Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FILSAFAT ILMU DAN ETIKA

HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA


MANUSIA

Dosen Pengasuh : Dr.Dra. Ririn Sumiyani,MSi.Apt.

Disusun oleh :

I PUTU GEDE KRISNA M ( 110116201 )


NIKO ARDIANSYAH ( 110116292)
UCI FAUZHIA R ( 110116291 )
MUTIARA ADELIA B (110116294)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SURABAYA

2017
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………… i

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………………… 1


1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Permasalahan ………………………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………………………………….. 4


2.1 Landasan Teori ………………………………………………………………………………………. 4
2.1.1 Aliran Empirisme…………………………………………………………………………….. 5
2.1.2 Nativisme dan Naturalisme…………………………………………………………….. 5
2.1.3 Teori Konvergensi…………………………………………………………………………… 6
2.2 Filsafat dan Kepribadian …………………………………………………………………………. 7
2.3 Filsafat dan Sumber daya Manusia………………………………………………………….. 9
2.4 Kemampuan manusia mengembangkan diri ………………………………………….. 14
2.5 Sumber Daya Manusia……………………………………………………………………………... 15

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………………………………. 16


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………... 16
3.2 Saran……………………………………………………………………………………………………... 16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………… 17
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang telah memberikan limpahan
rahmat dan inayahnya dan telah menunjukan kita ke atas jalan yang lurus.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW,kepada
keluarganya,sahabatnya dan para tabiin beliau yang telah menjalankan syariat sampai akhir
jaman (Amin)
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami menyampaikan terima kasih kepada ibu dosen
mata kuliah “Filsafat Ilmu dan Etika” ,yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyusun makalah ini dengan Judul “Hubungan Filsafat dengan Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia”
Selanjutnya sebagai salah satu karya sastra tentunya “tak ada gading yang tak retak” Oleh
karena itu saran dan kritik yang bersikap edukatif dari ibu dosen khususnya serta dari para
pembaca umumnya sangat kami harapkan demi untuk perbaikan serta penyempurnaan.
Akhirnya hanya Kepada Allah SWT. Kita serahkan segala urusan, kami senantiasa
berharap semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi kami umumnya bagi para pembaca
Amin yaa robbal alamin
Wassalamuallaikum Wr.Wb

Surabaya, 13 Maret 2017

Penyusun

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara

sungguh-sungguh. Manusia selalu mencari, menggali dan mengembangkan potensi yang ada

dalam dirinya, ia ingin menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan memikirkan

hal-hal baru. Karena manusia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari

itu. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupannya, dan

manusia memanusiakan diri dalam hidupnya. Kemampuan manusia untuk mengembangkan diri

menyebabkan manusia berpeluang untuk membentuk dirinya baik secara fisik maupun mental.

Berbagai potensi fisik dan mental dikembangkan manusia untuk menjadi mahluk yang

berperadaban (homosapien). Peningkatan dan pengembangan diri ini menyebabkan manusia

memiliki tingkat peradaban yang berbeda dan mengarah dari zaman ke zaman tergantung pada

kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing-masing. Akan tetapi tidak semua potensi

fisik dan mental berkembang sebagaiana yang diharapkan, supaya potinsi fisik dan mental itu

berkembang dan terlihat, maka di perlukan namanya pendidikan, berupa pengarahan, bimbingan

maupun latihan yang teratur dan seimbang.

Dalam mengembangkan pendidikan, manusia harus bisa berfikir secara universal dan

mendalam. Maka manusiasa membutuhkan landasan folosofis yang menjiawai seluruh

kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Landasan filosofis merupakan landasan yang

berdasarkan atas filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan

adalah akhir dari filsafat yaitu kearifat (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari

1
pendidikan yaitu pencaarian (inquiri), yang akan mengantar manusia kepada kearifan. Dengan

kearifan yang dimiliki oleh manusia akan mengantarkan dirinya untuk mengembangkan potensi

fisik dan mental secara terarah sehingga dia bisa memberi makna kepada kehidupannya, dan

bermanfaat bagi lingkungannya.

Kemajuan peradaban manusia ditentukan oleh pendidikan dan kearifan individu

(sebagai pewaris nilai-nilai budaya). Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau

bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumberdaya manusia yang menjadi pendukung nilai-nilai

budaya tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas “Hubungan

Filsafat dengan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia”

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan filsafat pendidikan ?

2. Bagai mana aliran-aliran empirisme, Nativisme, naturalisme dan teori konvergensi.?

3. Apakah pengaruh filsafat dengan kepribadian seseorang?

4. Apakah pengaruh filsafat dengan peningkatan sumber daya manusia?

5.Apakah manfaat yang diperoleh manusia dalam kemampuannya mengembangkan dirinya?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui maksud dari filsafat pendidikan

2. Untuk mengetahui dari pandangan aliran empirisme, Nativisme, naturalisme dan teori

Konvergensi

3. Mengetahui pengauh filsafat dengan kepribadian seseorang

4.. Mengetahui pengaruh filsafat dengan peningkatan sumber daya manusia.

5. Mengetahui manfaat yang diperoleh manusia dalam kemampuannya mengembangkan diri

3
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Filsafat Pendidikan

Menurut Amsal Bakhtiar (2007:4) “Filsafat dalam bahasa inggris yaitu : philosophy,
adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri dari dua kata : philos
(cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom)”. Adapun pengertian pendidikan dalam
GBHN Tahun 1973 bahwa “ pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang didasari
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun
di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Sadulloh (2008 : 56).
Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah
falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu satu segi dari segi pelaksanaan
falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan perinsip-perinsip dan kepercayaan-
kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan secara praktis. Sadulloh (2008 : 71).
Jadi, filsafat pendidikan itu merupakan hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai
kepada akar-akarnya mengenai pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-
masalah pendidikan bukan hanya berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan yang dibatasai
pengalaman, tetapi permasalahan yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih komplek, yang tidak
dibatasi pengalaman maupun fakta-fata pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya
menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil
pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan dan nilai.

4
Teori Filsafat

 Aliran Empirisme

Menurut aliran imperisme manusia bertumbuh dan berkembang atas bantuan atau karena
adanya intervensi lingkungan. Tanpa adanya pengaruh luar, manusia tidak akan mampu
berkembang. Manusia dianggap sebagai makhluk pasif dan tanpa potensi bawaan. Manusia
sepenuhnya ditentukan oleh bagaimana lingkungan memengaruhinya. Jika lingkungan baik,
manusia aka menjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk, manusia akan menjadi buruk pula.
Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.

Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat


melalui penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti
semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat
bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan
pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat
suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah
merangsang alat-alat inderawi,tersebut.

Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali
merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.
Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.

 Nativisme dan Naturalisme

Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman, yang berpendapat bahwa pendidikan dan
perkembangan diperolehnya sejak anak itu dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari
orang tua maupun disekelilingnya, dan pembawaan tersebut menentukan

5
perkembangan dan hasil pendidikan. Lingkungan terkmaksud tidak upaya tidak mempengaruhi
perkembangan anak didik. Aliran ini dikenal dengan istilah pessimisme paedagogis, karena sangat
pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan.

Natur artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Tokoh aliran ini adalah Jean Jaquest
Rousseau, bahwan pada hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu
sejak tangan sang pencipta tetapi akhirnua rusak sewaktu berada ditangan manusia. Jean Jaquest
Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan
berkembang sendiri menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya. Jean Jaquest
Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma,
hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang
menghukumnya.

 Teori Konvergensi

Tokoh aliran ini aliran ini adalah William Stern (1871-1938), seorang ahli pendidikan
bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan kedunia ini sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai
peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu anak dilahirkan tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan
perkembangan bakat itu.Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantug pada
pembawan dan lingkungan. Keterangan :
a.Pembawaan
b.lingkungan
c. hasil pendidikan/ perkembngan

Karena itu teori W.Sterm disebut teori konvergensi (memusat kesatu titik). Jadi menurut teori
konvergensi

6
1. Pendidikan mungkin dilaksanakan
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik
untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang
kurang baik
3. Yang membatasi hasil pendidika adalah pembawaan dan lingkungan.

Filsafat dan Kepribadian

Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman. Sifat,
bentuk dan arahannya tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing-
masing. Dalam komunitas nelayan misalnya, peningkatan kualitas sumber daya diarahkan pada
upaya untuk membentuk seseorang menjadi nelayan yang terampil. Peningkatan kualitas sumber
daya terlihat dari mereka yang semula awam terhadap masalah yang menyangkut kehidupan
nelayan menjadi nelayan profesional, mencakup ketepatan menentukan manusia ikan,
menggunakan berbagai perangkat alat penangkap ikan, pembuatan perahu serta peralatannya.
Peningkatan kualitas ini setidaknya telah mampu mengangkat status orang yang semula hanya
pemegang atau nelayan gurem itu menjadi nelayan profesional. Demikian pula halnya pada
lingkungan kehidupan masyarakat tani, pedagang dan lainnya.

Di masyarakat tradisional, peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas


pada aspek-aspek tertentu, yang erat kaitannya dengan tradisi setempat. Namun yang jelas,
peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat hidup dan kepribadian masing-masing.
Dalam pengertian sederhana, filsafat diartikan sebagai kepribadian jati diri dan pandangan hidup
seseorang, masyarakat atau bangsa. Kondisiini dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat
ataupun oleh usaha yang terprogram. Namun demikian, sesederhana apa pun, pembentukan itu
tak lepas dari peran pendidikan. Pendidikan, pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut
pandang: individu dan masyarakat. Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan merupakan
usaha untuk membimbing dan menghubungkan potensi individu. Sementara dari sudut pandang

7
kemasyarakatan, pendidikan merupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua
kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara.

Menurut Hasan Langgulung,pendidikan mencakup dua kepentingan utama,yaitu


pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya.kedua hal ini berkaitan erat
dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing.dengan kata
lain,system pendidikan bagaimanapun sederhananya mengandung karakteristik tentang jati diri
atau pandangan hidup masyarakat atau bangsa yang membuatnya.

Pandangan hidup yang merupakan jati diri ini berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai
sesuatu ang secara ideal adalah benar.dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda antara masyaakat
atau bangsa yang satu dengan yang lainnya.nilai-nilai kebenaran yang idealis ini disebut sebagai
filsafa hidup yang dijadikan dasar dalam penyusunan system pendidikan.selain itu nilai-nilai
tersebut juga sekaligus dijadikan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan system pendidikan
dimaksud.

Dengan demikian,antara rantai hubungan itu terlihat pada perincian sbb :

1. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki system nilai ideal yang dipandang sebagai sesuatu
yang berat.

2. Nilai-nilai tersebut perlu dikembangkan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat hidup
mereka.

3. Agar nilai-nilai tersebut dapat dipelihara secara lestari,perlu diwariskan kepada generasi
muda.

4. Usaha pelestarian melalui pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan.

5. Untuk menyelaraskan pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan yang terkandung


dalam nilia-nilai yang menjadi pandangan hidup tersebut,maka secara sistematis program
pendidikan harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan dasar,muatan,dan tujuan yang
akan dicapai.

Pandangan ini dapat diangkat dari sejumlah system pendidikan diberbagai Negara yang
menggambarkan hubungan filsafat bangsa dengan tujuan pendidikan yang akan dicapainya.sejak

8
zaman Yunani kuno,hubungan seperti itu telah diterapkan.setidak-tidaknya ada dua Negara yang
menampilkan sisi pandang yang berbeda yaitu Sparta dan Athena.Sparta berpandangan bahwa
pendidikan yang benar apabila dapat membentuk manusia yang sehat dan kuat secara
fisik,sedangkan Athena yang berpandangan bahwa pendidikan yang ideal adalah yang dapat
membentuk manusia yang harmonis.

Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya sebagai usaha untuk mengembangkan


potensi individu dan sekaligus sebagai usaha untuk mewariskan nilai-nilai budaya,maka
pendidikan juga menyangkut pembentukan kepribadian.pendidikan berkaitan dengan usaha
untuk mengubah sikap dan tingkahlaku.sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola
tingkahlaku.

Setidak-tidaknya,kepribadian dapat dilihat dari empat aspek muatannya.Pertama aspek


personalia,yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dam batin yang dimiliki
seseorang.Kedua aspek individualitas,yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang dimiliki
seseorang,sehingga dengan adanya sifat-sifat ini seseorang secara individu berbeda dengan yang
lainnya.Ketiga aspek mentalitas,sebagai perbedaan yang berkaitan dengan cara
berpikir.mentalitas sebagai gambaran pola pikir seseorang.Keempat aspek identitas,yaitu
kecenderungan seseorang untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar.identitas
merupakan karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang.

Berdasarkan keempat aspek tersebut, terlihat bagaimana hubungan antara pendidikan dan
pembentukan kepribadian,dan hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nilai-
nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.

Filsafat dan Sumber Daya Manusia

Manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai potensi bawaan. Dari sudut pandang
potensi yang dimiliki itu, dinamakan dengan berbagai sebutan. Dilihat dari potensi inteleknya,
manusia disebut homo intelecus. Manusia juga disebut homo faber, karena manusia memiliki
kemampuan untuk membuat beragam barang atau peralatan. Kemudian manusia pun disebut homo
sacinss atau homo saciale abima, karena manusia adalah makhluk bermasyarakat. Dilain pihak,
manusia juga memiliki kemampuan merasai, mengerti, membeda-bedakan, kearifan,
9
kebijaksanaan, dan pengetahuan. Atas dasar adanya kemampuan tersebut, manusia disebut
homo sapiens (K. Prent, CM, J. Adisubrata, W.J.S. Poewardarminta, 1969: 322-764).

Dengan adanya filsafat, manusia di mungkinkan dapat melihat kebenaran tentang sesuatu
di antara kebenaran yang lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil pilihan, di antara
alternatif yang ada saat itu, sehingga manusia mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dan
pelajaran untuk menjadi bijaksana.

Disamping itu filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar kita
dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama pemenuhan kebutuhan hidup
yang sejahtera.

Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak. Adanya kehidupan


inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan. Menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap
kebutuhan dasar hidupnya.

Filsafat pendidikan disusun atas dua pendekatan. Pendekatan pertama bahwa filsafat
pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis tokoh-tokoh
tertentu. Sedangkan pandangan kedua adalah usaha untuk menemukan jawaban dari pendidikan
beserta problema-problema yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis

Dari pendekatan pertama, terkait dengan kualitas potensi manusia, terdapat tiga aliran
filsafat. Pertama, aliran naturalisme, yang menyatakan bahwa manusia memiliki potensi bawaan
(natur) yang dapat berkembang secara alami tanpa memerlukan bimbingan dari luar (lingkungan).
Secara alami manusia akan bertambah dan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rousseau.

Kedua, aliran empirisme. Menurut aliran ini, manusia bertumbuh dan berkembang atas
bantuan atau karena adanya intervensi lingkungan. Tanpa adanya pengaruh luar, manusia tidak
akan mampu berkembang. Manusia dianggap sebagai makhluk pasif dan tanpa potensi bawaan.
Manusia sepenuhnya ditentukan oleh bagaimana lingkungan memengaruhinya. Jika lingkungan

10
baik, manusia aka menjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk, manusia akan menjadi
buruk pula. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.

Ketiga, aliran konvergensi, yang memiliki pandangan gabungan antara naturalisme dan
empirisme. Menurut aliran ini, manusia secara kodrati memang telah dianugerahi potensi yang
disebut bakat. Namun selanjutnya, agar potensi itu dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik,
perlu adanya pengaruh dari luar berupa tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan. Bakat
hanyalah kemampuan atau potensi dasar, layaknya bakal pada tumbuh-tumbuhan. Pertumbuhan
dan perkembangan selanjutnya sangat bergantung dari pemeliharaan atau pengaruh lingkungan.
Tokoh aliran ini adalah William Stern.

Ketiga aliran tersebut kemudian menjadi pemikiran tentang manusia dalam kaitan dengan
problema pendidikan. Namun kemudian, Kohnstamm menambah faktor kesadaran sebagai faktor
keempat. Dengan demikian, menurutnya, selain fakrot dasar (natur) dan faktor ajar (empiri), yang
kemudian dikonvergensikan, masih perlu adanya faktor kesadaran individu.

Menurutnya, walaupun manusia memiliki bakat yang baik, kemudian dididik secara baik
pula, maka hasilnya akan menjadi lebih baik ada motivasi intrinsik (dorongan kesadaran dari
dalam diri) dari peserta didik itu sendiri. Kohnstamm, melihat bahwa faktor lingkungan (melicu)
belum dapat memberi hasil yang optimal bila tidak disertai dorongan dari dalam diri peserta didik.
Pendapat ini dapat dinilai sebagai temuan yang memperkaya pemikiran tentang manusia dalam
kaitannya dengan pendidikan.

Keempat tokoh tersebut telah mangangkat latar belakang potensi manusia. Kecuali J.J
Rousseau, ketiga tokoh berikutnya seakan menyatu dalam pendapat bahwa potensi manusia dapat
diintervensi oleh pengaruh lingkungan. Kenyataan ini, antara lain dapat dirunut dari sejumlah
kasus manusia serigala yang pernah terungkap.

Itard dan Senguin pernah menemukan bocah yang sejak bayi dipelihara oleh kelompok
serigala. Ternyata bocah tersebut dalam kesehariannya hidup mengikuti perilaku serigala yang
menjado lingkungan hidupnya. Kasus yang dijumpai oleh kedua tokoh ini terjadi di hutan Prancis
Selatan sekitar abad ke-18. Selanjutnya, di India pun kasus serupa pernah ditemui.

11
Kemudian, bocah asuhan serigala itu diselamatkan dan dididik di lingkungan hidup
manusia (Jaka Datuk Sati, 1979: 36).

Saat ditemukan, anak ini menunjukkan perilaku dan fisik yang berbeda dari anak manusia
normal. Ia berjalan merangkak, layaknya serigala. Tangannya berfungsi sebagai kaki depan.
Lidahnya terjulur dan gigi taringnya terlihat lebih panjang dari deretan gigi serinya. Minum dengan
cara menjilat-jilat dan makan dengan cara mengoyak-ngoyak dengan taringnya. Tangan tidak
difungsikan seperti layaknya manusia, lanjut Jaka (Jaka Datuk Sati, 1979: 37).

Selama dalam perawatan, anak ini sulit untuk berkomunikasi dengan manusia. Ia sempat
diberi nama Manu. Barangkali, karena perubahan lingkungan ini pula, Manu tidak dapat bertahan
lama. Hidup di lingkungan masyarakat manusia menjadi asing baginya. Potensi bawaannya
sebagai anak manusia tempaknya tidak berkembang secara normal. Ia tidak mampu mengingat
kata-kata, kehilangan kemampuan untuk berbicara. Namun, penciuman dan pengecapnya lebih
tajam dari manusia. Akhirnya, pada usia sekitar 15 tahun, Manu yang sudah sempat dirawat
beberapa tahun meninggal (Jaka Datuk Sati, 1979: 40).

Kasus serigala tersebut menggambarkan bagaimana fungsi dan peran lingkungan memberi
pengaruh bagi manusia. Di lingkungan kehidupan serigala, potensi bawaan tak dapat berkembang
sama sekali, malah terkesan menjadi hilang. Kasus-kasus seperti ini memperkuat kebenaran teori
tabularasa John Locke yang dimunculkan dari pemikiranfilsafat empirisme. Namun demikian, sifat
keturunan (genoptype) juga tidak dapat diabaikan begitu saja.

Lanjutnya, sifat keturunan (sebagai faktor bawaan) dapat dikembangkan secara baik atau
tidak, tergantung dari pengaruh-pengaruh rangsangan selama di dalam perkembangannya. Banyak
sifat-sifat seseorang yang tidak asli keturunan, melainkan tumbuh melalui pengalaman-
pengalaman, latihan-latihan dan pengaruh-pengaruh luar. Pengaruh luar secara sistematis ini lebih
dikenal dengan pendidikan.

Pendidikan dalam hubungan dengan individu dan masyarakat, dapat dilihat dari bagaimana
garis hubungannya dengan filsafat pendidikan dan sumber daya manusia. Dari sudut pandang
individu, pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu, sebaliknya dari
sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan adalah sebagai pewarisan nilai-nilai

12
budaya. Dalam pandangan ini, pendidikan mengembangkan dua tugas utama, yaitu
peningkatan potensi individu dan pelestarian nilai-nilai budaya. Manusia sebagai makhluk
berbudaya pada hakikatnya adalah pencipta budaya itu sendiri. Budaya itu kemudian meningkat
sejalan dengan peningkatan potensi manusia pencipta budaya itu

Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh
tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi pendukung nilai-nilai budaya tersebut. Pada
masyarakat yang masih memiliki kebudayaan asli (primitif), berbeda dengan masyarakat yang
memiliki kebudayaan sempurna (modern). Di lingkungan masyarakat pertama tingkat kualitas
sumber daya manusianya bisa dikatakan sangat rendah. Potensi sumber daya manusia hanya
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang sangat terbatas. Karena itu,
variasi kerja tidak begitu banyak. Sebaliknya ada masyarakat yang sudah maju, tuntutan kebutuhan
dan variasi kerja demikian banyak, bahkan selalu bertambah. Untuk mengatasi kebutuhan tersebut,
diperlukan tenaga profesional yang berkualitas. Untuk memenuhi tuntutan itu, setiap individu
dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber dayanya masing-masing.

Kemajuan peradaban manusia sebagian besar ditentukan oleh daya ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek). Makin tinggi tingkat penguasaan Iptek, makin maju pula peradaban suatu
bangsa. Juga tingkat kualitas sumber daya manusianya. Salah satu sarana yang paling efektif dalam
pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan.

Sejalan dengan tujuan tersebut, disusunlah suatu sistem pendidikan yang layak dan serasi
dengan tujuan pengembangan sumber daya manusia sebagai pendukung nilai-nilai budaya bagi
peningkatan kemajuan pendidikan yang dimiliki. Kemudian agar sistem pendidikan tersebut tetap
terjaga, diperlukan adanya suatu landasan untuk pendidikan yang dinilai mengakar pada
kepribadian bangsa itu masing-masing. Dalam kaitan ini, bahasan bagaimana kaitan hubungan
antara filsafat pendidikan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sesuatu akan dinilai benar bila ia dapat direalisasikan dan hasilnya bermanfaat bagi
kehidupan. Pemikiran ini dijadikan landasan dalam penyusunan sistem pendidikan dan kemudian
diterapkan dalam bentuk sekolah kerja yang dinamakan sekolah masyarakat (community school).
Sekolah ini bertujuan untuk mendidik para siswa menjadi tenaga praktis yang siap pakai. Bidang

13
keahlian disesuaikan dengan bidang profesi yang ada di masyarakat. Dengan demikian,
diharapkan tamatan dari sekolah-sekolah ini akan segera mendapat pekerjaan.

Sedangkan tujuan pendidikan Indonesia adalah membentuk manusia yang berkepribadian,


mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Tujuan ini mencakup pengembangan potensi
individu yang diamanatkan oleh filsafat pendidikan Pancasila. Secara individu, diharapkan peserta
didik dapat memiliki kepribadian yang mencakup keenam belas karakteristik seperti tergambar
dalam tujuan pendidikan nasional. Karakteristik ini sekaligus merupakan aspek yang menjadi
muatan alam pengembangan kualitas sumber daya manusia yang berlandaskan filsafat pendidikan
yang digali dari filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Begitu juga dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945, tujuan pendidikan itu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa (Undang-Undang No. 2 0/2003 Bab I Pasal 1 dan Bab II Pasal 2
dan 3). Ini berarti bahwa usaha mencerdaskan kehidupan bangsa identik dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan usaha yang paling efektif adalah melalui pendidikan.

Kemampuan Manusia Mengembangkan Diri

Manusia adalah makhluk yang mampu mengembangkan diri. Kemampuan ini


menyebabkan manusia berpeluang untuk membentuk dirinya baik secara fisik maupun mental.
Dengan cara mengatur kadar dan komposisi makanan dan minuman dengan disertai latihan yang
teratur ,fisik manusia dapat dibentuk. Usaha seperti itu sudah dilakukan orang orang Sparta
dizaman Yunani Kuno. Hasilnya adalah manusia yang berotot kekar. Sekarang pun hal yang
hampir sama dipraktikkan oleh para binaragawan .

 Sebaliknya ,manusia pun memiliki potensi mental untuk dikembangkan. Berbagai potensi
mental yang terangkum dalam aspek kognisi,emosi ,dan konasi dapat dikembangkan
manusia untuk menjadi makhluk yang berperadaban. Peningkatan dan pengembangan diri
ini menyebabkan manusia memiliki tingkat peradaban yang berbeda dan mengarah dari
zaman ke zaman. Kemajuan peradaban manusia ini terlihat dari adanya periodisasi
sejarah umat manusia seperti zaman prasejarah dan zaman sejarah: zaman kuno,zaman
pertengahan ,zaman modern,hingga zaman pascamodern (post modern)

14
 Manusia memiliki berbagai potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya. Sumber daya ini pada dasarnya baru berupa kemungkinan ,layaknya
lembaga atau benih pada tumbuh tumbuhan. Hasilnya baru akan terlihat apabila potensi
tersebut dapat disalurkan melalui pengarahan,bimbingan,maupun latihan yang
terarah,teratur,dan sinambung

Sumber Daya Manusia

Menurut Hadawi Nawawi (1994) Sumber daya manusia (SDM) adalah daya yang
bersumber dari manusia yang berbentuk tenaga atau kekuatan. Sumber daya manusia memiliki
dua ciri yaitu : (1)Ciri ciri pribadi berupa pengetahuan,perasaan,dan ketrampilan (2)Ciri ciri
interpersonal yaitu hubungan antar manusia dengan lingkungannya.Sementara Emil Salim
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan SDM adalah kekuatan daya pikir atau daya cipta
manusia yang tersimpan dan tidak dapat diketahui dengan pasti kapasitasnya. Zahara Djaafar
menyatakan bahwa bila kualitas SDM tinggi yaitu menguasai ilmu dan tekonologi. Selain itu
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Tidak
jarang diantara negara negara maju yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya
adalah bangsa yang pada mulanya miskin namun memiliki SDM yang berkualitas

Kualitas SDM menyangkut banyak aspek yaitu aspek sikap mental,perilaku,aspek


kemampuan,aspek intelegensi,aspek agama,aspek hukum,aspek kesehatan dan sebagainya.
Kesemua aspek ini merupakan dua potensi yang masing masing dimiliki oleh tiap individu yaitu
jasmaniah dan rohaniah. Untuk mencapai SDM yang berkualitas ,usaha yang paling utama
sebenarnya adalah memperbaiki potensi dari dalam manusia itu sendiri.

Generasi yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku
pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas keberagamaannya

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia memiliki berbagai potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya.sumber daya ini pada dasarnya baru merupakan kemungkinan layaknya lembaga
atau benih pada tumbuh-tumbuhan.hasilnya baru akan terlihat apabila potensi tersebut dapa
disalurkan melalui pengarahan,bimbingan maupun latihan yang terarah,teratur dan sinambung.

Selain itu filsafat pendidikan sangat erat kaitannya dengan sumber daya manusia,
manusia mengembangkan pengetahuan melalui pendidkan formal, nonformal maupun
pendidikan informal, dari pengetahuannya itu muncul cara untuk mengembangkan potensi dan
daya pikir bagaimana mengatasi kebutuhan dan kelangsungan hidup.

Dengan adanya kemampuan manusia mengembangkan diri, manusia berpeluang untuk


membentuk dirinya, baik secara fisik maupun mental. Selain itu, manusia juga dan padaban
manusia mengalami kemajuan dari zaman ke zaman.

Filsafat mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kepribadian dan jati diri
masyarakat karena adanya filsafat akan dibentuk tradisi kehidupan masyarakat dan usaha yang
terprogram. Dengan adanya filsafat, manusia dapat melihat kebenaran tentang sesuatu diantara
kebenaran yang lain, sehingga manusia mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dan
menjadi bijak sana. Da serta mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan.

16
B. SARAN

16
Terus belajar, dan jangan pernah berhenti dan bosan untuk mengembangkan pendidikan,
karena dengan pendidikan kita bisa mengembangkan potensi dan daya pikir yang ada pada diri
kita yang pada akhirnya kita bisa mengembangkan sumber daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hanifah, Dr”Rintisan filsafat I” Balai pustaka.jakarta,1950

Ahmad Hanafi, MA “Pengantar filsafat Islam” Bulan Bintang. Jakarta,1990

Prasetya,Drs.”Filsafat Pendidikan” Pustaka Setia, Bandung, 1997

Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. 1987.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011.

Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: Pustaka Al Husna. 1986.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan

pendidikan).Jakarta : Rajawali Pers.

Sadulloh, Uyoh. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2013. Human Capital (Kepemimpinan Visioner dan Beberapa Kebijakan

Pendidikan ). Bandung : Alfabeta.

17

Anda mungkin juga menyukai