Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILLITUS

1. PENGERTIAN
a. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
kliniis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. (Fatofisiologi vol 2 edisi 6 tahun 2006)
b. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membrane endalis dalam pemeriksaan dengan mikrosof
electron ( kapita selekta kedokteran, arief mansjoer,2000)
c. Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia ( brunner and
suddarth.keprawatan medical bedah vol 2 2001: 1220 )
d. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang kronik menyebabkan
gangguan pada metabolisme zat hidrat arang dan karakteristik sekali oleh
karma adanya hiperglikemia dan glukosuri. ( haznam. Endokrinologi.
1976:19 )

2. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI


1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

1
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

3. MENIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau
toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglekemianya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini
akan menimbulkan :
a. Peningkatan pengeluaran urine (poliuria)
b. Timbul rasa haus (polidipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia)
d. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihat kan gejalah seperti :


a. Polidipsia

2
b. Poliuria
c. Turunnya berat badan
d. Polifagia
e. Lemah
f. Somnolen yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu

Sedangkan pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak


memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan hasil
laboraturium dan melakukan tes toleransi glukosa. (Fatofisiologi vol 2 edisi 6
tahun 2006)

4. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu
dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat
peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200
mg/hari/100 ml.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid
pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis.
c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada


diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine
klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan
filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg/menit glukosa dalam
jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi
glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila
kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua

3
energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.

4
5. PATHWAY KEPERAWATAN

5
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu 10
- Plasma vena < 100 0-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes meilitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor:
a. Komplikasi Matabolik Akut
Komplikasi Matabolik Akut disebabkan oleh perubahan yang relative
akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi yang paling serius
pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis daibetik (DKA).
b. Komplikasi Matabolik Jangka Panjang
Komplikasi Matabolik Jangka Panjang dari diabetes melibatkan
pembuluh-pembuluh kecil mikroabgiopati dan pembuluh-pembuluh
sedang dan besar makroangiopati.

6
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN SURPEY PRIMER


Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :

a. Airway maintenance

Menurut Thygerson (2011), tindakan pertama kali yang harus


dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau
tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar. Perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain : a. Kepatenan jalan
nafas pasien.

b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien


antara lain:

1. Adanya snoring atau gurgling

7
2. Agitasi (hipoksia)

3. Penggunaan otot bantu pernafasan

4. Sianosis

c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran


napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi

d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan


nafas pasien terbuka.

e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan


nafas pasien sesuai indikasi :

1. Chin lift/jaw thrust

2. Lakukan suction (jika tersedia)

3. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,


Laryngeal Mask Airway

4. Lakukan intubasi
b. Breathing dan oxygenation
Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada kasus stroke mungkin terjadi
akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi
infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus mengharuskan monitoring
saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%). Pada pasien
stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau
peningkatan TIK, kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi.
c. Circulation

Wilkinson & Skinner (2000), shock didefinisikan


sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis:
hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi
urin. Pengkajian circulation menurut Muttaqin (2008) pada

8
klien stroke biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik,
tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat
hipertensi massif dengan TD >200 mmHg.

d. Disability - pemeriksaan neurologis.

Menurut Muttaqin (2008), tingkat kesadaran klien dan

respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif

untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan

kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke

biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan

semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma, maka

penilaian GCS sangat penting untung menilai tingkat

kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan

pemberian asuhan.

e. Exposure/EKG

f. Foley catheter

g. Gastric Tube

h. Heart Monitor

10. SURVEY SEKUNDER


Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :

a. S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan
klien
b. A (allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
d. P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien

9
e. L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
f. E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan

Kepala Leher
Trorax
Abdomen
Periksa semua lobang

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

12. PERENCANAAN KEPERAWATAN


a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
b) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
a) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
b) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk
absorbsi dan utilisasinya).

10
c) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
d) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi
pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
e) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya
dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
b) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat.
c) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
d) Timbang berat badan setiap hari.

11
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
e) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
a) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan
terapi pilihan
b) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan
Rasional : mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka
c) Balut luka dengan kasa steril
Rasional : meminimalkan kontaminasi mikroorganisme
d) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi

d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
a) Hindarkan lantai yang licin.
Rasional : meminimalkan klien terjatuh

12
b) Gunakan bed yang rendah.
Rasional : meminimalkan klien terjatuh
c) Orientasikan klien dengan ruangan.
Rasional : klien beradaptasi dengan ruangan yang akan di tempati
d) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : mempermudah klien dalam beraktifitas

13
DAFTAR PUSTAKA

Price Sylvia Anderson, Wilson Lorraine McCarty, Patofisiologi : konsep klinis


proses-proses penyakit volume 6 alih bahasa Brahm U. Pendit, Jakarta :
EGC, 2006

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai