Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit menular seksual adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu
orang ke orang yang lain melalui hubungan seksual (Cahyono, 2008)

TENTANG PMS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan
merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi dan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah
dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Jumlah orang hidup dengan HIV
dan AIDS sampai dengan bulan september 2008 mencapai 15.136 kasus, 54,3%
dari angka tersebut adalah remaja Kumalasari (2012).

Menurut Febriyantin,dkk dalam jurnal yang berjudul Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) Pada Wanita
Pekerja Seksual (Wps) Usia 20-24 Tahun Di Resosialisasi Argorejo Semarang
pada tahun 2012 menyatakan bahwa World Health Organization (WHO)
memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru IMS di negara-negara
berkembang di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara-negara
berkembang infeksi dan komplikasi IMS adalah salah satu dari lima alasan utama
tingginya angka kesakitan. Dalam kaitannya dengan infeksi HIVAIDS, United
States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi
prevalensi IMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV-AIDS dan banyak
ditemukan perilaku seksual berisiko tinggi. Salah satu kelompok seksual yang
berisiko tinggi terkena IMS adalah Perempuan Pekerja Seks.

1|Page
Berdasarkan data IMS bulan Januari 2014 di Puskesmas Lebdosari Wilayah
Semarang, ditemukan wanita pekerja seks yang terinfeksi IMS 92 orang, yang
terdiri dari usia 15-19 tahun sebanyak 9 orang dengan jenis IMS servisitis/proctitis
4 orang, kandidiasis 1 orang dan lain-lain 6 orang, usia 20 – 24 tahun sebanyak 29
orang dengan jenis IMS servisitis/proctitis 17 orang dan lain-lain 11 orang
kemudian usia 25 – 49 tahun sebanyak 54 orang dengan jenis IMS gonore
sebanyak 3 orang, servisitis/proctitis 35 orang, kandidiasis 1 orang, lain-lain 16
orang. Jumlah WPS yang berkunjung ke klinik. IMS pada bulan Januari 2014
sebanyak 311 WPS, masing – masing dengan usia 15 – 24 tahun sebanyak 9 WPS,
usia 20-24 tahun sebanyak 70 WPS, usia 25-49 tahun sebanyak 226 WPS, usia
lebih dari 50 tahun sebanyak 6 WPS.

Menurut Dewi Purnamawati dalam jurnal yang berjudul Perilaku Pencegahan


Penyakit Menular Seksual di Kalangan Wanita Pekerja Seksual Langsung
Behavioral Prevention of Sexual Transmitted Disease among Direct Female Sex
Workers tahun 2013 menyatakan bahwa perkembangan permasalahan penyakit
menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan Acquired
Immune Deficiency Syndrome(AIDS) semakin mengkhawatirkan secara
kuantitatif dan kualitatif. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir jumlah penderita
mencapai lebih dari 60 juta orang dan sekitar 20 juta di antaranya meninggal.
Tidak mengherankan apabila permasalahan HIV dan AIDS menjadi epidemi
hampir di 190 negara. Di Indonesia, jumlah perempuan yang terdeteksi dengan
virus HIV diprediksikan akan terus meningkat. Proporsi penderita HIV/AIDS
berdasarkan kelompok umur, paling tinggi pada usia 30- 39 tahun sebanyak 35%,
terendah pada usia 10-19 tahun sebanyak 1% dan proporsi penderita HIV/AIDS
berdasarkan kondisi dari tahun 2010-2013 terdapat 57 kasus meninggal. Sampai
akhir Juni 2005, tercatat 7.098 kasus HIV/AIDS (3.740 kasus HIV dan 3.358 kasus
AIDS). Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan kawasan endemik
penyebaran HIV/AIDS adalah Kabupaten Karawang dengan kasus HIV/AIDS
yang melonjak tajam. Selama empat bulan terakhir, paling tidak sekitar 23 warga

2|Page
yang positif terjangkit HIV/AIDS. Sekitar 86,95% dari jumlah tersebut merupakan
kategori positif HIV dan 13,05% adalah AIDS. Selama kurun waktu 2009,
HIV/AIDS mencapai 196 kasus, sehingga laju peningkatan penyakit tersebut
mencapai 10,5% dan hingga akhir tahun 2010 tercatat 244 orang yang terinfeksi
dengan HIV dan AIDS.

Epidemiologi HIV di Indonesia merupakan epidemiologi yang tercepat


pertumbuhannya di Asia. Pada tahun 2004 hanya 16 dari 33 provinsi yang
dilaporkan memiliki kasus infeksi HIV. Selanjutnya, di penghujung tahun 2009
kasus AIDS yang dilaporkan telah menyebar di 33 provinsi di Indonesia (Komisi
AIDS Nasional, 2009). Sulawesi Utara adalah daerah yang memiliki tingkat kasus
AIDS tertinggi kelima di Indonesia yakni sebesar 24,54 (557 kasus) atau sekitar
2,2 kali angka nasional. Proporsi ini diperkirakan akan terus meningkat hingga
beberapa tahun ke depan. Menurut Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
Menular dan Penyehat Lingkungan (2014), jumlah kasus baru HIV/AIDS dan
kematian di Indonesia sebanyak 22869 kasus HIV dan 1876 kasus AIDS.

Menurut Siti wahyuni dalam jurnal yang berjudul Hubungan Antara Pengetahuan
Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual (Pms) Dengan Jenis Kelamin Dan
Sumber Informasi Di Sman 3 Banda Aceh Tahun 2012 menyatakan bahwa
berdasarkan jenis kelamin terdapat sekitar 79,5% remaja laki-laki pernah
mendengar tentang HIV/AIDS dan 73,2% remaja perempuan pernah mendengar
tentang HIV/AIDS sedangkan remaja laki-laki yang tidak pernah mendengar
tentang HIV/AIDS sekitar 20,1% dan remaja perempuan yang tidak pernah
mendengar tentang HIV/AIDS sekitar 26,8%.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit menular seksual yaitu infeksi saluran
kemih, kemandulan, infeksi HIV, nyeri perut di bagian bawah atau infeksi saluran
reproduksi (ISR) atau radang panggul, kanker rahim pada wanita, kehamilan di
luar kandungan, pada wanita hamil, dapat menyebabkan bayi lahir terlalu dini,

3|Page
memiliki cacat bawaan, lahir terlalu kecil atau juga terinfeksi penyakit menular
seksual. Pada pria, penyakit menular seksual. seringkali menyebabkan kanker
penis, dan menyerang prostat. Bayi lahir terlalu dini, lahir dengan cacat bawaan,
lahir kecil atau terinfeksi penyakit menular seksual, kanker penis dan menyerang
prostat pada pria, rasa sakit yang luar biasa atau terus menerus, kemandulan,
kematian (IK Kesehatan, 2011).

Peran perawat dalam kasus HIV/AIDS yaitu sebagai pendidik dimana perawat
perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dengan tujuan sebagai
beriku: keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara
mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga. Dengan
diberikan pendidikan atau penyuluhan diharapkan keluarga mampu mengatasi dan
bertanggung jawab terhadap masalah kesehatannya, sebagai koordinator dimana
perawat diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komperhensif dapat tercapai. Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur program
kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih
dan pengulangan, sebagai konsultan: Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada
perawat maka hubungan antara keluarga dan perarawat harus dibina dengan baik,
perawatan harus terbuka dan dapat dipercaya. Maka dengan demikian, harus ada
Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara perawat dan keluarga, sebagai
kolaborasi, dimana perawat di komunitas harus bekerja sama dengan pelayanan
rumah sakit, puskesmas dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai
tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dilakukan sebagai
perawat di rumah sakit tetapi di keluarga dan komunitas pun juga dapat di
laksanakan, sebagai fasilitator dimana perawat membantu keluarga dalam
menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kendala
yang sering di alami keluarga keraguan didalam menggunakan pelayanan
kesehatan, masalah ekonomi dan sosial budaya. Agar dapat melaksanakan peran

4|Page
fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem
pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat.

Berdasarkan banyaknya dan bahayanya komplikasi yang dapat terjadi pada


penyakit menular seksual, kami membuat makalah ini agar mahasiswa mengetahui
lebih lanjut tentang penyakit menular seksual serta memahani asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan penyakit menular seksual.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan pembelajaran diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit
menular seksual.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami tentang definisi penyakit menular seksual
b. Dapat memahami tentang etiologi penyakit menular seksual
c. Dapat memahami tentang manifestasi klinis penyakit menular seksual
d. Dapat memahami tentang klasifikasi penyakit menular seksual
e. Dapat memahami tentang patofisiologi HIV/AIDS
f. Dapat memahami tentang komplikasi penyakit menular seksual
g. Dapat memahami tentang cara penularan penyakit menular seksual
h. Dapat memahami tentang pengobatan penyakit menular seksual
i. Dapat memahami tentang pencegahan penyakit menular seksual
j. Dapat memahami tentang pengkajian keperawatan
k. Dapat memahami tentang diagnosa keperawatan
l. Dapat memahami tentang intervensi keperawatan

1.3. Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan adalah deskriptif, kajian pustaka dilakukan
dengan mencari sumber literatur di internet dan buku panduan.

5|Page
6|Page
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu
orang ke orang yang lain melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual
sering dikenal masyarakat luas dengan sebutan penyakit kelamin karena
umumnya menular melalui hubungan kelamin dan gejala yang timbul kebanyakan
di sekitar alat kelamin, walaupun penyakit menular seksual dapat menyerang dan
menimbulkan gejalapada mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan organ
tubuh lainnya. Terdapat berbagai jenis penyakit menular seksual, namun yang
paling umum dan paling penting untuk diperhatikan adalah penyakit gonore,
klamidia, hermes kelamin, sifilis, hepatitis B dan HIV/AIDS (Cahyono, 2008).

2.2 Etiologi Penyakit Menular Seksual


Penyebab penyakit menular seksual, yaitu:
1. Bakteri, seperti gonore dan sifilis
2. Virus, seperti herpes kelamin, jengger ayam dan hepatitis B dan C
3. Parasit, seperti trikomoniasis
4. Jamur, seperti kandidosis vaginalis (Kristina, 2014).

2.3 Manifestasi Klinis Penyakit Menular Seksual


Pada dasarnya terdapat tiga gejala utama dari penyakit menular seksual, yaitu:
1. Adanya cairan yang keluar melalui alat kelamin, yang tidak biasa atau tidak
normal, misalnya G-O (kencing nanah) dan klamidia
2. Adanya luka pada atau di sekitar alat kelamin, misalnya sifilis dan herpes
3. Adanya sesuatu yang tumbuh pada atau di sekitar alat kelamin (tumbuhan atau
tumor), misalnya jengger ayam.
4. Rasa perih atau nyeri atau panas pada saat kencing atau setelah kencing, atau
menjadi sering kencing

7|Page
5. Ada luka terbuka atau basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Luka ini
bisa terasa nyeri bisa juga tidak
6. Ada semacam tumbuhan seperti jengger ayam atau kutil di sekitar kemaluan
7. Terjadi pembengkakan pada lipatan paha
8. Pada pria, terdapat bengkak dan nyeri pada kantung zakar
9. Sakit perut di bagian bawah yang kambuhan, tetapi tidak berhubungan dengan
haid atau menstruasi
10. Keluar darah setelah berhubungan seks.
11. Merasa tidak enak badan atau demam (IK Kesehatan, 2011).

2.4 Klasifikasi Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sifilis
Penyakit sifilis merupakan penyakit yang cukup sangat berbahaya dan bersifat
menular, sehingga penyakit ini termasuk dalam ketegori penyakit menular
seksual (PMS). Penyebab penyakit sifilis ini adalah bakteri yang berukuran
snagat kecil yang dinamakan Treponema Pallidium. Bakteri ini dapat masuk
ke dalam tubuh melalui infeksi pada bagian tubuh yang lembab dan memiliki
lapisan mukosa, misalnya pada mulut dan alat kelamin. Tanda dan gejala
untuk penyakit sifilis ini yaitu dengan adanya luka yang tidak nyeri pada
tempat yang terinfeksi.
2. Gonore
Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae yang
menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rectum, tenggorokan, dan
bagian putih mata (konjungtiva) dengan gejala seperti perih atau nyeri saat
kencing, bengkak dan bernanah baru timbul setelah 2-10 hari setelah tertular,
ujung penis tampak merah dan bengkak, terdapat bercak nanah kuning
kehijauan pada celana (biasanya pada saat bangun tidur pagi hari), rasa nyeri
dan keluar nanah pada anus (gonore pada anus), nyeri ketika menelan
makanan (gonore pada tenggorokan).

8|Page
3. Herpes Kelamin
Herpes kelamin merupakan infeksi kambuhan yang tidak dapat disembuhkan
seumur hidup Rasa gatal karena herpes menyebabkan ingin menggaruk. Jika
bintil-bintil ini pecah, terasa sakit yang luar biasa. Penyakit ini dapat
menyebar melalui kontak kulit dengan kulit, hubungan seks genital, oral dan
anal (meskipun tidak sedang menampakkan gejala pada penderita, virus
herpes masih dapat ditularkan kepada pasangan seksnya). Herpes kelamin
juga meningkatkan risiko penularan penyakit menular seksual lainnya dan
HIV, berarti risiko kita tertular HIV menjadi lebih tinggi, dibandingkan
mereka yang tidak mengidap herpes kelamin. Pasangan seks yang terpapar
melalui hubungan seks (genital, oral dan anal), berisiko tinggi tertular herpes
kelamin. Gejala-gejala Herpes Kelamin dapat terjadi 4-7 hari setelah
berhubungan seks (tertular), kulit di sekitar alat kelamin terasa gatal dan sakit,
timbul kemerahan dan bintil-bintil berisi cairan seperti cacar disertai
timbulnya luka. Dalam waktu 10 hari bintilan akan mengering dan hilang
sendiri tanpa bekas, tetapi gejala ini akan sering kambuh dan biasanya pada
lokasi yang sama di sekitar alat kelamin. Seringkali, pada saat pertama kali
tertular, disertai dengan sakit kepala dan demam, bintil-bintil dapat timbul di
bagian kulit mana saja, termasuk di sekitar anus, rasa sakit pada kelenjar getah
bening di pangkal paha.
4. Condyloma acuminata (Jengger Ayam)
Condyloma acuminata disebabkan oleh virus Human papilloma tipe 6 dan 11
dengan masa inkubasi 2-3 bulan setelah kuman masuk ke dalam tubuh. Gejala
yang dapat terlihat yaitu adanya satu atau beberapa kutil (lesi) didaerah
ekmaluan dan lesi ini dapat membesar. Condyloma acuminata tidak terasa
sakit, bersifat kambuhan seumur hidup dan belum ada obat yang dapat
menghilangkan virus penyebab kutil ini. Setelah terinfeksi, kutil bisa saja
tidak muncul, tetapi tetap dapat menularkan kepada orang lain. Kutil dapat
muncul setelah beberapa minggu, bulan, bahkan tahun sejak hubungan seks

9|Page
(tertular). Pasangan seks yang terpapar melalui hubungan seks (genital, oral
dan anal), berisiko tinggi tertular jengger ayam.
5. Klamidia
Klamidia adalah infeksi pada organ reproduksi. Seringkali diderita oleh
mereka yang berganti-ganti pasangan seks. gejala dari Klamidia baru akan
tampak setelah sekitar 7-21 hari sejak tertular. Peradangan pada alat
reproduksi sering pula gejala tidak muncul sama sekali meskipun proses
infeksi penyakit sedang berlangsung. Keluhan yang dapat muncul yaitu rasa
nyeri saat kencing, keluarnya cairan bening dari saluran kencing, jika ada
infeksi lebih lanjut cairan semakin sering keluar dan bercampur dengan darah.
klamidia dapat ditemukan pula di tenggorokan dan anus, yang biasanya tidak
tampak gejala-gejala yang jelas. Jika tidak diobati dengan benar dan tuntas,
Klamidia dapat meyebabkan kerusakan pada alat kelamin, radang saluran
kencing dan rusaknya sperma yang mengakibatkan kemandulan. Terinfeksi
klamidia, berarti risiko kita tertular HIV menjadi lebih tinggi, dibandingkan
mereka yang tidak mengidap klamidia. Pasangan seks yang terpapar melalui
hubungan seks (genital, oral dan anal), berisiko tinggi tertular klamidia.
6. Hepatitis B dan C
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis yang
dapat merusak fungsi hati sehingga tidak dapat menyaring bahan beracun
dalam tubuh. Cara penularannya sama dengan penyakit menular seksual
lainnya dengan gejala seperti kurang gairah, badan lemas dan mudah lelah,
hilangnya nafsu makan, berat badan menurun, mual dan sakit perut, demam,
warna kuning pada kulit, mata dan air kencing. Hepatitis B dapat dicegah
dengan vaksinasi dan menghindari perilaku berisiko, sedangkan hepatitis C
hanya dapat dicegah dengan menghindari perilaku berisiko karena hingga kini
belum ada vaksinnya. Pasangan seks yang terpapar melalui hubungan seks
genital dan oral, tanpa menggunakan kondom dan Dental dam (lembaran karet
tipis untuk oral vagina atau anus), berisiko tinggi tertular hepatitis B. Mereka

10 | P a g e
yang terinfeksi Hepatitis B atau C juga lebih berisiko untuk tertular HIV
dibandingkan dengan mereka yang tidak.
7. Kutu Pubis ( Kutu Kelamin)
Kutu pubis disebabkan oleh kutu jenis Phitirus Pubis. Kutu ini biasanya hidup
di rambut kecuali rambut kepala. Jika sudah terkena kutu pubis, maka akan
timbul rasa gatal di rambut kemaluan, ketiak, terkadang di alis bahkan bulu
mata. Kutu ini tidak mudah terlihat secara kasat mata, bisanya jika terkena
kutu pubis akan terlihat black dot atau bercak keabu-abuan di celana dalam.
8. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk dalam sel darah
putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap infeksi dan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai
penyakit (Kumalasari, 2012).

2.5 Patofisiologi HIV/AIDS


Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda
asing, seperti virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang
maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune
response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu kekebalan humoral dan
kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga
dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. "ber-aksi" bahkan kemudian
dilumpuhkan. Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam
keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan
terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif
(CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus
memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi
begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper
.tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper

11 | P a g e
tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih
dahulu sudah dilumpuhkan.

HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga


reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan
disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh
sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan
diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang
biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada
mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif
membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk
menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada
mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan
mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.

2.6 Komplikasi Penyakit Menular Seksual


Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit menular seksual, yaitu:
1. Infeksi saluran kemih
2. Kemandulan
3. Infeksi HIV, nyeri perut di bagian bawah atau infeksi saluran reproduksi
(ISR) atau radang panggul, kanker rahim pada wanita, kehamilan di luar
kandungan,

12 | P a g e
4. Pada wanita hamil, dapat menyebabkan bayi lahir terlalu dini, memiliki cacat
bawaan, lahir terlalu kecil atau juga terinfeksi penyakit menular seksual. Pada
pria, penyakit menular seksual. seringkali menyebabkan kanker penis, dan
menyerang prostat. Beberapa jenis penyakit menular seksual bersifat
kambuhan, dan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa atau rasa sakit yang
terus menerus. Baik pada pria maupun wanita, penyakit menular seksual dapat
menyebabkan kemandulan dan kematian.
5. Bayi lahir terlalu dini, lahir dengan cacat bawaan, lahir kecil atau terinfeksi
penyakit menular seksual, kanker penis dan menyerang prostat pada pria, rasa
sakit yang luar biasa atau terus menerus, kemandulan, kematian
6. Jika tidak segera diobati hingga sembuh, penyakit menular seksual. dapat
menjadi lebih sakit. Penyakit yang terjadi bukan hanya pada alat kelamin,
tetapi bisa menjalar ke seluruh tubuh, penyakit menular seksual juga sangat
memudahkan kita tertular HIV, karena virus dapat menular melalui cairan
tubuh, duh tubuh, serta melalui darah dari luka yang ditimbulkan oleh
penyakit menular seksual (IK Kesehatan, 2011).

2.7 Cara Penularan Penyakit Menular Seksual


Cara penularan penyakit menular seksual terutama melalui kontak seksual yang
tidak aman. Kontak seksual tidak hanya hubungan seksual melalui alat kelamin.
Kontak seksual juga meliputi oral-genital (mulut-alat kelamin), ciuman dan
pemakaian “mainan seksual”, contohnya hubungan seksual melalui alat kelamin
yang tidak aman adalah melakukan hubungan seksual lewat vagina, melakukan
hubungan seksual lewat anus atau hubungan seksual lewat mulut atau oral,
dengan menggunakan jarum suntik, alat tindik telinga, alat tato atau alat peluka
(alat penembus kulit) lainnya yang tercemar HIV yang dipakai secara bergantian,
transfusi dengan darah yang mengandung HIV (Cahyono, 2008).

13 | P a g e
2.8 Pengobatan Penyakit Menular Seksual
Sebaiknya langsung datang ke pelayanan kesehatan terdekat agar segera ditangani
oleh dokter dengan pemberian antibiotik, antivirus, dan lain-lain. Jika terjadi
keluhan yang berkelanjutan segera datang kembali ke dokter agar mendapatkan
penanganan lebih lanjut.

2.9 Pencegahan Penyakit Menular Seksual


Pencegahan terhadap penyakit seksual menular dapat dilakukan anatara lain
dengan cara-cara berikut, yaitu:
1. Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, baik secara
vaginal, anal atau oral
2. Melakukan prinsip-prinsip umum menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
aman
3. Menunda aktivitas seksual sampai pada usia yang matang secara seksual
4. Berhubungan seksual hanya dengan satu pasangan
5. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal
6. Menghindari pemakaian narkotika suntik dan pemakaian jarum suntik secara
bergantian
7. Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit, harus waspada terhadap darah dan
cairan tubuh pasien, terhadap lesi-lesi yang terbuka serta benda-benda yang
terkontaminasi
8. Melakukan vaksinasi hepatitis B (Cahyono, 2008)

2.10 Konsep Dasar HIV/AIDS


1. Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk dalam sel darah
putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap infeksi dan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai

14 | P a g e
penyakit (Kumalasari, 2012). HIV (Human Immunodeficiensy Vyrus) adalah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindrom kekebalan tubuh
oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS
rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih
lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi
melalui hubungan seksual. Berdasarkan data kementrian kesehatan RI terjadi
laju peningkatan kasus baru HIV yang semakin cepat (Noviana, 2016)

2. Etiologi HIV/AIDS
Etiologi dari HIV/AIDS yaitu:
a. Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal
b. Darah atau produk darah yang terinfeksi
c. Memakai jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba
d. Ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat persalinan,
atau saat menyusui (Noviana, 2016).

3. Manifestasi HIV/AIDS
Gejala orang yang terkena HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi), seperti:
a. Gejala mayor
1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5) Demensia atau HIV ensefalopati
b. Gejala minor
1) Batuk menetap >1 bulan
2) Dermatitis generalisata

15 | P a g e
3) Adanya herpes zostermulti segmental dan herpes zoster berulang
4) Kandidiasis orofaringeal
5) Herpes simpleks kronis progresif
6) Limfadenopati generalisata
7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8) Renitis virus sitomegalo (Noviana, 2016).

4. Fase-Fase HIV/AIDS
Seseorang yang sudah terinveksi HIV biasanya sulit dibedakan dengan orang
yang sehat di masyarakat. Mereka masih dapat melakukan aktivitas seperti
biasa, badan terlihat sehat, dan masih dapat bekerja dengan baik. Untuk
sampai pada fase AIDS seseorang telah terinfeksi HIV akan melewati
beberapa fase. Berikut adalah tahapan perubahan HIV/AIDS, yaitu:
a. Fase pertama: masa jendela (window period)
Pada awal terinfeksi cici-cirinya belum dapat dilihat meskipun yang
bersangkutan melakukan tes darah, karena pada fase ini sistem antibodi
terhadap HIV belum terbentuk, tetapi yang bersangkutan sudah dapat
menulari orang lain. Masa ini disebut dengan window period, biasanya
antara 1-6 bulan.
b. Fase kedua
Umur infeksi 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase ini individu
sudah positif HIV tetappi belum menampakkan gejala sakit. Dapat
menularkan orang lain. Kemungkinan mengalami gejala-gejala ringan,
seperti flu (biasanyab2-3 hari dan sembuh sendiri)
c. Fase ketiga
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala
AIDS, tetapi sistem kekebalan tubuh mulai berkembang. Gejala yang
berkaitan dengan HIV antara lain:
1) Keringat yang berlebihan pada waktu malam
2) Diare terus-menerus

16 | P a g e
3) Pembengkakan kelenjar getah bening
4) Flu tidak sembuh-sembuh
5) Nafsu makan berkurang dan lemah
6) Berat badan terus berkurang
d. Fase keempat
Sudah masuk pada tahap AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosis setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T (dibawah
2.001 mikro liter) dan timbul penyakit tertentu yang di sebut dengan
infeksi oporturistik, yaitu:
1) Kanker khususnya kanker kulit yang disebut sarcoma kaposi
2) Infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan
bernapas (TBC umunya diderita oleh pegidap AIDS)
3) Infeksi usus yang menyebabkan diare parah selama berminggu-
minggu
4) Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental, sakit kepala, dan
sariawan (Kumalasari, 2012).

5. Masa Inkubasi
Waktu antara HIV masuk ke dalam tubuh sampai gejala pertama AIDS
disebut juga masa inkubasi HIV adalah bervariasi antara setengah tahun
sapai >7 tahun. HIV hanya dapat dideteksi dalam waktu singkat kira-kira
setengah bulan sampai dengan 2,5 bulan sesudah HIV masuk tubuh. Untuk
membantu menegakkan diagnosis pemeriksaab mencaro HIV tidak
dianjurkan karena mahal, memakan waktu lama dan hanya dapat
ditemukan dalam waktu terbatas.

Tubuh memerlukan waktu untuk dapat menghasilkan antibody. Waktu ini


rata-rata 2 bulan, ini berarti bahwa seseorang dengan infeksi HIV dalam 2
bulan pertama diagnosisnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

17 | P a g e
laboratorium berdasarkan penentuan antibody. Lama waktu 2 bulan ini
disebut window period (Noviana, 2016).

6. Pencegahan HIV/AIDS
Penyakit HIV/AIDS dapat dicegah dengan beberapa cara, yaitu:
a. Meningkatkan ketahanan keluarga melalui pesan kunci (dikenal dengan
singkatan “ABCDE”).
1) Abstinensia: tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah
2) Be faithful: setia terhadap pasangan yang sah (suami-istri)
3) Condom: menggunakan kondom apabila salah satu pasangan berisiko
terkena IMS atau HIV/AIDS
4) Drugs: hindari pemakaian narkoba
5) Equipment: mintalah peralatan kesehatan yang steril.
b. Pencegahan penularan melalui darah
1) Skrining darah donor dan produk darah
2) Menggunakan alat suntik dan alat lain yang steril
3) Penerapan kewaspadaan universal (universal infection precaution)
4) Berhati-hati pada saat menangani segala hal yang tercemar oleh darah
segar.
c. Pencegahan penularan dari ibu ke anak
1) Pemeriksaan dan konseling ibu hamil
2) Pengobatan
Pengobatan preventative antiretroviral jangka pendek merupakan
metode yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari
ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling
makanan bayi dan penggunaan metode pemberian makanan yang
lebih aman, pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak
hingga setengahnya. Regimen AVR khususnya didasarkan pada
nevirapine atau zidpvudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis
kepada ibu saat proses persalinan dan dalam satu dosis kepada anak

18 | P a g e
dalam waktu 72 jam setelah kelahiran. Zidovudine diketahui dapat
menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu dalam 6
bulan terakhir masa kehamilan dan melalui infuse selama proses
persalinan dan kepada sang bayi selama 6 minggu setelah kelahiran
3) Operasi Caesar
Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih meningkat risiko
penularan dari ibu ke anak, sementara operasi Caesar telah
menunjukkan kemungkinan terjadinya penurunan risiko
d. Menjaga kebersihan alat reproduksi karena ada jenis IMS yang dapat
diderita tanpa melalui hubungan seksual misalnya keputihan yang
diakibatkan oleh jamur
e. Memeriksakan diri segera bila ada gejala-gejala IMS yang dicurugai
f. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok
pada alat kelamin atau keluarnya pus (cairan nanah) dari tubuh
(Kumalasari, 2012).

7. Faktor Yang Berhubungan dengan HIV/AIDS


Faktor dominan yang ikut menentukan besarnya frekuensi dan distribusi.
Penyakit menular seksual dalam suatu masyarakat, antara lain: (Hartadi,
2001)
a. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit,
bakteri dan protozoa
b. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host yang berperan pada perbedaan
insiden penyakit menular adalah :
1) Umur
Umur berapa yang sangat penting yang ikut mempengaruhi insiden
penyakit menular seksual, sesuai dengan cara penularan penyakit
menular seksual yaitu melalui kontak seksual maka golongan umur

19 | P a g e
dengan insiden meningkat adalah golongan umur dengan kegiatan
seksual aktif.
2) Seks atau jenis kelamin
Angka kesakitan kelompok umur tertentu pada penderita penyakit
menular seksual priaadalah lebih tinggi dibandingkan dengan wanita,
namun tingkat kegawatan pada wanita penderita seksual adalah lebih
serius dibandingkan dengan laki-laki, faktor yang mempengaruhi,
antara lain :
a) Perbedaan sex dengan perbedaan susunan anatomi organ tubuh
tertentu. Manifestasi gejala klinis penyakit menular seksual pada
laki-laki adalah lebih jelas sehingga memberikan kesempatan
lebih banyak menggunakan fasilitas kesehatan.
b) Diagnosa penderita penykait menular seksual pada laki-laki lebih
mudah sehingga lebih banyak penderita laki-laki yang dilaporkan.
c) Pilihan dalam hubungan seksual
Data yang ada di negaramaju angka penyakit menular seksual pada
pria homoseksual adalah lebih tinggi bila dibandingkan dengan
heteroseksual.
3) Lama bekerja sebagai pekerja seksual komersial
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan
kemungkinan terjadi penyakit menular seksual. Pada beberapa orang
yang bekerja dengan kondisi tertentu dengan lingkungan yang
memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan
akibat meningkatkan penderita penyakit menular seksual. Orang
tersebut termasuk dalam kelompok resiko tinggi terkena penyakit
menular seksual
4) Status perkawinan
Insiden penyakit menular seksual lebih tinggi pada orang yang belum
kawin, bercerai atau orang yang terpisah dari keluarganya bila

20 | P a g e
dibandingkan dengan orang yang sudah kawin karena pemenuhan
kebutuhan seksualnya terpenuhi.
5) Pemakaian kondom (BKKBN, 2005)
a) Pengertian kondom
Kondom adalah sarung karet tipis penutup penis yang menampung
cairan sperma pada saat pria berejakulasi.
b) Cara kerja kondom, untuk mencegah pertemuan spermatozoa atau
sel mani dengan ovum atau sel telur pada waktu bersenggama dan
sebagai penghalang kontak langsung dengan cairan terinfeksi
c) Cara penggunaan kondom
Dengan cara menyarungkannya pada alat kelamin laki-laki yang
sudah tegang (keras). Dari ujung zakar (penis) sampai ke
pangkalnya pada saat akan bersenggama. Sesudah selesai
bersenggama, agar segera dikeluarkan dari liang senggama
sebelum zakar (penis) menjadi lemas.
d) Keuntungan kondom
(a) Murah, mudah di dapat dan tidak perlu resep dokter
(b) Mudah dipakai sendiri
(c) Dapat dipakai sendiri
(d) Dapat mencegah penularan penyakit kelamin, mislanya
gonore
e) Kerugian kondom
(a) Kadang-kadang ada yang tidak tahan (alergi) terhadap
karetnya
(b) Sobek bila memasukkannya tergesa-gesa
f) Efek samping penggunaan kondom, yaitu dapat terjadi alergi
terhadap karet
c. Faktor lingkungan
Beberapa faktor yang ikut berperan terhadap penyebaran penyakit
menular seksual adalah faktor dengan sosial ekonomi, kebudayaan,

21 | P a g e
biologi dan medik yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan,
antara lain : (Hartadi, 2001)
1) Faktor demografi
a) Bertambahnya jumlah penduduk dan pemukiman yang padat
b) Perpindahan populasi yang menambah migrasi dan mobilisasi
penduduk, misalnya : perdagangan, hiburan, dll
c) Meningkatnya protitusi dan homoseksual
d) Remaja lebih cepat matang di bidang seksual yang ingin lebih
cepat mendapatkan kepuasan seksual
2) Faktor sosial ekonomi
a) Kemiskinan terutama didaerah hutan yang menyebabkan
urbanisasi ke kota besar
b) Perkembangan ekonomi mendorong terjadinya meningkatkan
promiskuitas (hubungan seksual antara sejumlah laki-laki dengan
sejumlah perempuan), misalnya : orang lebih mudah berpergian
berlibur atau berdamawisata, berkunjung ke tempat hiburan (klub
malam, panti pijat, dll)
3) Faktor kebudayaan
a) Pelanggaran nilai moral dan agama yang menyebabkan orang
lebih bebas berbuat sesuatu termasuk hubungan seksual diluar
nikah
b) Melanggarinya ikatan keluarga termasuk pengawasan orangtua
menyebabkan hubunagn seksual diluar nikah
c) Anggapan bahwa pria lebih promiskuitas (hubungan seksual
antara sejumlah laki-laki dengan sejumlah perempuan)
menyebabkan adanya prostitusi
d) Meningkatkan rangsangan seksual melalui majalah atau film biru,
dan lain-lain

22 | P a g e
d. Faktor medik
1) Adanya kekebalan kuman penyakit menular seksual kekebalan
karena penderita membeli obat dan minum obat sendiri dengan dosis
obat yang tidak tepat atau tidak adekuat
2) Diagnosis penyakit kadang susah. Disebabkan karena adanya
penyakit menular seksual yang tersembunyi (karier) kebanyakan
wanita penderita penyakit menular seksual tidak menunjukan gejala
sehingga tanpa didasari mereka sesungguhnya merupakan sumber
penular penyakit menular seksual yang tersembunyi
3) Walaupun penderita penyakit menular seksual telah diobati dan
sembuh tetapi bila mitra seksualnya sudah ketularan tidak diobati
maka akan tetap menjadi sumber penularan
4) Adanya wanita tuna susila yang diluar jangkauan pengobatan dan
pengawasan medik , misal : wanita tuna susila liar , terselubung , dan
lain-lain

8. Komplikasi HIV/AIDS
Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV (Human Immuno
Deficiency Virus), menyebabkan tubuh mudah diserang penyakit-penyakit:
1) Tuberculosis paru
2) Pneumonia premosistis
3) Berbagai macam penyakit kanker (Kusdiana, 2015).

9. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Penyakit dapat diobati, satu-satunya cara adalah berobat ke dokter atau
tenaga kesehatan. Patuhi cara pengobatan sesuai petunjuk yang diberikan
oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk memastikan kesembuhan. Hindari
hubungan seksual selama masih ada keluhan atau gejala, bila hamil
beritahukan ke dokter atau tenaga kesehatan (Sjaiful, 2007)

23 | P a g e
10. Pengobatan HIV/AIDS
Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral (ARV)
digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang
terinfeksi. Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunisik
yang juga diderita (Suryadi, Mohammad Shiddiq, 2010)

11. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien HIV/AIDS,
yaitu:
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV, yaitu:
1) ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western
blot)
2) Western blot (positif)
3) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
4) Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat)
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
2) CD4 limfosit (menurun, mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit)
5) Kadar immunoglobulin (meningkat) (Kumalasari, 2012).

2.11 Pengkajian Keperawatan


1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obat

24 | P a g e
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit
tidur
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,
ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia,
epsitaksis
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif
11. Gastrointestinal : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB
menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital
13. Integumen : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif

2.12 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko tinggi infeksi be2rhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan

25 | P a g e
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi
5. Diare berhubungan dengan infeksi gastointestinal
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai

2.13 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa ke-1: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,
malnutrisi dan pola hidup yang beresiko
Tujuan : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi baru
2. Hasil pemeriksaan lab tidak ada infeksi oportunis
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Tidak ada luka atau eksudat

Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Monitor tanda-tanda infeksi baru
2. Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan
3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
pathogen
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

2. Diagnosa ke-2: Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan


infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan
universal precautions

26 | P a g e
Kriteria Hasil :
1. Kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV
2. Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC

Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah
transmisi HIV dan kuman patogen lainnya
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien
3. Gunakan masker bila perlu

3. Diagnosa ke-3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,


pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan
Kriteria Hasil : Bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas

Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat

4. Diagnosa ke-4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolik, dan
menurunnya absorbsi zat gizi
Tujuan : Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya
Kriteria Hasil :
1. Mual dan muntah dikontrol
2. Pasien makan TKTP
3. Serum albumin dan protein dalam batas normal
4. BB mendekati seperti sebelum sakit

27 | P a g e
Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan
2. Monitor BB, intake dan ouput
3. Atur antiemetik sesuai order
4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya

5. Diagnosa ke-5: Diare berhubungan dengan infeksi gastointestinal


Tujuan : Pasien merasa nyaman dan dapat mengnontrol diare
Kriteria Hasil : Perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal,
kram perut hilang

Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah
2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

6. Diagnosa ke-6 : Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas


tentang keadaan yang orang dicintai
Tujuan : Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem
dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya
Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang
konstruktif

Intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya

28 | P a g e
BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus:
Ny.B berusia 37 tahun adalah seorang ibu rumah tangga. Klien tinggal di Jl. Makam
Peneleh Surabaya. Klien mengatakan akhir-akhir ini sering merasa demam, pada
malam hari berkeringat dingin, diare sejak 1 bulan yang lalu tidak terkontrol,
sariawan tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan yang lalu, berat badan menurun lebih
dari 5 kg, dan tubuh terasa lemah. Klien mengatakan sebelumnya tidak memiliki
riwayat penyakit apapun. Klien tidak pernah sakit serius, kecuali batuk dan pilek. Di
dalam keluarga klien, tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang
sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan dalam keluarga klien. Klien tidak
menganggap serius pada penyakitnya, sehingga dia hanya minum obat warung dan
belum sembuh. Sejak 12 tahun yang lalu, klien mengkonsumsi obat putaw dengan
cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang, akhirnya klien dikucilkan oleh
orang-orang yang berada disekitarnya. Klien memakai obat karena merasa terpukul
akibat ditinggal suaminya yang meninggal dunia. Klien tinggal di Surabaya sejak 6
bulan yang lalu. Klien juga dahulunya sering melakukan sex bebas dengan warga
asing dan terakhir dengan warga Belanda. Keluarga membawa klien ke RSUP S. Dari
hasil pemeriksaan yang dilakukan, klien positif menderita HIV. Sebelum meninggal
dunia, suami Ny.B juga mempunyai riwayat HIV.

Pola makan tidak teratur, tidak ada nafsu makan, mual, muntah, dan perut terasa
seperti kram. Minum air putih dengan jumlah tidak tentu dan kadang minum-
minuman keras. Diare 5x/hari, seperti lendir, tidak bercampur darah, dan berbau.
BAK 2x/hari dan tidak ada keluhan. Klien tidak bisa istirahat dan tidur, karena terus-
menerus diare, serta perasaan menjadi tidak menentu. Klien merasa takut dan cemas
karena kondisinya saat ini. Mekanisme koping pasrah. Klien terlihat gelisah. Klien
selalu menyendiri dan merasa tidak berguna lagi. Pada waktu sehat klien jarang
melakukan ibadah. Namun, pada saat klien sakit, klien lebih sering mendekatkan diri

29 | P a g e
kepada Tuhan. Saat dilakukan pengkajian, keadaan umum sedang, kesadaran compos
mentis, BB 35 kg, TB 150 cm, TD 140/100 mmHg, Nadi 102x/menit, RR 22x/menit,
Suhu 37,5oC, GCS 15. Klien tampak lemas, kurus, dan pucat. Pemeriksaan head to
toe: kepala berbentuk bulat, kulit kepala tampak kotor, dan berbau. Rambut klien ikal,
terlihat kurang bersih. Fungsi penglihatan klien masih baik, konjungtiva anemis,
refleks cahaya mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata. Klien tidak
mengalami epistaksis dan fungsi penciuman normal sehingga klien masih dapat
mencium bau-bauan. Pada telinga, fungsi pendengaran klien masih baik. Terdapat
sariawan di area mulut klien, pada lidah klien terdapat bercak-bercak putih, mukosa
bibir kering, dan karies pada gigi. Kelenjar getah bening tidak mengalami
pembesaran, dapat diraba, dan tidak ada kaku kuduk atau tengkuk. Pada pemeriksaan
inspeksi dada simetris, bentuk dada normal, auskultasi bunyi paru normal, bunyi
jantung S1 dan S2 tunggal, dan tidak ada murmur. Pada inspeksi abdomen tidak ada
asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup,
serta bising usus 14x/menit. Reproduksi vagina normal dan tidak ada lesi. Klien
masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah. Ektremitas atas
kanan terdapat tato dan pada tangan kiri tampak tanda bekas suntikan. Turgor kulit
klien tidak elastis, pucat, dan akral teraba hangat.

3.1 Pengkajian Keperawatan


1. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Makam Peneleh Surabaya
Agama : Islam
Status Perkawinan : Janda
Diagnosa Medis : HIV

30 | P a g e
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan akhir-akhir ini sering merasa demam, pada malam hari
berkeringat dingin, diare sejak 1 bulan yang lalu tidak terkontrol, sariawan
tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan yang lalu, berat badan menurun lebih dari
5 kg, dan tubuh terasa lemah
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Klien
tidak pernah sakit serius, kecuali batuk dan pilek
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga klien, tidak ada anggota keluarganya yang menderita
penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan dalam keluarga
klien
5. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Pola makan tidak teratur, tidak ada nafsu makan, mual, muntah, dan perut
terasa seperti kram. Minum air putih dengan jumlah tidak tentu kadang
minum-minuman keras
b. Pola Eliminasi
Diare 5x/hari, seperti lendir, tidak bercampur darah, dan berbau. BAK
2x/hari dan tidak ada keluhan
c. Pola Istirahat dan Tidur
Klien tidak bisa istirahat dan tidur, karena terus-menerus diare, serta
perasaan menjadi tidak menentu
6. Psikososial
a. Psikologis
Klien merasa takut dan cemas karena kondisinya saat ini. Mekanisme
koping pasrah. Klien terlihat gelisah
b. Sosial
Klien selalu menyendiri dan merasa tidak berguna lagi
c. Spiritual

31 | P a g e
Pada waktu sehat klien jarang melakukan ibadah. Namun, padaa saat klien
sakit, klien lebih sering mendekatkan diri kepada Tuhan
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Berat Badan : 35 kg
d. Tinggi Badan : 150 cm
e. Tekanan Darah : 100/90 mmHg
f. Nadi : 102x/menit
g. Respirasi : 22x/menit
h. Suhu : 37,5oC
8. Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala dan Rambut
Kepala berbentuk bulat, kulit kepala tampak kotor, dan berbau. Rambut
klien ikal, terlihat kurang bersih
b. Penglihatan (Mata)
Fungsi penglihatan klien masih baik, konjungtiva anemis, refleks cahaya
mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata
c. Penciuman (Hidung)
Klien tidak mengalami epistaksis dan fungsi penciuman normal sehingga
klien masih dapat mencium bau-bauan
d. Pendengaran (Telinga)
Pada telinga, fungsi pendengaran klien masih baik
e. Mulut dan Gigi
Terdapat sariawan di area mulut klien, pada lidah klien terdapat bercak-
bercak putih, mukosa bibir kering, dan karies pada gigi
f. Leher
Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran, dapat diraba, dan
tidak ada kaku kuduk atau tengkuk
g. Thoraks

32 | P a g e
Pada pemeriksaan inspeksi dada simetris, bentuk dada normal, auskultasi
bunyi paru normal, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, dan tidak ada
murmur
h. Abdomen
Pada inspeksi abdomen tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak
membesar, ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, serta bising usus
14x/menit
i. Reproduksi
Reproduksi vagina normal dan tidak ada lesi
j. Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ektremitas atas kanan terdapat tato dan pada tangan kiri tampak tanda
bekas suntikan
k. Integumen
Turgor kulit klien tidak elastis, pucat, dan akral teraba hangat

33 | P a g e
ANALISA DATA

Data Fokus Problem Etiologi

Data Subjektif:
a. Klien mengatakan diare sejak 1 Kekurangan Volume Kehilangan Cairan
bulan yang lalu tidak terkontrol Cairan Aktif
b. Klien mengatakan diare 5x/hari,
seperti lendir, tidak bercampur
darah, dan berbau
c. Klien mengatakan minum air putih
dengan jumlah tidak tentu dan
kadang minum-minuman keras
Data Objektif:
a. Klien tampak lemas dan pucat
b. Mukosa bibir kering
c. Turgor kulit klien tidak elastis
d. Bising usus: 14x/menit
e. Tekanan darah: 100/90 mmHg
f. Suhu: 37,5oC
Intake output
Data Subjektif:
a. Klien mengatakan sariawan tidak Ketidakseimbangan Ketidakmampuan
kunjung sembuh sejak 2 bulan Nutrisi: Kurang Dari Makan
yang lalu, berat badan menurun Kebutuhan Tubuh
lebih dari 5 kg, dan tubuh terasa
lemah.
b. Klien mengatakan makan tidak
teratur, tidak ada nafsu makan,
mual, muntah, dan perut terasa

34 | P a g e
seperti kram.
Data Objektif:
a. Keadaan umum sedang
b. Konjungtiva anemis
c. BB: 35 kg
TB: 150 cm = 1,5 m
Perhitungan IMT:
𝐵𝐵 35 35
2
= 2
= = 15,56
𝑇𝐵 1,5 2,25
d. Terdapat sariawan di area mulut
klien
e. Pada lidah klien terdapat bercak-
bercak putih
f. Mukosa bibir kering
g. Adanya nyeri tekan pada abdomen
saat dilakukan palpasi
Data Subjektif:
a. Klien merasa takut dan cemas Ansietas Perubahan Status
karena kondisinya saat ini Terkini
Data Objektif:
a. Mekanisme koping klien pasrah
b. Klien terlihat gelisah
c. Klien selalu menyendiri dan
merasa tidak berguna lagi
d. Tanda-Tanda Vital:
1) Tekanan darah: 100/90 mmHg
2) Nadi: 102x/menit
3) Pernafasan: 22x/menit

35 | P a g e
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status terkini.

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa I: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
kekurangan volume cairan klien dapat teratasi
Kriteria hasil:
1. Keseimbangan cairan, dipertahankan pada:
a. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam, dari 2 (banyak terganggu)
ditingkatkan ke 4 (sedikit terganggu)
b. Turgor kulit, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
c. Kelembaban membrane mukosa, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke
4 (sedikit terganggu)
2. Fungsi gastrointestinal
a. Nafsu makan, dari 2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
b. Frekuensi BAB, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
c. Konsistensi feses, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
d. Bising usus, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
e. Nyeri perut, dari 2 (berat) ditingkatkan ke 4 (mild)
f. Peningkatan peristaltic, dari 2 (berat) ditingkatkan ke 4 (mild)

36 | P a g e
g. Diare, dari 2 (berat) ditingkatkan ke 4 (tidak ada)
h. Penurunan berat badan, dari 2 (berat) ditingkatkan ke 4 (mild)
3. Nafsu makan
a. Hasrat/keinginan untuk makan, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4
(sedikit terganggu)
b. Intake nutrisi, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)
c. Intake cairan, dari 3 (cukup terganggu) ditingkatkan ke 4 (sedikit
terganggu)

Intervensi :
1. Manajemen diare
a. Ajari pasien cara penggunaan obat antidiare secara tepat
b. Instruksikan pasien atau anggota keluarga untuk mencatat warna, volume,
frekuensi dan konsistensi tinja
c. Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsi
secara bertahap
d. Monitor tanda dan gejala diare
e. Amati turgor kulit secara berkala
f. Instruksikan diet rendah serat, tinggi protein, tinggi kalori sesuai kebutuhan
2. Manajemen cairan
a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
b. Observasi intake dan output pasien
c. Monitor status hidrasi (mislanya, membran mukosa lembab, denyut nadi
adekuat dan tekanan darah ortostatik)
d. Monitor tanda-tanda vital pasien
e. Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan sesudah dikaji
f. Monitor status gizi
g. Berikan cairan dengan tepat

37 | P a g e
h. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dlam pemberian makan
dengan baik
3. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien
c. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
d. Monitor kalori dan asupan makanan
e. Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan

38 | P a g e
BAB V
PENUTUP

39 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2008. Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN

Kementerian Kesehatan R.I., Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. 2011. Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia
sampai dengan Juni 2011. Jakarta Pusat

Komisi AIDS Nasional. 2009. Republic of Indonesia Country Report on the Follow
up to the Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS): Reporting
Period 2008-2009. Jakarta.

Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk


Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Noviana, Nana. (2016). Konsep HIV/AIDS Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi.


Jakarta: CV. Trans Info Media

40 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai