persen, jadi menyatakan bahwa terdapat interaksi yang tidak

dimengerti antara lingkungan dan perkembangan skizofrenia.

Suatu penjelasan lain adalah, walaupun kembar monozigotik

mempunyai informasi genetika yang sama, pengaturan ekspresi

gen saat mereka menjalani kehidupan yang terpisah adalah

berbeda.

c. Hipotesis Dopamin

Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin

untuk skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut timbul dari

dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk clozapine, khasiat dan

antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk

bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2).

Kedua obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik,

yang paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu

psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci apakah

hiperaktivitas dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya

pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin atau

kombinasi mekanisme tersebut. Teori dasar juga tidak

menyebutkan apakah jalur dopamin di otak mungkin terlibat,


walaupun jalur mesokortikal dan mesolimbik paling sering

terlibat. Neuron dopaminergik di dalam jalur tersebut berjalan

dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di

sistem limbik dan korteks serebral.

Gambar 2.3. Neurotrasmitter dopaminergic

Sumber: http://aboutschizophrenia.wordpress.com
Gambar 2.4. Hipotesis dopamin di jalur mesolimbik

Sumber: www.cnsspectrums.com

Suatu peran penting bagi dopamin dalam patofisiologi

skizofrenia adalah konsisten dengan penelitian yang telah

mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamin utama, yaitu

homovanillic acid. Suatu penelitian melaporkan suatu hubungan

positif antara kadar homovanillic acid praterapi yang tinggi dan

dua faktor yaitu keparahan gejala psikotik dan respon terapi

terhadap obat antipsikotik. Penelitian homovanillic acid plasma

juga telah melaporkan bahwa setelah peningkatan sementara


konsentrasi homovanillic acid plasma, konsentrasi menurun

secara mantap.

d. Neurotransmiter Lainnya

Serotonin telah mendapatkan banyak perhatian dalam

penelitian skizofrenia sejak pengamatan bahwa antipsikotik

atipikal mempunyai aktivitas berhubungan dengan serotonin

yang kuat (sebagai contoh clozapine, risperidone, ritanserin).

Secara spesifik, antagonis pada reseptor serotonin (5-

hydroxytryptamine) tipe 2 telah disadari untuk menurunkan

gejala psikotik dan dalam menurunkan perkembangan gangguan

pergerakan berhubungan dengan antagonisme D2.

Gambar 5. Jalur Dopamin dan Serotonin

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian

antipikotik jangka panjang menurunkan kativitas neuron


noradrenegik di lokus sereleus dan bahwa efek terapeutik dari

beberapa antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada

reseptor adrenergik-1 dan adrenergik-2. Sistem noradrenergik

memodulasi system dopaminergik dalam cara tertentu sehingga

kelainan system noradrenergik mempredisposisikan pasien untuk

sering relaps.

Neurotransmiter asam amino inhibitor gamma-

aminobutyric acid (GABA) juga telah terlibat dalam patofisiologi

skizofrenia. Beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami

kehilangan neuron GABA-ergik di dalam hipokampus.

Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara teoritis dapat

menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan

noradrenergik.

e. Neuropatologi

Sistem limbik terlibat dalam dasar patofisiologi skizofrenia

karena peranannya sebagai pusat emosi. Ganglia basalis

merupakan perhatian teoritis dalam skizofenia karena

sekurangnya dua alasan. Pertama banyak pasien skizofrenik yang

mempunyai pergerakan aneh, bahkan tanpa adanya gangguan

pergerakan akibat medikasi (sebagai contoh: tardive dyskinesia).

Gerakan yang aneh dapat termasuk gaya berjalan yang kaku,

menyeringaikan wajah dan streotipik.


f. Psikoneuroendokrinologi

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin

antara kelompok skizofrenik dengan kelompok subyek kontrol

normal. Sebagai contoh, tes supresi dexamethason telah

dilaporkan abnormalpada berbagai subkelompok pasien

skizofrenik. Beberapa data menunjukkan penurunan konsentrasi

Luteinizing Hormone-Follicle Stimulating Hormone (LH/FSH),

kemungkinan dihubungkan dengan onset usia dan lamanya

penyakit.

g. Selain itu juga terdapat pengaruh saat di kandungan seperti

pengaruh gizi ibu, infeksi, insufisiensi plasenta, anoksia,

perdarahan, dan trauma sebelum persalinan menjadi

kemungkinan penyebab skizofrenia.

h. Jasmaniah

Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang

berhubungan dengan gangguan jika tertentu, Misalnya yang

bertubuh gemuk (endoform) cenderung menderita psikosa manik

defresif, sedang yang kurus (ectoform) cenderung menjadi

skizofrenia.

i. Tempramen

Orang yang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai

masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan

mengalami gangguan jiwa.


j. Penyakit dan cedera tubuh

Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung,

kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung

dan sedih. Demikian pula cedera atau cacat tubuh tertentu dapat

menyebabkan rasa rendah diri.

k. Irama sirkardian tubuh

Irama sirkadian adalah aktivitas dan kebiasaan untuk tidur,

makan, terperatur tubuh, mens, mood yang siklis cenderung

berkorelasi dengan stimulus lingkungan. Penelitian biologi

memiliki hipotesis bahwa tubuh ini diatur oleh irama sirkadian

yang berlokasi di area spesifik dalam otak dan perubahannya

dipengaruhi oleh rangsangan eksternal tertentu.

2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik)

Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang

dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari.

Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan

tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa jika disertai

dengan faktor biologi skizofrenia dapat merupakan pencetus terjadinya

skizofrenia.

a. Masa bayi

Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2-3 tahun,

dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah

sosialisasi dan pada masa ini timbul dua masalah yang penting

yaitu:
1) Cara mengasuh bayi

2) Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat

atau aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan

kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat.

Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan

menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian

yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.

3) Cara memberi makan

4) Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan

memberi rasa aman dan dilindungi sebaliknya, pemberian

yang kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan rasa

cemas dan tekanan.

b. Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)

Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh

disiplin dan otoritas. Hal-hal yang penting pada saat ini adalah:

1) Hubungan orang tua-anak

Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam

atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan

mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin

menurut, menarik diri atau malah menentang dan

memberontak

2) Perlindungan yang berlebihan

Menunjukkan anak atau memaksakan kehendak atau

mengatur dalam segala hal, mengakibatkan kepribadian si


anak tidak berkembang secara wajar waktu dewasa,

memiliki kepribadian yang mantap, cenderung

mementingkan diri sendiri dan akibatnya kurang berhasil

sebagai orang tua

3) Perkawinan tak harmonis dan kehancuran rumah tangga

Anak tidak mendapat kasih sayang. Tidak dapat

menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan

keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas

serta rasa tidak aman. hal-hal ini merupakan dasar yang

kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan

kepribadian pada anak dikemudian hari

4) Otoritas dan Disiplin

Disiplin diberikan sesuai dengan kemampuan dan

tingkat kematangan anak, diberikan dengan cara yang baik,

tegas dan konsisten, sehingga anak menerima sebagai hal

yang wajar. Disiplin yang diluar kemampuan anak,

dipaksakan, dengan cara yang keras dan kaku,

menyebabkan anak akan melawan memberontak atau

menuntut berlebihan. Sebaliknya disiplin yang tidak tegas

secara mental, latihan yang keras, akan menyebabkan rasa

cemas, rasa tidak aman dan kemudian hari mungkin

menjadi nakal, keras kepala dan selalu ingin kesempurnaan

(perfeksionis).
5) Perkembangan seksual

Pendekatan yang sehat, kesediaan untuk memberi

jawaban secara jelas, terus terang, wajar dan objektif

terhadap masalah seksual pada anak akan mengembangkan

sikap yang positif. Reaksi orang tua yang menyebabkan

anak menganggap seks adalah tabu, menjijikan, memalukan

dan sebagainya akan merupakan awal kesulitan seksual

dikemudian hari.

6) Agresi dan cara permusuhan

Merupakan hal yang wajar seorang anak akan

mengembangkan pola-pola yang berguna. Pengawasan

yang berlebihan, menyebabkan anak akan mengekang,

sehingga timbul tingkah laku yang mengganggu. Agresi

dan permusuhan yang diterima anak akan menyebabkan

sikap defens dan mau menang sendiri. Sedangkan sikap

yang longgar akan menyebabkan anak menjadi nakal dan

terbiasa dengan perbuatan-perbuatan yang mengganggu

ketertiban.

7) Hubungan kakak-adik

Persaingan yang sehat antara adik – kakak merupakan

hal yang wajar dan menjadi dasar untuk tumbuh dan

berkembang secara baik. Persaingan yang tidak sehat dan

berlebihan (pilih kasih, menghukun tanpa meneliti,


prasangka, kompensasi berlebihan dan sebagainya) akan

merupakan dasar terbentuknya sifat –sifat yang merugikan.

orang tua harus besikap dan menjadi penengah bagi anak-

anaknya. Jangan menjadi pendorong timbulnya persaingan

tidak sehat ini.

8) Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan.

Kematian, kecelakaan, sakit berat, penceraian,

perpindahan yang mendadak, kekecewaan yang berlarut-

larut dan sebagainya akan mempengaruhi perkembangan

kepribadian, tapi juga tergantung pada keadaan sekitarnya

(orang, lingkungan atau suasana saat itu) apakah

mendukung atau mendorong dan juga tergantung pada

pengalamannya dalam menghadapi masalah tersebut.

c. Masa Anak sekolah

Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan

intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas

lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga.

Masalah-masalahn penting yang timbul:

1) Perkembangan jasmani

Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat

menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini

sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin

menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan

komprensasi yang positif atau komprensasi negatif.


2) Penyesuaian diri di sekolah dan sosialisasi

Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak

mengembangkan kemampuan bergaul dan memperluas

sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi,

mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun tak

disukai oleh anak.

d. Masa Remaja

Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-

perubahan yang penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder

(ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian). Sedang secara

kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan pergolakan yang

hebat. pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba

kemampuannya, disuatu pihak merasa sudah dewasa (hak-hak

seperti orang dewasa), sedang dilain pihak belum sanggup dan

belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.

Egosentrik bersifat menetang terhadap otoritas, senang

berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu

lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat

membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.

e. Masa dewasa muda

Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman

dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan

diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan

pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan


pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini

mungkin akan mengalami gangguan-gangguan jiwa. Masalah-

masalah yang penting pada masa ini adalah:

1) Hubungan dengan lawan jenis

Masa ini dimulai dari masa pacaran, menikah dan

menjadi orang tua beberapa faktor yang mungkin

menyulitkan suatu perkawinan:

a) Perasaan takut dan bersalah mengenai perkawinan

dan kehamilan

b) Perasaan takut untuk berperan sebagai orang tua

ketidaksanggupan mempunyai anak

c) Perbedaan harapan akan berperan masing-masing

(tak ada penyesuaian baru dalam tingkah laku atau

berpikir)

d) Masalah-masalah keuangan

e) Gangguan-gangguan dari keluarga

f) Pemilihan dan penyesuaian pekerjaan

g) Pekerjaan sebaiknya dipilih berdasar bakat dan minat

sendiri pemilihan yang semata-mata dipaksa atau

disuruh, kompensasi atau karena “kesempatan dan

kemudahan” sering mempermudah gangguan

penyesuaian dalam pekerjaan. Gangguan berupa rasa

malas, sering bolos, timbul bermacam keluhan

jasmani (sering sakit) sering mengalami kecelakaan


dalam pekerjaan dan terlihat ketegangan-ketegangan

dalam keluarga karena jadi pemarah dan mudah

tersinggung.

f. Masa dewasa tua

Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan

sosial seseorang sudah mantap. Masalah-masalah yang mungkin

timbul:

1) Menurunnya keadaan jasmaniah

2) Perubahan susunan keluarga (berumah tangga, bekerjan)

maka orang tua sering kesepian

3) Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan yang baru

dalam bidang pekerjaan atau perbaikan kesalahan yang lalu.

4) Penurunan fungsi seksual dan reproduksi,

5) Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah

ringan seperti rendah diri. pesimis. Keluhan psikomatik

sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam

disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.

g. Masa Tua

Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada

masa ini berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya

daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial

ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta

sering mengakibatkan kesalahpahaman orang tua terhadap orang

dilingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman


sebaya keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan

emosional yang cukup hebat.

3. Faktor sosio kultural

Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat

dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan

penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas

menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya

melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan

tersebut. Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut:

a. Cara-cara membesarkan anak

Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter,

hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-

anak setelah dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau

pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang

berlebihan.

b. Sistem Nilai

Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan

yang satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang

sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula

perbedaan moral yang diajarkan dirumah atau sekolah dengan

yang dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.


4. Model Diatesis-Stress

Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan

lingkungan adalah model diathesis-stress. Model ini menggambarkan

bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik

(diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan

stress memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Pada model

diathesis stress yang paling umum dapat biologis atau lingkungan atau

keduanya. Komponen lingkungan dapat biologis (contohnya: infeksi)

maupun psikologis (contoh situasi keluarga yang penuh ketegangan

atau kematian teman dekat). Dasar biologis untuk suatu diathesis

dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan

zat, stress psikologis, dan trauma.

a. Stress

Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara

terus menerus akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan

manifestasi; kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi

sosial, dan perasaan kehilangan. Menurut Singgih (1989),

beberapa penyebab gangguan mental dapat ditimbulkan sebagai

berikut:

1) Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock

yang dialami pada masa anak

2) Ketidaksanggupan memuasakan keinginan dasar dalam

pengertian kelakuan yang dapat diterima umum


3) Kelelahan yang luar biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan

4) Masa-masa perubahan fisiologis yang hebat: pubertas dan

menopaus

5) Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi,

politik dan sosial yang terganggu

6) Keadaan iklim yang mempengaruhi Exhaustion dan

Toxema

7) Penyakit kronis misalnya: sifilis, AIDS

8) Trauma kepala dan vertebra

9) Kontaminasi zat toksik

10) Shock emosional yang hebat: ketakutan, kematian tiba-tiba

orang yang dicintai

b. Penyalah gunaan obat-obatan

Peniruan yang maladaptif yang digunakan individu untuk

menghadapi strsesor melalui obat-obatan yang memiliki sifat

adiksi (efek ketergantungan) seperti Cocaine, amphetamine

menyebabkan gangguan persepsi, gangguan proses berfikir, dan

gangguan motorik.

c. Psikodinamik

Menurut Sigmund Freud adanya gangguan tugas

pekembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan

dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan


perasaan takut, respon orang tua yang maladaptif pada anak akan

meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya

yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan regresi dan

withdrawl.

E. Patofis

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada

neurotransmiter dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat

neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir,

perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif

dan negatif skizofrenia.

Gejala negatif Gejala positive

Alogia Halusinasi

Afek datar Delusi

Avolition – apatis Tingkah laku aneh

Anhedonia – asociality Gangguan berfikir positif formal

Gangguan attensi

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas,

dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan

pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis.

Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian

depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).


Defek Lengan panjang krom 5, 11, dan 18, lengan pendek
Biologik krom 19 dan krom X→
Psikososial
dopaminergik →↑ kadar reseptor dopamin D2 di otak.
Diatesis
Stress

-Traktus nigrostriatal
-Traktus mesolimbik
Skizofrenia -traktus tuberoinfundibular

-Kortex cerebri→sulit membuat keputusan


& berfikir abstrak
-Sistem limbik→ggn emosional, memori,&
pembelajaran
-Basal ganglia→koordinasi gerakan
-Substantia nigra→sulit mengontrol
pergerakkan kompleks, berfikir & respon
emosi.

Gejala (+) dan (-)

Gambar 2.6. Skema Patologi Skizofrenia

Teori Psikososial pada skizofrenia:

1. Teori tentang pasien individual

a. Teori psikoanalitik

1) Freud mengatakan bahwa skizofrenia adalah hasil dari

fiksasi perkembangan yang muncul lebih awal dari

gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara

id dan ego, maka psikosis adalah konflik antara ego dengan

dunia luar .Menurut freud, kerusakan ego memberikan

konstribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.

2) Harry stuck sullivan mengatakan bahwa gangguan

skizofrenia disebabkan oleh adanya kesulitan interpersonal


awal, khususnya berhubungan dengan pengasuhan anak

yang salah dan terlalu mencemaskan.

3) Psikoanalitik umum: terdapatnya defek dalam fungsi ego

yang belum sempurna menggunakan permusuhan dan

agresi yang hebat sehingga mengganggu hubungan ibu-

bayi, yang menyebabkan seseorang memiliki kepribadian

yang rentan terhadap stress.

b. Teori psikodinamik

Teori Freud menyatakan bahwa skizofren sebagai suatu

respon regresif terhadap frustasi dan konflik yang melanda

seseorang di dalam lingkungan

c. Teori belajar

Menurut teori ini orang menjadi skizofrenia karena pada

masa kanak-kanaknya ia belajar pada model yang buruk. Ia

mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan

meniru dari orang tuanya yang juga sebenarnya memiliki masalah

emosional.

d. Teori tentang keluarga

1) Ikatan ganda

Anak-anak mendapat pesan yang bertentangan

dengan keluarga sampai menarik diri sehingga meloloskan

dari kebingunganikatan ganda

2) Keretakan dan Kecondongan keluarga

Terdapatnya dominansi salah satu orang tua


3) Emosi yang diekspresikan

Adanya kecaman permusuhan dan keterlibatan yang

berlebihan yang dapat menandai perilaku orang tua

terhadap skizofren sehingga angka relaps skizofren tinggi

F. Tanda dan gejala

G. Pedoman diagnostik

Pedoman diagnostik (PPDGJ, 1993):

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam

atau kurang jelas):

(a) “thought echo”, “thought insertion or withdrawal”, dan “thought

broadcasting”;

(b) “delusion of control”, “delusion of influence”, “delusion of

passivity”, “delusion perception”;

(c) Halusinasi auditorik;

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budayanya

dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya

mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan

kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan

cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia

lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas:
(a) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai

baik oleh wahaam yang mengambang/ melayang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau

apabila terjadi setiap hariselama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus-menerus;

(b) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan

(intepolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan, atauneologisme;

(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),

sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea,

negativism, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat masa bodo (apatis),

pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang

menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikaan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja

sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama

kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal);

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku

pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya


minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

H. Penatalaksanaan

1. Terapi Farmakologi

a. Haloperidol (HLP)

b. Chlorpromazin

c. Trihexyphenidil (THP)

2. Terapi Non-Farmakologi

II. GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID

A. Latar Belakang

B. Definisi

Menurut DSM-V gangguan kepribadian paranoid adalah suatu

kondisi kesehatan mental di mana seseorang memiliki pola jangka

panjang ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap orang lain, tetapi

tidak memiliki latar belakang psikotik gangguan seperti skizofrenia

(APA, 2013).

Gangguan kepribadian paranoid adalah suatu ganggguan

kepribadian dengan sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini

mungkin agresif dan setiap orang lain dilihat sebagai seorang aggressor

terhadapnya, dimana ia harus mempertahankan dirinya. Ia bersikap

sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering ia

mengancam orang lain sebagai akibat rasa proyeksi rasa bermusuhanya

sendiri. Dengan demikian ia kehilangan teman-teman dan mendapatkan

banyak musuh (APA, 2013).


C. Prevalensi

D. Etiologi

E. Psikopatologi

F. Tanda dan gejala

Beberapa tanda dan gejala yang ditunjukan dalam gangguan kepribadian

paranoid antara lain adalah (Hooley et al, 2008):

1. Kecurigaan yang sangat berlebihan.

2. Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.

3. Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.

4. Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.

5. Isolasi sosial.

6. Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.

7. Sikap tidak terpengaruh.

8. Rasa permusuhan.

9. Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak

memaafkan kerugian, cedera atau kelalaian.

10. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak

tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah dan

balas menyerang.

11. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut

yang tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat

untuk melawan dirinya.

12. Kurang memiliki rasa humor

G. Pedoman diagnostik
Kriteria Diagnosis (APA, 2013):

1. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang meluas sehingga

ditafsirkan sebagai kejahatan, dimulai pada awal masa dewasa dan

hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat

(atau lebih) dari yang berikut:

a. Menduga, tanpa dasar yang memadai, bahwa orang lain

memanfaatkan, melukai, atau menipunya

b. Disibukkan dengan keraguan yang tidak benar tentang kesetiaan

atau kepercayaan teman, atau rekan kerja

c. Enggan untuk bercerita pada orang lain karena ketakutan yang

tidak beralasan bahwa informasi tersebut akan digunakan

dengan jahat terhadapnya

d. Salah mengartikan atau memaknai sebagai ancaman terhadap

ucapan dan tindakan yang biasa

e. Terus-menerus menanggung dendam (yaitu, tak kenal ampun

terhadap penghinaan, luka, atau diabaikan)

f. Karakter atau reputasinya merasa diserangan yang tidak terlihat

oleh orang lain dan cepat bereaksi dengan marah atau

melakukan serangan balasan

2. Tidak terjadi semata-mata selama masa skizofrenia, gangguan

bipolar atau gangguan depresi dengan gejala psikotik, atau

kelainan psikotik lainnya dan tidak disebabkan oleh efek fisiologis

dari kondisi lain.


Pedoman Diagnostik (PPDGJ III, 1993):

Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:

1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;

2. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya

menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau

masalah kecil;

3. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk

mendistorsikan pengalaman dengan menyalah artikan tindakan

orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap

permusuhan atau penghinaan;

4. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa

memperhatikan situasi yang ada (situasi actual);

5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang

kesetiaan seksual dari pasangannya;

(a) Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara

berlebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu

merujuk ke diri sendiri (self-referential attitude);

(b) Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol

dan tidak substantif dari suatu peristiwa, baik yang

menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada

umumnya.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit tiga dari diatas.

H. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi

Psikoterapi adalah pengobatan yang terpilih. Ahli terapi

harus langsung dalam menghadapi pasien. Jika ahli terapi dituduh

tidak konsisten atau gagal, seperti terlambat untuk suatu perjanjian,

kejujuran dan permintaan maaf adalah lebih baik daripada

penjelasan yang membela diri. Ahli terapi harus mengingat bahwa

kejujuran dan toleransi keintiman adalah bidang yang sulit bagi

pasien dengan gangguan. Dengan demikian psikoterapi individual

memerlukan gaya professional dan tidak terlalu hangat dari pihak

ahli terapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi

kelompok, mereka juga tidak mungkinmentoleransi intrusivitas

terapi perilaku. Klinisi yang terlalu banyak menggunakan

interpretasi khususnya interpretasi mengenai perasaan

ketergantungan yang dalam, masalah seksual, dan keinginan untuk

keintiman, secara jelas meningkatkan ketidakpercayaan pasien.

Pada suatu waktu, perilaku pasien dengan gangguan

kepribadian paranoid menjadi sangat mengancam sehingga ahli

terapi harus mengendalikannya atau menentukan batas dalam hal

tersebut. Tuduhan delusional harus dihadapi dengancara yang

realistik tetapi jelas tanpa menghina pasien. Pasien paranoid

terlandaketakutan jika mereka merasa bahwa orang yang akan

mencoba menolong merekaadalah lemah dan tidak berdaya; dengan

demikian, ahli terapi tidak bolehmengancam mengambil kendali

kecuali mereka berdua mau dan mampu melakukannya. Terapi


perilaku telah digunakan untuk meningkatkan keterampilan

sosialdan umtuk menghilangkan kecurigaan terhadap permainan

pasien (Kaplan dan Sadock, 2010)

2. Farmakoterapi

Farmakoterapi adalah berguna dalam menghadapi agitasi

dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus suatu obat antiansietas

seperti diazepam (valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu

untuk menggunakan suatu antipsikotik, seperti thioridazine

(Mellaril) atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam

periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang

sangat delusional. Obat antipsikotik pimozide telah digunakan

secara berhasil menurunkan gagasan paranoid pada beberapa pasien

(Kaplan dan Sadock, 2010).

Anda mungkin juga menyukai