PEMBAHASAN
A. Definisi
Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Greek, yang berarti kuning. Ikterus adalah
gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang menjadi kuning karena
adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl.
Terdapat 3 jenis ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik (hemolitik),
ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik (obstruktif). Ikterus obstruktif
merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada
jalur ekstrahepatik, yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus
gastrointestinal.1
B. Epidemiologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens di Amerika
Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield et al, melaporkan bahwa
kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8% pada
batu common bile duct, dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.1
C. Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ikterus
obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus obstruktif intrahepatik
pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran kanalikuli bilier sedangkan
ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya ikterus disebabkan oleh karena adanya sumbatan
pada saluran atau organ diluar hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya ikterus
obstruktif adalah sebagai berikut:1-3
1) Ikterus obstruktif intrahepatik :
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah hepatitis, penyakit hati karena
alkohol, serta sirosis hepatis. Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin
terkonjugasi dan menyebabkan ikterus.
D. Patofisiologi
Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik, dan
ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif disebut juga ikterus
posthepatik karena penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah posthepatik, yaitu
setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar.5-7
Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga bilirubin
tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran balik ke dalam
pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam aliran darah dan penderita
menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada jaringan ikat longgar seperti
sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam darah meningkat, maka sekresi
bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine akan menjadi gelap dengan bilirubin urin
positif. Sedangkan karena bilirubin yang diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan
feses menjadi berkurang dan feses akan menjadi berwarna pucat seperti dempul (acholis).4,5
Pada kasus, pasien termasuk icterus obstruktif atau post hepatic dimana terjadi
peningkatan bilirubin direc secara significant. Pasien juga mengeluh BAB berwarna dempul
dan BAK berwarna gelap sejak 1 bulan lalu.
1) Kolelitiasis
Pada penyakit kolelitiasis atau batu empedu, umumnya sebagian besar pasien tidak
menunjukan gejala klinis (asimptomatik) yang dalam perjalanan penyakitnya dapat tetap
asimptomatik selama bertahun-tahun dan sebagian kecil dapat berkembang menjadi
simptomatik. Kurang dari 50% penderita batu empedu mempunyai gejala klinis.
Manifestasi klinis yang sering terjadi diantaranya adalah mengeluhkan adanya kolik
biliaris dan nyeri hebat pada epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen yang menjalar
hingga ke punggung atau bahu kanan, terutama setelah makan. Nyeri hebat ini sering disertai
dengan rasa mual dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan daerah
kuadran kanan atas abdomen.
Pada kasus, dari anamnesis dan pemeriksaan fisisk kurang mengarah ke kolelitiasis.
Hanya dijumpai nyeri perut namun kadang-kadang, nyerinya biasa saja dan mual ada, tapi
tidak muntah. Nyeri tekan juga tidak ada. Mungkin pasien juga termasuk kelompok
asimptomatis.
Pada kasus, tidak dilakukan pemeriksaan ERCP, namun akan lebih menunjang diagnosis jika
pemeriksaan ini dilakukan.
G. Tatalaksana1,2,5,10
Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hepatoseluler, biasa ikterus akan menghilang sejalan dengan
perbaikan penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya
membutuhkan tindakan pembedahan.
a. Tatalaksana kolelitiasis
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi, yaitu
dengan mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi
elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan laparaskopi.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparaskopik adalah adalah
kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut
dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak
terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering
menyebabkan kolesistitis akut dibandingkan dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain
adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.
BAB III
PENUTUP
Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan mukosa yang
menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi bilirubin dalam plasma, yang
mencapai lebih dari 2 mg/dl, dimana ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan
oleh adanya obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan
normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Umumnya, ikterus non-obstruktif
tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan
intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan, sehingga sering juga
disebut sebagai “surgical jaundice”, dimana morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari
diagnosis dini dan tepat.1,3
Oleh karena itu, pemahaman terhadap keadaan fisiologi, disertai dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat diharapkan dapat menegakkan
diagnosis yang tepat sehingga dapat ditentukan tatalaksana apa yang terbaik untuk pasien.1,3