Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial
dimana Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata
dan menganggap bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan dunia
perbankan, pasar modal, asuransi, transaksi eksport import. Bahkan
mereka beranggapan bahwa Islam dengan sistem nilai dan tatanan
normatifnya sebagai penghambat perekonomian suatu bangsa, sebaliknya
kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang
bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan Ilahi. Islam adalah
agama yang universal, bagi mereka yang dapat memahami dan
melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa sistem
perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari
oleh nilai-nilai dan prinsip syari’ah Islam, dalam penerapannya pada
segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ummat. Sistem
Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh
siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apapun serta
tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan
dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau
acuan norma-norma islami. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan landasan
hukum yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat,
khususnya di bidang ekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah ekonomi syari’ah di Indonesia?
2. Apa saja prinsip-prinsip ekonomi syari’ah?
3. Bagaimana penerapan ekonomi syari’ah di Indonesia?
4. Apa saja kendala-kendala perbankan syari’ah di Indonesia?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah ekonomi syari’ah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip ekonomi syari’ah.
3. Untuk mengetahui penerapan ekonomi syari’ah di Indonesia.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala perbankan syari’ah di Indonesia.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ekonomi Syari’ah


Ekonomi syari’ah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-
nilai Islam. Ekonomi syari’ah atau sistem ekonomi koperasi berbeda dari
kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik
modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.
Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan
sekaligus anjuran yang memiliki. Dari pengertian ekonomi syari’ah diatas,
dapat disimpulkan bahwa Pengertian Ekonomi Syari’ah atau Pengertian
Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber dari wahyu yang
transendental (alquran dan hadist) dan sumber interpretasi dari wahyu
yang disebut dengan ijtihad.
Bank Muamalat Indonesia adalah bank umum pertama di Indonesia
yang menerapkan prinsip Syari’ah Islam dalam menjalankan
operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai beroperasi pada
tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha,
serta masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi bank devisa. Produk
pendanaan yang ada menggunakan prinsip Wadiah (titipan) dan
Mudharabah (bagi-hasil). Sedangkan penanaman dananya menggunakan
prinsip jual beli, bagi-hasil, dan sewa.
Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum
islam di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan
kemerdekaan bangsa. Pada masa itu memang motor perjuangan
kemerdekaan banyak didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang
memegang teguh prinsip-prinsip hukum syari’ah. Perjuangan tersebut
memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak kepada upaya-

3
upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya.Kemudian upaya-
upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-
Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis
pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada
gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang
kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya
pada masa itu mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai
terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-
Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari
nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelaskagiatan-kegiatan atau perkara-perkara
peradilan yang bersinggungan dengan syari’ah saat itu belum memiliki
pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.

B. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syari’ah


Sistem keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian
dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang
tujuannyasebagaimana dianjurkan oleh para ulamamemperkenalkan sistem
nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini
maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah
bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi
finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban
agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan
sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu
menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga
tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis
yang digariskan oleh Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam
teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana
seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku
individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan
kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber

4
daya yang ada. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk
Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang
sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia
harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam
produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia
yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang
terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-
jawabkannya di akhirat nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,
termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama,
kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan
Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara
tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama.
Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima
upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada
tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka
sama suka diantara kamu…’ (QS 4 : 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital
produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkap
kan bahwa, ‘Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai
harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…’

5
(QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak
terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang
saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis,
dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan
umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari
Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya
hak yang sama atas air, padang rumput dan api” (Al Hadits).
Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif
yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang,
bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga
berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan
industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti
diuraikan dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan takutlah pada
hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-
masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka
tidak teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela
keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur,
perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan
penindasan.
7. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu
(Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat
distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas
penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan
orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-
ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua
kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya
adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan

6
bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10%
(sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai
bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman,
perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al
Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita
tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al
Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS
3:130-131 dan QS 2:275-281.

C. Penerapan Ekonomi Syari’ah


Perkembangan sistem finansial syari’ah yang pesat boleh jadi
mendapat tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan
berlangsungnya krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini,
demikian menurut pendapat para akademisi Islam dan ulama.Dengan nilai
300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun, sistem
ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut
riba.Sebagai gantinya, sistem finansial syari’ah menerapkan pembagian
keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan
perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global.Sistem
yang didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat
mengurangi berbagai risiko.Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi
mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari berbagai
kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan
harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar,
mengandung penipuan, dan yang sejenisnya.Unsur-unsur tersebut diatas,
sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas non real.Sebagian lainnya
mengandung ketidakjelasan pemilikan.Sisanya mengandung kemungkinan
munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak

7
sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat
yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat
real.Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat.Karena itu,
dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-
aspek non real dicela dan dicampakkan.Sedangkan sektor real memperoleh
dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-
instumen ekonomi berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua
logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah
Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan
diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum
pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang
tersebut.
2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya;
melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang
yang beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi
riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan
konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan
secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa
terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa.
Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata
diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah
90).

8
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung
dharar/bahaya (kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi
masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung
penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang
belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya
kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.

Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang
dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara,
memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan
kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam
sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya.Konsekuensi
bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek
pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat
adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.

D. Kendala Perbankan Syari’ah


Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam
perkembangan Bank Syari’ah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu
sistem perbankan yang baru yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip
dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang pesat di
Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan yang bersifat
operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro. Beberapa
kendala yang dihadapi dalam pengembangan Bank Syari’ah antara lain :
1. Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian
suatu usaha adalah permodalan. Setiap ide ataupun rencana untuk
mendirikan Bank Syari’ah sering tidak dapat terwujud sebagai

9
akibat tidak adanya modal yang cukup untuk pendirian Bank
Syari’ah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun “ghiroh” para
pendiri relatif sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan
permodalan ini antara lain disebabkan karena :
a. Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik
dana akan prospek dan masa depan keberhasilan Bank
Syari’ah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan akan
hilang.
b. Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada
pemilik dana sehingga ada rasa keberatan jika harus
menempatkan sebagian dananya pada Bank Syari’ah
sebagai modal.
c. Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia relatif cukup tinggi.
2. Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya
mengakomodir operasional Bank Syari’ah mengingat adanya
sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank Syari’ah
dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang
ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan
syari’ah agar Bank Syari’ah dapat beroperasi secara relatif dan
efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal
yang mengatur mengenai :
a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah
likuiditas.
b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah
untuk keperluan pelaksanaan tugas Bank Sentral.
c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip
kehati-hatian,.

10
Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank
Syari’ah dapat menjadi elemen dari sistem moneter yang
dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu
berkembang dan bersaing dengan Bank Konvensional.

3. Sumber Daya Manusia


Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan
Syari’ah disesabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum
lama dikenal di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan
pelatihan ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan
berpengalaman dibidang perbankan syari’ah baik dari sisi bank
pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Pengembangan SDM dibidang Perbankan Syari’ah sangat
diperlukan karena keberhasilan pengembangan bank syari’ah pada
level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat
pengetahuan serta keterampilan pengelola bank. SDM dalam
perbankan syari’ah memerlukan persyaratan pengetahuan yang
luas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip
syari’ah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat
untuk menerapkannya secara konsisten.

4. Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem
dan prinsip Perbankan Syari’ah belum tepat, bahkan diantara
ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata
sepakat yang mendukung keberadaan Bank Syari’ah, terbukti dari
hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara
Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo Wilayah
Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak
konsekwen dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya
masyarakat yang mengaku paham akan Syari’ah Islam tetapi tidak

11
mau menjalankannya seperti yang dialami oleh PT. BPR Syari’ah
Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan pembiayaan
mudharabah dengan salah satu mitranya yang dikenal sebagai
ulama yang mana sang ulama mau berbagi kerugian namun setelah
untung tidak bersedia membagi keuntungannya dengan pihak
Bank, yang tentunya bertentangan dengan akad yang telah
disepakati di awal. Atau seorang ulama yang datang ke Bank dan
menanyakan besarnya bunga atas simpanannya. Hal-hal seperti di
atas merupakan kejadian nyata yang selalu dan kerap kali dialami
dalam operasional bank Syari’ah sehari-harinya, bahkan mungkin
lebih parah dari contoh-contoh di atas. Dari kalangan ulama sendiri
sampai saat ini belum ada ketegasan pendapat terhadap keberadaan
Bank Syari’ah, kekurangtegasan tersebut antara lain disebabkan
karena :
a. Kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada
para ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak
destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter
dan ekonomi dilanda kelesuan.
b. Belum berkembangluasnya lembaga keuangan syari’ah
sehingga ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi
keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan
berkembang luas.
c. Belum dipahaminya operasional Bank Syari’ah secara
mendalam dan keseluruhan.
d. Adanya kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis
sehingga muncul anggapan bahwa sistem bunga yang
berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan
dengan ketentuan agama.

12
5. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan
informasi yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha
perbankan syari’ah kepada masyarakat luas belum dilakukan
secara maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak
hanya dipundak para bankir syari’ah sebagai pelaksana operasional
bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang mengaku
Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi
yang meliputi unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan,
cendekiawan. Yang memiliki kemampuan dan akses yang besar
dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas.
Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam
tetapi juga kepada ulama, pondok pesantren, ormas-ormas,
instansi, institusi, pengusaha. Yang selama ini belum tahu ataupun
belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan
operasional Bank Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah
mereka tahu benar.

6. Piranti Moneter
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada
sistem bunga sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung
kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syari’ah, seperti
kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank Syari’ah
ataupun pasar uang antar bank syari’ah dengan tetap
memperhatikan prinsip syari’ah. Bank Indonesia selaku penentu
kebijakan perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter
yang sesuai dengan prinsip syari’ah seperti halnya SBI dan SBPU
yang berlandaskan syari’ah Islam.

13
7. Jaringan Kantor
Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah diperlukan
dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat.
Disamping itu kurangnya jumlah Bank Syari’ah yanga ada juga
menghambat perkembangan kerjasama antar Bank Syari’ah.
Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan
efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan
kulaitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa
perbankan syari’ah. Pengembangan jaringan Perbankan Syari’ah
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Peningkatan kualitas Bank Umum Syari’ah dan BPR
Syari’ah yang telah beroperasi.
b. Perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional yang
memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk
melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip
syari’ah.
c. Pembukaan kantor cabang syari’ah bagi bank konvensional
yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah.

8. Pelayanan Dunia
Perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik
dari sisi rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil
survei lapangan membuktikan bahwa kualitas pelayanan
merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih
bergabung dengan suatu bank. Dewasa ini semua Bank
Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan
dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam
hal ini Bank Syari’ah yang dalam operasionalnya juga memberikan
jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami harus
diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus

14
didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya.
Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya yang selama ini
melekat pada “Islam” harus dihilangkan.

15
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di
perbincangkaan, bahkan sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya
pada perekonomian indonesia. Penerapan ekonomi islammerupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim
yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara,
memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan
kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem
ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya.Konsekuensi bagi negara
dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi
kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi
dan kesengsaraan hidup.Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan
lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah pada perekonomian
Indonesia ini.

16
Daftar Pustaka

Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika


Aditama : Bandung.
Buletin Justitie, Edisi I, Januari – Maret 2015, Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum IAIN Padangsidimpuan
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2010/10/16/prinsip-prinsip-
dasar-ekonomi-syariah-2

17

Anda mungkin juga menyukai