Anda di halaman 1dari 4

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu

infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan
kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.

Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria yang
menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori. Parasit filaria ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium
larva, dan siklus hidup yang kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut mikrofilaria.

Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250µ, cacing betina dewasa


berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang ±40mm. Di
ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral stylet).
Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori, mikrofilarianya berukuran ±280µ. Cacing
jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39mm .Mikrofilaria
dilindungi oleh suatu selubung transparan yang mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria
lebih banyak terjadi pada malam hari dibandingkan siang hari. Pada malam hari mikrofilaria
dapat ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena
mikrofilaria memiliki granula-granula flouresen yang peka terhadap sinar matahari. Bila
terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler-kapiler paru-
paru. Ketika tidak ada sinar matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem
pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai
1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun.

Hospes cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung
parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki lebih dmudah
terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (exposure). Hospes
reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia
malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis
cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang terdapat di
daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan
tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria bancrofti yang ada di daerah pedesaan
dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti
terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh
Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh
berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia
dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah
Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah
sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia
timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.

Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :

1. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar
limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan
nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang
menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.

Seseorang yang menderita filariasis dapat didiagnosis secara klinis dengan cara sebagai
berikut.

1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah pada pemeriksaan


sediaan darah tebal. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari karena
mikrofilaria aktif pada malam hari dan banyak beredar dalam sistem pembuluh darah.
Setelah membuat sedian darah maka dilakukan pemeriksaan sedian tersebut. Jika pada
sediaan ditemukan mikrofilaria, maka orang tersebut telah terinfeksi cacing filaria.
2. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum.
Mekanisme Terjadinya Filariasis

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang
infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk tersebut
mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau binatang reservoar yang
mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini melalui dua tahap (Gambar 3.), yaitu
mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) dan human stages
atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) atau binatang (hospes reservoar)

Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika menggigit


penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian bergerak
menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk. Larva ini disebut
larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3 yang membutuhkan
waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis nyamuk. Ketika nyamuk yang
mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh
orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3
memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan
berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru sehingga bertambah banyak. Kumpulan
cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi
kelenjar limfe menjadi terhambat dan menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi
pembengkakan kelenjar limfe terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang
biasanya disertai infeksi sekunder dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian
lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut.

Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis

Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi


kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi
dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti
nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian
berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan
Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari
semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk
itu sendiri dengan cara 3M.
Upaya Pengobatan Filariasis

Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria
dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-
satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria
bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk
filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat
badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit
kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi
dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu
yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan
Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi
meningkatkan efek filarisida DEC.

Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari
golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat
ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding
DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan
antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga
dilakukan pembedahan.

Upaya Rehabilitasi Filariasis

Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi
mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar
tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut
dapat dilakukan dengan jalan operasi.

Anda mungkin juga menyukai