Lapkas Bedah Anak
Lapkas Bedah Anak
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital menunjukkan keadaan
tanpa anus atau anus yang tidak sempurna di mana terjadi malformasi septum
urorektal secara parsial atau komplit akibat perkembangan abnormal hindgut,
allantois dan duktus Mulleri. Malformasi anorektal merupakan spektrum penyakit
yang luas melibatkan anus dan rektum serta traktus urinarius dan genitalia.(5,6)
2.2 Etiologi
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa
literatur berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas
perkembangan embriologi anus, rektum dan traktus urogenital, dimana septum tidak
membagi membran kloaka secara sempurna, dan terdapat juga predisposisi genetik
sebagai penyebabnya.
Terdapat beberapa faktor prognostik yang mempengaruhi terjadinya
morbiditas pada malformasi anorektal, seperti abnormalitas pada sakrum,
gangguan persarafan pelvis, sistem otot perineal yang tidak sempurna, dan gangguan
motilitas kolon.(3,6)
2.3 Anatomi
3
2.4 Embriologi
Pada masa embriologi, kloaka adalah rongga yang di dalamnya terdapat
hindgut, tailgut, allantois dan kemudian menjadi saluran mesonephric. Kloaka
terbentuk di hari ke 21 masa gestasi yang membentuk seperti huruf “U”, allantois di
bagian depan dan hindgut pada bagian belakang. Pada bagian tengah terdapat septum
yang tumbuh ke bawah dan menyatu dengan Rathke Plicae hingga membran kloaka.
Pada minggu ke-6 masa kehamilan, rongga urogenital bagian depan dan rongga anus
di bagian belakang mulai terbentuk. Pada minggu ke 7 masa kehamilan membran
kloaka hancur, dengan demikian terbentuk dua lubang yaitu lubang urogenital dan
lubang anus. Otot-otot disekitar rectum juga berkembang disaat minggu ke-6 dan ke-
7 pada masa kehamilan. Sehingga pada minggu ke-9 masa kehamilan, semua struktur
urogenital dan anus sudah terletak pada tempatnya. (3)
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vestrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
sepertihemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan
malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan
sebagai VACTERL (Vertebrae,Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal
and Limb abnormality).(7)
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani dibagi menjadi dua berdasarkan letak terminasi rektum
terhadap dasar pelvis, yaitu:
1. Anomali letak rendah
Rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm. Anomali ini dapat berupa stenosis anus yang hanya
membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis yang
mudah dibuka segera setelah anak lahir. Baik pada laki-laki maupun perempuan,
anomali letak rendah berhubungan dengan perineal fistula. Terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.(8,10)
2. Anomali letak tinggi (supralevator)
Pada anomali letak tinggi, ujung rektum tidak mencapai tingkat muskulus levator
ani dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1
cm. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistel genitourinarius – rektovesikal
(pria) atau rektovestibular (perempuan).Pada perempuan, anomali letak tinggi
sering berhubungan dengan kloaka persisten. Jika fistula yang terbentuk adekuat,
maka secara klinis tidak terdapat tanda-tanda obstruksi. Sedangkan bila tidak
adekuat, maka terdapat tanda-tanda obstruksi yang lebih nyata. (8,10)
1. Fistula rektovestibular
Kelainan ini merupakan kelainan yang sering dan umum pada wanita. Rektum
terbuka di depan alat kelamin wanita diluar selaput dara. Prognosis
fungsionalnya baik, sakrum biasanya normal, alur garis tengah perineum, dan
lesung anal yang semuanya menunjukkan mekanisme sfingter masih utuh. (11)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis pada alat kelamin bayi
baru lahir dengan meatus uretra normal dan vagina yang normal, dan terdapat
lubang ketiga yaitu fistula rektovestibular.(6)
2. Kloaka persisten
Dalam kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kemih bertemu dalam
satu saluran tunggal. Perineum memperlihatkan suatu lubang tunggal tepat di
belakang klitoris.Panjang saluran ini bervariasi antara 1-10 cm, panjang dari
saluran ini menunjukkan suatu prognosis.Pasien dengan saluran dengan panjang
< 3 cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang dengan baik.Pasien
dengan panjang saluran > 3 cm sering kali menunjukkan kelainan yang lebih
kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang berkembang dengan
baik.Pasien dengan kloaka persisten merupakan suatu kedaruratan urologi karena
90% memiliki kelainan urologi.Sebelum dilakukan kolostomi, diagnosis urologi
harus segera ditegakkan untuk dekompresi saluran kemih. (11)
7
3. Fistula rektoperineal
Pada kelainan ini, rectum tetap memiliki posisi yang tepat dalam mekanisme
sfingter, kecuali bagian bawah yang terletak pada anterior.Rektum dan vagina
terpisah dengan baik, namun terdapat permasalahan anatomi lubang anus yang
berhubungan dengan mekanisme sfingter dan badan perineal. (6)
8
Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil dan
diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan diagnosis adalah
semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya,
tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah
11
terdapat atresia ani atau tidak.Selain itu juga diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjangsecara cermat.(8)
Pemeriksaan fisik dilakukan denga meletakkan bayi dalam posisi litotomi
dengan pencahayaan yang cukup,dilakukan penelusuran lubang anus dengan
menggunakan termometer, pipa sonde ukuran 5F, spekulum nasal atau
probeduktus lakrimalis. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran dari anal
dimple ke medial sampai ke arah penis. Sedangkan pada perempuan dilakukan
penelusuran dari lubang di perineum ke arah vestibulum.
satunya dengan inspeksi tanda khas dari atresia rectal, yaitu pada atresia rectal
masih dijumpai adanya anal dimple tetapi saat dilakukan pemeriksaan colok
dubur, jari ataupun termometer tidak masuk ke dalam anus. Sedangkan pada
malformasi anorektal tidak dijumpai adanya anal dimple.(14)
Bayi atau anak dengan anal stenosis juga memiliki gejala yang hampir sama
saat dilakukan inspeksi. Namun pada anal stenosis saat dilakukan pemeriksaan
colok dubur, jari atau termometer bisa masuk ke dalam lubang anus namun
sangat sulit. Saat pemeriksaan colok dubur pada anal stenosis biasanya
didapatkan di sarung tangan terdapat adanya darah yang bercampur dengan
feses.(15)
1 Atresia Rekti
2 Stenosis Anal
2.9 Penatalaksanaan
Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal
tanpa kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti. Terdapat
3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis, dimana pembukaan
anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial merupakan
penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh orang tua atau
pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara progresif (dimulai
dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika pembukaan anal
berada di sebelah anterior dari sfingter eksternus dengan jarak yang kecil antara
pembukaan dan bagian tengah dari sfingter eksternus, dan perineal intak, maka
anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri dari insisi dari orifisium anal
ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan dengan demikian terjadi
pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar antara pembukaan anal
dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang dilakukan adalah
anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada tempatnya
dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot sfingter, dan
perineal di rekonstruksi. (8,10,13)
Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi definitif
dengan pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel dengan stimulasi
elektrik dari perineum. Jika terdapat adanya kloaka persisten, maka traktus
urinarius perlu dievaluasi secara hati-hati saat kolostomi untuk memastikan
terjadinya pengosongan yang normal dan menentukan apakah vesica urinaria
perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada perempuan, jika terdapat kloaka
persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus urinarius dan vagina. Jika
terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih baik dilakukan
kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik. (8,10,13)
15
-Eshopagus -Spinal
Kelainan penyerta -Tulang belakang lumbal - Echo jantung
Inspeksi perineal
Colostomy
16
Inspeksi perineal
Anoplasti
PSARP dipertimbangkan
dengan atau tanpa Colostomy
colostomy
2.10 Komplikasi
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Z.A.
Umur : 21 hari
No. CM : 1-12-62-48
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mata Ie, Desa Durung, Aceh Besar
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Tanggal Masuk : 17 Februari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tidak terdapatnya anus
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUDZA dengan keluhan tidak terdapatnya lubang
anus, BAB keluar dari lubang kemaluan yang diketahui sejak usia 4 hari setelah lahir.
Perut semakin hari semakin kembung,feses tetap keluar walaupun dalam jumlah
sedikit, riwayat mual muntah disangkal. Pasien merupakan anak ketiga dengan
persalinan normal.Pasien lahir dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir 2800 gr
dan panjang 50 cm.Pasien juga mengalami kelebihan jari tangan kiri dan jari kaki
kanan semenjak lahir.
18
Riwayat Kebiasaan/Sosial
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur ke bidan. Riwayat sakit selama hamil disangkal.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir secara normal pervaginamdan cukup bulan 38-39 minggu.
Persalinan dibantu oleh bidan. Pasien segera menangis setelah lahir.
Riwayat Makanan
Sejak lahir sampai sekarang pasien diberi ASI oleh ibunya.
Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah diimunisasi.
STATUS INTERNUS
a. Kulit
Warna : Normal
19
Turgor : Normal
Ikterus : (-)
Pucat : (-)
b. Kepala
Kepala : Normochepali
Rambut : Warna hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, ikterik (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-)
Telinga : Normotia
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-)
c. Leher
Inspeksi : Simetris, pembesaran KGB (-)
d.Paru
g. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Edema - - - - - - - -
Sianosis - - - -
Akral Dingin - - - -
h.Regio Genital
Inspeksi : anus (-), anal dimple (-), fistula (+),
introitus vagina (+)
Palpasi :nyeri(-), bucket handle (-)
21
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin (17 April 2017)
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,6 9,0- 14 gr/dl
Leukosit 15,3103/mm3 5,0 - 19 103 /mm3
Trombosit 590 x103 /mm3 150 - 450 103 /mm3
Hematokrit 40 53 - 63 %
Eritrosit 3,9 x 106 /mm3 4,4 - 5,8 106 /mm3
Hitung Jenis
Eosinofil 3% 0-6%
Basofil 0% 0-2%
Neutrofil Batang 0% 2-6%
Neutrofil Segmen 32 % 50-70%
Limfosit 54 % 20-40%
Monosit 11 % 2-8%
Faal hemostasis
CT/BT 7/2 5-15/1-7
Soft tissue tidak terdapat adanya swelling, tulang costae normal, vertebrae tampak
adanya gambaran skoliosis, dan paru dalam batas normal.jantung tampak
kardiomegali, distribusi udara usus meningkat dan tampak gambaran distensi usus
25
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD 4:1 350 cc/24 jam
Inj. Cefriaxone 125 mg/12 jam
Businasi
Rujuk ke bedah anak untuk dilakukan tindakan pembedahan: colostomy open,
PSARP, colostomy close
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
26
BAB IV
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Langer JC, Holcomb GW, Murphy JP, Ostlie DJ. Imperforate Anus and
Cloacal malformation. Ashcraft’s pediatric surgery 6th edition. Philadelphia:
Elsevier Inc.; 2014. p. 492-513.
6. Levitt M., Pena A. 2010. Imperforate anus and cloacal malformations. In:
G.W. Holcomb III, J.P. Murphy, D.J. Ostlie (Ed.): Aschraft’s Pediatric
Surgery 5th ed. Elsevier-Inc, Philadelphia p. 468-90.
8. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB,
et al. Pediatric Surgery. In: Schwartz’s Principles of Surgery. 9th edition.
McGraw Hill; 2010.p. 2777-2780.
10. Williams N, Bulstrode CJK, O’connell PR. Bailey and love short practice of
surgery. 25th edition. Edward Arnold (Publisher) Ltd;2008.p. 87-88, 1247.
11. Pena A. Surgical Condition of the Anus, Rectum, and Colon. Pediatric
Surgery. Germany: Springer; 2006.p. 289 -312.
13. Mahmoud N, Rombeau J, Ross HM, et al.In: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM, Mattox KL, editors. Pediatric Surgery. Sabiston Textbook of
Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th edition.
Elsevier Saunders; 2004.p.1746-8.
15. Ehrenpreis. E.D, Avital. S, Singer. M. Anal and Rectal Diseases: A Concise
Manual. USA:2012