Anda di halaman 1dari 262

Tiraikasih Website http://kangzusi.

com/

Bulim Tiap
Pusaka Rimba Hijau
Dituturkan oleh : Tse Yung
Sumber hasil scan dari Armanjbi Lunjuk’s Corner
Djvu oleh : Dewi KZ
Edit teks oleh : Edi Saputra
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Catatan : berhubung banyak halaman sobek, maka yang


tak terbaca kami beri tanda “…….”

Jilid 1
…….. sunyi ……. jagat raya ……. dan segala …… penuh
ketenangan dan ketenteraman.
Tatkala ini di tepian danau See Ouw tertera jejak kaki
memanjang, diiringi derap suara sepatu di atas pasir. Dalam
kesunyian malam, suara itu semakin tegas di pendengaran,
membayangkan kesepian seorang diri!
Sinar rembulan menembus celah2 daun liu, sungguh pun
suram dan sayu, dapat pula menerangi keadaan di pantai itu.
Seseorang berwajah kurus dengan pedang di punggung,
mengenakan pakaian kuning panjang, usianya lima puluhan
dengan jenggot putihnya ……………. (bukunya robek, Editor)
………… bukan lain dari seorang Ciangbunjin Bu Tong Pay
yang bernama Cie Yang Cinjin.
Tiba-tiba ia menghela napas, ……… dihentikan tiba2 ……….
sinar rembulan ter ………. cahaya ……. terbenam …….. nya
sendiri.
Dengan mengerutkan kening ia kemak-kemik sendiri: “Mati
hidupnya manusia bergantung kepada waktu, ada yang lebih
panjang ada juga lebih pendek, akhirnya sama juga.. mati!
Dalam sekejap mata telah berpuluh tahun aku menjabat
sebagai Ciangbunjin Bu Tong Pay ………. kembali ……..
mengadakan pertemuan yang ke………… Aku tak habis …….
dalam pertemuan ……..lalu dua kali mengalami ….. dan selalu
…… kunci dalam ………. itu. Aih…….. Bu Tong Pay dari berdiri
beratus tahun lalu diminta bisa menjadi ………. terkenal
seluruh negara …. hancur di dalam …. yang tak berguna …..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

puluh tahun ….. Siau Lim Pay …… Pay….. mend….. dan ber…..
Bu-lim ……… girang…… bang.
…..nya kalau aku kalah lagi. Ah, jalan satu2nya harus mati.
Dengan mati tentu aku bisa membalas budi kebaikan pintu
perguruanku! Ya hanya mati, mati, mati!
Ia tertegun sejenak, wajahnya semakin gelisah dan cemas
sekali. Dari dua matanya berlinang air mata haru, sewaktu
berkata matanya parau. “Aku mati tak mengapa, tapi…
bagaimana dengan dendam kasihku yang dalam sebagai
lautan itu? Ah, soal ini benar2 membuat aku sulit, kecuali…
kecuali aku bisa merebut Bu Lim Tiap, bilamana tidak tidak,
Aku tidak ada muka lagi kembali ke Bu Tong ……………… dia?”
…………… dan kecemasan …….. muram di dalam ………
seperti mencari ………. untuk dilampiaskan.
Jari-jari tangan kanannya tiba2 dikeluarkan memelintir
ranting2 pohon liu, lalu menggentak sambil ber …………
Ia menyadari bahwa ilmu silatnya yang tinggi secara
otomatis sudah ……… di jarinya itu.
…….. terdengar bunyi ……….. ginya pasir dan
…………..ngan. Terlihat ……..pohon liu di …….. patah, tapi
………… itu sudah ……… roboh.
Mengagumkan dan luar biasa anehnya. Bilamana tidak
melihat dengan mata kepala sendiri siapa pun tidak akan
mempercayainya, bahwa di dunia Bu-lim terdapat manusia
yang demikian lihay.
“…Ilmu ini untuk apa? Apa gunanya!? Aih, Biar aku memiliki
ilmu yang bagaimana lihaypun terkekang dengan sumpah
tempo hari, membuatku seperti burung yang tidak bisa
membentangkan sayap untuk terbang di alam bebas,
mengecap kemerdekaan. Sedikitpun aku tidak boleh memakai
ilmuku menghajar musuh. Ai! Dalam pertandingan terdahulu,
aku melihat dengan mata penasaran Bu Lim Tiap dikuasai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mereka. Ah, benar2,” katanya sambil menggeleng-gelengkan


kepala tanpa meneruskan perkataannya.
Tiba2 Ia menjadi terkejut, karena mendengar suara
berkesiur angin, sewaktu dirinya membalik badan, terlihat
seorang Hweesio berbaju putih menghampiri dirinya dengan
cepat.
Tak terpikir olehku dalam sepuluh tahun Hweesio tua ini
sudah memiliki ilmu yang demikian tinggi. Gelagatnya malam
ini aku bakal kalah lagi…..” pikir Cie Yang Cinjin.
Hweesio itu sudah ………………. menggirangkan hati!”
“Hui Go Siansu, perpisahan sepuluh tahun tidak terhitung
lama, kemajuan taysu membuatku kagum. Atas ini aku
menghaturkan selamat.”
Hui Go Siansu adalah Ciang Bun Hong Tio dari Siau Lim Sie,
dan pemenang Bu Lim Tiap dalam pertandingan kedua.
“Mana bisa! Toyu terlalu memuji saja, yang benar Lolap
sudah semakin tua dan mengalami kemunduran,” katanya
merendah.
Tiba2 ia melirik kepada pohon liu yang rebah. Hatinya
menjadi terkesiap. Ia menghampiri batang pohon dan
mengusap di bagian yang patah, terasa licin dan rata.
Hui Go Siansu bukan saja berilmu tinggi, pengetahuannya
pun cukup luas. Begitu melihat keadaan segera ia jadi terkejut
dan bengong terpekur.
“Bilamana hal ini dilakukan Cie Yang Cinjin, Bu Lim Tiap
pada malam ini pasti harus pindah tangan, dan tidak ada
bagianku lagi…..” pikirnya.
Seketika Hui Go Siansu menahan perasaan kagetnya,
dengan lagak seorang berkedudukan tinggi, ia berkata:
“Sepuluh tahun telah lalu, kemajuan Toyupun membuatku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kagum, tampaknya Bu Lim Tiap takkan lari lagi dari tangan


Toyu.”
Cie Yang Cinjin seperti tidak mendengar apa yang
dikatakan Hui Go Siansu, karena ia terbenam dalam pikirannya
sendiri.
“Oh Mie To Hud!” kata Go Siansu dengan pelan.
Cie Yang Cinjin terkejut, segera tersadar dari lamunannya.
Ia tahu kurang hormat, cepat2 tersenyum lalu menarik napas
panjang dengan wajah kusut pertanda cemas, kepalanya
segera tunduk perlahan-lahan.
Hui Go Siansu tertegun.
“Oh Mie To Hud!” serunya. “Toyu sudah memiliki ilmu yang
tidak ada bandingannya, mungkinkah masih mempunyai
sesuatu urusan yang tidak bisa diselesaikan?”
“Taysu! Sungguhpun kita berlainan partai, tapi satu sama
lain mempunyai kecocokan, bukan? Jika sebentar Pinto
menginginkan sesuatu pesanan kepada taysu pasti tidak akan
ditolak, bukan?” kata Cie Yang Cinjin dengan paras sayu.
Matanya menatap menantikan jawaban dengan hampa.
Mimpi pun Hui Go Siansu tidak akan menduga, bahwa
kawannya yang terhitung seorang Ciang-Bunjin dari suatu
partay besar meminta bantuan dirinya.
Dengan paras kaget ia tertawa keras, lalu berkata: “Jika
Toyu menaruh kepercayaan besar pada Lolap, pasti Lolap
tidak akan membuatmu kecewa.”
Ia tahu hal ini teramat penting dengan mengerutkan kening
ia mendesak: “Tapi, hal apakah itu?”
“Tang!”
Dalam kesunyian malam, suara genta dari kuil Leng-in Sie
terdengar nyata. Mereka menjadi terkejut dan tanpa berjanji
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mereka menuju ke tengah danau, entah sedari kapan di danau


itu terlihat tiga titik pelita.
“Toyu mari lekas! Liau Tim Sutay sudah sampai duluan,
mari jangan sampai kita terlambat,” seru Hui Go Siansu.
Belum habis Ia berkata tubuhnya sudah berlari ke tengah
danau dengan kecepatan kilat melalui daun2 teratai.
Cie Yang Cinjin dengan tenang menggerakkan tubuhnya
mengikuti Hui Go Siansu dengan jarak tertentu. Kepandaian
mereka luar biasa tingginya, tubuhnya merapung cepat seperti
perahu layar tertiup angin maju ke muka.
Di tengah2 danau yang dikelilingi bunga2 teratai terlihat
tiga batu yang bulat, ………….. yang dinamai Sam ……….. in In
Goat, satu sama lain berjarak beberapa tombak, sinar pelita
dari atas batu bergoyang2 ke tengah air, membayangkan
rembulan bulat indah dilihatnya.
Di salah sebuah batu yang menghadap ke selatan, terlihat
seorang Nikoh duduk bersila, di punggungnya terlihat sebilah
pedang pendek yang mempunyai bentuk aneh. Parasnya yang
tenang dan berwibawa membuat yang melihat merasa tunduk
dan kagum.
Nikoh Ini bukan lain dari pada Ciang Bunjin Hoa San Pay
yang pernah memperoleh Bu Lim Tiap dalam pertandingan
pertama.
Tiba2 Ia membuka matanya yang tajam menatap kepada
dua orang tersebut.
“Kukira siapa, kiranya jiwie, sudah lama tak bertemu,
terimalah hormatku,” katanya.
Hui Go dan Cie Yang berkata dengan berbareng.
“Maafkan keterlambatanku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu mereka selesai berkata tubuhnya segera memencar,


satu ke timur satu ke barat dan tepat menduduki batu bulat
yang masih kosong.
“Rembulan sudah tepat di tinggi langit, suara genta pun
sudah berbunyi sekali dan masih terdengar gemanya, mana
terhitung telat!” kata Liau Tim Sutay.
Cie Yang Cinjin dan Hui Go Siansu begitu mendengar suara
genta menjadi kaget, cepat berlari keras, karena kalau sampai
terlambat tidak boleh lagi turun bertanding. Untunglah mereka
berilmu tinggi, sehingga masih keburu juga memburu waktu.
Tapi dengan demikian, mereka menjadi letih melakukan
perjalanan dengan tenaga penuh. Cepat2 mereka duduk
memelihara semangat.
“Waktu sudah sampai, belum terlihat dari partay lain
datang ke sini, tampaknya malam ini yang turut bertanding
seperti dulu saja, hanya kita bertiga,” kata Liau Tim Sutay.
Tapi sebelum nada suaranya hilang dari pendengaran, dari
tengah2 danau yang terdalam terdengar suara orang berkata
dengan tegas.
“Ah enak………… enak betul……… enak……….. rasanya………
tidur nyenyak!”
Suara ini menembus air, seperti keras seperti lembut,
bergelombang tidak teratur, tiba2 seperti pindah ke timur,
juga seperti di barat. Dekat bukan dekat jauhpun tidak,
membuat pendengaran sukar menduga dimana manusianya
yang berkata itu.
“Siapa dia?” pikir Cie Yang Cinjin. “Ia memiliki ilmu tidak
kalah dengan Hui Go Siansu maupun Liau Tim Sutay. Ah,
malam ini bertambah lagi seorang musuh tangguh!”
Hui Go dan Liau Tim tidak kurang kagetnya, mereka tahu
suara itu adalah semacam ilmu Li-seng-toan-hun-lui (nada
suara mematikan ruh) yang sukar dipelajari. Ilmu semacam ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kalau sudah sampai titik sempurna, bisa membuat gema dari


empat penjuru dengan keras, lalu mendesak gelombang udara
menyerang orang, membuat si terserang mati engap dengan
mengeluarkan darah dari tujuh lubang!
“Orang berilmu dari partay manakah yang bergurau? Jika
berhasrat turut bertanding, janganlah sampai melewatkan
waktu!” kata Liau Tim Sutay dengan Ilmu Coan Im Jut Bie
(melepaskan suara terdengar kemana-mana).
“Ha! Ha! Ha!”
Tertawa gila membatu roboh keras sekali, membuat air
danau bergelombang tinggi tanpa ditiup angin.
Di tengah2 gelombang yang bergoyang2 terlihat seorang
duduk dengan tenang, sedangkan pakaiannya tidak terlihat
basah.
Orang ini berusia empat puluhan, tampaknya seperti
seorang pelajar, wajahnya bersih, tidak berkumis maupun
berjanggut, di balik pakaian hitamnya tampaknya sangat
ganteng, tapi sinar matanya yang tajam dan berkilat2 tak
ubahnya seperti seekor ular beracun yang ganas.
“Pelajar ini berlaku congkak dan tidak memandang mata
sekali pada kami,” pikir Cie Yang Cinjin.
“Biar dia lihay aku tidak takut, dan harus kusikat juga, agar
ia pun mengetahui di luar dunia masih ada dunia lain, aku
harus membentangkan ilmu Kan Sin Cie.”
Diam2 Ia mengumpulkan tenaganya di ujung telunjuk
kanannya, lengan bajunya tampak tergerak, sesuatu tenaga
hebat segera tersalur keluar dengan cepat, makin lama tenaga
itu memencar semakin meluas.
Ombak yang bergelombang dengan tiba2 menjadi diam tak
bergerak, hening tenang seperti semula. Pelajar itu terkesiap
menghadapi perubahan yang demikian mendadak. Hawa Cin-
kie yang dipusatkan di Tan Tian menjadi kendur, akibatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebagian dari tubuhnya amblas ke dalam air. Cepat2 Ia


menenangkan lagi pikiran dan memusatkan tenaganya.
Lengannya menepak air, tubuhnya kembali merapung ke
udara dan duduk kembali di atas sebuah daun teratai. Tak
ubahnya seperti bocah pengikut dari dewi Kuan Im. Sinar
matanya yang masih membayangkan kekagetan menyapu
kepada tiga orang itu bolak-balik. Dengan perasaan kecewa Ia
menarik pandangannya, karena tidak menempatkan sesuatu
ciri2 mencurigakan.
“Tiga manusia tua yang tak tahu mampus ini, biar belajar
lagi berpuluh sampai dua puluh tahun, tak mungkin
mempunyai ilmu yang menggetarkan jagat seperti barusan.
Tapi terkecuali mereka bertiga, siapa lagi? Ah… kuyakin
terdapat orang ke empat yang bersembunyi,” pikir si pelajar.
Semakin ia berpikir semakin kaget, sinar matanya semakin
mencorong, berputar ber-dilak2 keempat penjuru, tapi hanya
air danau terlihat dan tiga tubuh di batu bulat, lain dari itu
hanya kabut di kejauhan.
Diam2 Cie Yang Cinjin tersenyum geli melihat kekagetan
orang didahului dengan deheman kecil, ia berkata: “Ilmu
kepandaian yang Siecu pertunjukkan luar biasa hebatnya,
seumur hidupku belum pernah mendengar maupun
melihatnya, benar2 membuat Pinto kagum, bolehkah pinto
mengetahui Siecu dari partay mana? Dan memperkenalkan
nama?”
“He he,” pelajar itu tersenyum kering, wajahnya menjadi
merah, tapi cepat berubah ke dalam tenang.
“Tenaga Im Juan Kang Kie yang barusan menyerang diriku
tanpa kusadari, mungkinkah dia?” pikirnya.
Hm! tak mungkin kini kau memuji dengan nada mengejek,
tunggulah sebentar, kumampusi!”
Ia berpikir dan berpikir, kegusarannya berkerut2 berbayang
di keningnya, dua sinar mata galaknya, menyapu sekujur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tubuh Cie Yang Cinjin, dengan bengis dan kecut ia berkata:


“Aku Pek Tok Thian Kun (si ganteng beracun) Gui Sam Seng,
seorang liar dari selatan. Ha ha….. mana bisa dikenali oleh kau
si orang Bu Tong yang kenamaan? Ha ha…….”
Dari perkataannya dapat diambil kesimpulan bahwa ia
kenal pada Cie Yang Cinjin, di balik itu seperti juga masih
mempunyai rasa permusuhan dengan kaum Bu Tong Pay.
“Kiranya dia? Tak heran memiliki ilmu demikian hebat!”
pikir Cie Yang Cinjin. Hui Go Siansu, Liau Tim Sutay di
masing2 hatinya.
Cie Yang Cinjin merasa tertusuk dan gusar mendapat
jawaban yang congkak dan kasar, alisnya berkerut, dengan
keren Ia bersenyum dan niat berkata:
“Agaknya malam ini tidak bisa mencari sahabat dengan
bertanding seperti tahun2 yang silam.”
Kiranya yang berlagak sombong dan kasar itu memang
seorang Ciang Bunjin dari Pek Tok Bun (perguruan beracun),
di balik pintar iapun lihay, karena pernah menjadi murid dari
Leng Ku Cu yang lihay. Dengan mengandalkan ilmunya ia
malang melintang di sungal telaga, sebegitu jauh belum
pernah mendapat tandingan. Kekejamannya sangat terkenal,
bukan sedikit orang2 yang dibunuhnya secara buas, membuat
kaum Bu-lim pusing.
Tiga puluh tahun yang lalu, masing2 perguruan pernah
mengadakan pibu di Thian Tie, ayahnya Pek Tok Thian Kun
yang bergelar Lat Ciu Sian Mo (dewa bertangan telengas)
mengatur barisan yang bernama Bie-thian-man-tee-pek-tok-
tin. Barisan ini tidak sedikit membinasakan kaum Bu Tong Pay.
Akhirnya Ia pun meninggal di barisan Bu Tong Pay yang
bernama Liok-cu-liau-hong-tin. Akibatnya dua perguruan ini
menjadi bermusuhan hingga sekarang.
Begitu Hui Go selesai berkata, dari tengah udara terdengar
suara siulan panjang, gelaran nada yang tinggi melengking
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membuat pengang pendengaran. Disusul sesosok tubuh yang


bergerak laksana kilat ke jurusan Hui Go.
Hal ini membuat Hui Go Siansu terkejut, ia tidak
mengetahui pendatang itu lawan atau kawan, demi
keselamatan lengannya segera bergerak.
“Hai! Hweesio yang mempunyai titik enam di atas kepala,
bermurah hatilah, duduklah agak ke sana sedikit, bagi aku
tempat!” kata orang itu.
Hui Go mengurungkan serangannnya, ia membuka mata
lebar2, karena mengenali suara itu. Pendatang itu adalah
seorang pengemis yang berkepala setengah botak, sisa
rambutnya sudah menjadi putih, tubuhnya kurus kering dan
kasihan melihatnya. Dengan kaki kanannya ia hinggap di atas
batu bulat.
Hui Go menggeser tubuh sambil berkata: “Bu Lo-Cianpwe,
sejak berpisahan di Eng Hian Teng sudah tiga puluh tahun
tidak bertemu. Kini Lo-Cianpwe datang kemari, mungkinkah
untu……….”
“Jangan berkata yang tak berguna!” potong si pengemis,
“mungkinkah aku si pengemis datang dari ribuan li tidak untuk
hal itu, melainkan ingin melihat kau si hweesio tak berguna?”
Sehabis berkata ia tidak memperdulikan apa2 lagi, segera
duduk sambil membanting diri.
“Lo Cianpwee, sayang malam ini kau datang terlambat,”
kata Hui Go dengan tenang.
Atas kata2 si pengemis yang kasar dan menyakiti hati
seperti tidak digubris.
“Apa?” bentak si pengemis. “Hui Go apa yang kau katakan?
Sudahlah, aku si pengemis karena keenakan mencari makan
sampai lupa dengan waktu, membuatku sia-sia melakukan
perjalanan demikian jauh. Ah, benar2 harus mampus!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lengannya segera diangkat dipukulkan kepada kepalanya


sendiri, sehingga suara “plak, plak” terdengar nyaring
beberapa kali.
Tiba2 Ia berteriak. “Aya! Ha ha ha!”
Seolah-olah mendapatkan sesuatu, lengannya berhenti
memukul kepala, dengan nada lemas ia menghibur diri: “Ha
ha! Haha! Betul-betul bagus! Aku Si pengemis ditakdirkan
bernasib malang, lagi pula benda bau itu tidak bisa dimakan,
untuk apa?”
Ia sadar sesudah berkata bahwa perkataaannya itu tidak
benar, buru2 meleletkan lidah tanda menyesal, dan memalu-
malu dahi sendiri dengan jerijinya yang dituil-tuilkan ke atas.
Matanya melirik, dilihatnya empat pasang sedang mata
menatap dirinya. ia tahu gelagat buruk, cepat-cepat ia
mengumpulkan tenaga dan mencelat pergi.
Hui Go cepat2 mengeluarkan semacam buku berkulit
kambing.
“Kay Hiap Bu Tie, dengar perintah!” teriaknya dengan
keras.
Cie Yang Cinjin dan yang lain menjadi kaget, mereka
memang sudah tahu si pengemis yang tidak karuan dan
berlagak lucu itu adalah seorang berilmu tinggi, tapi tidak
menduga bahwa dia adalah seorang Liok-lim yang
menggetarkan empat penjuru lautan bernama Kay Hiap Bu
Tie.
Pengemis ini bertabiat luar biasa, apa yang dikerjakan
selalu tidak melalui saringan otak, membuat orang bingung. Ia
paling baik dengan gurunya Hui Go, bahkan tiga bagian
ilmunya Hui Go diperoleh dari si pengemis ini, karena itu tak
heran ia kalau Hui Go menaruh hormat betul kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kay Hiap Bu Tie begitu mendengar seruan Hui Go segera


berhenti di atas bunga teratai, wajahnya sangat pucat, tak
ubahnya dengan patung yang terbuat dari marmer putih.
Tampak Hui Go mengangkat tinggi sebuah buku yang
terbuat dari kulit kambing, yakni barang yang dicaci makinya
si pengemis tadi. Di sampulnya tertera tiga huruf emas yang
berbunyi Bu Lim Tiap.
Inilah benda yang dibuat sesudah terjadi pertarungan
hebat di Thian Tie, masing2 perguruan mengakuinya sebagai
pusaka yang harus dihormati segala partay. Bilamana tidak
mematuhinya, seluruh partay lain akan bersatu padu untuk
menggempurna sampai habis ke akar-akarnya pada
pembangkang itu.
Kini Bu Lim Tiap diangkat Hui Go, biar Kay Hiap Bu Tie
berkedudukan tinggi, menjadi kaget dan pucat menandakan
takutnya.
“Bu Tie! Kau jangan mengandalkan kepandaianmu yang
tidak bertara itu untuk menghina ini!” seru Hui Go Siansu.
“Teecu tidak berani, hanya saja………………”
“Tutup mulut!’ potong Hui Go, “Kenapa kau tidak berlutut
melihat Bu Lim Tiap ini?”
Kay Hiap Bu Tie selalu sombong, seumur hidupnya hanya
pernah berlulut kepada gurunya, kini menjadi ragu2, tapi
perlahan2 lututnya ditekuk juga, ia berlutut sambil
menundukkan kepala.
“Bu Tie, kau bernyali besar, berani menghina pada Bu Lim
Tiap, tahukah hukuman apa yang harus kau terima?”
“Teecu tahu salah, terserah padamu menghukumku.”
“Sejak hari ini kau harus menghadap tembok selama tiga
tahun di puncak Giok-liong Hong di Thay San. bilamana berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melanggar lagi, kau tahu sendiri akibatnya. Hm, kau boleh


berlalu!!”
Kay Hiap Bu Tie seumur hidupnya belum pernah mendapat
kekangan, ia mengembara sekehendak hatinya. Kini harus
menghadap tembok, merupakan hukuman yang sangat berat
untuk dirinya.
Tapi Ia menerima keputusan itu dengan girang, dengan
tersenyum ia berkata: “Teecu menghaturkan banyak terima
kasih atas budi ini, dan akan menurut perintah!”
Sehabis berkata segera ia berlalu dengan cepat.
Pek Tok Thian Kun merasa kecewa atas keputusan Hui Go.
“Sayang, sayang,” katanya, “Bilamana aku yang
menjatuhkan hukuman, sedikitnya, kaki tangannya akan
kuputuskan agar seumur hidupnya tidak bisa lagi menjadi jago
di dunia Kang Ouw!”
Kay Hiap Bu Tie seolah-olah mendengar perkataan ini,
hatinya menjadi dongkol, ia menjawab dari arah jauh: “Benar2
sialan, daging ayam tidak kena dimakan, tulang ayam sudah
mengetuk kepala.”
“Kini waktu sudah sampai untuk bertanding,” kata Hui Go.
Menurut peraturan Bu Lim Tiap, pertandingan ini terbagi
tiga macam. Pertama mengadu Lwee-kang, kedua ilmu surat
atau sastera, ketiga mengadu senjata.”
“Taysu, mungkinkah hanya tiga macam?” tegur Pek Tok
Thian Kun. Ia bertanya demikian karena memiliki ilmu melepas
senjata rahasia yang ampuh. Ia merasa kecewa sekali,
kepandaiannya itu tidak bisa dipergunakan.
“Oh Mie To Hud, Lolap sudah lima puluh tahun lebih
menjadi Hweesio, mungkinkah harus membohong. Bilamana
Sicu tidak percaya, tanyalah kepada dua Toyu ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Siaute salah berkata, harap maaf,” kata Pek Tok Thian


Kun.
“Lolap sebagai pemegang Bu Lim Tiap menentukan
pertandingan pertama, adakah pendapat lain dari Ko-kwie?”
Dilihatnya ketiga orang tidak mengeluarkan pendapat, Hui
Go Siansu segera berkata: “Dalam pertandingan Lweekang,
akulah yang pertama melakukannya.”
Sehabis berkata segera Ia bersemadi memeramkan
matanya. Dalam waktu cepat dari sekujur tubuhnya mengalir
peluh dengan derasnya, urat di atas keningnya makin lama
makin tegas terlihat, wajahnya menjadi merah seperti bara,
tubuhnya perlahan2 membenam ke dalam. Sebab batu bulat
yang kena diduduki perlahan2 kena tertekan masuk ke dalam
air, dirinya sendiri hampir terkena air, tapi dengan cepat Ia
menarik ilmunya, dan batu bulat kembali muncul ke
permukaan air seperti sediakala.
“Maafkanlah atas pertunjukan Lolap yang buruk ini,” kata
Hui Go.
“Lihay amat!” pikir ketiga orang yang lain.
“Taysu kenapa mengeluarkan perkataan demikian? Pinni
yang bodoh ingin menunjukkan keburukan, harap jangan
ditertawakan!” kata Liau Tim Sutay.
Lalu Ia meramkan matanya. Sekian lama Ia duduk tanpa
terlihat sesuatu gerakan, anggapan yang lain ia tengah
mengumpulkan semangat dan akan mempertunjukkan
kelihayan yang tidak bertara, sehingga enam mata semakin
membulat, memperhatikan tanpa ber-kedip2. Tak kira sekian
lamanya belum juga terlihat ia bergerak, membuat yang lain
semakin heran.
Tiba2 tubuh Liau Tim Sutay meninggalkan menara batu,
lalu mumbul naik ke atas, mula2 hanya beberapa senti meter,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lalu meningkat menjadi beberapa puluh senti meter, kemudian


diam tak bergerak.
Matanya dibuka dengan tiba2 dan memancarkan sinar
tajam yang ber-nyala2 seperti matahari, tubuhnya turun naik
seperti layangan, lalu turun lagi ke tempatnya dengan tenang.
Pek Tok Thian Kun yang biasa tinggal menyendiri di tempat
sunyi dan sepi, merasa kagum melihat ilmu kedua orang itu,
tanpa terasa bersorak2 kegirangan: “Ilmu yang luar biasa,
dua2nya indah dan hebat,” katanya, lalu ia melirik kepada Cie
Yang Cinjin sambil tersenyum mengejek.
Cie Yang Cinjin tidak meladeni, ia tahu dirinya dianggap
sepi dan dihina, tapi tetap berlaku sabar.
Pek Tok Thian-kun melihat Cie Yang Cinjin diam saja, tanpa
sebab musababnya segera mencemoohnya : “Ha ha! Sudah
sampal gilirannya juara ketiga atau juru kunci dari Bu Tong
Pay mempertunjukkan ilmu, tapi kenapa tidak terlihat
gerakannya sampai saat ini? Mungkinkah segan dilihat aku si
orang liar dari selatan? Ha ha ha ha.”
“Ah, kenapa aku bodoh, betul, sedikitpun tidak memikir
sampai ke situ. kini biar tengah Pibu, tetapi tidak terhitung
menghadapi musuh! Ha ha…… kepandaianku yang luar biasa
ini tidak terkekang dalam sumpahku, dan boleh
kupertunjukkan!” pikir Cie Yang Cinjin.
Sehabis berkata segera ia berdiri, lalu mendongak
memandang bulan sehingga yang menyaksikannya merasa
heran, entah ilmu apa yang akan diperttunjukkannya.
Tapi dengan mendadak uap putih segera keluar dan
ubun2nya, semakin lama semakin banyak, akhirnya dari mulut
dan hidungnyapun mengeluarkan uap pulih yang serupa,
dalam waktu sekejap uap itu semakin tebal dan membungkus
tubuhnya, merupakan seorang dewa di dalam mega.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalian yang menyaksikan merasa kagum dan tercengang,


lebih2 Pek Tok Thian Kun yang mengejek menjadi diam
terpaku dengan kagumnya.
Cie Yang Cinjin berseru dengan mendadak: “Naik!”
Suaranya yang keras dan menggelugur seperti petir,
membuat air danau be-riak2 jadinya.
Sekalian yang menyaksikan terkejut bangun, cepat2
memusatkan pikirannya sambil memperhatikan, mereka
semakin heran dan tercengang, hampir2 tidak percaya atas
pandangan matanya sendiri.
Tampak uap putih yang membungkus tubuh Cie Yang Cinjin
entah sedari kapan menjadi buyar, tapi batu yang dipijaknya,
mengikuti tubuhnya sedikit demi sedikit naik ke atas, seolah2
seperti dicabut raksasa.
“Dunggg!!” sekali terdengar bunyi menggelugur keras, air
bergelombang besar, batu itu sudah kembali ke tempatnya
lagi, sedangkan Cie Yang Cinjin terlihat tenang, napasnya
tidak memburu, wajahnya tidak berubah. Dengan tenang Ia
bersila.
“Maaf, maaf, dengan pertunjukan jelek ini!” katanya.
“Bagus, bagus! Dalam hal ini aku dan Sutay tidak bisa
berkata lain, kini giliran Thian Kun!” kata Hui Go Taysu.
Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi jelek dilihatnya,
sebentar pucat sebentar merah, dengan dingin ia berkata:
“Dalam pertandingan ini, aku rela mengaku kalah, dan tak
perlu bertanding lagi.”
“Thian Kun harus tahu dalam pertandingan silat malam ini,
berdasarkan ilmu dan bukan mengadu kekejaman untuk
merenggut nyawa orang, dengan demikian Thian Kun sengaja
tidak mau memperlihatkan kepandaian bukan?” tegur Liau Tim
Sutay.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wajah Pek Tok Thian Kun berubah semakin buruk, matanya


membayangkan hawa membunuh. Ia tahu Liau Tim Sutay
mengejek dirinya berdasarkan kata2nya barusan terhadap Cie
Yang Cinjin, sehingga membuatnya dongkol.
Dengan tertawa besar ia membesarkan dirinya lagi. “Bagus!
Hm, mungkinkah aku kalah denganmu?” katanya.
Dengan cepat Ia menarik napas, perutnya menjadi kempes,
lengan kanannya segera menjulur, jeriji2nya sebentar merapat
sebentar terbuka. “Datang, sini!” teriaknya.
Semacam tenaga tersembunyi yang mempunyai daya sedot
seperti magnit keluar dari telapaknya, bunga2 teratai berikut.
daun2nya serentak menjadi patah dan bererot laju ke arah
lengannya. Sesudah itu ia berteriak lagi: “Pergi!”
Sedangkan lengannya tidak bergerak, tapi pohon2 teratai
seperti ditiup angin pergi lagi ke tempatnya masing-masing.
“Cie Yang Toyu dapat mengeluarkan uap putih yang
mengandung kekuatan mencabut gunung, menandakan
berilmu dalam tak ada bandingannya, karena itu babak
pertama ini’ tetap dimenanginya, ada pendapat lain dari
jiewie?” tegur Hui Go Taysu.
Yang lain tidak membantah, karena mengakui Lweekang
Cie Yang Cinjin sesungguhnya lebih lihay dari mereka.
“Satu pertandingan sudah kumenangi, babak kedua dalam
soal sastera, kuyakin dengan pertemuan aneh dan pelajaran
yang kudaput di Tie-cu-to (pulau kawa2) sudah cukup untuk
memenangi mereka! Asal kumenang berarti Bu Lim Tiap jatuh
ke tanganku!” pikir Cie Yang Cinjin.
“Taysu, pertandingan sudah berakhir, babak kedua harus
siapa yang mengeluarkan soal? Ditentukankah oleh Bu Lim
Tiap?” tanya Pek Tok Thian Kun.
“Di dalam Tiap (buku) tidak tertera peraturan itu, dalam
babak kedua dan ketiga tidak ditentukan. Tapi pada tahun2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang sudah, kami menentukan dengan, menghitung jari, hal


ini pun cukup adil. Kini cara itu dapat kita pakai!” kata Hui Go
Taysu.
“Siautee masih hijau dalam hal ini, dapatkah meminta
keterangan tentang menghitung jari?” tanya Pek Tok Thian
Kun.
“Sebenarnya hal ini adalah permainan anak kecil, mudah
dan sederhana! Kita mengeluarkan beberapa jari sesuka hati,
sesudah itu dihitung dari Lolap memutar timur, bilamana
hitungan akhir jatuh ke siapa, dialah yang mengeluarkan soal
dalam pertandingan ini,” kata Hui Go menjelaskan.
“Baiklah!” kata Thian Kun. “Hayo kita mulai!”
“Satu.. dua.. tiga!” seru Hui Go.
Serentak seluruhnya mengeluarkan jari, jumlah seluruhnya
ada delapan. Sesudah dihitung, nyatanya hitungan terakhir
jatuh pada Pek Tok Thian Kun.
“Thian Kun, sekali ini kaulah yang mengeluarkan soal dalam
pertandingan sastera,” kata Hui Go.
Pek Tok Thian Kun tersenyum lebar, se-olah2 sudah
mempunyai siasat untuk menjatuhkan lawan-lawannya.
“Siautee mengeluarkan Lian, yang pertama kubuat sendiri,
sedangkan pasangannya terserah kepada Ko-kwie,” katanya.
“Bertapa di dalam rumah, duduk di permadani,
mengenakan pakaian kasa (pakaian biksu). Kala senggang
memainkan mutiara, membuat orang muda ingin keluar
rumah.”
Cie Yang Cinjin bertiga diam2 memaki: “Binatang gila, kau
jangan main gila, lihat apakah yang kau akan alami nanti!”
Mereka merasa gusar mendengar Lian yang disebutkan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Serentak mereka bangun berdiri dengan gusar, dan sinar


mata ketiga orang seperti berbayangan kegusaran yang ingin
menelan hidup2 pada Pek Tok Thian Kun, Tapi Hui Go Taysu
seorang Hweesio yang saleh, ia bisa mengekang
kegusarannya.
“Mungkinkah mengeluarkan soal pun tidak bebas?” tegur
Thian Kun dengan kaget.
“Aku tidak turut lagi dalam pertandingan ini, sepuluh tahun
kemudian baru kembali lagi!” seru Liau Tim Sutay seraya
mengundurkan diri dan berlalu.
Sebenarnya Lian yang dikeluarkan Thian Kun adalah mudah
sekali mencari pasangannya, tapi untuk ketiga lawannya yang
masing2 menjadi orang suci merupakan kesukaran besar,
karena jawaban lian itu harus berbunyi: “Minum arak, makan
daging anjing, berbini cantik, memiara gundik masuk ke kamar
berciuman dan bercumbu-cumbu. membuat Hweesio lupa
daratan lalu meninggalkan kelenteng mencari pelacuran!”
Kini Liau Tim Sutay sudah gusar dan kabur, tinggal Hui Go
Siansu dan Cie Yang Cinjin, tidak bisa menjawab, hal ini
membuat Pek Tok Thian Kun kegirangan. Cepat2 memutuskan
pertandingan untuk kemenangan dirinya.
“Taysu hanya tinggal yang ketiga, bagaimana harusnya
bertanding?” tegur Thian Kun.
“Hm, terhitunglah kau menang dalam pertandingan kedua,
karena itu sebagai pemenang boleh memutuskan
pertandingan yang ketiga. Kau boleh sesuka hati seperti
barusan tanpa batas2nya, Sedangkan Lolap sudah kalah dua
kali, dalam pertandingan yang ketiga ini hanya sebagai
penonton saja!” kata Hui Go.
“Cie Yang si kerbau tak mau mampus, mempunyai
kekuatan yang tidak bertara, aku tidak bisa memenanginya,”
pikir Pek Tok Thian Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Aku harus menggunakan siasat tajam, bilamana tidak lebih


banyak celakanya dari untungnya.”
Sehabis berpikir matanya melirik ke air, hatinya menjadi
girang. “Sekali ini pasti kau beruntung! Senjata rahasiaku dan
barisan Tin perguruanku tidak bisa digunakan, tapi ilmu
Ginkangku yang tinggi boleh digunakan!“ katanya dalam hati.
“Air bening bulan terang, yang kalah mandi…” katanya.
Cie Yang Cinjin merasa geli, tidak menantikan lawannya
selesai berkata sudah mengerti apa yang dikehendaki Pek Tok
Thian Kun, tubuhnya segera mencelat meninggalkan batu
bulat, lalu turun tepat di bunga teratai dengan sikap Kim Kee
Tok Lip, tubuhnya tidak menjadi kelelap, melainkan merapung.
“Dalam pertandingan ini sebagai batasnya adalah tiga
bunga ini, barang siapa mengeluarkan langkah keluar dari
bunga ini, dialah yang kalah!” kata Cie Yang Cinjin.
Pek Tok Thian Kun menjadi kaget.
“Si hidung kerbau ini tampaknya memiliki ilmu meringankan
tubuh tidak di sebelah bawahku, benar aku mencari penyakit
sendiri. Sial betul!” pikirnya.
Tapi ia seorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
dunia Bu Lim biar bagaimana tidak bisa menarik lagi apa yang
sudah diucapkan, dengan mengeraskan hati Ia menjawab;
“Benar, apa yang dikatakan Cinjin cocok dengan hatiku.”
Setelah berkata segera mencabut kipas yang terbuat indah
terukir, kipas itu sangat besar dan jarang terlihat dimanapun
juga.
“Aku pernah mendengar bahwa Bu Tong Pay terkenal
dengan llmu pedang yang bernama Kiu-kiong-lian-hoan-kiam-
hoat, kuyakin Cinjin tidak akan pelit2 mempertunjukkannya.”
Sehabis berkata Ia mencelat meninggalkan bunga teratai dan
hinggap di atas bunga yang ditunjuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Cie Yang menghunus


pedangnya. Hal ini membuat Hui Go Siansu menjadi kaget, Ia
berpikir: “Duapuluh tahun berselang setiap kali pibu belum
pernah terlihat Ia menghunus senjata, selalu ia menggunakan
pedangnya dengan serangkanya. Tiap kali kutanya, selalu ia
tersenyum dan tidak menjelaskan sebabnya, kuyakin
pedangnya ini mempunyai keajaiban!”
Matanya memandang tajam, tapi apa yang dipikir dan
kenyataan membuat kecewa karena ia melihat pedang itu
hanya berwarna emas dan tidak bercahaya.
Pedang itu sangat panjang dan kecil, seperti tidak
mempunyai mata yang tajam, membuat orang tak akan
percaya bahwa pedang semacam itu bisa membunuh orang.
(Untuk jelasnya pedang itu berbentuk seperti anggar jaman
sekarang………. penutur)
Hui Go Siansu seorang yang berpengalaman, Ia
mengetahui bahwa Cie Yang Cinjin menghunus senjata pasti
mempunyai sesuatu keistimewaan. Cepat Ia mengawasi
terlebih seksama, samar2 Ia melihat di atas pedang itu terlihat
garis2 yang rapat, dan di ujung pedang terlihat dua butir
mutiara hitam yang tidak bersinar, terkecuali dari itu tidak
terlihat lagi yang aneh.
Sehabis menghunus senjatanya Cie Yang Cinjin
memeramkan matanya, kedua lengannya memegang pedang,
mulutnya tampak kemak-kemik seperti mendoa, sehingga Pek
Tok Thian Kun menjadi heran.
Tiba2 Cie Yang Cinjin membuka matanya, tampak sinar
terang, memancar tajam dari kedua penglihatannya itu. Ia lalu
menundukkan kepala dan menciumnya dua butir mutiara
hitam di atas pedangnya sambil berkata: “Silahkan!”
Pek Tok Thian Kun, mengetahui musuh berilmu tinggi,
kalau tidak turun tangan terlebih dulu, berarti kesempatan
memperoleh kemenangan akan hilang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Baik!” serunya.
Tubuhnya segera loncat serta melancarkan ilmu Hui San Ko
hoo (menerbangkan kipas menyeberangi sungai).
Kipasnya menotok berbareng menebas, menyerang keras
baju kanan musuhnya.
Belum kipas sampai, Cie yang Cinjin merasakan suatu
tenaga keras menggempur dirinya, tanpa membuang waktu
tubuhnya bergoyang2, mencelat pindah ke lain bunga yang
terletak di sebelah selatan. Berbareng dengan itu ia pun
melancarkan jurus Cee It Tou Heng (bintang bergeser miring),
terdengar suara keras dan dari deruan angin, pedang itu
tampak seperti menabas dan membacok ke arah perut
musuhnya.
Begitu Pek Tok Thian Kun melihat kipasnya menyerang
angin dan pedang musuh menghantam dirinya, kagetnya tidak
kepalang, dalam waktu yang sekilas mata yang tegang,
tubuhnya cepat merapung!
Dengan sekali ubah antara kaki dan tangan menjadi rata,
pedang emas musuh menyabat lewat di bawah dadanya,
bahayanya bukan main. Tak heran ia mengaku sebagai ahli
Ginkang kelas wahid, memang sesungguhnya demikian.
Saat ini tubuhnya yang berada di udara belum hinggap
pada bunga teratai, tiba2 lengannya berbalik mengebut,
kipasnya yang besar sekali lagi dijadikan senjata rahasia
menghajar musuhnya.
Sehabis menyerang Cie Yang Cinjin harus kembali lagi
menaruh kakinya di bunga teratai. Karena itu sewaktu Ia
kembali dan baru sampai di tengah jalan mendengar deruan
senjata menebak angin, kagetnya tidak alang kepalang. Sudah
lama ia mengetahui senjata rahasia beracun yang amat hebat
dari golongan Pek Tok Bun, tak ayal lagi, pedangnya diputar
keras2 membuat jaringan sinar kuning yang ampuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Trang!”
Dua senjata bentrok keras.
Cie Yang Cinjin menguatirkan musuhnya tidak
menghiraukan peraturan dari Bu Lim Tiap dan
membentangkan Ilmu Bie-thian-man-tee-pek-tok-tin yang
teramat lihay untuk mencelakakan dirinya.
Begitu senjata beradu ia meminjam tenaga tubuhnya
segera mencelat pergi ke bunga teratai di sebelah timur,
dengan pedang Ia menjaga diri lalu memandang ke arah
musuhnya tanpa terasa lagi dongkolnya menjadi2.
Tampak Pek Tok Thian Kun tenang2 di atas bunga sebelah
barat, mengawasi ke arahnya dengan ber-senyum2, lagaknya
sangat sombong. membuat dirinya tak tahan lagi. cepat2
menunjuk dengan pedang.
“Pek Tok Thian Kun, kau salah seorang yang sudah
terkenal dan berkedudukan tinggi, kenapa berani melanggar
peraturan dengan tak tahu malu?’’ tegurnya.
“He he! Cie Yang Cinjin kau jangan me-lotot2 me-maki2
orang, pendeknya kita tanyakan saja kepada Hui Go Siansu,
siapa yang salah?”
Hui Go cepat2 berkata: “Masing2 salah paham, yang benar
Pek Tok Thian Kun tidak menggunakan senjata rahasia tapi
……….”
“Taysu tidak boleh banyak bicara, sebegitupun cukup,”
potong Pek Tok Thian Kun dengan ter-gesa2.
”Kini Taysu boleh menjadi saksi terus dalam pertandingan,
bahwa aku tidak menggunakan senjata rahasia melanggar
peraturan.”
Ciu Yang Cinjin merasa aneh dan bingung ia bungkam tak
bisa bicara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Thian Kun tidak memberikan banyak waktu untuk


musuhnya berpikir segera tertawa menggila, tubuhnya
mengiringi suara berkilat cepat ke udara lalu menyerang
dengan jurus Ban liong Cut co (ribuan tawon keluar sarang)!
Kipasnya berputar, ber-kilap2 putih dengan bayangan yang
ber-getar2 menotok seluruh jalan darah musuhnya.
Tanpa gugup maupun takut, Cie Yang Cinjin mengebutkan
pedangnya dengan jurus Pohon melintang menghadang angin,
mematahkan dengan kekerasan serangan kipas yang gencar.
Melihat keadaan musuh membuat Pek Tok Thian Kun
teringat kepada babak pertama dari pertandingan ilmu dalam,
hatinya menjadi kecut.
“Ia memiliki Ilmu Lweekang yang tidak ada bandingannya,
aku tidak boleh mengadu tenaga dengan musuh,” pikirnya.
Cepat2 Ia mengumpulkan tenaga di pusar, lalu mengubah
gerakan dengan Walet Lincah Membalik Awan tubuhnya yang
tengah menjorok ke muka tiba2 menjadi poksay ke belakang
ke tempat semula.
Cie Yang Cinjin tidak mau membuang, kesempatan dengan
begitu saja, pedangnya maju ke muka dengan jurus Kiam Ko
Giok Bun (pedang melalui pintu Giok Bun) menikam keras
pada punggung musuh, begitu pedang akan sampai tiba2
segera berubah dengan jurus Tiang Hong Kuan Jit (pelangi
panjang mengitari surya), hawa pedang meresap ke tulang2,
beralih ke hati Pek Tok Thian Kun.
Tatkala ini baru saja Pek Tok Thian Kun hinggap di atas
bunga sebelah selatan, tiba2 merasakan kesiuran dingin ke
arah dirinya, membuatnya kaget. Tapi pengalamannya yang
banyak tidak membuatnya gugup, lengan kirinya segera
mengebut, kekuatan maha dahsyat mendesak serangan
pedang, lalu Ia menyingkir ke sebelah barat dengan jurus To
Pau Koan Wie (membuka pakaian beralih tempat).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cie Yang Cinjin kehilangan sasaran menjadi panas, dengan


jeritan panjang tubuhnya berputar dengan lincah seperti naga
sakti mengejar dan menyerang terus. Pek Tok Thian Kun
didesak dan digempur sehingga kalah angin. Untuk
memperbaiki dirinya, ia melontarkan lagi kipasnya
memunahkan serangan.
“Sekali ini kutangkap kipasmu sebagai buku,” pikir Cie Yang
Cinjin dengan gusar lengannya dijulurkan siap menangkap.
“Boleh kau tangkap asal mau mau kipas ini mengandung
racun! Ha, ha, ha!” ejek Pek Tok Thian kun.
Cie Yang Cinjin merasa kaget, cepat2 menarik lengannya.
Ia menjadi heran. karena kipas itu entah bagaimana bisa
berbalik lagi ke tangan Pek Tok Thian Kun.
Dengan mata membulat diawasinya kipas itu terlebih teliti,
terlihat olehnya bahwa kipas itu diikat seutas benang perak
dapat dilepas dan ditarik sesuka hatinya, tak ubahnya dengan
Liu-heng-cui. Se-kali2 tidak bisa digolongkan dengan senjata
rahasia. Tak heran bahwa Hui Go Taysu tidak bisa
menyatakan Pek Tok Thian Kun menggunakan senjata
rahasia, karena soalnya demikian.
Dengan kegusaran yang me-luap2 Cie Yang Cinjin
menggerak2an pedang dengan jurus yang telengas dan ganas
menghajar musuhya. “Kau jangan gugup dan cemas!
Sebenarnya kipasku tidak mengandung racun! Tunggulah
racun yang sesungguhnya belum kukeluarkan! Ha ha!” ejek
Pek Tok Thian Kun dengan tawar.
Tapi kegirangannya tidak berlangsung lama, karena
merasakan kulit sekujur tubuhnya menjadi dingin tak ubahnya
terkena es. Ia tidak mengira musuhnya demikian tangkas dan
cepat, tak bisa lagi ia mengegos, terpaksa ia mengeraskan
hati sambil mengertekkan gigi seluruh kekuatannya disalurkan
ke lengan kanan, segera menangkis dengan keras!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu dua senjata beradu menerbitkan suara keras,


masing2 merasa gentar, berikutnya ke-dua2nya mental
beberapa tombak, dengan demikian tampaknya pertandingan
seimbang. Dengan indahnya mereka mengumpulkan tenaga
dan mengambil tempat di atas bunga dengan tenang.
“Awas pedang!” seru Cie Yang Cinjin.
Lagi2 Ia mencecar hebat dengan kepandaiannya. Tiga jurus
dirangkai dengan hebat dilancarkan seketika. “Ser! ser! ser!”
tiga gelombang pedang mengamuk seperti naga membalik
lautan meng-gulung2 seperti ombak menerjang tanggul,
kekuatannya terpencar dari delapan penjuru secara dahsyat.
Pek Tok Thian Kun sesudah bentrok keras tidak menderita
rugi, merasakan kekuatannya seimbang dengan musuhnya
sehingga tidak merasa takut seperti semula. Dengan
memutarkan kipas Ia menangkis dan memecahkan serangan
pedang dengan tenang, di samping itu ia pun mencoba
melakukan serangan balasan, akibatnya masing2 bergumul
menjadi satu di tengah udara. Sesudah itu segera kembali lagi
ke bunga teratai. Inilah suatu pertarungan yang benar2
mengadu kekuatan hebat. Begitu hinggap segera melakukan
serangan lagi, sehingga perkelahian berjaalan dengan semakin
hebat. Pek Tok Thian Kun melancarkan serangan dengan
hebat di samping itu kipasnya sering dilontarkan sebagai
senjata rahasia. membuat musuhnya repot dan kewalahan.
Satu jurus sudah berlalu, bintang2 mulai menyepi, embun
malam mulai menetes turun membasahi mereka, membuatnya
tidak tahu lagi yang mana keringat yang mana embun.
Entah bagaimana pedang emas yang tidak bersinar dari Cie
Yang Cinjin, tiba2 memancarkan sinar kuning yang
menyilaukan mata, terkecuali itu sinarnya semakin lama
semakin hebat, sehingga embun yang meliputi sekujur dirinya
tersapu bersih sinar kuning yang berkilauan. Ia menghantam
musuhnya semakin bersemangat sehingga Pek Tok Thian Kun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang licik dicecar terus menerus, ia tak berdaya hanya bisa


menangkis tanpa bisa melakukan serangan balasan lagi.
Per-lahan2 Pek Tok Thian Kun merasakan sinar kuning
menusuk matanya, membuat dirinya berkeringat seperti
hujan. Seluruh kulitnya terasa seperti dibakar saja. Darah di
tubuh seperti ber-golak2, kepalanya mulai pening,
membuatnya kaget. Tapi Ia seorang pandai, hal ini ia tahu
tentu pedang musuh yang mengakibatkan. Semangatnya
segera diempos, serangan musuh ditangkis terus, sementara
otaknya berputar mencari akal.
Kiranya pedang Cie Yang Cinjin itu adalah benda kuno yang
bernama Kim-liong-cee-lwee-kiam (pedang naga emas berapi
sakti), bisa menyerap embun dari udara lalu berkumpul
menjadi satu, ditambah lweekang yang tersalur masuk dari
tangan pemiliknya, membuatnya se-olah2 hidup.
Seratus tahun pedang ini tinggal di dalam serangkanya,
sebegitu lama belum pernah menghirup embun, karena itu
begitu dikelurkan tidak terlihat cahayanya. Tapi sesudah
dipergunakan dan mulai menghirup embun segera
memancarkan sinarnya yang hebat.
Cie Yang Cinjin melihat ciri2 kekalahan musuh,
membuatnya menarik napas lega. Segala kekuatannya
disalurkan pada pedangnya. Ia tidak membiarkan musuhnya
banyak pikir segera menerjang sambil melompat, sinar pedang
yang berkilauan mengeluarkan hawa panas yang hebat,
menikam ke arah pusar musuhnya. Dalam gugupnya Pek Tok
Thian Kun mendapat akal, cepat2 Ia merapung lalu turun
dengan cepat, kedua kakinnya tepat memijak pedang musuh
lalu menekan dengan ilmu Cian-kin-tui. Berbareng dengan itu
Ia pun mengeluarkan suara aneh, dan ditambah kipasnya
dibuka ke hadapan muka musuh.
Cie Yang Cinjin merasakan pedangnya menjadi berat, kaget
tak alang kepalang, waktu ia mau mengawasi, terlihat kipas
musuh merintangi pandangan matanya. Terkecuali itu di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam kipas itu terlukis tujuh bidadari yang tidak berpakaian


dengan tubuh ramping dan padat serta menggiurkan
membuat Cie Yang Cinjin gusar dan meluap, sehingga
kekuatannya sedikit berpencar, akibatnya Ia tidak bisa
mempertahankan diri, hampir2 kebebes ke dalam air. Tapi
dengan cepat Ia menyalurkan tenaga ke atas pedang,
membuat musuhnya terlontar pergi.
“Thian membantu diriku!” pikir Pek Tok Thian Kun.
Begitu terlontar ia membalik tubuh kipasnya segera
merapat dan dikeprokkan kepada punggung musuh dengan
telengas.
Cie Yang Cinjin baru saja mau kembali ke atas bunga,
segera merasakan angin dingin menghantam dirinya. cepat
mendongak lalu membuang diri beberapa tombak. Akibatnya
punggungnya lolos dari serangan tapi pundak kanannya
terkena juga kipas musuh.
Segera pandangannya menjadi kabur, darahnya meluap
gusar dengan melompat pergi hatinya menjadi risau. Pek Tok
Thian Kun ter-bahak2 girang. membuat Cie Yang Cinjin
merasakan hatinya pusing dan gusar bercampur menjadi satu.
Otaknya segera membayangkan Heng Jie murid
kesayangannya, memikir gurunya yang berbudi, mengenang
nasibnya yang malang, semuanya menjadi terpikir……….
hatinya menjadi sedih dan pilu.
Tiba2 di otaknya berkilas ingatan, sebelum kalah, ia ingin
hancur seperti ratna dan tidak mau utuh seperti koral. Tanpa
ragu2 lagi segera ia melancarkan pelajaran gaib yang pernah
diperolehnya di Tie-cu-to. Lengannya membalik, keluarlah
jurus Hin Hong Cok Lang (angin santar menjadikan
gelombang), inilah ilmu hebat yang jarang terlihat di dunia Bu
Lim. Berikutnya pedang terlepas dari tangan merupakan
seekor naga emas menerjang datang diiringi gelombang dan
angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Thian Kun yang memperoleh hasil merasa girang


dan ter-tawa2, tapi sebelum membuatnya terlampau gembira,
matanya menjadi silau melihat sinar kuning.
“Celaka! Hidung kerbau ini mengeluarkan ilmu siluman!”
teriaknya seraya membuka kipasnya menangkis pedang.
Kipasnya dikebutkan dengan tenaga besar, mengeluarkan
deruan hebat. tapi tetap tidak bisa menangkis kehebatan
pedang musuh, dengan menerbitkan suara keras kipas itu
kena ditembus. Terkecuali itu sebelah lengan kirinya segera
terpapas putus, darah merah mengucur deras. Dengan
mengertekkan gigi menahan sakit, ia lompat ke atas batu, dan
lekas mengeluarkan obat luka. Matanya meram seketika
sambil duduk bersemedi. menjalankan pengobatan.
Sementara itu Cie Yang Cinjin yang tidak menghiraukan
dunia terbalik melancarkan kepandaiannya yang luar biasa,
akibatnya luka yang diderita bertambah hebat. Kekuatan yang
berkumpul di Tan Tiannya menjadi buyar, tubuhnya seperti
bintang jatuh separuh tubuhnya masuk ke dalam air dan kalah
dalam pertandingan secara mutlak.
Dengan masgul ia melompat pada batu bulat, tampak air
mata membasahi matanya. Ia menghela napas panjang sambil
memandang rembulan, bertanya kepada langit yang luas
dengan perasaan.
Melihat keadaan demikian, Hui Go Taysu turut berduka.
“Bilamana kepandaianmu yang ampuh itu siang2
dikeluarkan, tidak mungkin kau kalah,” sesalnya.
Ia tidak mengetahui bahwa Cie Yang Cinjin mempunyai
kesukaran pribadi yang tidak dapat dituturkan. Dalam keadaan
terpaksa ia melancarkan pelajaran yang tidak boleh digunakan
untuk membunuh Pek Tok Thian Kun. Agar Bu Lim Tiap tidak
jatuh di tangan seorang yang suka membunuh secara se-
wenang2 dan mengakibatkan onar di rimba hijau. Tapi
maksudnya itu gagal, Ia hanya berhasil membuntungkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebelah lengan musuh. Hal ini membuat hatinya pilu dan


sedih.
Tiba2 dari udara terdengar suara tangis burung Hoo, suara
itu demikian lembut, untuk pendengaran Cie Yang Cinjin tak
ubahnya dengan petir di siang hari. Tubuhnya menggigil, ia
segera dongak memandang ke atas awan. Begitu ia melihat
parasnya segera berubah pucat.
“Kau benar2 datang! Aku sudah melanggar janji…”
keluhnya.
Matanya memancarkan cemas dan liar, sukar dibedakan
dendam atau cinta, girang atau cemas.
Tiba2 terdengar suara pengumuman dari Hui Go Siansu.
“Dalam pertandingan ini biar Pek Tok Thian Kun menderita
luka parah tapi tidak jatuh ke dalam air, sedangkan Cie Yang
Cinjin jatuh ke air. Sehingga Pek Tok Thian Kun memperoleh
kemenangan dua kali dalam tiga pertandingan ini berhak
untuk menguasai Bu Lim Tiap,” serunya.
“Bagaimana dengan Toyu, ada pendapat lain?”
“Tidak!” jawab Cie Yang Cinjin dengan senyum getir.
Setelah berkata ia merobek bajunya lalu menggigit jarinya dan
menulis enam belas huruf secara ter-gesa2. Lalu meminta
kepada Hui Go Taysu mengambil kembali pedangnya dari
kipas Pek Tok Thian Kun. Kain itu dipilin menjadi kecil dan
ditusukkan ke dalam tubuh pedang dengan kekuatan Kim Cian
In Sian (jarum emas membawa benang) per-lahan2 kain itu
masuk ke dalam tubuh pedang dan hilang tidak terlihat.
“Crang!” sekali terdengar bunyi, tahu2 pedangnya sudah
masuk ke dalam serangka. Dengan terharu Ia meng-usap2
pedangnya, lalu mengeluarkan jarinya menulis di atas
serangka pedang.
“Kalau ingin tahu soalku, terdapat di dalam pedang ini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan kesedihan yang tidak terkira air matanya ber-


linang2. Dilihatnya Hui Go Taysu tengah menyerahkan Bu Lim
Tiap pada Pek Tok Thian Kun. Dengan lengan bergetar dan
laku hormat, Pek Tok Thian Kun menerima Bu Lim Tiap.
Cie Yang Cinjin menarik napas, hal ini membuat Hui Go
merasa duka juga, cepat2 ia menghampiri untuk menghibur.
Tapi kena didahului kawannya.
“Taysu, masih ingatkah kata2 pinto di tepi danau tadi?”
tanya Cie Yang Cinjin.
“Kuminta pedang ini kau bawa ke Bu Tong San dan
serahkan kepada seorang anak yang bernama Kiu Heng, atas
ini Pinto sangat berterima kasih pada Taysu.”
Hui Go Taysu menyambut pedang itu.
Pek Tok Thian Kun yang menderita luka mengancam
dengan gemas.
“Cie Yang Cinjin, hutang darah ini, kita perhitungkan
sepuluh tahun kemudian,” serunya.
“Ha ha ha,” Cie Yang Cinjin tertawa. “Hutang piutang ini
jangan baru dapat diselesaikan dalam penitisan yang akan
datang!”
Pek Tok Thian Kun merasa dongkol, pikirnya Cie Yang
Cinjin mentertawakan dirinya, sehingga mukanya menjadi
merah matang bahna jengahnya.
Burung Hoo yang berbunyi tadi terdengar kembali, Ia turun
mengitari kepala Cie Yang Cinjin. Lalu, terdengar suara dari
punggung burung itu.
“Yat Hoan! Yat Hoan! Kutunggu kedatangan kau demikian
lama tapi kau salah janji, masih ada kata2 lainkah yang enak
dibicarakan? Sebaiknya lekas2 turut denganku.”
Hui Go Taysu dan Pek Tok Thian Kun menjadi kaget,
mereka memandang kepada burung itu. Tampak seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

wanita berada di punggungnya. Mereka menjadi heran tak


mengerti, diawasinya Cie Yang Cinjin.
Sang Tosu diam tak berkata2, sedangkan matanya
membulat lebar.
“Bagaimana? Apakah kau tidak mendengar kata2ku?” tegur
wanita di atas burung.
Ia mengenakan kain penutup muka, sehingga tidak terlihat
parasnya, sedangkan suaranya menandakan sudah merasa
gusar.
Cie Yang Cinjin merapatkan mata sambil menjawab : “Lie
Na! Kau jangan harap menjadi isteriku pada penitisan sekali
ini!”
Wanita itu menjadi kaget mendapat jawaban ketus, terpikir
olehnya penghidupan hampa selama dua puluh tahun untuk
menantikan hari ini, tapi impian manisnya menjadi buyar juga
seketika.
Timbul rasa cinta yang bercampur dengan dendam menjadi
satu, giginya berketrekan nyaring. Dengan gemas Ia
mengebutkan lengan kanannya, segera tekanan tenaga keras
menyambar turun, Hui Go Taysu yang masih berada di sisi Cie
Yang Cinjin segera mencelat pergi. Sedangkan Cie Yang Cinjin
menerima serangan itu dengan dadanya. Tubuhnya segera
ber-goyang2 tapi tidak membuatnya jatuh ambruk.
Wanita itu tersenyum mengejek melihat keadaan sang
Tosu, tubuhnya ringan seperti walet melayang turun ke atas
batu. Jarinya yang putih bersih seperti perak menunjuk ke
arah Hian Kie Hiat Cie Yang Cinjin.
“Hm! Aku tidak percaya kau memiliki ilmu kebal. Kuingin
lihat dapatkah kau bertahan atas sebuah jariku?” katanya
dingin.
Tapi lengannya segera ditarik kembali waktu melihat darah
mengucur dari mulut Cie Yang Cinjin. Ia bingung dan ragu2,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan setengah memaksakan diri jarinya membuka mulut si


Tosu dengan paksa.
Tiba2 ia menjadi terkejut. “Kau… kau… kau…” katanya
kaget.
Kiranya Cie Yang Cinjin sudah menggigit hancur lidahnya
membunuh diri. Si wanita menjadi sedih. Dengan ter-sedu2 Ia
memeluki jenazah si Tosu dengan penuh sesal.
Hui Go Taysu menjadi kaget, pikirnya wanita itu membunuh
Cie Yang Cinjin, dengan gusar Ia membentak dan
menghampiri seraya menyerang dengan tongkatnya.
Dalam sedihnya wanita itu seperti tidak mendengar
kejadian di sekeliling, sewaktu Ia merasakan keadaan tidak
benar, tongkat sudah sampai. Untung ia memiliki ilmu ginkang
yang ‘luar biasa’, cepat2 merapung ke udara dengan
membawa jenazah Cie Yang Cinjin. Lalu hinggap di punggung
burung Hoo dan segera berlalu.
Hui Go Taysu menyerang tempat kosong, padahal Ia
melihat tegas tongkatnya hampir berhasil melukai musuh,
dengan heran Ia terpekur sambil melihati kepergian wanita
itu.
“Segera kau tulis kejadian malam ini berikut perempuan
yang tidak terang asal-usulnya di dalam Bu Lim Tiap!” katanya
pada Pek Tok Thian Kun.
“Bagaimana menulisnya?” kata Pek Tok Thian Kun seraya
mengasongkan Bu Lim Tiap dengan lengan kanannya di
samping itu Ia mengumpulkan tenaga penuh kepada Bu Lim
Tiap.
Hui Go Taysu tidak tahu dan tidak menduga bakalan
dicelakakan secara pengecut, begitu Ia menyambut Bu Lim
Tiap segera merasakan tenaga keras menyerang dirinya,
kagetnya tidak alang kepalang. Tapi apa daya, tidak ada jalan
untuknya mengegos lagi. Karena batu itu kecil sekali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tubuhnya tak ampun jatuh ke dalam air dari mulutnya keluar


darah merah.
Pek Tok Thian Kun ter-bahak2 sambil berlalu.
Berbarengan dengan itu Hui Go Taysu memaki kalang
kabut dari dalam air.
Lalu keadaan menjadi sunyi hanya bunyi genta terdengar
beruntun sebanyak lima kali. Siapa pun tidak akan menduga
segala dendam dan permusuhan sudah tersebar luas.
Sinar surya mulai keluar mengusir kegelapan.
Kebaikan dan kebajikan tidak berhasil mengalahkan
kejahatan pada malam itu, akan demikian teruskah?
***
Musim salju terasa dingin, lebih2 keadaan di gunung Bu
Tong, lereng2 gunung menjadi putih. Sinar matahari yang
memancarkan terang menyorot salju membuat pandangan
berkunang-kunang. Di balik pohon2 cemara yang hijau terlihat
seorang Hweesio tua dan dua Hweesio kecil mendaki gunung.
Mereka dapat berjalan cepat seperti di tanah datar,
menunjukkan limu ginkangnya sudah tinggi. Dalam sekejap
tibalah mereka di suatu tempat yang bertulisan tiga huruf
“jurang melucuti senjata”.
Begitu melihat peringatan “harus melepaskan senjata”
mereka menjadi diam sejenak.
“Supek? Perlukah kita…” tegur salah satu Hweesio kecil
dengan hormat.
“Tidak usah,” potong si hweesio.
Dua Hweesio kecil menjawab: “Baik,” lalu mengikuti
langkah Supeknya mendaki ke atas.
Di bawah terangnya surya, tiga senjata mereka menjadi
ber-sinar2. Sewaktu mereka melewati (pepohonan cemara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terdengar suara seorang yang tengah gusar: “Sekali ini kau


akan lari ke mana? Kalau tak kubunuh jangan sebut orang,
hm, akan kubeset kulitmu, ku-cingcang dagingmu agar kau
selamanya tidak bisa menitis menjadi manusia lagi!”
Kata2 yang kejam dan ganas ini membuat mereka menjadi
bergidik.
“Bu Tong Pay dan Siau Lim Sie merupakan partay terbesar
yang dihormati kaum rimba persilatan, kenapa ada yang
berani main gila di sarang harimau?” pikir si hweesio.
Kembali terdengar kata2 orang itu.
“Kau kira sesudah berhasil menggigitku bisa membuatku
mati? Kau jangan bermimpi. Andaikata benar, kaupun harus
mati terlebih dulu!”
Semakin mendengar semakin membuat si hweesio heran.
Dicobanya melihat ke dalam, tapi daun yang rimbun
membuatnya tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam situ.
“Sun In, San Ko, kau jaga di sini dan jangan sembarangan
bergerak, aku ingin melihat siapa manusianya yang berani
main gila di Bu Tong San,” kata si hweesio kepada dua
pengikutnya.
Begitu ia masuk segera memasang lengan di dada dan
mengangkat tongkat siap siaga atas sesuatu yang tidak
dikehendaki. Tapi di dalam pepohonan itu tidak terlihat barang
seorangpun, suara yang didengarnya tadi entah dari mana
datangnya? Ia menjadi kesa1 dan balik kembali untuk
melanjutkan perjalanannya. Tapi suara tadi itu mulai
terdengar lagi begitu ia menggerakkan kaki.
“Kulihat kau bisa hidup berapa lama lagi?”
Sesudah meng-amat2i sejenak si hweesio segera
mengetahui suara itu datangnya dari balik batu besar, tak
heran ia tidak melihat orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Siapa?” bentaknya keras seperti bahana membelah bumi.


“Siapa?” jawaban keras yang menggeledek terdengar dari
balik batu.
“Siapa yang berani mencampuri urusanku?”
Berbareng dengan habisnya perkataan tersebut, terlihat
sinar merah berkilat datang, bercampur pula bau amis
menyerang datang. Kiranya seekor ular yang sudah dibeset
kulitnya dan dagingnya hancur dilempar orang menghajar si
hweesio.
Si hweeesio menjadi sadar begitu melihat ular itu, Ia tahu
salah paham, dengan cepat Ia mengebas dengan tangan
membuat bangkai ular itu terpukul dan menghajar batu besar.
Segera terdengar bunyi keras, karena batu itu segera
terdorong roboh.
“Ilmu Pek Pou Sin Kun yang teramat lihay dari Siau Lim,”
kata orang itu seraya mencelat keluar dari balik batu.
”Kau jangan sok aksi dulu, mari kita coba dulu dengan
Kiam-hoat Bu Tong Pay, bagaimana?”
Kira si hweesio orang itu seorang yang memiliki ilmu tinggi,
tapi waktu mengawasi ia menjadi heran. Orang itu hanya
seorang bocah tanggung berusia lima belas tahun.
Si hweesio mengetahui bahwa bocah itu adalah murid dari
Bu Tong Pay.
“Ah, aku mana boleh melawannya dan membuat onar,
lebih2 kejadian ini karena salah paham…..” pikirnya.
Tapi serangan si bocah sudah sampai, membuatnya
terpaksa mengangkat tongkat menangkis. Begitu senjata
beradu terdengar bunyi “krak” sekali.
Anak itu menjadi kaget dan lari dengan kecepatan luar
biasa, menandakan ginkangnya sudah sempurna.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di atas tanah menggeletak sebilah pedang kayu yang


patah. Dengan menarik napas si hweesio menoleh kepada dua
pengiringnya.
“Mari kita berangkat!” katanya.
Sementara itu, anak tanggung tadi kembali menampakkan
diri dari balik pohon, diikutinya tiga Hweesio dari belakang.
Tapi Ia tidak bsa berjalan cepat karena merasakan paha
kirinya sakit sekali.
Dengan cepat Ia menggulung celana. Terlihat olehnya
warna hitam yang bengkak pada kakinya. Dengan kaget dan
geregetan ia menghampiri kembali bangkai ular, dengan
gemas di-injak2nya sampai hancur.
“Kenapa kau menggigitku, bila tidak akupun tak akan
melakukan demikian macam!” katanya.
“Kau harus tahu barang siapa yang menggangguku,
akibatnya akan begini!”
Tiba2 perasaan sakit menyengat seperti antuk lebah
membuatnya berkeringat menahan sakit, sungguhpun
demikian Ia tidak merintih, hanya giginya berkeretekan.
Ia tahu bisa ular itu sangat berbahaya, tanpa pikir panjang
lagi, dengan cepat tempat yang kena gigit dipotong seketika.
Dengan menahan sakit ia duduk membalut lukanya.
Mendadak dari atas gunung terdengar genta dan tambur
ber-talu2, bunyinya keras dan menggema keseluruh lembah
dan jurang.
“Sebal betul! Siang hari malam kalau bukan suara genta
pasti suara tambur, membuat pusing kepala,” gerutunya.
“Heh! Beberapa tahun ini aku belum pernah mendengar
suara tambur yang sekaligus dibunyikan dengan genta,
mungkinkah di atas gunung terjadi sesuatu yang hebat? Ya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

benar, pasti tiga Hweesio pembawa senjata yang membikin


onar, keadaan ramai ini biar bagaimana harus kusaksikan.”
Dengan ter-pincang2 ia naik ke atas. Belum selang berapa
lama dari atas gunung terlihat seorang Tosu muda
menghampiri ke arahnya sambil memanggil: “Kiu Susiok!
Sucun memanggil kau lekas2 masuk ke dalam biara Sam Goan
Kuan.
“Ceng Siong! Apakah kau buta? Bukankah aku tengah
menuju kesana?” jawab si anak.
Ceng Siong biar lebih tua dari si anak tapi berkedudukan
lebih muda.
“Kiu Susiok, maukah kugendong?” karena siang2 sudah
mengetahui si anak ter-pincang2.
“Apa katamu? Menggendongku? Mungkinkah? Pergi! Pergi!
Jangan membuatku gusar,” bentaknya seperti orang dewasa.
“Ceng Siong, apakah kau tahu sebab apa aku dipanggil?”
tambahnya.
“Tidak terlalu tegas, tapi seperti tiga Hweesio…”
“Tiga Hweesio yang membawa senjata?” potong si anak.
“Kenapa Kiu Susiok bisa tahu?’’
“Kenapa tidak?” jawab si anak, dilihatnya Ceng Siong
mengawasi pada kakinya yang luka. membuatnya
mengerutkan kening, ia kuatir timbul sslah paham, cepat2 Ia
menjelaskan: “Kau jangan sok pintar dan men-duga2, lukaku
bukan karena Hweesio itu melainkan digigit ular! Mungkinkah
mereka datang untuk membuat onar?”
“Bukan, karena Sucun tidak gusar atau memarahi mereka,
melainkan memukul genta dan tambur mengumpulkan
sekalian murid2 untuk menyambut.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Anak itu yang bukan lain dari pada Kiu Heng tiba2
mengingat sewaktu gurunya turun gunung pernah
mengatakan sesuatu kepadanya, membuatnya segera tahu
maksud kedatangan dari tiga Hweesio itu.
“Celaka,” serunya, seraya berlari cepat2 tanpa
menghiraukan pada luka dan sakit. Dengan napas memburu
tibalah ia di dalam biara Sau Goan Kuan. Dilihatnya Cee Sie
Supeknya tengah menemani si Hweesio yang dikemukakan
tadi. Cepat Ia berlutut dan meminta maaf atas
kekurangajarannya tadi.
“Tapi guruku pernah mengatakan bahwa Hui Go Taysu
sudah berusia tujuh puluh tahun, tapi kenapa menjadi muda
begini, mungkinkah Ia sudah mempelajari llmu awet muda?”
pikir Kiu Heng.
Dengan kedua matanya Ia melihat peninggalan dari pedang
gurunya yang bernama Kim-liong-cee-hwee-kiam terletak di
atas meja.
Tak terasa lagi matanya menjadi merah, air matanya pun
segera menggenangi di dalam kelopaknya, lalu mengetel
turun.
“Aku tidak boleh menangis, aku laki2 sejati mana boleh di
depan mereka menangis,” pikirnya.
Cee Sie Tojin baru melihat tegas bahwa anak yang
berdarah dan menderita luka itu adalah Kiu Heng, dengan
kaget ia bertanya: “Heng-jie! Kenapa kau? Coba sini
kuperiksa!” nada suara yang manis dan penuh rasa kasih
sayang.
“Supek! aku tidak kenapa-napa!” jawab Kiu Heng. “Hanya
digigit ular.”
“Ular apa?”
“Tidak kutahu namanya,” kata Kui Heng, “tapi jangan kuatir
tempat yang digigit sudah kupotong.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan kasih sayang Cee Sie Tojin mengelus-ngelus kepala


Kiu Heng.
“Heng-jie! Gurumu sudah ………..”
“Aku sudah tahu, supek tak perlu mengatakan lagi,” potong
Kiu Heng.
“Aku tahu suhu sudah meninggalkan dunia yang fana ini,
tapi tetap hidup di dalam hatiku. Aku tidak senang mendengar
perkataan mati atau meninggal,” pikirnya dengan sedih.
“Heng-jie,” kata Cee Sie Tojin, “ini adalah Cun Cu Taysu,
Ciang Bun Hong Tio dari Siau Lim Sie.”
Kiu Heng menjadi kaget. Ia tahu dugaannya tidak salah,
bahwa Hweesio itu adalah ketua Siau Lim Sie, tapi bukan Hui
Go Taysu.
Ia heran kenapa Siau Lim Sie bisa mempunyai dua ketua,
mungkinkah Hui Go Taysu sudah meninggal dunia seperti
gurunya? Tapi kenapa pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam bisa
dibawanya? Tapi Ia seorang anak yang pintar, tidak mau
terpekur terus cepat-cepat maju memberi hormat.
“Terimalah, hormat Siautee,” katanya.
Cun Cu Taysu berkedudukan sama dengan Kiu Heng, lekas
membalas hormat. “Sutee tak perlu memakai banyak
peradatan.”
Bagaimana dengan Hui Go Supek……?” tanya Kiu Heng.
“Sudah pulang ke alam baka,” potong Cun Cu Taysu.
“Karena itu Pinceng harus mengurus jenazahnya dan
bersembahyang seratus hari, sehingga terlambat datang ke
sini.”
“Taysu, dapatkah menjelaskan siapa pembunuh guruku dan
bagaimana kejadiaannya?” kata Kiu Heng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Dalam hal ini Pinceng tidak tahu jelas, sewaktu Siansu


(membahasakan guru sendiri yang sudah meninggal) kembali
dari See Ouw, sudah luka parah, beliau tidak bisa bicara
seperti sedia kala. Tapi sebelum meninggal beliau mengatakan
dengan terputus-putus seperti berikut: Pedang panjang… Bu
Tong San… Kiu Heng… perempuan. Kata2 dari Siansu ini
sudah dipelajari baru kutahu garis besarnya, begitulah
sesudah beres berkabung, kami datang ke sini.”
Kiranya sesudah Hui Go Taysu dicelakakan Pek Tok Thian
Kun, menderita luka hebat. Si hweesio tahu dirinya akan mati,
tapi dengan penuh daya kekuatan dan tak menghiraukan
sakitnya, terus berjalan cepat2 menuju Siau Lim Sie. Begitu
tiba di tempat kediamannya, lukanya sudah parah betul,
sebelum bisa menerangkan apa yang dialami dengan jelas
sudah keburu menarik napas yang penghabisan.
Kaum Siau Lim Pay mengetahui Ciang Bun Hong Tio
mereka dicelakakan Pek Tok Thian Kun, tapi sesudah
mengadakan rapat untuk sementara tidak boleh menyebarkan
ke luar. Dan mengatakan Hui Go Taysu meninggal dunia
karena sakit. Hal ini dilakukan mencegah terjadinya tumpah
darah lebih hebat di dunia Bu Lim.
Sedangkan soal sakit hati akan diselesaikannya di kemudian
hari bilamana ada kesempatan.
Begitu Kiu Heng mengetahui Hui Go Taysu mengatakan
perempuan sebelum matinya, segera mengambil kesimpulan
bahwa gurunya pasti dicelakakan perempuan.
“Tahukah Taysu siapa yang dimaksud dengan perempuan
itu?” tegurnya.
“Pinceng tidak tahu!” jawab Cun Cu Taysu.
“Berapa orangkah yang turut ambil bagian dalam
pertemuan di See Ouw?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Terkecuali dari Siau Lim Sie dan Bu Tong Pay, masih ada
Hoa San Pay yang diwakili Liau Tim Sutay dan Pek Tok Thian
Kun.’’
“Oh,” kata Kiu Heng.
Dalam empat orang hanya satu perempuannya. Hui Go
Taysu pasti menunjuk perempuan itu adalah Liau Tim Sutay!”
pikirnya.
Tapi Ia tidak memikir kenapa Hui Go Taysu menyebutkan
Liau Tim Sutay dan hanya mengatakan perempuan?
Cee Sie Tojin menyerahkan pedang Kim-liong-cee-kwee-
kiam pada Kiu Heng.
“Itu adalah pedang peninggalan gurumu, tampaknya di
dalam pedang bersembunyi rahasia besar, baik-baiklah kau
jaga.”
Dengan hormat Kiu Heng menyambut pedang itu dengan
kedua tangannya. Dilihatnya di serangka pedang tertera
bunyi: Kalau ingin tahu soalku terdapat di dalam pedang ini.
Ia menjadi girang bercampur sedih. Girang karena gurunya
tidak melupakan pada sakit hatinya dan memberi tahu. Sedih
karena ditinggal gurunya.
Dalam cemasnya, cepat2 ia mencabut pedang, tapi antara
pedang dan serangkanya yang sudah ditekan Cie Yang Cinjin
dengan ilmu Kiu Yang Sin Kang (sembilan kekuatan sakti),
agaknya sudah seperti menjadi satu. Beberapa kali ia
mencoba mencabutnya dengan sekuat tenaga. Sampai
tangannya sakit belum juga berhasil menghunusnya. Ia
menjadi malu dan buru2 keluar ruangan.
“Dalam bidang lain anak ini cukup baik, hanya adatnya
terlalu keras dan angkuh,” pikir Cee Sie Tojin sambil meng-
geleng2kan kepala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cun Cu Taysu melihat apa yang dikerjakan sudah beres


segera mohon pamit. Cee Sie Tojin tidak dapat menahan,
terpaksa mengumpulkan semua murid2 Bu Tong Pay
menghantarkan kepergiannya Cun Cu Taysu dan dua
pengiringnya.
Hari ini Kiu Heng merasa tidak enak makan, seharian penuh
ia menyekam diri di dalam kamar, waktu malam mendatang
otaknya menjadi kacau dan berpikir-pikir tentang kejadian
yang membuatnya masuk ke dalam suatu hidup sedih yang
memilukan hati.
Waktu itu Ia baru berusia lima tahun, ia masih kecil tapi
tidak bisa melupakan kejadian di suatu malam.
Saat itu tidak ada bintang maupun rembulan, Ia terjaga
dari tidurnya. Sebelum bisa berteriak-teriak kaget, ada
seseorang membekap mulutnya. lalu melemparkannya keluar
pekarangan dan tepat masuk ke dalam sumur.
Ia tidak menangis, hanya merasakan bahwa manusia itu
terlalu tidak mempunyai kebajikan. Sampai dimana ia kena
ditolong gurunya dari dalam sumur. Tampak rumahnya yang
enak dan hangat sudah menjadi puing2 dan berantakan. Baris
berbaris malang melintang mayat yang tidak berkepala
memenuhi pekarangan tempat bermainnya. Diantaranya
terdapat jenazah dari kakeknya, ayahnya, ibunya,
saudara2nya, dan seluruh famili serta pengawal2 yang tidak
kurang dari seratus orang.
Di luar pintu tiang2 bendera yang biasa digunakan untuk
mengibarkan bendera Wie Bu Piau Kie (perusahaan pengawal
barang Wie Bu) berpancungan kepala2 manusia. Ia tidak
menangis, hanya merasakan seluruhnya adalah darah,
terkecuali darah masih tetap darah dan kelak ia akan meminta
darah membayar darah …..
Renungannya ber-bayang2 terus, membuatnya tidak bisa
tidur. Bintang2 sudah menyepi hanya tinggal satu masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terlihat berkedip-kedip. Ia mengerutkan kening sambil


mengusap-usap pedangnya, dengan senjata ini Ia akan
melakukan tagihan darah. Ia girang dan mengucurkan air
mata, lalu tidur sejenak, sesudah itu dengan tergesa-gesa ia
bangun, tanpa banyak pikir lagi ia keluar pintu, dilihatnya
murid2 Bu Tong belum pada bangun. Dengan tanpa pamit lagi
ia meninggalkan Bu Tong San.
***
Musim semi di Kang Lam indah sekali, burung kenari
bersiul2 sepanjang pagi, bunga2 indah menerbangkan
bebatuan harum, dunia sudah beralih dari kebekuan musim
salju dan kembali pada kesegaran baru.
Dalam sekejap mata Kiu Heng sudah melewati tiga bulan
dengan penghidupan baru yang tidak karuan. Ia merantau
kesana kemari tanpa arah tujuan dan tibalah di daerah Ciat
Kang. Tiga bulan ini membuatnya kecewa, dadanya seperti
ditembus anak panah yang tak mengenal kasihan, hancur
luluh pengharapannya.
Kini, terkecuali dari ilmu pelajaran yang pernah didapat dari
gurunya, tidak ada kemajuan lain yang diperolehnya. Ingin ia
mencari orang2 luar biasa guna menuntut ilmu, tapi tidak ada
daya untuk menemuinya. Se-waktu2 timbul niatnya kembali ke
Bu Tong San, menuntut penghidupan yang menjemukan dan
mempelajari ilmu yang tidak bisa dipergunakan melawan
musuh. Tapi perasaan hati kecilnya terlampau besar. Sehingga
pikiran itu sekali timbul segera tertekan hilang lagi.
Pikirnya berbuat demikian itu tidak berguna dan bisa
ditertawakan kawan2 seperguruan. Ia ingin kembali sesudah
berhasil’ menjadi seorang yang berilmu tinggi, agar saudara2
seperguruannya merasa iri dan kagum.
Mengingat demikian kekerasan hatinya semakin hebat,
tanpa mengenal lelah ia maju terus dengan harapan besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada suatu hari Kiu Heng tiba di kota Sin Cong, pikirnya di
kota besar demikian itu pasti tempat mengeramnya segala
harimau dan naga. Tapi Ia berpikir salah. Terkecuali dari kaum
penjual silat, tidak didapatkannya orang2 berilmu tinggi yang
dikehendaki. Sepuluh hari ia membuang waktu di kota itu
dengan harapan nihil.
Hari ini Ia pergi keluar kofa untuk menghilangkan kesepian
hatinya dan mengharap-harapkan ketemu orang luar biasa.
Dengan langkah berat ia berjalkan perlahan-lahan.
“Mungkinkah cita2ku tidak akan dikabuli alam? Kalau terus
demikian macam, aku harus bagaimana?” pikirnya.
Tiba2 ia mendengar suara kelenengan nyaring yang
bercampur dengan ketoprakan kaki kuda, sungguhpun bukan
suara musik tapi cukup menarik pendengaran.
Dengan cepat penunggang kuda itu sudah tiba di
hadapannya dan berhenti. Kui Heng menundukkan kepala
terus sambil minggir membuka jalan. Anehnya penunggang
kuda itu tidak melanjutkan perjalanan. Ia dongak
memandang, tampak seekor keledai yang kokoh dan hitam
mengkilap, lalu melihat kelenengan yang tergantung di leher
binatang itu, hal ini membuatnya kaget karena kelenengan itu
terbuat dari kumala yang mahal.
“Penunggang keledai itu kalau bukan kaum bangsawan
tentu seorang saudagar besar. Tapi kenapa berhenti di
hadapan mukaku?” pikir Kiu Heng tidak mengerti.
Untuk mencari jawaban Ia menatap penunggang keledai
itu. Ia menjadi kaget tapi tidak membuatnya berseru.
Tampak penunggang keledai itu adalah seorang tua yang
sudah putih rambut janggutnya, mukanya pucat tidak
berdarah, barang siapa melihatnya pasti akan merasa gentar.
Waktu pandangan mata Kiu Heng bentrok dengan sinar
mata orang tua itu membuatnya menggigil tidak karuan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

karena matanya si orang tua lebih banyak putihnya dari


hitamnya, memancarkan sinar terang berkilat-kilat memaksa
membuatnya takut dan menundukkan kepala.
“Dilihat dari Tay Yang Hiatnya yang menonjol demikian
macam, pasti seorang berilmu tinggi yang luar biasa, tapi
kenapa demikian adem dan tawar? Mungkinkah, aku dapat
memperoleh beberapa pelajaran darinya?” pikir Kiu Heng.
“Hm,” kata si orang tua dengan dingin, seolah-olah
menghina Kiu Heng seorang pengecut besar yang melihat
matanya saja tidak berani. Mana bisa menjadi jago Bu Lim di
kemudian hari?
Begitu Kiu Heng mendengar suara ejekan, perasaan hatinya
segera tersinggung, cepat2 memandang dengan gusar dan
penuh keberanian.
Tapi si orang tua sudah merapatkan matanya, dan
menjalankan lagi keledainya.
Kembali suara keleningan dan ketoprakan kaki keledai
terdengar nyaring.
Entah bagaimana Kiu Heng seperti kena guna2 juga
mengikuti terus di belakang keledai. Sewaktu tiba di sebuah
rumah makan yang besar, keledai itu berhenti sendiri tanpa
diperintah. Si orang tua membuka matanya, seolah-olah Ia
tahu bahwa Kiu Heng mengikutinya sedari tadi.
Sedikitpun tidak menjadi heran, akan tetapi dengan
sengaja tidak sengaja Ia melirik beberapa kali pada si anak.
Sekali ini Kiu Heng tidak takut seperti tadi. Ia memandang
pula dengan tersenyum.
suatu senyum persahabatan yang manis dengan harapan
mendapat kesan baik dari si orang tua.
Tapi si orang tua seperti tidak melihat saja, sedikit pun
tidak menunjukkan perasaan apa2, ia berjalan perlahan-lahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ke dalam rumah makan dengan tenang sesudah turun dari


keledainya. Lalu duduk di tempat yang sunyi dan menghadap
jendela.
Kiu Heng menjadi tertegun melihat pengawakan si orang
tua. karena kalau dirinya dibanting tidak sampai
sepinggangnya.
Sejenak kemudian ia pun membusungkan dada meniru
lagak si orang tua masuk ke dalam. Sambil jalan otaknya
sambil terpikir: ”Orang tua ini jangkungnya luar biasa sekali.
tak ubahnya dengan Bu Siang Kui (setan jangkung). Oh, yang
tepat adalah setan jangkung yang putih.”
Berpikir sampai di situ hatinya mengingat: “Oh,” serunya
tak terasa.
Cepat2 ia berhenti melangkah, wajahnya berubah
ketakutan, dengan sinar mata cemas Ia memandang si orang
tua jangkung.
“Mungkinkah orang tua ini Cungcu dari Ban Seng Cung
yang bergelar Pek Bu Siang dan bernama Siang Siu?” pikirnya.
Ia adalah seorang dari jalan hitam kelas wahid dan ditakuti
seluruh Kaum Bu Lim.
Teringatlah gurunya sering menceriterakan keadaan dunia
rimba hijau. Ia ingat bahwa Pek Bu Siang dilukiskan gurunya
seorang yang berwajah tawar dan beku, tapi memiliki ilmu
tinggi yang hebat. Sewaktu terjadi pertemuan di Thian Tie ia
menjadi jago tanpa tandingan, tapi akhirnya kena dikalahkan
Jiak Hiap Kong Tat. Sejak itulah ia menyembunyikan diri di
pegunungan sepi, sehingga tersebar kabar ia sudah mati.
“Ah, tak mungkin dia,” bantah Kiu Heng pada dirinya
sendiri.
“Hei! Bocah apa perlumu datang ke sini, kau harus tahu
inilah Cui Hong Ciu Lauw (rumah makan burung Hong hijau)
yang terbesar dan kenamaan,” kata pelayan rumah makan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perkataan yang berbau menghina ini membuat Kiu Heng


sadar dari lamunannya. Cepat2 ia merogo sakunya yang masih
mempunyai beberapa gelintir perak hancur.
“Tak perduli rumah makan yang bagaimana besarpun untuk
makan sekali tidak menjadi soal,” pikirnya.
Lalu ia memandang kepada pelayan dengan garang.
Tampak pelayan itu tengah mengawasi dengan mata yang
menghina dan mengejek, hal ini membuatnya panas, dengan
keras ia berkata: “Hai, kau boleh sediakan segala makanan
untuk Siauya makan!”
Tiba2 ia merasakan perkataannya ini kurang tepat, ia kuatir
pelayan itu mempersukar dirinya dan memberikan segala
sayuran sebanyak-banyaknya. Bagaimana jadinya kalau
sampai tak kuat membayar? Bukankah ia harus malu di muka
umumn?
Sungguhpun ia masih kecil tapi sudah mempunyai malu,
lekas2 Ia mengubah perkataannya barusan.
“Hai, jangan banyak2, karena Siauya baru makan!”
serunya.
“Kurang ajar, siang2 aku menemui setan!” pikir si pelayan,
”Mana ada aturan sepiring nasi dibagi dua. Inginkah kau
makan perdeo? Awas kalau kau anglap, perhitunganmu bakal
salah. Pendeknya kalau kau tak bayar, kulitmu akan kubeset,”
gerendeng si pelayan di dalam hati.
Tapi sewaktu ia memandang pedang panjang Kiu Heng,
pikirannnya menjadi berubah.
“Ah, bocah ini masih mempunyai pedang yang dapat
digadai, gelagatnya aku tak bisa membeset kulitnya,” pikirnya
lagi.
Saat ini keadaan rumah makan tengah ramainya, tidak ada
tempat kosong lagi. Hanya ada sebuah kursi yang masih
kosong, yakni yang di sebelah orang tua jangkung. Tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memperdulikan Kiu Heng senang atau tidak, segera menunjuk


kursi itu. Hal ini cocok dengan permintaan Kiu Heng, dengan
girang Ia ke sana.
Tak perduli ia seorang jahat yang menggemparkan
Bu Lim dengan kekejaman dan ketelengasannya, yang
penting aku harus mencapai cita2-ku. Tapi harus menantikan
ketika baik. Bila tidak, bisa2 aku mati konyol secara kecewa,”
pikirnya.
Si orang tua makannya sangat lambat, seperti tengah
mempunyai urusan lain yang maha penting, dan terpancang
pula seperti menantikan seseorang. Sehingga Kiu Heng yang
semeja dengannya tidak pernah dianggap ada.
Perlakuannya yang demikian adem dan kecut, seolah-olah
di dalam dunia ini terkecuali dia sendiri tidak ada orang kedua
lahir hidup, membuat sekali pandang sudah nyata bahwa ia
bersifat menyendiri.
Sesaat kemudian orang tua itu berdehem dua kali. Kiu Hrng
menengok, hatinya menjadi terkejut: Dua mata si orang tua
yang bersinar tajum dan dingin menatap ke arah pintu tanpa
berkedip, mukanya yang beku dihiasi senyum dingin yang
getir.
Kiu Heng yang pintar segera menduga bahwa di rumah
makan ini akan terjadi onar hebat, cepat2 Ia memandang
keluar.
Ia menjadi heran karena tidak ada sesuatu yang
menimbulkan kecurigaannya, otaknya menjadi heran tak
mengerti.
Tiba2 dari arah luar dua kuda yang berlari cepat datang ke
rumah makan, penunggangnya sudah turun dengan cepat dan
berdiri berjajar di depan pintu. Yang berdiri di sebelah kiri
adalah seorang tua botak, yang berwajah welas asih.
Wajahnya merah bersinar. lengannya memegang tongkat besi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang panjang. Yang di sebelah kanan adalah seorang tua


gemuk yang tembem, perutnya gendut, lengannya memegang
kipas yang digoyang-goyangkan.
Sungguhpun mereka sudah tua tapi semangatnya masih
gagah, gerak-geriknya sangat lincah, sinar mata mereka tajam
menyapu sekeliling, sekali lihatpun orang akan tahu bahwa
mereka adalah jago yang berkepandaian tinggi.
(Bukankah mereka ini yang bergelar Thian Lam Sam Cee
(tiga bintang dari Thian Lam), yang botak itu pasti Siu-cee
Kong Say Lam San dan yang gemuk adalah Hok-cee-kong Sin
Tong Hai. Mereka tinggal di daerah Thian Lam, kenapa bisa
datang ke Ciat Kang? Ah, apa hubungan mereka dengan si
orang tua jangkung? Kalau begitu biar si orang tua jangkung
berilmu bagaimana tinggi pun mana bisa menang melawan
mereka berdua?” pikir Kiu Heng.
Entah bagaimana perasaan kuatir atas keselamatan si
orang tua jangkung timbul di hatinya.
Memang dua orang tua yang baru datang itu adalah dua
dari tiga bintang Thian Lam, sedangkan seorang lagi yang
bernama Hok Sam Kang dan bergelar Liok-cee-kong tidak
menampakkan diri.
“Ih, bukankah itu Siang Siu-heng?” kata mereka dengan
kaget.
“Ah, tak kira si orang tua ini benar2 Siang Siu adanya,” pikir
Kiu Heng.
Si gendut Sin Tong Hai pura2 terkejut.
“Aiihh,’’ serunya, “Kita seperti buta saja! Sesudah melihat
keledai hitam yang bernama Cui-hong-pen-goat seharusnya
berpikir bahwa Siang Heng berada di sini. Benar2 harus
mampus, Lo Toa lekas kau minta maaf, jangan sampai
membuat Siang Heng, gusar dan mencengkeram kita,
bilamana sampai begitu urusan jadi berabe!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia seperti berkata-kata pada diri sendiri, tapi mirip pula


berkata pada saudaranya, tapi suaranya cukup terdengar Pek
Bu Siang.
Kiu Heng tidak mengetahui persoalan antara mereka dan
tidak dapat menangkap makna2 dari perkataan Sin Tong Hai
itu berupa sindiran tajam untuk Pek Bu Siang.
“Pek Bu Siang ini benar2 kenamaan sekali, sampai Thian
Lam Sam Cee yang menggetarkan empat penjuru masih
merasa jeri, pikirnya.
“Siang Heng sehabis berpisah pasti baik2 saja bukan?
Masih ingatkah dengan kawan lama? Tiga puluh tahun kita
berpisah, tampaknya Siang Heng masih tetap sejaya dulu,
bahkan kuyakin ilmu Pai Kut Sin Kang (ilmu tulang kering)
sudah diyakinsampai tarap sempurna,” kata Siu-cee-kong Say
Lam San sambil membungkukkan tubuh.
Pek-bu-siang Siang Siu membalas hormat tanpa berdiri.
“Tak kukira Thian Lam Cee yang kenamaan di masa lalu
bisa berubah menjadi Thian Lam Sam Ciu (tiga badut dari
Thian Lam)! Ha ha ha! jiwi tidak berasakah lagak yang
demikian itu terlalu menyebalkan yang melihat? Hm, satu lagi
kemana? Mungkinkah pulang ke rumah mertuanya? Beberapa
hari yang lalu aku masih melihat ia bersama kamu
mengikutiku secara mencurigakan, kenapa kini tidak terlihat
mata hidungnya? Mungkinkah tidak mempunyai muka dan
malu karena kejadian yang dulu? Sebenarnya Ia tak perlu
demikian, biar bagaimana kita toh tetap kawan lama bukan?
Ha ha ha!” kata Pek-Bu-siang Siang Siu sambil ter-tawa2.
Biar Ia berkata-kata demikian banyak, mulutnya tidak
terlihat bergerak-gerak, karena Ia mengeluarkan suara dari
hidung, apa yang diucapkan kedengarannya, tak sedap sekali
dan menusuk pendengaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng pertama kali mendengar ia berkata-kata. Bulu


romanya menjadi bergidik dan pada bangun. Sesudah selesai
Ia berbicara, Kiu Heng baru merasa tenteram kembali.
Say Lam San dan Sin Tong Hai merasa malu dan jengah,
karena dalam beberapa bulan ini mereka membayangi pada
Siang Siu. Pikir mereka tidak diketahui, siapa tahu perbuatan
mereka, siang2 sudah diketahui. Karena perbuatannya dibuka
dan membuat mereka malu atau dikarenakan perkataan Siang
Siu yang demikian kasar dan sombong membuat mereka
gusar. Dengan wajah dongkol Sin Tong Hai memandang tajam
kepada Siang Siu.
Say Lam San lebih tenang dari saudaranya. cepat2
memberi tanda dengan mata. lalu ia tertawa: “Kalah menang
dalam perkelahian adalah soal biasa, lebih2 kami yang berupa
bintang2 kecil berkelap-kelip mana bisa menang melawan
Siang Heng yang terang seperti matahari? Sungguhpun
pernah menderita kekalahan dari Siang Heng, tapi kejadian itu
sudah berlalu tiga kali sepuluh tahun, kini kita bertemu lagi.
Kupercaya kalah menang itu tidak bisa ditentukan terlebih
dulu!”
“Siang-heng,” kata Sin Tong Hai melanjutkan perkataan
saudaranya, “Saudara kecil ini pasti adalah murid
kebanggaanmu bukan?”
Sehabis berkata tubuhnya memiring sedikit, lengannya
terangkat dan menepuk pundak Kiu Heng. Lengannya ini
dikerjakan dengan maksud lain dan bukan untuk melukai!
Orang2 di kalangan rimba hijau mengetahui dengan jelas
bahwa Pek-bu-siang Siang Siu adalah manusia aneh
menyendiri, tidak mempunyai kawan maupun murid, kesana
kemari seorang diri. Pendeknya bilamana orang2 yang tidak
mempunyai hubungan dengannya, biar mati di depan
matanya, tak akan Ia menolong. Dibiarkan saja sejadinya,
mau mati kek mau hidup kek bukan urusannya. Kehidupannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu demikian terus adanya dan belum pernah dilanggarnya


atau dikecualikan.
Sin Tong Hai melihat Kiu Heng yang serupa dengan anak
jembel berada di dalam rumah makan yang mewah dan duduk
di sebelah Siang Siu yang terkenal sebagai orang kejam nomor
wahid, sehingga merasa heran dan ingin tahu. Karena itu
lengannya yang ditepukkan pun tidak menggunakan tenaga
besar.
“Jika anak ini bukan murid Siang Siu, pasti tidak akan
ditolongnya, mana boleh meninggal dengan konyol di
tanganku,” pikir Sin Tong Hai.
Kiu Heng mana tahu si gemuk mempunyai pikiran
demikian, begitu melihat tangan datang ke arahnya menjadi
terkejut, sekali. “Celaka, biar aku belajar sepuluh tahun lagi
mana bisa melawannya,” pikirnya.
Ia ingin mengegos tapi menjadi urung, karena ia berpikir
lagi: “Aku ingin melihat apakah Ia akan diam saja melihat
kematianku?”
Dengan tenang Kiu Heng berduduk terus seperti tidak
melihat apa yang tengah mengancam dirinya. Entah
bagaimana Siang Siu yang biasanya tidak mencampuri urusan
orang segera menggerakkan lengan kanannya dengan
kecepatan kilat. Tentu saja membuat Sin Tong Hai tidak habis
mengerti. Ia kaget karena mengetahui di dalam kuku
musuhnya mengandung racun yang luar biasa, bilamana kena
dicengkeramnya sedikit, kulit dan sebuah pukulan segera akan
menjadi mati tak tertolong.
Tanpa ayal lagi Ia mencelat beberapa tombak, sungguhpun
berhasil menghindarkan diri dari bahaya, keringatnya
mengucur deras, tanda kagetnya.
“Pengemis kecil ini pasti muridnya Siang Siu,” pikir Sin Tong
Hai begitu melihat musuhnya bergerak. Padahal ia tidak tahu
bahwa Siang Siu sudah melakukan kekecualian atas tradisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang dilakukan. Ia turun tangan untuk orang yang tidak


dikenal. Cepat2 ia menarik tangannya.
“Siu-peng, kau sudah berpuluh tahun hidup di dunia,
mungkinkah muka tuamu itu sudah menjadi tebal?” berkata
Siang Siu.
Tanpa menantikan jawaban diserangnya Sin Tong Hai
dengan ilmu Pai-kut-sin-kang, terdengar lengan kirinya
berkeretekan dan segera mengulur agak panjang, ser! sekali,
tahu2 lengan itu seperti tidak mempunyai tulang, lemah
gemulai dan bergoyang-goyang. Dapat diputar sesuka hatinya
ke mana jurusan pun, karena tidak terikat engsel2 tulang.
Jarinya terbuka lebar, kukunya yang panjang2 tak ubahnya
dengan ujung pedang.
Ia memutarkan tangan seperti menyapu dan
mencengkeram, deruan angin yang ditimbulkan sangat dingin
dan langsung menyerang kepada Sin Tong Hai.
Dengan kecepatan kilat ilmu kipasnya yang bernama Tay-
pu-bu-tee-san-hoat dilancarkan cepat, ujung kipas yang tajam
digunakan seperti pedang, menabas lengan Pek-bu-siang.
Tanpa mengegos atau mengganti jurus, Pek-bu-Siang
bersenyum dingin secara angkuh, seolah-olah serangan
musuhnya itu tidak dipandang sebelah mata. Sehingga
membuat Sin Tong Hai bertambah gusar. Sewaktu kipasnya
sampai di tengah jalan, segera mengempos semangat
menambah tenaga dan berhasil mengenai lengan baju
musuhnya.
Saat inilah Siang Siu terbahak-bahak. Lengannya
bergoyang halus seperti ranting pohon dan berputar cepat
menghindarkan serangan musuhnya, sesudah itu sebuah
lengan kirinya melakukan serangan balasan tidak kalah
cepatnya mengarah tenggorokan.
Sin Tong Hai cukup berpengalaman dan sering menghadapi
musuh besar, begitu merasakan serangannya yang hampir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berhasil mengenai tempat kosong, segera sadar keadaan tidak


baik, perutnya segera dikembungkan, bagian atas dari
tubuhnya segera mental ke belakang.
Tak kira lengan Pek-bu-siang kembali berbunyi dan
bertambah panjang lagi. Keruan saja Sin Tong Hai bertambah
kaget, untung masih keburu ia menjalankan jurus Tiat-pan-
kiau, tubuhnya melengkung ke belakang dan mental seperti
terlepas dari rintangan.
“Bret!” terdengar suara pecah.
Kiranya Sin Tong Hai biar berhasil menghindarkan diri dari
serangan musuh, tapi bajunya kena tersobek. Sehingga bagian
dadanya yang gemuk tampak keluar, ia kaget dan pucat
mukanya, dengan bengong Ia berdiri di samping.
Kiu Heng merasa kaget dan girang. Ia merasa kagum pada
kepandaian Pek-bu-siang. “Kalau ia mau memberikan
beberapa pelajarannya ini bukan main baiknya,” pikirnya
dengan penuh pengharapan.
“Lojie!” kata Say Lam San, “kepandaian Siang-heng
nampaknya bukan menjadi tandingan kila, maka itu tak perlu
heran kalau Lo Sam menderita kekalahan di tangannya.”
“Kulihat jiwie orang2 yang pandai dan pintar, karena itu
kuminta kalau bicara sebaiknya terang2an saja, jangan
ngelantur berputar-putar seperti lagak nenek2!” tegur Pek Bu
Siang.
“Bagus!” kata Sin Tong Hai, ”kalau begini tidak sia2
perjalanan kami. Eh, katanya Siang-heng memiliki Sam Cun
Giok Cee yang serupa dengan julukan kami, karena itu…….”
kata Sin Tong Hai.
“Oh, kiranya kamu jauh2 mengintil terus ingin memperoleh
benda ini,” kata Pek Bu Siang seraya tergelak-gelak. “Memang
Sam Cun Giok Cee itu ada padaku.”
Lalu dikeluarkan dari dalam kantongnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tatkala ini sekalian orang merasakan mata mereka menjadi


terang, tampak di atas meja berdiri dengan baik sebuah
patung kumala hijau yang tingginya lima dim, ukirannya yang
demikian indah membuat patung itu seperti hidup. Sinarnya
yang menyilaukan dan bagusnya yang membuat kagum.
Benar2 benda antik yang tidak ternilai.
Say Lam San dan Sin Tong Hai adalah orang2 Kang Ouw
yang berpengalaman, tapi seumurnya belum pernah melihat
benda semacam itu.
“Benar benda langka yang tidak ternilai, kini hitung2 kami
tidak sia2 berjalan jauh, karena bisa membuka mata melihat
benda mustika,” pikir mereka seraya melangkah mendekati.
Pek-bu-siang cepat menyimpan kembali Sam Cun Giok Cee
ke dalam sakunya. “Sebenarnya benda ini adalah warisan dari
jieteeku. Kemudian entah bagaimana bisa berada di dalam
istana raja. Beberapa bulan yang lalu dengan memeras tenaga
dan mengadu jiwa aku berhasil mengambilnya kembali,”
katanya sambil larak-lirik.
Sesudah itu melanjutkan lagi perkataannya: “Benda ini
semacam benda pembawa sial. Waktu Jieteeku memperoleh
benda ini dua bulan entah bagaimana tahu-tahu menjadi mati,
andaikata kamu tidak percaya bahwa benda pembawa sial,
tidak halangan…….. ha ha ha……. karena masing2
memperolehnya bukan dengan jalan yang benar!”
Say Lam San merengut, lalu mengambil teko arak dengan
tenaga lweekangnya dibuatnya arak mendidih dan keluar
melalui mulutnya seperti air mancur masuk ke dalam dua
cawan, lalu mengangkat sebuah cawan dan berkata: “Mari!
Siang-heng, Siautee meminjam arak menghormati dirimu dan
meminta petunjuk juga darimu!”
Tanpa bangun atau berdiri Pek-bu-siang mengangkat
cawan menyambut cawan arak itu. “Ah, jangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memberabekan! Ha ha! Arak dari Say-heng mungkin adalah


yang terenak diminumnya katanya mengejek.
Tampak dua cawan dibenturkan tanda dari menghormat,
sekali-kali tidak mnerbitkan suara, melainkan menjadi nempel
dan tidak bisa dipisahkan.
Kiu Heng tahu bahwa mereka tengah mengadu Lweekang,
masing2 memusatkan tenaganya ke dalam cawan. Seketika
berlalu, tampaknya kalah menang sudah mulai terlihat. Pek-
bu-siang masih tetap duduk seperti semula sedangkan ilmu
Pai-kut-sin-kang sudah disalurkan ke dalam cawan sehingga
arak itu menjadi beku.
Sedangkan Say Lam San sudah berkeringat. Ubin yang
dipijaknya sering2 memperdengarkan suara berkeretek.
Gelagatnya arak yang dibikin mendidih oleh tenaga dalam
sudah kembali menjadi dingin, dan pasti per-lahan2 akan
menjadi es.
Seketika kembali berlalu tiba2 arak di dalam cawan Say
Lam San mendidih lagi, seperti tenaganya belum dikeluarkan
semua, dan kini baru digunakan.
Pek-bu-siang menggigil juga dibuatnya. Dengan cepat ia
memejamkan mata.
Tampaknya tengah memusatkan tenaga dan semangat
menghadapi musuhnya.
Kiu Heng merasa senang pada Pek-bu-siang, lebih2
sesudah mendapat pertongannya, begitu melihat keadaan
Pek-bu-siang terdesak, segera timbul akal bulusnya. Dua
tangannya menekap mulut seperti mau bersin.
“Hacihhh!” sekali sikut kanannya dengan wajar menusuk ke
bawah ketiak Say Lam San dengan telak. Hal ini di luar
dugaannya. Tak ampun lagi Ma-hiatnya seperti kena ditotok,
ia merasakan sekujur tubuhnya menjadi kaku dan hilang
kekuatan tenaganya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berbareng dengan ini terdengar “trang”, dua cawan yang


merapat tiba2 menjadi berpisah. Say Lam San menjadi pucat,
tubuhnya terhuyung-huyung sesudah berdiri tetap segera
meminum araknya.
“Ilmu Siang-heng luar biasa sekali, aku mengaku kalah, tapi
kalau Siang-heng tidak keberatan, esok malam kita bertemu
lagi di kuil Kuan Tee Bio yang berada di puncak Cee In Hong
di Oey San! Di situ kami bertiga akan meminta pelajaran lagi
pada Siang-heng dengan menggunakan Sam-cee-pan-goat-tin
(barisan tiga bintang menemui rembulan), bagaimana?”
tanyanya terpaksa.
Pek-bu-siang memandang pada Kiu Heng. Ia tidak
menjawab, tapi meminum araknya.
Kiu Heng cukup pintar. Ia tahu bahwa Pek-bu-siang
meminta dirinya menalangi menjawab. Sungguhpun ia merasa
heran, tapi dengan cepat sudah menjawab: “Baik!”
Say Lam San tentu saja percaja pada perkataan Kiu Heng,
karena menganggapnya murid dari Pek-bu-siang.
“Baiklah, sampai ketemu lagi pada hari esok!”
Sehabis berkata, segera ia memutar tubuh mengajak
saudaranya berlalu.
Sesudah mereka keluar dari pintu, Pek-bu-siang Siang Siu
baru menarik napas panjang, lalu bangun. Kursi yang
didudukinya sudah hancur seperti tepung dan berantakan di
lantai.
“Oh, kiranya Ia takut bicara, sebab bisa membuyarkan
tenaganya dan menyuruh aku menjawab!” pikir Kiu Heng.
Ia menoleh ke tempat bekas Say Lam San berdiri, di situ
tertera bekas tapak kaki yang dalamnya setengah dim, di
belakang tapak kaki itu masih terlihat pula telapak kaki lagi,
itulah telapak kaki Sin Tong Hai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng memandang pada Pek-bu-siang dengan kagum.


“Lihay betul dia ini: Thian Lam Sam Cee dengan tenaga
bergabung, mereka masih tidak bisa menang!” pikirnya.
Saat ini Pek-bu-siang sudah mengganti kursi lain, sehingga
tempat makan yang ramai ini sudah menjadi sepi. Tamu2
yang demikian banyak entah kemana perginya, sedangkan
pelayan dan pemilik rumah makan, berdiri jauh2 dengan
wajah pucat. Sungguhpun Pek-bu-siang mempunyai tabiat
aneh, cukup mempunyai perasaan juga. Ia tahu semua ini
akibat ia mengadu silat dan membuat tetamu ketakutan.
Cepat2 Ia merogo saku mengeluarkan uang perak lalu
dilemparkan kepada kasir.
“Terimalah ini, hitung2 mengganti kerugian kamu hari ini!”
katanya sambil meminum arak lagi.
Pek-bu-siang segera berdiam diri seketika lamanya,
membuat Kiu Heng tidak habis mengerti, tapi ia cukup sabar
untuk menantikan terus di samping tak pergi2.
“Siau-cu (bocah kecil), coba kau terangkan kenapa kau bisa
tahu aku akan turun tangan membantumu?” kata Pek-bu-
siang dengan dingin, sesudah diam diri seketika lamanya.
“Aku tidak tahu. Aku hanya mempunyai keyakinan kau akan
menolong bahaya kematian yang akan terjadi di depan
matamu!”
Wajah kaku dari Pek-bu-siang tiba? menunjukkan
senyuman, tapi segera ditarik kembali sebelum Kiu Heng
melihatnya.
“Anak ini aneh, berani betul mengadu jiwa dengan
kepercayaannya,” pikirnya.
“Hai,” tegurrnya lagi, “mungkinkah kau sudah tahu siapa
aku? Tapi kau tidak tahu, akan sepak terjangku bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ya,” kata Kiu Heng, “aku sudah tahu semua, tapi merasa
heran kenapa kau memecahkan tradisimu dan membantu
diriku?”
“Ya” jawab Pek-bu-siang mengakui. Ia merasa kalah dan si
anak menang. Karena itu tidak menjelaskan terlebih panjang.
Ia tidak habis pikir dalam keadaan yang mendesak bisa
membantu Kiu Heng, karena itu ia terpekur sejenak sesudah
itu baru bertanya lagi: “Siaucu, siapa namamu?”
Kiu Heng mengerutkan kening, dua kali Ia disebut Siaucu,
entah bagaimana sebutan itu membuatnya tersinggung dan
tidak senang mendengarnya. Tapi untuk memperoleh
pelajaran dari Pek-bu-siang, Ia bisa berlaku sabar.
“Namaku Kiu Heng,” katanya.
Sesudah itu ia memalingkan muka keluar dan berkata
dengan sombong. ”Lain kali kau jangan memanggil Siaucu lagi
sesudah mengetahui nama itu, belum pernah aku mendengar
orang memanggil demikian padaku? Tapi aku dapat
memaafkan dirimu karena tidak tahu namaku!”
Adapun nama Kiu Heng berarti dendam dan sakit hati. Pek-
bu-siang yang kenyang malang melintang di dunia hitam dan
membunuh tanpa mengenal belas kasihan merasa kaget
mendengar nama yang demikian itu.
“Anak ini pasti mempunyai dendam dan sakit hati yang
setinggi langit dan dalam seperti lautan!” pikirnya.
Sungguhpun demikian, Ia tidak marah atas kelakuan Kiu
Heng, berbalik semakin merasa suka dan sayang.
“Anak ini pasti akan menjadi seorang jago aneh di
kemudian hari,” pikirnya lagi.
Segera ia menganggukkan kepala. “Bagus, lain kali aku
tidak mau memanggilmu Siaucu. Eh, apakah kau sadar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pertolongan yang kuberikan tadi itu segera membuat kaum Bu


Lim menyangka kau sebagai muridku!”
Kiu Heng menganggukkan kepala. Ia tahu maksud Pek-bu-
siang ingin menjadikan muridnya, tapi hatinya berpikir lain.
“Dengan pelajaran yang kuperoleh darimu itu mana bisa
dipakai membalas sakit hatiku? Suhu sudah mengatakan
musuhku adalah jago kelas utama yang tidak ada tandingnya
di kolong langit. Aku hanya bisa mempelajari berbagai ilmu
dari macam2 perguruan baru mempunyai harapan
melaksanakan cita2ku. Akupun merasa heran, suhu memiliki
ilmu luar biasa kenapa tidak mau menurunkan kepadaku, dan
hanya memberikan pelajaran Bu Tong Pay. Setiap kali aku
memohon untuk mempelajarinya, ia selalu mengatakan:
Sesudah kau mengetahui siapa musuhmu dan sudah menjadi
ahli warisku, kau boleh menuntut balas.”
“Kini segala riwayat hidupku berada di dalam pedang yang
tidak bisa kucabut ini.”
Pek-bu-siang salah kira, pikirnya Kiu Heng sudah
mempunyai guru dan tidak mau menjadi muridnya lagi.
“Heng-jie, dari sinar matamu dan pedang yang kau soren,
pasti sudah pernah beladiar silat. Entah siapa gurumu itu?”
tanyanya.
“Guruku sudah… sudah meninggalkan dunia ini, lebih baik
jangan menceritarakan soal ini!” kata Kiu Heng.
“Manusia hidup harus mati, hanya waktu yang
menentukan, perlu apa disedihkan. Yang lalu biar berlalu,
yang baru harus ditempuh dengan baik!” kata Pek-bu-siang.
“Caramu berkelana di dunia Kang Ouw kurasa kurang
tepat. Kalau kau tidak mempunyai lain tujuan yang baik, lebih
baik kau turut denganku.”
“Terima kasih banyak atas perhatianmu, tapi aku
mempunyai kesukaran untuk menerangkan bahwa aku tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bisa mengangkat kau sebagai guru. Tapi aku menginginkan


kau bisa memberikan pelajaran silat kepadaku,” pinta Kiu
Heng.
Pek-bu-siang menjadi kaget.
“Hm! Mungkinkah aku tidak cocok menjadi gurumu? Kau
harus yakin inilah hokkiemu, orang lain biar memberi soja
kepadaku tidak akan kuterima menjadi murid! Katakan…
katakan… apa kekuranganku? Siaucu, jika kau tidak mau
akupun tidak memaksa dan jangan ‘bebelian’ betul, lekas kau
enyah dari mukaku!”
“Lucu! Kau kira dirimu kuperlukan betul? Pergi ya pergi!’’
kata Kiu Heng seraya menjengkat keluar.
Pek-bu-siang berpuluh-puluh tahun malang melintang di
dunia Kang Ouw, belum pernah mendapat kesukaran seperti
sekarang, karena dongkolnya sampai tak bisa bersuara.
Setelah lama baru berkata: “Siaucu! Berani betul kau
melawan Lohu, bosan hidup barangkali!”
Lengannya segera terangkat, tulangnya berkeretek nyaring,
ilmu beracun dari Pai-kut-sin-kang segera akan dilancarkan
untuk merenggut nyawa Kiu Heng.
Dengan gagah dan tidak takut, Kiu Heng berdiri di depan
pintu, seolah-olah mati dan hidup tidak dipikirkan.
Pek-bu-siang menjadi urung melihat keadaan ini. Ia merasa
heran atas dirinya sendiri. Sejak kukenal urusan, belum
pernah berlaku seperti sekarang, kenapa aku bisa ragu2 dan
hilang kekerasan hatiku, mungkinkah sebab berjodoh dengan
anak ini?” pikirnya.
Lengannya segera diturunkan.
“Kau pergilah! Tapi awas, kalau kedua kali berjumpa
denganku, jiwa kecilmu akan tamat riwayatnya!”
Dengan cepat Kiu Heng meninggalkan rumah makan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Kenapa? Kenapa?” demikian hatinya bertanya-tanya,


”Seorang golongan hitam yang terkenal kejam dan telengas
bisa memperlakukan aku demikian baik?”
Sebenarnya Pek-bu-siang pun mengalami pertanyaan yang
tidak bisa dijawab, kenapa Ia bisa berbuat demikian. Hatinya
menjadi ragu. “Mungkinkah dalam pertemuan kedua bisa tega
menurunkan tangan jahat kepadanya?” pikirnya.
Sambil menghela napas panjang ia meninggalkan kursinya.
Baru saja sampai di depan pintu, tiba2 dari arah luar datang
seorang yang terhuyung-huyung dan tepat berbenturan
dengannya.
Pek-bu-siang mengira sedang diserang, sehingga menjadi
kaget. Tapi sesudah merasakan benturan orang itu demikian
lunak tak bertenaga, hatinya menjadi tenang kembali.
Diawasinya orang itu yang beralis pendek dan hidung kecil,
mulut lebar, badan panjang, usianya lebih kurang empat puluh
tahun, matanya saju tak bersinar, dari mulutnya menyembur
bau arak. Pikirnya segala pemabukan ini gila betul, lalu tidak
memperhatikan lagi, cepat minggir dan pergi keluar.
Keledai hitam begitu melihat majikannya keluar segera
mendekati, dengan aleman keledai itu menggosok-gosokkan
kepalanya ke pinggang tuannya. Pek-bu-siang merasakan
napas keledainya panas betul. Ia menjadi terkejut, otaknya
segera memikir sesuatu, sedangkan tangannya merogoh saku.
“Celaka!” serunya, karena Sam Cun Giok Cee yang di dalam
sakunya sudah hilang tak berbekas. Dengan gusar Ia
mencabut senjatanya yang berupa eloan hijau. Di atasnya
tertulis delapan huruf yang berbunyi: “Kalau Pek-bu-siang tiba,
segala urusan menjadi habis.”
“Copet jahanam, berani betul menimpa barangku!”
gumamnya seraja cepat mencari orang mabuk tadi. Tapi
orang yang dicari sudah hilang tanpa bayangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Tunggulah hukumanmu,” katanya di dalam hati.


“Sesudah selesai mengurus pertemuanku dengan Thian
Lam Sam Cee, biar kau lari ke manapun akan kukejar,
tubuhmu akan kuhancurkan!”
Cepat2 Ia mencemplak keledainya, kelenengan berbunyi,
makin lama makin jauh dan hilang dari pendengaran.
***
Malam bulan purnama, keadaan di Cee In Hong di depan
Kuan Tee Bio tengah berlangsung pertandingan hebat yang
jarang dapat disaksikan di dalam dunia Kang Ouw.
Pek-bu-siang yang terkenal kejam tengah dikurung Thian
Lam Sam Cee dengan barisan Tiga Bintang Mengitari
Rembulan.
Dalam perkelahian ini Pek-bu-siang tidak bisa memecahkan
barisan musuh, sebaliknya Thian Lam Sam Cee pun dengan
tiga tenaga mereka tetap tidak bisa membuat musuhnya luka.
Pertarungan sudah berjalan enam jam, di luar tahu siapa
pun terlihat sesosok tubuh anak tanggung tengah mengintai
jalannya pertandingan dengan penuh perhatian. Anak ini
bukan lain dari pada Kiu Heng.
Sejak Ia berpisah dengan Pek-bu-siang segera mendahului
datang ke Oey San dengan harapan dapat mencuri pelajaran
Pek-bu-siang dan Thian Lam Sam Cee. Karena Ia datang
terlebih dulu dari yang lain, segera mencari tempat
bersembunyi di dalam bio, lalu tidur. Tiba2 ia terbangun
mendengar percakapan orang. Dengan hati2 ia membalik
tubuh dan mendengar percakapan orang2 itu.
Yang ber-kata2 itu adalah Thian Lam Sam Cee, mereka
memperbincangkan soal Sam Cun Giok Cee, sebelum
perkataan mereka dikatakan panjang lebar, dari arah jauh
mendatang suara keledai dari Pek-bu-siang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mereka tidak banyak bicara lagi segera bertarung. Dari


perkelahian ini terdengar suara deruan angin.
Kiu Heng mengetahui perkelahian berjalan sudah sampai di
puncak sengitnya, cepat ia keluar dari tempat persembunyian.
Apa yang dilihatnya membuatnya heran, karena cara
mereka bertarung itu berjalan lembek, tidak mengadu jiwa
dengan sengit, melainkan seperti bergurau.
Empat orang berada di sebuah lapangan rumput yang lebih
kurang sepuluh meter persegi berputair-putar lalu bergerak,
kemudian mengadu tangan dan demikian seterusnya.
Perlahan-lahan pertarungan masih tetap berjalan ayal-
ayalan, tapi sudah masuk ke dalam ketegangan. Hal ini nyata
dari paras keempat orang; Pek-bu-siang yang pucat beku tidak
membayangkan sesuatu tapi kedua alisnya yang sudah
dikerutkan menandakan sudah mengeluarkan tenaga penuh.
Sedangkan di antara Thian Lam Sam Cee terkecuali Say Lam
San, yang dua lagi sudah berwajah merah seperti dibakar.
Tiba2 Thian Lam Sam Cee berpekik keras secara
berbareng, lalu melakukan serangan bertambah gencar,
mereka melancarkan serangan tangan, di balik itu sudah
menghunus senjata-senjatanya. Tampaknya Sam Cee Pan
Goat Tin baru memperlihatkan kekuatan sejatinya.
Pek-bu-siang pun tidak mau ketinggalan, senjatanya yang
berupa eloan segera dihunus, dengan kelincahan tubuhnya
tiga serangan senjata musuh kena diegos lalu disingkirkan
dengan senjatanya. Pertarungan yang berjalan demikian cepat
tidak dapat terlihat tegas oleh Kiu Heng.
“Apa yang harus kucuri untuk dipelajari?” gumam Kiu Heng.
“Mereka bertarung terlampau cepat, biar seumur hidup
kudapat mencuri lihat pun tak mungkin dapat mempelajarinya
barang setengah jurus.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu medan perkelahian sudah berubah


keadaannya.
Liok-cee-kong Hok Sam Kong sewaktu membentangkan
jurus Kim Tiau Can (garuda emas membentangkan sayap)
menarik lengannya terlampau lambat, sehingga lengan
kanannya kena kesabet senjata musuh nya, segera Ia
merasakan sakit yang pedih. Berbareng dengan itu Siang Siu
sendiri pun tidak luput dari senjata Sin Tong Hai, bajunya
tergores pecah.
“Kekagetan dan kegusaran Pek-bu-siang tidak alang
kepalang. Dengan mengerang keras senjatanya berkilat cepat
dengan jurus Liu Heng Kan Goat (meteor mengejar rembulan),
geraknya lincah. satu jurus menyerang ketiga penjuru.
Tampaknya seperti di kanan lalu terlihat pula di kiri, sukar
menduga di sebelah mana yang akan diserang.
Say Lam San yang bersenjata tongkat berani melawan
keras, sedangkan kipas Sin Tong Hai dan Giok jie Ie (senjata
yang berupa kumala) Hok Sam Kang, sedikit pun tidak berani
melawan keras. Karena itu, mereka terpaksa mundur
beberapa langkah menghindarkan beradunya senjata. Hal ini
membuat Pek-bu-siang memikir untuk menghancurkan barisan
musuh dengan cepat dan kekerasan. Tubuhnya segera
merapung ke udara, lalu menyergap turun pada Sin Tong Hai,
ia benci kepada si gendut ini karena merobek bajunya. Begitu
senjatanya menghajar, musuhnya sudah tidak berdaya lagi,
tapi mendadak ia merasakan suatu tenaga kuat yang
memaksanya turun dan kembali ke tempatnya semula.
Tenaga yang bersembunyi itu adalah jurus penyelamat dari
barisan, barang siapa di antara mereka mendapat gempuran
dan tidak bisa menangkis lagi, dua kawannya yang lain
meminjam tenaga putaran mereka mendorong dengan bengis,
sedangkan seorang lagi menyedot kuat sehingga kawannya
yang tengah tergencet dapat pertolongan dan mendapat
ketika untuk melancarkan serangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek-bu-siang tidak mengetahui tenaga kuat dari mana


datangnya itu merasa tidak boleh bentrok, karena jiwany akan
berada dalam bahaya.
Dengan …………….. Pek-bu-siang ………….. kepandaian
…………. merasakan tekanan dari musuhnya lebih hebat dari
semula. Senjata tongkat dari Say Lam San ……….. kekuatan
…………… sedangkan serangan dari Sin Tong Hai.
Hok Sam Kang…………. bung menjadi……………. kan tekanan
…………… Pek-bu-siang Siang Siu……………. ki senjata eloan
………… lan Pai-kut-sin-kang ………… seketika terdesak dan
keteter.
Seketika berlalu, wajah pucat dan beku dari Pek-bu-siang
mengeluarkan keringat, otaknya berputar keras untuk
memecah barisan. Ia tahu bilamana bisa keluar dari kurungan
berarti bisa memperoleh kemenangan.
“Siang-heng, sebenarnya kita adalah kenalan lama di dunia
Bu Lim, untuk apa ma…………nya, karena …………..gan
mendapat……….tiga musuhnya …………… memperhatikan
…………. n2 Ia meng-………….. sehingga berhasil ……….
menjadi girang. ……………girangnya selesai ………….dengan
matanya silau. Karena Giok-jie-ie musuh hampir tiba di
perutna. Ia mencoba menangkis dengan senjatanya, apa mau
dikata serangan musuh lain sudah berkesiur di belakang
tubuhnya.
Dalam keadaan demikian ia tidak berani menangkis,
melainkan mengegos secepatnya. Akan tetapi dengan berbuat
demikian ia terkena perangkap Sam Cee Pan Goat Tin.
Tubuhnya segera terjepit dan terkena hajaran kipas Sin Tong
Hai, sehingga membuatnya kesakitan berbareng dengan itu Ia
pun membalik tangan dan berhasil membuat Sin Tong Hai
terpental beberapa tombak.
“Ha ha, Pek-bu-siang Siang-sin menjadi jago golongan
hitam dapat menukar jiwanya dengan dua musuh-musuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

cukup berharga. Say Lam San apakah kau masih mau pibu?
Siang Siu akan melawanmu dengan tenaga yang penghabisan,
ba gaimana?”
Liok-cee-kong Hok Sam Kang sesudah melepaskan Giok-jie-
ienya segera tidak terlihat bergerak lagi, sedangkan Hok-cee-
kong Sin Tong Hai sesudah terpental tidak merayap bangun.
Hal ini membuat Siu-cee-kong Say Lam San menjadi tertegun,
ia tahu lebih banyak celakanya dari pada baiknya nasib kedua
saudaranya itu.
Ia tersenyum meringis.
“Siang-heng, hal ini terjadi benar2 di luar dugaanku. Kau…
silathkan kau pergi, aku biar bagaimana tidak mau mengadu
jiwa habis-habisan!”
“Ya, kalau kau tidak mau memukul aku lagi aku akan
berlalu tapi aku tidak menerima kebaikanmu ini!” jawab Pek-
bu-siang.
Sehabis berkata segera ia berlalu sambil terhuyung-huyung.
Perkelahian yang berakhir mengenaskan ini membuat Kiu
Heng yang mencuri lihat menjadi terpaku kaget. Dilihatnya
Pek-bu-siang dengan susah payah naik ke atas keledainya,
lalu berjalan pergi di bawah sinar rembulan. Baru beberapa
langkah tampak Pek-bu-siag jatuh tengkurap di atas
tunggangannya.
Say Lam San tiba2 mendongak ke atas bio, lalu
membentak: “Siapa yang bersembunyi di atas, lekas turun!”
“Wah, celaka betul, tentu ia mengira aku murid Pek-bu-
siang dan pasti tidak akan memberi ampun,” pikirnya.
“Ah, masa bodoh, aku yakin nama besar dari Say Lam San
tidak akan menganiaya seorang Houpwee smacamku.”
Sehabis berpikir Kiu Heng segera turun ke depan Siu-cee-
kong Say Lam San.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng baru berusia lima belas tahun, sungguhpun ilmu


kepandaiannya tidak seberapa tinggi, tapi sudah memiliki ilmu
ginkang yang cukup tinggi.
Say Lam San kaget.
“Siau-ko-jie (sebutan ramah untuk yang lebih kecil), apakah
kau bukan murid dari Pek-bu-siang? Kenapa kau tidak turut
pergi? Suhumu luka parah, mungkin tidak bisa melewatkan
malam ini ia akan meninggal!”
“Aku bukan muridnya!”
“Kenapa bukan? Mungkinkah melihat ia sudah mau mati
dan tidak mau mengaku sebagai guru? Kau seorang anak
yang tidak berbudi, karena itu aku harus menyingkirkan kau
dari dunia ini sebagai murid durhaka,” semakin berkata Say
Lam San semakin gusar, paling akhir Ia menutup perkataan
sambil menghajarkan tongkatnya kepada Kiu Heng.
“Lo Cianpwee jangan salah paham. Aku pertama kali
bertemu dengannya di rumah makan, ia bermaksud
mengangkatku menjadi murid tapi aku tidak mau karena
sudah mempunyai guru.”
“Hai bocah berani betul kau membohong di depanku,
rasakanlah tongkatku ini!”
Kiu Heng yang angkuh dan bersifat keras merasa gusar
sekali melihat Say Lam San tidak mengerti penjelasannya.
“Lo Cianpwee, kalau kau tidak percaja jangan sesalkan aku
berlaku kurang ajar!”
“Bocah, jangan kurang ajar,” bentak Say Lam San seraya
menyapu dengan tangannya.
Kiu Heng melawan dengan gesit. Ia tidak mau mengadu
tenaga, sesudah beberapa jurus berlalu, Say Lam San menjadi
kaget, segera mundur teratur. “Siaucu, kau pernah apa
dengan Cie Yang Cinjin dari Bu Tong Pay?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Beliau adalah guruku,” jawab Kiu Heng.


Ia tahu lawannya sudah mengenali dirinya sebagai murid
Bu Tong Pay.
“Kiranya murid dari Cie Yang Cinjin, atas ini kumohon
maaf,” kata Say Lam San. “Menurut kabar, gurumu itu sudah
meninggal dunia?”
Kiu Heng menganggukkan kepala.
“Ah, umur orang di tangan yang maha kuasa, seperti dua
saudaraku, tadi masih segar bugar, kini sudah mati,” keluh
Say Lam San. “Dapatkah kau membantuku mengubur
jenazahnya saudara2ku ini?”
“Baik,” kata Kiu Heng.
Mereka segera menggali lubang, dengan cepat dua jenazah
sudah dikubur dengan rapi. Hari pun sudah menjadi terang,
dua kuburan yang baru ini menemani kesunyian Kuan Tee Bio
di Cee In Hong secara menyedihkan.
“Kini kita berkumpul sebentar lagi segera berpisah, entah
kapan bisa bertemu lagi, atas bantuanmu mengurus dan
mengubur jenazah2 dua saudaraku, kuhaturkan banyak terima
kasih. Kuserahkan buku ini sebagai tanda mata dan
kenang2an. Kalau kau senang boleh mempelajarinya, kalau
tidak suka boleh kau serahkan lagi kepada orang lain,” kata
Say Lam San seraya menyerahkan buku.
Tidak menantikan Kiu Heng menjawab ia sudah berlalu.
Dengan penuh perhatian buku itu ditatap Kiu Heng,
disampulnya tertulis Sam Cee Pan Guat.
“Untuk apa Ia menyerahkan buku ini kepadaku? Dari mana
aku harus mencari dua kawan untuk mempela-jarinya?”
pikirnya sambil tersenyum.
Tapi ia menjadi girang sesudah mem-balik2 lembaran buku
itu, karena di dalamnya tertera dengan jelas inti sari pelajaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

penting dari ketiga orang itu. Seluruhnya terdiri dari dua belas
jurus, sedangkan Thian Lam Sam Cee setiap orangnya hanya
mempelajari empat jurus. Bilamana seorang mau mempelajari
dua belas jurus, tidak berarti mengurangi kelihayan dari ilmu
itu. Ia menjadi girang dan berjingkrakan, cepat2 Ia masukkan
ke dalam sakunya. dan bertindak pergi.
Langkahnya menjadi berhenti sewaktu ia melihat senjata
Pek-bu-siang mengeletak di atas rumput lalu mengambilnya
menoleh kemana keledai hitam berlalu sambil terpekur.
Ia merasa kesian dan terharu sewaktu melihat Pek-bu-siang
jatuh tengkurap di atas tunggangannya.
“Coba kalau kau melulusi permintaanku memberikan
pelajaran dan tidak mengusir aku pergi, sudah tentu aku bisa
mencarimu dan merawat lukamu itu dan tidak sampai mati
tanpa dikubur dan digerogoti binatang buas,” pikirnya.
Lalu ia ikuti jejaknya keledai.
Dua bukit sudah dilalui, di bawah sebuah tebing curam ia
melihat keledai hitam.
Keledai itu diam menjamajikannya, aku harus ke sana
menengoknya, tapi kalau ia belum mati bisa2 aku dihajarnya
dan mati konyol tidak keruan!” pikirnya.
Ia diam dari kejauhan seketika lamanya, sadikit pun tidak
berani mendekati.
Tiba2 keledai itu meringkik secara mengenaskan membuat
Kiu Heng sedih dan pilu.
“Dari suaranya keledai yang demikian menggoncangkan
perasaan haru, mungkin Siang Siu sudah meninggal dunia,”
sehabis berpikir ia maju dengan memberanikan hati.
Benar saja Pek-bu-siang sudah meninggal dunia sambil
menyandarkan tubuh di tebing gunung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menghampiri memegang lengan orang, ia


merasakan dingin. Ia meng-geleng2kan kepala sambil berkata:
“Seorang jago utama rimba persilatan, akhirnya menemui
ajal secara menyedihkan…”
Tanpa banyak pikir Kiu Heng menggunakan senjatanya
Pek-bu-siang menggali lubang dan meletakkan jenazah orang
malang itu ke dalamnya dengan perlahan.
“Lo Cianpwee, tenanglah kau mengaso di sini! Ini
senjatamu boleh kau bawa, sedangkan keledai hitam bisa
kuurus, tenanglah… tenanglah kau mengaso!”
Mulailah ia menguruk.
Mendadak berkelebat bayangan putih, tahu2 tubuh Pek-bu-
siang mencelat bangun dari dalam lubang. Kiu Heng kaget dan
hilang semangatnya.
Ia berkata dengan gemetaran: “Lo Cianpwee, aku tidak
berbuat salah kepadamu, kenapa sampai sudah meninggal
masih mau mengagetkan dan memusuhi diriku?”
Pek-bu-siang tersenyum.
“Heng-jie, kuyakin aku bakalan mati, tapi sebelum mati aku
masih mempunjai beberapa hal yang memberatkan. Aku sedih
atas hal ini, kebetulan kau datang. Untuk menguji kebaikan
hatimu, aku pura2 mati dengan ilmu menutup jalan napas.
Tak kira kau benar2 seorang yang baik, karena itu aku ingin
memesan satu soal yang belum kuselesaikan kepadamu, yakni
carilah seorang pemabukan, ia mencuri Sam Cun Giok Cee.”
Lalu ia menceritakan potongan si pencuri itu dengan jelas.
Mendengar keterangan itu Kiu Heng menjadi berdebar-
debar.
“Untunglah dalam urusan ini aku tidak mengetahuinya
terlebih dulu, bilamana tidak diriku bisa2 menemaninya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dikubur, dalam belukar sepi, inilah yang dinamai kemujuran di


dalam kemalangan,” pikirnya.
Tak sempat untuknya menjawab, karena melihat Pek-bu-
siang tengah menggigil, ia tahu kematian orang yang dihadapi
tak lama lagi. Hanya saja tertunda karena memiliki ilmu dalam
yang tinggi. Cepat ia memayang Pek-bu-siang duduk, saat
inilah Pek-bu-siang menghembuskan napasnya yang
penghabisan dengan memeramkan mata untuk selama-
lamanya. Ia berjanji di dalam hati untuk memenuhi pesanan
Siang Siu.
Dari dalam sakunya Pek-bu-siang, Ia mendapatkan kitab
pelajaran Pai-kut sin-kang, ia girang sekali, cepat2 jenazah
Pek-bu-siang dikebumikan. Lalu berdiam seorang diri dalam
kesunyian sambil mem-balik2 lembaran kitab Pai-kut-sin-kang
dengan penuh perhatian.
Belum selang berapa lama Ia membaca, tiba2 ia
mengerutkan alis, lalu dibacanya lembaran demi lembaran
dengan ter-gesa2, begitu selesai, buku Pai-kut-sin-kang
dibantingnya ke tanah kuat2.
“Biar aku mempunyai dendam setinggi langit dan sakit hati
sedalam lautan, tak mungkin mempelajari ilmu beracun
semacam ini karena harus membunuh seratus manusia untuk
berlatih,” pikirnya.
Tanpa menoleh lagi Ia turun gunung cepat2.
Tiba2 ia berhenti, buku itu akan lebih celaka lagi kalau
jatuh di tangan orang jahat, pikirnya, “lebih baik
kumusnahkan.”
Ia balik lagi sambil menyalakan api, diambilnya buku itu
dan dibakarnya.
Mendadak berkesiur angin keras, api menjadi mati, buku
Pai-kut-sin-kang tahu2 hilang dari tangannya. Sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gantinya seorang pelajar tua berdiri di mukanya sambil mem-


balik2 kitab Pai-kut-sin-kang.
“Kembalikan kepadaku, buku itu tak berguna untuk
dibaca!” bentak Kiu Heng seraya menyergap.
Dengan sedikit gerakan si orang tua berkelit dan berkata:
“Bocah, kau jangan cemas, buku ini aku tak mau, lebih2
mempelajarinya, tapi buku kuno semacam ini terhitung pusaka
kaum Bu Lim! Buku ini diciptakan bukan mudah, kenapa kau
mau membakarnya seenak hati?”
“Itu sih kemauanku, apa hubungannya denganmu?” jawab
Kiu Heng.
“Bocah, kau jangan berkeras, dari parasmu sudah kubaca
kau sudah menyesal untuk membakarnya. Hm, ambillah! Kau
harus tahu pelajaran Pai-kut-sin-kang tanpa memakai tulang
manusia dapat juga dipelajari asal saja mempunyai kemauan!
Tapi kalau kau mau menjadi muridku, segala ilmu semacam
Pai-kut-sin-kang tak ada artinya untuk dipelajari!”
Kiu Heng menjadi terkejut, Ia memandang terlebih lama
kepada si orang tua yang berani membuka mulut besar.
Tiba2 ia ingat cerita gurunya tentang seorang pendekar tua
yang bernama Jiak Hiap Kong Tat.
“Cianpwee bukankah Jiak hiap Kong Tat Lo Cianpwee?
Maafkan kalau Boanpwee tidak mengenalinya.”
“Kau bisa mengenali aku sudah terhitung bukan orang
sembarangan. Bocah kalau kau mau menjadi muridku,
lekaslah tuturkan riwayatmu se-benar2nya!“
Kiu Heng merasa girang dapat bertemu dengan seorang
jago Bu Lim, tapi Ia pun merasa bingung. Ia tidak mau
melupakan gurunya yang lalu untuk berguru pada orang lain,
di samping itu Ia pun tidak mau melepaskan jago Bu Lim
tersebut pergi dengan begitu saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Jiak-hiap Cianpwee,” katanya sesudah memikir lama juga,


“Bukannya aku tak mau mengangkat kau sebagai guru, tapi
aku mempunyai musuh yang bukan main lihaynya, karena itu
sebelum guruku meninggal menyerahkan sebilah pedang ini,
di dalamnya terdapat sesuatu pesanan, boleh apa tidaknya
aku berguru lagi, harus melihatnya dulu pesanan itu.”
Sehabis berkata ia menyerahkan pedang itu.
Begitu jiak-hiap Kong Tat, mengawasi pedang itu, ia
berseru kaget sambil berkata: “Kiranya kau muridnya Bu Tong
Pay! Kudengar kabar Cie Yang Cinjin meninggal dunia
sesudah- bertanding silat di danau See Ouw. Kini aku baru
tahu jelas sesudah menemui kau yang menjadi muridnya.”
Sedangkan hatinya merasa heran kenapa pedang itu tidak
dicabutnya sendiri untuk dilihat?
Per-lahan2 ia menarik gagang pedang, pikirnya dengan
mudah pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam kena dicabut. Tak
kira sedikit bergemingpun tidak, herannnya men-jadi2, cepat
ia menyalurkan tenaga dan menariknya keras2, pedang itu
tetap tidak bergerak dari sarungnya, ia menjadi jengah sendiri.
Seluruh gerakannya ini dilihat Kiu Heng dengan tegas, Ia
merasa heran pedang itu kenapa tidak tercabut juga?
Jiak-hiap Kong Tat merasa penasaran, seluruh tenaganya
dikumpulkan, lalu ia berseru keras sambil menggentak pedang
dari serangkanya, berbareng dengan itu terdengar bunyi
“njlung” sekali, menyusul tubuh Jiak-hiap jatuh terduduk di
tanah. Di dahinya terlihat keluar keringat dingin, sesudah lama
baru Ia bangun lagi.
“Ko-jie,” katanya mengubah sebutan, terlebih halus, “Sekali
coba ini membuat aku hilang muka, tapi aku tak menyalahkan
dirimu, karena perbuatanku sendirl. Tapi aku tak habis
mengerti, mengenai rahasia apa yang tersembunyi pada
pedang ini? Mungkinkah seluruh kekuatan dari Cie Yang Cinjin
ditinggalkan dalam pedang ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Mungkinkah kekuatan itu disalurkan dan ditaruh dalam


pedang?” tegur Kiu Heng dengan heran.
“Ya, sudah pasti bisa, karena itu tak salah lagi kalau
kuduga begitu! Aku sudah menariknya dengan sekuat tenaga,
tapi kena dilawan tenaga sembunyi yang lebih besar, sehingga
aku terpukul sampai jatuh terduduk! Di samping itu sebagian
dari tenagaku sudah masuk juga ke dalam pedang, inilah
rejekimu yang besar. Kini sudah kepalang tanggung aku ingin
menjadikan kau seorang yang lihay!” katanya.
Sehabis berkata jiak-hiap Kong Tat segera memutarkan
pedang berikut dengan serangkanya, lalu menusuk dengan
perlahan. Tapi sinar kuning keemasan segera memancar
terang dan menyilaukan pandangan mata.
Kiu Heng menjadi kaget. Inilah ilmu pedang yang bukan
main hebatnya.
Dilihatnya terus Jiak-hiap memainkan pedang, tiap jurusnya
mengandung ilmu yang rapi dan ber-ubah2 secara
menakjubkan.
Kiu Heng mengingatnya sejurus demi sejurus apa yang
dipertunjukkan itu, sedangkan permainan pedang jiak-hiap
sudah berubah dari perlahan menjadi cepat. Waktu sampai
pada taraf yang tertingginya. dengan tiba2 jiak-hiap
melancarkan perubahan yang tidak di-duga2. Sinar pedang tak
ubahnya dengan lembayung senja, memancarkan sinar
kemilauan memenuhi angkasa.
Ilmu pedang jiak-hiap Kong Tat ini meliputi tujuh jurus
yang dapat berubah menjadi duapuluh delapan permainan.
Tapi sangat aneh dan cermat, lincah tak bertara. Dari jurus
perlahan sampai pada jurusnya yang cepat mengandung
kedahsyatan yang luar biasa.
Dengan napas ter-sengal2 jiak-hiap Kong Tat
menghentikan permainannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ko-jie, bilamana tidak tiga sampai lima tahun berlatih lagi,


tenagaku yang dihisap pedang tidak bisa kembali lagi. Ilmu
Pedang ini bernama Cit Coat Kiam (tujuh pedang maha
hebat). Kau jangan memandang ringan ilmu yang terdiri dari
tujuh jurus ini, karena mengandung kekuatan dahsyat yang
tidak bertara. Karena itu bernama Cit Cuat Kiam, asal kau bisa
memainkan dengan mahir baru bisa menghargai
kelihayannya.”
Kiu Heng menghaturkan banyak terima kasih atas kesudian
jiak-hiap memberrikan pelajaran pedang.
“Aku sangat heran kekuatan Cie Yang Cinjin demikian
hebat, kenapa dalam tiga kali memperebutkan Bu Lim Tiap
selalu gagal? Benar2 soal yang aneh!” kata Kong Tat.
“Ko-jie, sebaiknya sekarang kau pertunjukkan ilmu yang
kumainkan tadi, kuyakin kau bisa mengingatnya, kalau ada
yang salah, boleh kubetulkan!”
Tanpa diminta dua kali, Kiu Heng mulai memainkan ilmu Cit
Coat Kiam yang diingatnya.
Begitu ia selesai mempertunjukkannya, Kong Tat menjadi
girang. Ia sudah habis tak sangka, si anak sekali lihat bisa
memainkan ilmunya. Betul masih terdapat kekurangan2, tapi
tidak berarti apa2. Ia membenarkan atas kesalahan kecil itu.
“Kau kini sudah bisa mengingat dengan baik, tapi kau
jangan lupakan Cit Coat Kiam dimainkan berdasarkan
ketenangan, ganas, cepat. Kuharap kau dapat mempelajarinya
dengan tekun dan mengingat terus kata2ku ini,” kata Kong
Tat sambil menarik napas.
Ini bukan tarikan napas duka, melainkan ia merasa
menyesal seorang anak yang demikian berbakat tidak
berjodoh menjadi muridnya.
“Hari sudah hampir senja, aku harus berlalu,” katanya lagi,
“Pek-bu-siang sudah meninggal dunia, orang2 kalangan hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang menjadi anak buahnya tidak sedikit. Bilamana soal


kematiannya tidak teruar masih cukup bagus, bilamana teruar,
mungkin kau akan menghadapi banyak kerewelan yang tidak
diinginkan. Tapi kau seorang anak yang baik, pasti akan
dilindungi oleh yang maha kuasa.”
Sehabis berkata segera ia berlalu dengan cepat.
Dengan pandangan mata simpatik dan terima kasih, Kiu
Heng menghantar kepergian jiak-hiap Kong Tat.
Malam mendatang, Kiu Heng dalam suasana girang yang
tidak terhingga, membuatnya lupa makan dan lupa tidur. Ia
memainkan terus ilmu yang baru diperolehnya tanpa
jemu2nya.
Tengah asyiknya ia mengulangi pelajarannya, datang dua
orang tua berbaju hitam, mereka berbadan gemuk dan kate,
sehingga lebih surup disebut buntet, pandangan mereka
berdua sangat tajam dan ber-api2 seperti mau mencaplok
orang saja.
Kiu Heng menjadi kaget, cepat2 menghentikan latihannya,
pedangnya disimpan di punggung, karena kuatir dirampas dua
orang kate itu.
Dua orang tua mendesak semakin dekat dengan sikap
jahat.
“Kamu manusia macam apa? Untuk apa datang ke sini?”
tegur Kiu Heng dengan berani.
Orang tua yang di sebelah kiri, memandang pada Kiu Heng
sambil bersenyum kering. “Hei bocah,” katanya. “Namamu
siapa?”
“Kau tak perlu tahu!”
“Kau tentu murid Bu Tong Pay bukan?”
“Ya bagaimana, tidak bagaimana?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang tua itu segera menggampar, mendapat jawaban


kasar.
Kiu Heng berhasil berkelit tapi pipinya merasakan panas
yang pedas. Ia kaget dan gusar, segera melancarkan jurus
Kua Pou Ten San (melangkah besar mendaki gunung)
menghajar dada lawannya dengan kepalan, sedangkan
mulutnya turut memaki: “Aku heran di atas dunia ada dua
bangsat kejam seperti kamu! Kamu kira aku mudah dihina?”
Orang tua yang menyerang Kiu Heng mengegos, lalu ter-
bahak2.
“Dari gerakanmu ini kau sudah terang dari Bu Tong Pay,
kalau ingin hidup lekas bertekuk lutut dan Koutou
(membenturkan kepala ke-tanah) tiga kali, lalu menurut
perintahku!”
“Bert! bert! bert!” tiga kali Kiu Heng melancarkan
kepalannya, sungguh pun tenaganya kecil, cukup membuat
pasir dan debu berhamburan.
Orang tua itu tergentar mundur dua langkah. Begitu
mendapat hasil, keberanian Kiu Heng semakin men-jadi2.
“Bocah, kau tidak mengenal gelagat, tahun depan pasti hari
ulang tahun kematianmu. Bilamana tidak, jangan sebut kami
Ek Lam Siang Sat!” serunya si orang tua sambil menyerang.
Sekali ini mereka melakukan kurungan dari kiri dan kanan.
Menjadikan pertarungan satu lawan dua.
Kiu Heng menjadi kaget begitu mendengar julukan kedua
orang tua itu, karena ia pernah mendengar ceritera gurunya
bahwa Ek Lam Siang Sat adalah dua saudara kembar,
bedanya yang tuaan berwajah hitam yang mudaan berwajah
merah. Sang kakak Lauw Siong, mempelajari ilmu Tiat Sat
Ciang, si adik bernama Lauw Pek mempelajari ilmu Cee Sat
Ciang, sehingga kalau ditegasi telapak tangan Lauw Siong
hitam, sedangkan telapak tangan Lauw Pek berintilan seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berpasir. Bilamana seseorang terkena serangan tangan


mereka yang beracun segera akan mati.
Kini Kiu Heng diserang dengan lengan2 beracun dari dua
jurusan kiri dan kanan, tentu saja menjadi repot. Ia seorang
beradat angkuh dan keras kepala tidak termakan gertakan,
biar ia tahu musuhnya lihay sedikitpun tidak menjadi gentar,
de ngan lincah ia melawan terus.
Dalam sekejap pertarungan sudah berjalan sepuluh jurus.
Kiu Heng dapat mengimbangi kedua musuhnya dengan
pukulan2 Bu Tong Pay dan kelincahannya, ia mencelos ke
sana ke mari, sebentar ke depan sebentar lagi ke belakang.
Dalam ketika ini dua bersaudara Lauw belum bisa apa2
terhadap musuhnya yang masih kecil.
Tiba2 Lauw Siong tertawa keras.
“Jie-tee kita kena perangkapnya, kita tidak selincah dia,
untuk apa ber-putar2 terus. Gunakanlah ketenangan untuk
mematikannya.
Mereka segera mengganti siasat, membuat Kiu Heng mati
jalan. Untung ia ingat pada pedangnya dengan tiba2, cepat2
dihunusnya dengan segera dipergunakan dengan ilmu Cit Coat
Kiam, dan menyerang ke muka sambil menangkis ke
belakang, menghajar ke kiri mengegos ke kanan, dalam waktu
tak lama kembali Ia berhasil membuat repot kedua musuhnya
yang bertangan kosong.
Pertarungan mereka berlangsung terus, Kiu Heng mulai
merasa letih, pedang di tangannya terasaa semakin berat,
timbul rasa laparnya yang tiba2 terus membuanya semakin
lelah. Ia ingin kabur, tapi kepungan musuh tidak bisa
dipecahkan dengan mendadak. Ia repot dan terdesak, tiba2
mendengar orang berkata dengan garing.
“Lauw Siok-siok, taruhlah belas kasihan!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lengan Lauw Siong yang bau amis hampir mengenai Kiu


Heng, lalu ditariknya cepat2 setelah mendengar seruan
tersebut.
Yang datang itu adalah seorang gadis berusia empat-lima
belasan tahun, herannya Ek Lam Siang Sat menaruh hormat
sekali kepadanya.
“In Kouwnio, kenapa malam2 begini meninggalkan lembah
dan datang ke puncak ini, ada urusan pentingkah?” tanya
Lauw Song.
Kalian mau mengurus aku?” kata si gadis. “Hai, perlu
apakah, kenapa kamu berdua mengerubuti seorang anak
kecil?”
Dalam keadaan malam, sinar matanya tak ubahnya
bagaikan bintang yang berkelip-kelip, menekan dua gembong
iblis yang kenamaan yang tak bisa menjawab.
“Bagus ya!” si gadis membentak lagi, “Kamu tentu tanpa
sebab mengganggu rakyat baik2. Awas, sebentar kuadukan
kepada ayah, pasti kamu akan dibuat cacat dan diusir dari
lembah.”
Ketakutan Ek Lam Siang Sat men-jadi2, dengan meratap
mereka meminta agar si gadis jangan melaporkan tentang
kelakuan mereka.
“Kamu harus berkata terus terang, aku baru bisa
mengampuni,” kata si gadis.
“In Kounio, kami terpaksa berkelahi dengannya karena soal
sejilid buku.”
“Buku apa yang demikian berharga sehingga kamu maui
sampai berkelahi? Katakan lekas!”
“In Kounio, kalau kau mau buku itu aku bisa merampasnya
dari bocah ini, tapi jangan kau beri tahu kepada tia-tiamu!”
kata Lauw Siong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiranya dua saudara Lauw mendengar kabar dari orang2 di


rumah makan Cui Hong Lauw bahwa Thian Lam Sam Cee
akan mengadu kekuatan dengan Pek-bu-siang, tapi
kedatangan mereka sudah terlambat, sehingga apa yang ingin
disaksikan tidak pernah dilihatnya. Tengah mereka uring2an,
dilihatnya Kiu Heng memegang buku Pai-kut-sin-kang. Segera
juga mereka ingin merampas, tapi keburu datang jiak-hiap
Kong Tat, sehingga mereka membatalkan dulu niatnya.
Begitu Jiak-hiap berlalu, mereka segera datang menyerang
kepada Kiu Heng tanpa menyebutkan alasannya, pikir mereka
sesudah berhasil menghajar baru merampas buku itu, lalu
mengubur si anak muda.
“Hei, mereka mengatakan kau mempunyai buku, coba
keluarkan untuk kulihat!” kata si gadis seraya mendekati.
Kiu Heng merasa kurang senang atas pertanyaan si gadis
yanq tidak sopan, matanya menjadi mendelik, alisnya berdiri,
ia menatap tanpa menjawab.
“Hm, kau anak kurang ajar, jangan harap dapat jawaban
dengan sikapmu yang kurang ajar,” pikirnya sambil buang
muka.
Si gadis bertabiat keras kepala, tapi paling menghargai
pada orang2 yang bersikap keras juga. Ditatapnya Kiu Heng
yang berbaju compang-camping, ia ingin membalik badan,
tapi wajah keren penuh semangat membuatnya tergerak,
timbullah rasa sukanya seketika.
“Lauw Siok-siok, kamu pergilah sekarang juga! Aku tak
akan mengadukan kepada tia-tia! Tapi kau harus memanggil
datang Ping Moy! Sebelumnya aku mengucapkan banyak
terima kasih,” kata si gadis separuh mengusir.
“In Kounio, dapatkah buku itu kau miliki?” tegur Lauw Pek.
“Jangan banyak rewel, bilamana mungkin pasti aku takkan
membuatmu kecewa!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ek Lam Siang Sat segera membungkukkan tubuh dan


berlalu.
“Hai! Siapa namamu?” tanya si gadis.
Kiu Heng menganggap angin berlalu atas pertanyaan si
gadis, sampai tiga kali ia ditegur masih tidak menyahut.
Agaknya si gadis hilang sabar, segera menghunus pedang
yang berupa belati.
“Jika kautetap tidak menjawab, jangan sesalkan aku
berlaku kurang ajar!”
“Apa yang harus kau marahi? Kau pirkir aku takut?” kata
Kiu Heng sambil memalangkan pedangnya di dada.
“Kukira kau seorang gagu, kiranya bisa bicara! Kenapa kau
tidak menjawab pertanyaanku sampai nama pun tak mau
memperkenalkan?”
“Kau sendiri manusia macam apa? Sengaja tidak kujawab
pertanyaanmu, lalumau apa? Kalau jago, mari kita tarung,
untuk apa berlagak yang tidak laku?”
“Kau tidak menjawab akhirnya toh menjawab juga, perlu
apa bersikap keras lagi? Soal tarung adalah soal yang
mengherankan, belum pernah ditantang orang! Tapi kau
mengatakan tidak takut, akan menghajarmu sampai kau
merasa takut kepadaku!”
Sehabis berkata tubuhnya segera bergerak, belatinya
memainkan kembangan ilmu silat, lalu menikam keras hati
dengan kecepatan yang sukar dikatakan.
Dengan cepat Kiu Heng mengegos seraya menyerang,
sehingga perkelahian menjadi seru dengan mendadak,
sepuluh jurus berlalu. Tahu2 Kiu Heng terdesak mundur
beberapa tombak. Hal ini membuatnya berkeringat dingin.
Belum sempat untuknya memperbaiki diri, musuhnya sudah
merangsang dengan gencar dari kiri kanan tak ketentuan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pandangan matanya menjadi kabur, ia kewalahan sekali.


Lalu pedangnya pun kena dipukul jatuh.
“Menyerah tidak? Kalau tidak mari kita lanjuti lagi!” bentak
si gadis.
“Tidak nyerah! Boleh berkelahi lagi, aku Kiu Heng adalah
manusia yang tidak takut gebukan maupun bacokan! Hm, kau
lihatlah nanti, sesudah ilmuku rampung, aku bisa mencarimu.”
“Kiu Heng! Kiu Heng! Aneh! Suatu nama yang buruk dan
beracun! Aku tak senang mendengar nama ini, bagaimana
kalau kuubah!” kata si gadis.
“Eh, apa yang kau katakan barusan? Mau mencariku
sesudah rampung dalam pelajaranmu, betulkah kata2 ini?”
Kiu Heng memungut senjatanya.
“Kenapa tidak? Aku akan kembali untuk membalas
penghinaan yang kuderita hari ini, apa kau takut?”
“Urusan nanti itu perlu apa dibicarakan sekarang, yang
penting aku harus menghajarmu sampai tunduk dulu!”
Tiba2 terdengar suara panggilan.
“In In……… In In………”
Si gadis kaget, cepat menarik serangannya.
“Ayahku memanggil! Aku harus datang. Kiu Heng sesudah
ilmu silatmu rampung, kau boleh datang lagi mencari balas,
atau mencari apa kek. Aku menantikan kedatanganmu!”
Panggilan nama In In semakin gencar terdengarnya.
“Aku harus berlalu, kau lekas tinggalkan gunung ini. Ingat
kelak di kemudian hari,
kunantikan kau di sini……..”
Sehabis berkata segera ia turun gunung tak terlihat lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa aneh menghadapi gadis itu, begitu si


gadis hilang dari pandangannya, tanpa terasa mulutnya
berkata: “In In…”
Ia tidak habis pikir kenapa bisa demikian? Bukankah
barusan mereka habis tarung dengan sengit, bertengkar mulut
dan berpisah secara begitu saja.
Sesudah ter-pekur2 ia pun turun dari Oey San pada
keesokan harinya.
***
Suatu pagi di akhir musim semi, cuaca terang cerah, langit
biru tak berawan.
Di perbatasan antara Propinsi Ciat Kang dan An Hwee
terdapat sebuah bukit yang agak tinggi, bernama Pek Tio
Hong. Di situ terdapat batu hijau yang datar dan licin. Pagi ini
terlihat seorang anak tanggung tengah duduk di batu itu
sambil bersemadi, agaknya tengah menghirup udara pagi
yang segar. Sedangkan lengannya pun memegang pedang
panjang yang samar2 memancarkan sinar emas.
Anak ini bukan lain dari Kiu Heng, ia datang ke bukit ini
sudah sepuluh hari. Sejak meninggalkan Oey San pikirannya
tidak seberapa cemas seperti Ia turun dari Bu Tong Pay. Ia
tahu untuk memperlajari ilmu yang diperolehnya dari jiak-hiap,
dan kitab dari Thian Lam Sam Cee harus mempunyai tempat
sunyi untuk belajar.
Di samping itu, sebelum gurunya meninggal pernah
memaksa dirinya mempelajari semacam ilmu. Waktu itu dalam
pandangan Kiu Heng ilmu itu tidak ada gunanya. Cie Yang
Cinjin memakinya bodoh. Hal ini masih teringat terus olehnya,
bahwa gurunya memakinya bodoh hanya sekali2nya, kini
kalau direnungkan kembali gurunya itu memaki betul.
Ilmu itu bernama Lwee Put Kui Cin (dari keaslian
menghisap kemurnian) digunakan menyedot isi sesuatu benda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

untuk menambah kekuatan diri sendiri. Pelajaran Bu Tong Pay


sangat terkenal dengan meminjam tenaga memukul musuh,
lalu digubah menjadi Lwee Put Kui Cin, sehingga di kalangan
kebatinan sangat terkenal.
Kiu Heng mempelajari Ilmu Sam-cee-pan-guat dan Cit-coat-
kiam, di samping itu ia berniat menggunakan Ilmu Lwee Put
Kui Cin untuk menyedot kekuatan di atas pedang, untuk
menambah kekuatannya sendiri. Dalam hal yang belakangan
ini bukan soal mudah yang dapat dijalankan sehari dua hari,
tapi harus lama dan tekun.
Dalam sepuluh hari yang lalu, setiap pagi Ia belajar Ilmu
Lwee Put Kui Cin, lalu mempelajari Cit-cuat-kiam, sorenya
memburu binatang untuk menangsel perut, malamnya melatih
Sam-cee-pan-goat yang terdiri dari dua belas jurus.
Sedangkan buku Pai Kut Sin Kang sedikit pun tidak pernah
dipelajarinya. Tanpa disadari lima bulan sudah dilalui dengan
cepat!
Pada suatu hari, tengah asyiknya suara angin
bergedebaran, dari atas bukit tampak berkelebat sesosok
tubuh yang cepat dan aneh luar biasa, menandakan ilmu
ginkangnya sudah sampai di batas sempurna.
Dengan ringan orang itu hinggap di atas batu. Dengan
tertawa kering yang menusuk pendengaran, Ia menatap si
anak muda.
Kiu Heng menjadi kaget, ia mengawasi dengan seksama.
Orang itu sudah tua, mukanya merah dan berejulan seperti
tumbuh bisul. Alisnya pendek dan mata sipit. Hidungnya lancip
dan mulutnya kecil. Di bawah dagunya tumbuh jenggot
kambing yang jarang.
Wajah yang demikian tak ubahnya seperti daging merah
yang masih segar, membuat yang melihat menjadi kaget.
Kiu Heng menjadi kaget, hampir-hampir ia berteriak
“Aduh!” untung sebelum suara seruannya diucapkan si orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tua sudah mendahului tertawa lagi, sehingga Kiu Heng


menggigil dan urung berteriak kaget.
Dapat dikatakan suara tertawa si orang tua sudah
menolong jiwa Kiu Heng. Jika tidak, tentu Kiu Heng akan
berteriak kaget, dengan demikian si orang tua pasti akan
mencabut nyawa kecilnya.
Karena orang tua itu sejak kecil berparas buruk, sering
mendapat penghinaan dan hidup diasingkan, sesudah
mempelajari ilmu, Ia menetapkan suatu aturan, barang siapa
melihatnya kaget segera akan dibunuh mati.
Karena hal ini banyak sekali jumlah orang2 yang mati
konyol di bawah tangannya karena tidak mengetahui
peraturan si orang tua. Hal ini sudah sepuluh tahun lebih,
sudah tentu Kiu Heng tidak mengetahuinya.
Si orang tua sengaja mencegah Kiu Heng membatalkan
teriakannya, karena memandang si anak muda seorang yang
berbakat baik, dan enggan melukainya.
“Siapa kau? Siang2 berlagak jadi setan me-nakut2i orang,
kau kira aku bocah berusia tiga tahun yang akan lari tunggang
langgang?” bentak Kiu Heng.
“Bocah, kau bukan anak berumur tiga tahunkah?
Mungkinkah sudah tiga puluh tahun? Tampangmu yang masih
bau susu ibumu, kalau bukan tiga tahun, paling banyak lebih
beberapa tahun bukan?”
Semakin si orang tua berkata, kekagetan Kiu Heng semakin
hilang.
Ia mengetahui bahwa orang tua itu bukan menggunakan
kedudukannya untuk me-nakut2i, tapi memang sewajarnya
berparas buruk.
“Lo Cianpwee, dapatkah memperkenalkan nama?
Boanpwee Kiu Heng memberi hormat pada cianpwee!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Barusan kusebut bocah, kau berlagak tua, kini apa2an


memakai Cianpwee, Boanpwee segala, aku tidak menerima
hormatmu ini. Aku tidak bernama, untuk kau tahu, akupun
tidak mau tahu siapa namamu. Yang paling baik kita tidak
berhubungan!”
Perkataan si orang tua ini hampir2 membuat Kiu Heng
tertawa, tapi si orang tua sudah bersenyum dingin.
Sekali ini nadanya lebih dingin dan menusuk, membuat
jalan darah Kiu Heng seperti beku. Ia terkejut sambil
mundur2.
”Kenapa selagi berkata baik2 orang tua ini berbuat galak
lagi!” pikirnya.
“Siapa yang sembarangan naik ke Pek Tio Hong, kalau
sudah datang kenapa tidak menunjukkan muka, men-colong2
dan ber-sembunyi2 seperti maling, haruskah kuseret keluar?”
Berbareng dengan habisnya Ia berkata, dari balik pohon
besar mencelat keluar seorang berumur empat puluh tahun
lebih. Dengan hormat sekali ia membungkukkan tubuh pada si
orang tua.
Kiu Heng sadar bahwa senyum dingin itu bukan ditujukan
kepada dirinya.
“Lo Cianpwee,” kata si orang pertengahan umur sambil
berlutut, “kuminta kau kecualikan aku dan terimalah aku
menjadi muridmu. Aku sudah merasa beruntung!”
“Lagi2 kau, kau si orang tak berguna, kenapa kau mau
menjadi binatang ter-bungkuk2 terus di depanku? Sudah
kukutakan, asal kau bisa tahu namaku dan ilmu yang
kupelajari segera memberikan pelajaran. Kini kau datang
tanpa mengetahui syarat2 yang kuberikan, lekaslah kau enyah
dari sini. Bilamana tidak, akan kuhajar!”
Agaknya laki2 pertengahan umur itu sudah beberapa kali
menerima kerugian, buru2 mencelat dan turun ke bawah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gunung, gerakannya yang cepat dan lincah ini membuat Kiu


Heng heran sekali.
“Dari Ginkangnya yang demikian tinggi, ia bisa
menggolongkan diri dengan jago2 Kang Ouw kelas satu,
kenapa ia me-ratap2 ingin belajar padamu? Aku tak habis
mengerti!”
“Ini namanya perkataan anak umur tiga tahun! Kau sebagai
kodok di dalam tempurung yang tidak mengerti luasnya dunia,
apa yang kau bisa mengerti? Orang2 Kang Ouw kelas utama,
hanya beberapa orang yang memiliki ilmu tinggi, lagi pula dari
sudut apa kau menilai orang sebagai jago kelas utama? Bocah,
coba kau saksikan Ginkang ini, bagaimana?”
Habis berkata orang tua itu tahu2 hilang dari pandangan
mata, Kiu Heng yang mendelik pun tidak tahu dengan cara
apa si orang tua pergi? Bahkan suara angin pun tidak
terdengar. Ia heran dan kagum bercampur aduk.
“Bocah, apakah kau ingin belajar ilmu kepandaianku? Kalau
benar, lekaslah kau pergi dari sini, aku tidak bisa menerima
murid!” kata si orang tua dari jauh sekali, sehingga suara itu
terdengar seperti nyamuk meng-iang2.
“Oh, ilmunya tinggi betul,” pikirnya, tapi ia seorang anak
beradat angkuh yang tidak kena dimakan kekeraaan, segera
menjawab keras: “Kau kira ilmu yang kau pertunjukkan itu
sudah luar biasa? Aku datang ke sini untuk belajar sendiri,
jangan kuatir diratapi untuk beri pelajaran padaku, sesudah
latihan selesai aku bisa berlalu sendiri tanpa diusir!”
Kiu Heng tidak mendapat jawaban, waktu ia menoleh
tampak orang tua itu sudah duduk di batu yang
dipergunakannya melatih ilmu.
“Tak heran batu itu demikian licin dan mengkilat seperti
kaca, kiranya karya si setan tua ini, kalau begitu batu itu
sudah puluhan tahun di-usap2!” pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 dari hidung lancipnya si orang tua keluar dua asap


putih, berkumpul tidak buyar, panjangnya beberapa dim,
cepat keluar masuk seperti anak kecil memainkan ingusnya.
Kiu Heng kaget, Inilah ilmu Bu-siang-kie-kang (pelajaran
hawa yang tidak ada tandingannya) yang sudah sampai
puncak tertinggi, dapat digunakan membunuh orang
sekehendak hati dalam jarak beberapa meter.
Ia ingat orang tua ini akan memberikan ilmunya kalau
dapat menyebutkan ilmunya dan gelarnya.
Kiu Heng ingin sekali mempelajari ilmu itu tapi tidak dapat
menyebutkan pelajaran apa yang dinamakan Bu-Siang-kie-
kang, ia pernah mendengarnya, tapi tidak bisa ingat dalam
waktu sekejap.
Sesudah sejam, asap putih itu segera berhenti, agaknya si
orang tua sudah menghentikan latihannya. Kiu Heng pun tidak
mau nonton terus, waktu sangat berharga untuknya, segera Ia
berlatih dengan pedangnya. Dalam beberapa hari ini Ia sudah
mempelajari Ciat-cuat-kiam dengan mahir, dan dapat
memainkannya sesuka hati.
Tiba2 tampak bayangan hitam masuk ke dalam sinar
pedang, Kiu Heng kaget, tahu2 pedangnya kena dirampas
orang. Kiu Heng tahu bayangan itu adalah si orang tua.
Tampak orang tua itu tengah mengerutkan kening dan
mengusap-usap pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam, Ia menjadi
girang.
“Lo-kui (setan tua), sekali ini kau akan terjebak, asal kau
berani mencabut pedang, kau tidak bisa lari lagi!” pikirnya.
Tiba2 si orang tua membuang pedang ke tanah, seperti
kena dipagut ular kagetnya.
“Bocah, kiranya kau ingin mengambil Ilmu Im-kangku yang
murni, Ha! ha! aku tidak terjebak, aku tidak terjebak!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Padahal siang2 ia sudah terjebak.


Sewaktu Kiu Heng melatih ilmu, si orang tua merasa heran
kenapa pedang itu digunakan dengan serangkanya, Ia memaki
Kiu Heng seorang anak yang malas, sampai pedang pun tidak
dicabut dari serangkanya.
Semakin dilihatnya semakin tak sedap, karena itu ia
mengambil pedang itu dengan tujuan mencabutnya dari dalam
serangka.
Tak kira sesudah ia mengusap dengan tenaga, pedang itu
tak keluar juga, segera Ia sadar di dalamnya tentu
mengandung rahasia, cepat2 dibuangnya.
Kiu Heng mengambil pedangnya. Ia menyesal si orang tua
tidak terjebak.
“Kalau kau tidak terjebak. menyatakan dirimu masih
merasa takut, dari sini dapat dinilai ilmu yang kau miliki tidak
seberapa hebat! Apakah kau masih mau menyombongkan
diri?” ejek Kiu Heng.
Si orang tua menjadi jengah mendapat jawaban demikian,
ia mengedipkan mata menghilangkan kejanggalan, lalu ter-
bahak2.
“Bocah, kau jangan memanasi hatiku, kubilang tidak
terjebak tetap tidak terjebak. Kau jangan menganggap
pedangmu luar biasa, coba pukulkan kepada batu itu,
bilamana bisa membuatnya semplak, aku menyerah padamu!”
Sekali ini Kiu Heng yang kaget, ia sudah menduduki batu
itu ber-bulan2 tapi tidak melihat keanehannya, mungkinkah
mengandung sesuatu yang luar biasa?
Dengan dua tangan ia memegang dan menghampiri batu
itu.
“Hal ini kau yang mengatakan, kau jangan ingkar pada
janji!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Bukan saja aku menyerah padamu, bahkan kau mau


apapun aku akan memberikannya! Ha ha ha!”
“Tring!” sekali dengan nyaring, Kiu Heng sudah menghajar
batu itu, akibatnya ia merasakan kedua tangannya sakit dan
ngilu seperti patah. Pedangnya sendirl terlepas dari tangan,
sedangkan batu itu tetap utuh!
“Ha ha ha! Anak kecil, anak kecil,” kata si orang tua.
”Kau harus tahu, lima belas tahun yang lalu, aku di atas
batu ini melatih diri. Pada suatu hari tengah asyiknya aku
mengeluarkan hawa Im sepanjang tiga elo dari lubang
hidungku, dari atas puncak datang seorang gadis berbaju
merah. Ia melihatku tengah melatih ilmu, segera membuka
seluruh bajunja. dan hanya ditutup dengan kain jarang yang
tembus ke dalam, ia me-mutar2kan tubuh dengan laku yang
menggiurkan.
Seumur hidupku belum pernah mendekati wanita, karena
itu hatiku menjadi guncang dan lupa daratan sehingga sesat
jalan. Untuk menjaga diriku dan anggota tubuhku, ia
memaksa aku mengeluarkan seluruh kepandaianku dan
disebar di atas batu ini. Kini sudah lima belas tahun, sedikit
demi sedikit aku bisa mengambil kembali kekuatanku yang
hilang dengan ketekunan yang luar biasa, tapi kalau dibanding
dengan dulu masih jauh sekali! Aku mencoba mengambil
kembali tenagaku dari dalam batu, tapi selalu berhasil nihil!”
Sehabis berkata ia menarik napas panjang dan tidak
melanjutkan kata2nya, ia berpaling kepada Kiu Heng lalu
turun gunung sambil menundukkan kepala.
—oooOooo—

JILID II
Kiu Heng merasa tertarik pada penuturan si orang tua,
begitu ia berlalu segera Kiu Heng duduk di atas batu mencoba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kekuatan yang terkandung di dalamnya. Tak kira, begitu ia


menyalurkan tenaga melakukan tekanan, tubuhnya mental
sejauh tiga tombak, bilamana ia tidak mempunyai persiapan
terlebih dulu, pasti akan terpental terlebih jauh.
Waktu ia duduk lagi kedua kalinya di atas batu, Ia diam
tidak berani men-coba2 lagi. Ia melancarkan ilmu Lwee Put
Kui Cin pada dua tangannya, lalu meng-usap2 batu itu. Tak
selang berapa lama, kedua telapak tangannya terasa panas,
tapi hatinya merasa nyaman. hawa panas itu dari telapak
tangannya tersalur kepada pusarnya, lalu terpencar ke seluruh
anggota tubuhnya.
Perjalanan hawa dingin hanya berlangsung sepemakan
nasi. Lalu Ia menarik tangan dan melakukan semadi, Ia
menyatukan tenaga yang sudah ada di dalam tubuhnya
dengan hawa yang diambil dari dalam batu.
Demikianlah ia mengerjakan ilmu Lwee Put Kui Cin ber-
bulan2 lamanya pada batu hijau dan pedang yang dimilikinya,
sehingga di dalam tubuhnya mempunyai kekuatan Yang yang
keras dari pedang Cie Yang Cinjin dan mempunyai kekuatan
Im yang murni darl batu itu.
Dalam waktu yang dilalui itu, Ia belajar dengan tekun
segala ilmu yang sudah pernah dipelajarinya. Sehingga di luar
pengetahuannya sendiri, ia sudah memiliki ilmu yang maha
tinggi.
Sewaktu Ia berlatih seperti sedia kala, orang tua berwajah
merah itu kembali datang.
“Hai bocah, kau belum pergi?” tegurnya.
Sedangkan kedua matanya sangat tajam dan penuh rasa
heran, Ia melihat terus pada Kiu Heng.
“Lima bulan kita tidak bertemu, apakah kau baik2 saja?”
tegur Kiu Heng sambil turun dari batu hijau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang tua itu seperti tidak mendengar perkataan Kiu Heng,


ia menghampiri batu hijau lalu mengusap per-lahan2. Ia
menjadi get sekali. Mukanya yang merah menjadi pucat pasi.
“Kau si bocah jahanam, kau datang bukan belajar ilmu tapi
kau mencuri ilmu. Nah, rasakan pukulanku!”
Sehabis berkata segera Ia menghajar pada Kiu Heng.
“Kenapa ia mengatakan aku mencuri ilmu?” pikirnya.
Tapi pukulan si orang tua tidak mengijinkannya berpikir
lama2. Ia berkelit dan mencelat. Anehnya sekali mengenjot
tubuh, Ia bisa merapung lima tombak lebih, padahal pada
hari-hari biasa hanya bisa setombak.
“Anak tak berguna, baru kucoba saja sudah ketakutan
setengah mati. Mari kita mengadu tangan, kuingin tahu
kekuatanmu sudah sampai di batas apa?”
“Lokui, lebih baik kau jangan men-coba2 adatmu yang
buruk ini membuat aku tak mengerti. Kalau aku jadi muridmu,
barang kali bisa mati dongkol!” makinya di dalam hati.
Sebelum si orang tua melakukan percobaannya lagi, dari
bawah bukit tampak awan tebal membubung tinggi, diiringi
suara peletak peletik yang susul menyusul, burung2 dan
binatang2 hutan berserabutan lari, membuat mereka menjadi
kaget.
“Bangsat, anjing berhati hitam, barusan kulihat kau meng-
umpat2 di bawah bukit, kukira kau masih ingin berguru
kepadaku, dan hatiku menjadi kagum atas ketekunanmu, lalu
ingin memberikan tiga jurus pelajaran kepadamu, agar kau
merasa puas. Tak kira kau kecewa dan menjadi gila, berani
melakukan perbuatan yang biadab! Hm, jika tidak kubunuh,
jangan panggil lagi aku Ang Hoa Kek si jago Bu Lim,” katanya
seraya turun gunung. Kiu Heng mengikuti dari belakang.
Sebelum sampai di lereng bukit, asap tebal sudah
menyerang mereka, lalu satu sama lain tidak bisa melihat. Kiu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Heng menjadi kaget, karena merasakan matanya pedih dan


kepalanya pusing sesudah mencium asap itu.
Cepat2 ia kembali ke atas bukit, tenaganya sudah hampir
habis, ia kecapaian sendiri.
“Lekas kau duduk bersemedi, salurkan ilmu memulihkan
pernapasan. Kau harus tahu asap itu beracun sekali,” kata Ang
Hoa Kek yang sudah kemball terlebih dulu.
Tanpa ayal lagi, Kiu Heng memeramkan matanya dan
memperbaiki jalannya pernapasan. Ia baru kena racun,
jadinya tidak parah, begitu berdiam tak berapa lama
tenaganya segera pulih kemball. Tapi ia menjadi kaget sekali
waktu membuka mata kembali, karena asap beracun itu sudah
semakin mendekati mereka.
“Celaka!” serunya.
“Hm, bocah kau takut ya?”
“Takut? Tiada yang kutakuti di atas dunia ini!”
“Asap beracun ini pun kau tidak takuti? Coba kau pikir,
adakah jalan untuk turun gunung?”
Kiu Heng diam, ia sudah berbulan-bulan tinggal di atas
bukit, kemana pun sewaktu mencari kelinci atau ayam hutan
ia sudah menjelajahi selebar gunung itu. Ia tahu tak ada jalan
lagi untuk keluar, sedangkan asap sudah semakin mendekat.
Ang Hoa Kek tahu si bocah tidak mempunyai daya sehingga
tidak menjawab, cepat Ia berkata: “Kini tinggal satu jalan
yang masih bisa dilalui. Terkecuali aku, tidak ada orang kedua
yang mengetahui. Kalau kau mau pergi denganku, kau harus
memenuhi dulu syaratku. Terkecuali kau seorang yang boleh
masuk, se-lama2nya tidak boleh membawa orang kedua
masuk ke situ. Kau sanggupkah?”
“Bagaimana kalau dalam keadaan seperti sekarang ini,
tidak bolehkah membawa orang masuk?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ang Hoa Kek tersenyum.


“Dalam keadaan begini boleh juga kau membawa orang,
tapi dalam keadaan 1ain tetap tidak boleh, kau setujukah?”
Kiu Heng menganggukkan kepala.
“Aku percaya kepadamu,” kata Ang Hoa Kek.
Lalu ia mengebut pada batu hijau, dengan perlahan batu
itu segera menjadi hancur seperti tepung, bertebaran ke
empat penjuru.
Di bawah batu itu segera tampak sebuah lubang hitam.
“Ah, kenapa batu itu bisa pecah?” teriak Kiu Heng.
“Jangan berlagak pilon! Aku mengumpulkan seluruh
tenagaku menutup lubang ini selama enam puluh tahun, tak
kira dalam beberapa bulan tenaga itu sudah kau sedot habis.
Kini kau sudah memiliki kekuatan lebih tinggi dariku, kenapa
kau masih tidak menyadari? Atau pura2 gila?
Kiu Heng menjadi girang, Ia tidak menyadari bahwa dirinya
sudah merupakan orang berilmu. Ia percaya bahwa kekuatan
di batu hijau itu sudah menjadi miliknya dan Ia baru mengerti
kenapa sewaktu dihajar pakai pedang batu itu tidak gompal
dan kini hancur hanya diusap per-lahan2. Ia pun tidak heran
dimaki Ang Hoa Kek sebagai pencuri ilmu, memang
sesungguhnya demikian.
Tanpa banyak pikir, pedangnya segera dicabut. Ia menjadi
terlebih kaget, pedang itu dengan mudah kena dihunusnya.
“Lekas kau bantu aku,” pinta Ang Hoa Kek. “Pindahkan
batu itu ke sini, lalu kita sumbat kembali lubang ini, agar
mereka tidak mengetahui kita pergi melalui liang ini.”
Batu yang ditunjuk terletak di atas puncak, besarnya bukan
buatan, pikir Kiu Heng bagaimanapun tak mungkin ia bisa
melaksanakan permintaan si orang tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ang Hoa Kek memaksa dan mem-buru2, membuat Kiu


Heng terpaksa untuk men-cobanya. Mula pertama Ia
mendorongnya sebagai pelabi dan jangan dikatakan tidak
mau. Tak kira dorongannya itu berhasil benar2. Batu besar
segera menggelinding dan tepat menutup lubang tadi, Ang
Hoa Kek segera mengangkat sebuah sudut batu sambil
berseru: “Bocah, lekas kau masuk ke dalam lubang lalu kau
tahan batu ini agar aku bisa masuk. Lekas! Lekas!”
Kiu Heng berlaku lambat-lambatan.
“Bagaimana kalau kau merasa benci sebab ilmu
kepandaianmu yang di dalam batu hijau sudah kuambil, lalu
menggunakan cara ini membunuhku? Bisa2 aku menjadi setan
penasaran,” pikirnya.
Ang Hoa Kek yang mengangkat batu sudah menjadi pucat,
ia tidak bisa bicara lagi. Kiu Heng cepat menceplos dengan
kecepatan seperti anak panah masuk ke dalam lubang gua.
Sementara itu, Ang Hoa Kek belum terlihat masuk, Ia
menjadi heran. Tangannya yang menahan batu dari dalam
gua semakin letih tambahan asap semakin tebal. Ia menjadi
cemas.
“Ang Hoa Lo Cianpwe…” serunya, “kau…”
Sebelum bisa melanjutkan perkataannya, Ang Hoa Kek
sudah dekat ke arahnya lalu jatuh tak bangun lagi, sedangkan
batu yang ditahan Kiu Heng sudah semakin turun.
Ia menoleh kepada Ang Hoa Kek dengan maksud
menyuruhnya cepat2 masuk, tapi ia kaget, karena dari tujuh
lubang di tubuh Ang Hoa Kek mengeluarkan darah. Ia sudah
meninggalkan dunia yang penuh dosa secara menyedihkan.
Batu segera diturunkan, membuat tubuh Ang Hoa Kek
tergencet. Kiu Heng merasa sedih, tapi di dalam gua yang
lebarnya tiga meter persegi dan gelap ini tidak ada daya
untuknya melihat air matanya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ang Hoa Lo Cianpwee, sungguhpun seorang iblis dunia Bu


Lim yang berdosa besar, padaku tetap baik dan berbudi. Ia
mati karena tidak kupercaya. Siapakah manusia yang
membakar dan melepas asap beracun itu. kelak akan kuhajar,
hitung2 menalangi melakukan pembalasan untuk kematian
Ang Hoa Kek Lo Cianpwee!”
“Oh, aku ingat, orang yang melepaskan asap itu, menurut
Ang Hoa Lo Cianpwee seperti laki2 pertengahan tahun yang
pernah kulihat beberapa bulan yang lalu. Baik, aku akan
mengingatnya terus!”
Ia segera bangun, dalam keadaan gelap ia tidak bisa
melihat apa2. Begitu tubuhnya bergerak segera jatuh ke
bawah, tubuhnya kebanting, membuatnya pening dan pusing.
Lama kelamaan, matanya dapat melihat dengan tegas
keadaan sekeliling. Karena, di dalam liang yang kecil ini Ia
merasakan hawa segar. Ia percaya dengan ilmu kepandaian
yang dimilikinya bisa mencari jalan keluar.
Segera Ia mencari dari mana hawa segar itu masuk,
didapatinya sebuah lubang yang pas2an muat seorang, lubang
itu letaknya miring ke bawah dan penuh dengan lumut yang
licin.
Ia masuk dengan me-rangkak2, malang baginya belum
lama kemudian tubuhnya sudah menggeleser turun tanpa
berdaya untuk mengendalikannya lagi.
“Brukkkk!”
Ia jatuh terbanting pada tumpukan rumput yang tebal.
Sungguhpun tidak menderita luka, tapi membuatnya
pingsan seketika.
“Tak… tak…… tak……!”
Suara yang halus ini per-lahan2 membangunkan Kiu Heng
dari pingsannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia memegangi kepala dan me-nepak2nya perlahan, se-


olah2 kepusingan kepala yang nyelenot2 mengganggu sekali
jalan plkirannya.
Akhirnya Ia membuka mata dan memandang keadaan
sekeliling. Didapatinya dirinya berada di sebuah gua batu. Ia
merayap keluar dari rumput itu.
Alangkah tercengangnya, karena kamar itu penuh dengan
emas balokan, mutiara dan berbagai macam permata,
sehingga ruangan seperti diterangi sinar bulan.
“oh! Kiranya banyak harta karun!” serunya.
“Tak heran kalau Ang Hoa Kek tidak mengijinkan orang
kedua datang ke sini, karena segala benda berharga ini. Ah, ia
salah melihat orang, aku Kiu Heng memandang benda2 ini tak
ubahnya dengan kotoran manusia!”
Ia melangkah memeriksa terlebih jauh.
Tiba2…
“Trang”
Pedangnya bentrok dengan sebuah batu kumala Dilihatnya
pedang itu segera ia ingat akan rahasia yang tersembunyi di
dalamnya. Cepat ia mencabut pedang keluar dari serangkanya
dan ditariknya kain yang berada di dalam pedang.
Kiu Heng sangat ter-gesa2 dan diliputi napsu untuk segera
tahu siapa sebenarnya musuh dari orang tuanya. Lengannya
bergemetaran, tanpa banyak tenaga kain itu dibuka.
Di dalam itu terkecuali tetesan darah, samar2 terlihat
beberapa patah kata yang berbunyi; “Ce-cu-to, Goat Tong
(rembulan di timur), wanita baju putih, dan lain2.”
Dengan demikian kecewa sekali perasaan Kiu Heng. Ia
terpekur sambil menundukkan kepala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua jam berlalu, Kiu Heng sadar dari lamunannya, segala


pengharapannya, kini menjadi hancur! Siapa musuh itu? Tetap
merupakan teka-teki untuknya.
Kini Kiu Heng menenangkan hati. Ia mencurahkan pikiran
untuk mencari jalan keluar. Ia berputar pulang pergi, tapi
tidak menemukan apa yang dicari, karena lubang itu
merupakan jalan mati. Ia semakin cemas lemas.
Untunglah saat ini terdengar “tik tak… tik tak…” suara air
yang halus dan yang pernah membuatnya siuman dari
pingsannya.
Ia mengikuti suara air dan tibalah di tempat yang
berdinding agak rata. Dari situlah air itu terdengar.
Ia berpikir kenapa air itu bisa menembus dan terdengar,
saking ingin tahunya Ia menghajar dengan tangannya.
“Dung” bunyinya keras, lalu bergema dengan keras dari
empat penjuru, tahu2 ia merasakan sesuatu desakan angin
dari atas kepalanya, cepat2 Ia mencelat pergi,
“Dung!”
Suara bahana keras terdengar lagi.
Kiu Heng cepat2 menekap telinganya, kiranya pukulannya
yang keras membuat geger dinding gua, hingga batu besar
yang berada di atas kepalanya berguguran jatuh.
Dipandangnya ke atas, masih terdapat sebuah batu besar
yang ber-goyang2, bilamana batu ini jatuh kembali, seluruh
ruangan gua akan kepercikan petelan dua batu yang saling
tumbuk.
“Bagaimana baiknya,” pikir Kiu Heng.
Ia tak berani lagi menggunakan tangannya secara
serampangan, kalau2 membuatnya dalam bahaya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia kembali ke dalam gua. Ia merasakan sangat dahaga dan


perutnya lapar benar. Ingin sekali bisa meninggalkan gua
cepat2. Saat Ia teringat akan pedang pusakanya yang dapat
membelah batu maupun benda keras lainnya, tanpa ayal lagi
pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam dicabut dari serangkanya,
lalu dihajarkannya ke dalam dinding gua. Batu2 kerikil
berhamburan, pedang menancap masuk sampai di gagangnya.
Diputarkannya sekali, sebidang batu dindingnya segera
tercungkil keluar. Tapi dinding itu demikian tebal, sampai
kapan bisa ditembus?
Kiu Heng kembali terpekur bingung! Tapi Ia tidak berputus
asa. Di kelilinginya dinding itu sambil di-ketuk2. empat penjuru
dan lantai gua sudah diperiksa semua, lalu ia inerayap naik
sambil me-ngetuk2 terus. Perbuatannya ini membuat kedua
tangannya menjadi pegal, untuk menunjang dirinya. Ia
menggunakan pedangnya yang ditancapkan ke dinding.
Sekali ini pedang itu kembali membuat batu2 bertebaran,
mau tak mau Kiu Heng harus turun kembali.
Sesudah batu2 meluruk jatuh dari atas gua, terlihat sinar
sayu. Kiu Heng girang sekali, tak ubahnya sebagai kafilah di
padang tandus yang menemukan sumber air.
Tanpa mengenal lelah, Ia merapung ke atas dan menggali
dinding gua bagian atas itu. Dalam sekejap, liang yang
berukuran dua meter persegi selesai dikerjakan. Dengan
tangkas tubuhnya menerobos keluar, pikirnya ia berhasil
meninggalkan tempat gelap itu.
Tak kira, tempat yang baru itu merupakan sebuah kamar
batu pula, sedangkan sinar sayu yang dikiranya matahari tadi,
merupakan sebutir mutiara yang memancarkan sinar.
Di kamar ini terdapat sebuah meja dan kursi batu, seperti
peninggalan orang jaman dulu dengan demikian Ia boleh
berbesar hati, karena tempat itu pasti mempunyai jalan
keluar. Suara tetean air dicarinya terus, berkat keuletannya, Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berhasil menemuinya. Cepat Ia mencekungkan kedua


tangannya, tapi segera ditariknya kembali begitu mengenai
air, karena dingin sekali.
Ia kembali ke kamar batu mencari sesuatu untuk penadah
air. Ia menemui cangkir kumala. Anehnya air yang masuk ke
dalam cangkir itu menjadi hangat!
Dengan penuh napsu ia menceguk habis, berulang kali ia
meminum dengan puas.
Di-sela2 batu terdapat pepohonan setinggi rumput yang
mengeluarkan hawa harum, Kiu Heng mencoba memotes dan
men-cium2nya. Ia tidak berani memakan untuk men-coba2. Ia
pernah tinggal di Bu Tong-san, segala macam rumput2nya
yana berupa obat2an pernah dimakannya, tapi belum pernah
melihat yang semacam ini.
Ia ragu2 sejenak, akhirnya dimakan juga rumput2an itu
saking laparnya.
Sesudah memakan beberapa batang, Ia tidak merasakan
sesuatu keanehan sehingga berbesar hati untuk memakannya
sampai kenyang.
Ia mengaso sambil duduk di kursi batu, sebuah kotak yang
terbuat dari batu kumala, siang2 sudah dilihatnya, tapi tidak
menarik perhatiannya. Kini mulai Ia memeriksa.
Ia menjadi terkejut tak alang kepalang waktu melihat kotak
ini bertulisan huruf2 yang terbuat dari rangkaian permata
indah. Hatinya ber-debar2 seperti menghadapi bahaya, Ia
menatap terus tiga huruf itu yang berbunyi Bu Lim Tiap!
Ia pernah melihat gurunya bersedih hati dan menarik napas
panjang pendek karena soal Bu Lim Tiap. Ia pun tahu Pek Tok
Thian Kun adalah pemilik Bu Lim Tiap sekarang.
Bermimpi pun tidak kalau Bu Lim Tiap yang dianggap
pusaka kaum rimba hijau bisa diketemuinya di sini. Ia tidak
berani sembarangan menyentuh kotak itu, karena mengetahui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bahwa Pek Tok Thian Kun terkenal sebagai manusia pemain


racun yang luar biasa. Bajunya maupun barangnya tidak ada
yang berani menyentuh bahkan barang yang pernah
dipegangnya tidak ada yang berani pegang.
Kini Kiu Heng teringat kepada cangkir kumala yang dipakai
minum dan rumput2an yang dimakan, hatinya kaget sekali,
keringatnya mengucur keluar cepat2 ia duduk bersemadi
untuk mengetahui dirinya keracunan atau tidak.
Belum selang lama Ia duduk berslla, segera merasakan
kepalanya menjadi mabuk…
“Celaka!” serunya.
Ia menekap perut sambil ber-guling2an.
“Habis! Habis segala pengharapanku!” keluhnya.
“Dalam riwayatku ini tidak perlu memikir lagi menjadi
seorang pendekar pedang! Tak perlu membalas sakit hati!
Semua ini habis dalam sekejap mata!”
Ia merasakan matanya ber-kunang2. ber-bayang2 seperti
awan indah di depan matanya! Menyusul terlihat bidadari-
bidadari cantik menarik di depannya sambil meng-ejek2
dirinya.
Kini awan dan bidadari berubah menjadi awan merah, lalu
berganti lagi menjadi darah merah yang bertetes.
Darah…… Darah……
Kiu Heng tidak bisa mengekang amarahnya lagi, ia
mengumpulkan kekuatan dirinya, lalu berteriak keras2
melampiaskan kegusarannya.
Belum suaranya bergelora habis, suara bahana yang keras
menggoncangkan bumi, terdengar keras di dalam kamar!
Kiranya batu yang terdapat di gua sebelah kini sudah jatuh
turun berbareng dengan suara pekikannya. Kiu Heng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menenangkan diri, air matanya entah bagaimana turun


sendiri, ia menangis atas nasibnya!
Mati itu bisa ringan seperti bulu ayam juga bisa berat
seperti gunung! Tapi harus dilihat bagaimana cara matinya!
Mati secara berguna tidak ditakuti Kiu Heng. Ia takut mati
konyol secara kecewa!
Berikut, dengan hilangnya air matanya, kepeningan
kepalanya pun menjadi hilang, terkecuali itu pandangan
matanya pun menjadi terang.
Ia heran, di-kucak2 matanya. Pikirnya bermimpi, tapi
kenyataan sesungguhnya demikian, ia girang sekali, sampai
alr matanya keluar lagi. Bedanya, sekali ini air mata
kegirangan!
“Aku berpikir terlampau berat di bagian buruknya!” kata Kiu
Heng sambil me-nepak2 kepalanya.
Bu Lim Tiap yang terletak di atas meja dicongkelnya
dengan pedang dan dibuka selembar.
Ia melihat tulisan kecil2 dan rapat2 yang ber-beda2. Di situ
tertera nama2 orang yang seperti dikenal tapi tidak dikenal,
begitu selesai dilihatnya, Ia pun tidak begitu heran dan kagum
lagi atas benda pusaka itu dari pada sebelum melihat.
Ia ingin memiliki buku itu tapi tetap takut keracunan,
akhirnya ia berpikir juga untuk mengetahui ada atau tidaknya
racun di buku Bu Lim Tiap itu.
Ia kembali ke gua perak.
Dua batu yang sudah turun dari atas menghancurkan
benda2 permata yang mahal2 itu, terkecuali dari perak2
balokan yang besar2 sukar mencarinya yang berupa korek
kuping atau tusuk gelung.
Ia meng-korek2 tumpukan benda2 itu, dilihatnya sepasang
singa2an dari kumala, ia merasa suka dan diambilnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Didapatinya juga sebuah tusuk kondai yang bertatahkan batu2


permata.
Sesudah diuji dengan tusuk kondai itu, menyatakan bahwa
Bu Lim Tiap tidak beracun, Ia pun menjadi berani. Tanpa
banjak pikir dimasukkannya ke dalam sakunya.
Dengan pandangan matanya yang menjiadi tajam, Ia
mengawasi sekeliling, tampak di dinding kamar itu terlukis
gambar2 beraneka ragam, ada yang duduk, ada yang berdiri,
dan lain2, tak ubahnya seperti tengah main silat.
Kiu Heng semakin melihat semakin suka. Ia men-coba2
beberapa gerakan yang terdapat pada gambar, sesudah
memainkannya beberapa kali, membuatnya menjadi letih.
Ia mulai tidur dengan nyenyak sebelum keluar dari kamar
batu itu!
Begitu ia bangun, semangatnya menjadi lebih hebat,
segera Ia mencari jalan keluar. Sekali ini tidak sesukar tadi,
dari bawah meja yang mendatangkan hawa segar, terlihat
sebuah lubang. Ia mencelos masuk, baru berjalan beberapa
langkah, tampak batu besar menghadang jalan. Dengan sekali
dorong ia berhasil membuat renggangan, dan keluar dari situ
dengan girang, lalu ditutupnya kembali seperti sedia kala.
Keadaan bukit Pek Tio Hong menjadi gersang termakan api.
Pepohonan yang menghijau kini hilang, berganti menjadl
warna hitam pekat. Kesunyian yang mati sepi membawa
perasaan ke alam berduka dan sedih.
Sisa2 api dan asap memenuhi sekeliling bukit gundul,
lolongan serigala menyayat sukma pendengarnya, inilah
tanda2 sesudah bencana berlalu?
***
Seorang pertengahan umur ber-indap2 di sela2 reruntuhan
pohon, memilih jalan. Ia duduk mengaso sesampai di puncak
bukit sambil menarik napas panjang. Matanya celingukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

nanar ke kiri dan kanan seperti mencari sesuatu dengan


penuh harapan.
Dari balik bukit yang berlawanan, mendatang pula
seseorang pertengahan umur, begitu tiba segera bertanya
kepada yang datang duluan.
“Kan Giam Lo, sekeliling bukit sebelah barat ini sudah
kuputari, tapi tidak terlihat si tua bangka jelek itu?”
“Kiong Lou Tauw, mungkinkah usaha kita ini sia2 belaka?
Kuyakin andai kata Ia tidak mati terbakar pasti mati kena
racun!”
“Ya, benar. Tapi kenapa tidak terlihat mayat maupun
tulang2nya?” kata Kiong Lou Tauw.
Kan Giam Lo tidak menjawab, ia terpekur memutar
otaknya.
Kiranya mereka adalah dua tokoh golongan hitam yang
kenamaan di dunia Kang Ouw berilmu tinggi, sehingga bisa
malang melintang sekehendak hati di dunia Kang Ouw dengan
berbagai kejahatan.
“Jangan buang waktu, mari kita periksa sekeliling bukit ini,
mungkin juga Ia bersembunyi di dalam gua!” desak Kiong Lou
Tauw.
Dengan tekun mereka berputar ke sana ke mari, akhirnya
tibalah di mana Kiu Heng berada. Mereka masuk ke gua
dengan obor terang!
“Mereka mencari apa? Mungkin aku? Tapi untuk urusan
apa?” pikir Kiu Heng.
Dua orang itu semakin dekat, Kiu Heng kuatir kepergok, Ia
jongkok sambil memungut batu.
“Siapa?” bentak Kiong Lou Tauw.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ah,” pikir Kiu Heng. ”Aku hanya memungut batu sudah


diketahuinya, pasti dia lihay.”
Cepat2 ia menerbangkan batunya. Ser, ser dua kali, obor
itu susul menyusul menjadi padam.
“Kiranya kau bersembunyi di sini!” seru Kan Giam Lo.
Mereka segera berpencar ke kiri dan ke kanan sambil
merapatkan dirinya ke samping gua. Biar di dalam gelap Kiu
Heng bisa melihat tegas pada dua orang itu, hatinya menjadi
gusar begitu mengenali salah seorang di antara mereka adalah
si orang pertengahan umur yang pernah soja paykui ingin
berguru pada Ang Hoa Kek. Karena ditolak lalu membakar
gunung.
“Jahanam!” gumamnya, “karena kebusukan kau, Ang Hoa
Kek Lo Cianpwee menjadi mati, aku harus menuntut balas!”
Sehabis berpikir, ia memungut batu lagi dan dihajarkan
kepada musuhnya.
Kan Giam Lo cukup lihay, dari suara samberan angin, Ia
bisa mengetahui dirinya sedang diserang, dengan mudah Ia
mengegos.
“Hai, Lo Kiong! Hati2 kau diserang batu,” kata Kan Giam Lo
memperingati kawannya.
Kiu Heng mengetahui kedua orang itu seperti buta di dalam
keadaan gelap, dengan berani ia menghampiri per-lahan2
tanpa menimbulkan suara. Lalu memungut batu dan
menerbangkannya, berbareng dengan itu Ia tertawa ter-
bahak2.
Keadaan gua menjadi tegang dan menyeramkan. Kiong Lou
Tauw dan Kan Giam Lo seperti menemukan hantu kelaparan,
masing2 merasa mengkirik. Untung mereka merupakan jago2
Kang Ouw berpengalaman, bilamana orang lain pasti akan lari
tunggang langgang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Beberapa batu mengenai tubuhnya, sebelum mereka bisa


membuka mulut memaki, merasakan pipinya ditampar bolak-
balik.
“Kamu berdua si orang jahat, masing2 kupersen dua
tamparan sesudah itu akan kucabut nyawa kamu!” maki Kiu
Heng.
Tamparan yang dikira Kiu Heng tidak seberapa keras,
membuat kedua orang itu jatuh duduk, tapi dengan gesit
mereka bangun lagi dan lari keluar.
Kiu Heng tidak mengira tamparannya demikian ampuh, ia
sadar dan percaya bahwa kekuatan yang diperolehnya dari
pedang dan batu hijau besar sekali.
Dengan girang ia menghajar dinding mencoba
kekuatannya, batu bertebaran. Ia puas dan buru2 keluar
mengejar dua musuh.
Baru saja ia keluar dari gua, berbagai macam senjata
rahasia menyerang dirinya, cepat ia menarik tubuhnya kembali
lagi ke dalam. Ada juga senjata2 yang mengejar masuk tapi
kena dipukul jatuh oleh kekuatan tenaga tangannya. Cepat
pedangnya dihunus, lalu diputarkan seperti kitiran derasnya,
tubuhnya se-olah2 dibungkus sinar emas, lalu menerjang
keluar gua.
Senjata2 rahasia yang menyerang dirinya berguguran
seperti daun rontok terhempas angin.
“Ginkang yang indah,” puji Kiong Lou Tauw seraya
melepaskan Bwee-hoa-ciam. Anehnya senjata halus yang
sukar ditangkis itu tersedot di pedang Kim-liong-cee-hwee-
kiam, waktu pedang digetarkan, senjata2 rahasia itu
berterbangan pergi! Dengan berpoksay, Kiu Heng berhasil
menyelamatkan dirinya dari kepungan senjata rahasia, ia
turun di depan dua musuhnya dengan mata ber-api2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Siaucu, kiranya kau! Mana si tua bangka jrelek itu?”


bentak Kiong Lou Tauw.
Di mulut Ia berkata demikian padahal hatinya menjadi
kaget melihat pemuda kita yang pernah diketemukannya
beberapa bulan yang lalu.
Pikirnya kalau si pemuda ini tidak mati lebih2 Ang Hoa Kek
yang berkepandaian tinggi?
“Ha ha ha! Untuk apa kau tanya si orang tua? Mungkinkah
hendak ter-bungkuk2 lagi seperti kera tua? Sabarlah, sebentar
lagi Ia akan menemukan kalian untuk memberikan pelajaran!”
“Siaucu, kau jangan jumawa, di dalam gelap kau boleh
main gila, tapi jangan harap bisa mengulangi lagi
keunggulanmu di tempat terang!” kata Kiong Lou Tauw seraya
menerjang dengan kecepatan kilat.
Sementara itu, kawannya pun tidak tinggal diam segera
membantu melakukan kurungan.
Kiu Heng mengetahui kedua musuhnya di tempat terang
jauh lebih lihay dari di tempat gelap tapi Ia tidak takut,
dengan lincah ia mengegosi setiap serangan, lalu membalas
menyerang dengan pedangnya secara tenang.
Kiong dan Kan tidak mengira musuhnya yang masih kecil ini
memiliki ilmu kepandaian demikian tinggi. Segera melancarkan
ilmu simpanannya ber-tubi2. Kiu Heng bukan Kiu Heng dulu
lagi, setiap hajaran musuh itu biar bagaimana dahsyat tidak
membuatnya gugup, malahan menambah semangat
tempurnya.
Pertarungan berjalan semakin sengit, gerakan mereka
menjadi cepat, sehingga sukar dibedakan yang mana Kiu Heng
yang mana Kan atau Kiong. Tiba2 Kiu Heng membentak:
“Kena!”
Berbareng dengan bentakan itu tampak Kiong Lou Tauw
ter-huyung2 menekap dada, darah mengalir deras, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terjungkal sambil menarik napas yang penghabisan.


Sedangkan Kan Giam Lo melihat kawannya meninggal segera
membentangkan ilmu langkah seribu, tapi Ia kalah cepat
kakinya kena diserampang dan jatuh nyungsep. Ia kena
dibekuk, dan ditotok sehingga tidak berdaya.
“Apa maksudmu membakar kami?” tegur Kiu Heng.
Kan Giam Lo tidak menjawab.
“Kau jangan menyesal aku berlaku kejam,” ancam Kiu Heng
seraya menyodokkan pedangnya ke perut musuh.
“Sebelum pedang ini masuk ke dalam perutmu, kuminta
terangkan sebab2nya membakar gunung dan sebab2nya kau
ingin berguru dengan Ang Hoa Kek.”
Kan Giam Lo tetap tidak menjawab.
Kiu Heng melaksanakan ancamannya, sehingga musuhnya
itu seketika meninggal dunia. Dengan wajah benci Kiu Heng
menatap mayat kedua musuhnya, lalu ia menggali lubang
untuk mengubur.
Saat inilah terdengar bentakan nyaring dari belakang
tubuhnya.
“Hei! Siluman monyet, kenapa kau berani membunuh di
siang hari? Kau kira dunia ini sudah terbalik dan boleh berlaku
se-wenang2?”
Seiring dengan perkataan ini terlihat To Pei Lojin (seorang
tua berbadan bungkuk) sudah berada di belakang Kiu Heng.
Sejak kecil ia kehilangan kasih sayang orang tuanya,
sehingga mempunyai tabiat paling benci dimaki orang. Kini si
bungkuk tanpa alasan memakinya siluman monyet, terang
menghinanya sebagai orang yang tidak berorang tua seperti
Sun Go Kong.
Ia merasa tak senang, tapi lupa pada diri sendiri yang
berpakaian compang-camping dan penuh dengan debu, tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memperdulikan lagi orang yang dihadapi itu siapa, segera Ia


membentak:
“Bungkuk, kau jangan mencampuri urusan aku. Enyahlah
sekarang juga, aku sebal melihatmu!”
Orang tua bungkuk itu biasa membahasakan dirinya
sebagai To Loko (si kakak bungkuk), tapi Ia sendiri tidak mau
dipanggil si bungkuk. Barang siapa berani mengatakannya
demikian, pasti membuatnya gusar dan menghajarnya sampai
mati!
Kini begitu Kiu Heng membuka mulut perkataan “bungkuk”
keluar paling dulu, sehingga membuat To Loko meluap-luap
kegusarannya tapi ia tetap bisa membawa diri dengan ramah
tamah.
“Hei, Siluman monyet! Mulutmu besar betul! Apakah kau
memaki aku?”
“Bungkuk, kau jangan sembarangan memaki orang,
akibatnya berat untukmu! Kau lihat nasibnya kedua orang ini,
bagaimana?” tegur Kiu Heng sambil bersikap untuk
menerjang.
“Sabar2, perlu amat ter-gesa2? Aku To Loko sedang
kebelet…. ingin kencing, nanti air kencing itu dapat kau
gunakan sebagai kaca,
atau cuci muka……… Aha,
kau persis seperti monyet, berangasan dan tak bisa sabar..
Hai! Siluman monyet, kenapa kau kesusu betul?”
“Bert, bert!’
Serangan tangan mendesak mundur si bungkuk beberapa
tombak.
Kiranya sewaktu ia bicara, Kiu Heng sudah tak sabaran lagi
dan melakukan serangan enam kali. Empat yang pertama
dapat dielakkan, serangan kelima dan keenam mendapat hasil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si bungkuk menjadi heran.


“Hai! Hidung kerbau dari Bu-Tong-san itu biar sudah
mampus harus masuk ke dalam neraka, karena mengambil
murid seekor monyet siluman!”
“Crang!”
Suara berbunyi keluarnya Kim-liong-cee-hwee-kiam dari
serangkanya.
“Hai bungkuk, tutup bacotmu, bilamana tidak, segera kau
mati berlumuran darah!”
Orang tua bungkuk itu mana kena digertak, Ia pun segera
mengeluarkan senjatanya yang berupa pipa tembakau atau
huncwe.
“Siluman monyet, kuingin lihat, sampai di mana lihaynya
permainan pedang monyetmu!”
Dengan satu gerangan keras, Kiu Heng menyerang ketiga
penjuru dengan ilmu pedang Cit-Coat-kiam. Pedang
memancarkan sinar keempat penjuru, bilamana To Pei Lojin
tak bergerak cepat mungkin akan termakan pedang yang tidak
bermata itu.
“Bocah, kau apanya si Kong Tat?” tegur To Pei Lojin.
Kiu Heng segera mengubah ilmu silatnya begitu diketahui
musuhnya.
Sekali ini ia mempergunakan ilmu Sam-cee-pan-guat yang
terdiri dari dua belas jurus.
To Pei Lojin menjadi bingung.
“Dari perguruan mana kunyuk ini?” pikirnya.
Pada hari2 biasa Ia sering membanggakan diri mengetahui
segala ilmu dari berbagai golongan dan menyebutkan ilmunya
sendiri tak mungkin diketahui dari pintu perguruan mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Barang siapa dapat menyebutkan ilmunya ia akan tunduk dan


rela menjadi budak orang yang dapat mengenali ilmunya.
Kini ia bingung sendiri atas ilmu yang dilancarkan si bocah.
Ia tidak mau banyak pikir karena didesak terus, dengan cepat
ilmu kepandaiannya yang ampuh dilancarkan secara hebat!
Kiu Heng pun segera mengubah ilmu silatnya, pedangnya
memutar ke kanan, lengan kirinya melakukan penjagaan,
jurus ke jurus bersambung menjadi satu dan kuat bukan main.
Tiap kali ia menyerang pasti si orang tua kena dipukul
mundur. Begitu si orang tua maju lagi, dengan cepatnya
dibikin mundur lagi dengan ilmunya yang cepat dan ganas.
To Pei Lojin menjadi mundur maju. Hal ini berlangsung
sepuluh jurus lebih. Si orang tua menjadi kewalahan juga.
Akhirnya ia berseru: “Hai kunyuk, hari sudah hampir malam,
perkelahian ini sebaiknya kita tunda saja sampai besok!”
“Hai, bungkuk, kau takut?”
“Kau jangan menghina aku sudah tua! Aku takut? Hm!”
Kiu Heng melihat orang tua itu kembali menerjang, Ia
tersenyum.
“Bungkuk, apakah kau tidak takut? Mari kita bertarung
lagi!”
Kembali sepuluh jurus berlangsung dengan cepat. Semakin
berkelahi, kekuatan dan keberanian Kiu Heng semakin hebat.
Per-lahan2 hari hampir malam, dalam keadaan demikian, biar
To Pei Lojin sudah melatih diri bisa melihat di dalam keadaan
gelap, kalau dibanding dengan ketajaman mata Kiu Heng,
masih terlalu jauh.
To Pei Lojin semakin berada di bawah angin, Ia makin
heran dan bingung.
“Kenapa kunyuk kecil ini memiliki ilmu dalam maupun ilmu
silat demikian tinggi? Terkecuali itu jurus2nya tidak beraturan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekali, se-olah2 pelajarannya itu sebagai hasil curian. Lebih2


matanya yang tajam seperti mata kucing membuatku heran
betul,” pikirnya.
Tiba2 pedang Kiu Heng menyerang dengan keras memapas
lengan kanan, lalu beralih dengan tiba2 ke sebelah bawah.
Inilah salah satu jurus dari Cit-coat-kiam yang ganas dan
beracun.
Dalam keadaan begitu, hampir2 si orang tua kena dimakan
pedang musuh. Keringat dinginnya mengucur tanpa dirasa.
Untung Ia bisa memutarkan tubuh secara lincah. Biar begitu,
tak urung sebagian dari celananya kena disobek pedang.
Hal ini membuat To Pei Lojin kesal dan malu. Ia
menggereng keras, suaranya menggetarkan keadaan malam,
menyusul terlihat pipa tembakaunya memutar di udara
melancarkan jurus yang luar biasa anehnya. Inilah ilmu
simpanan yang sudah lama tidak dipergunakan. Bilamana
tidak terdesak tak mungkin Ia melancarkannya.
Dengan cepat Kiu Heng kena terdesak, sehingga siorang
tua berbalik menang angin.
Kiu Heng sadar bahwa si orang tua benar2 orang yang
berilmu tinggi, kalau terus2-an melayaninya pasti tidak
bakalan menang cepat.
Ia menangkis serangan si orang tua dan melancarkan
serangan balasan. Lalu ia mencelat ke samping beberapa
tombak jauhnya, sesudah itu, ia memutarkan tubuh dan merat
di dalam keaduan malam yang gelap.
“Hai, kunyuk, kenapa kau lari?” tegur si orang tua.
“Maafkan aku tak bisa mengantar. Hati2lah, jangan sampai
jatuh!”
Dalam kesunyian malam, Kiu Heng mendengar tegas kata2
To Pei Lojin itu, Ia menjadi gusar dan ingin balik lagi. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sesudah berpikir, bahwa pertarungan yang dilakukan itu tidak


berarti, segera Ia berlari terus tanpa meladeni.
***
Hari sudah mulai terang, Kiu Heng mengaso di lereng
gunung, ia sudah berlari semalaman penuh tanpa berhenti.
Kini ia sedang melamun. Untuk mencari musuhnya yang
membinasakan orang tuanya.
Tiba2 Kiu Heng dikejutkan oleh suara garing gadis muda,
menyusul terdengar pula suara tertawa gadis itu dengan
nyaringnya.
Buru2 Ia naik ke puncak gunung untuk menyaksikan dan
mencari siapa gerangan gadis itu.
Anehnya, suara tertawa gadis tadi menjadi hilang tertekan
suara gemuruh air terjun di puncak gunung. Ia segera turun
lagi ke bawah mengikuti air terjun itu. Air itu berkumpul di
bawah dan merupakan sebuah kolam yang berair jernih, air
berpercikan dan beruap putih, sehingga indah betul
terlihatnya.
Ia turun mendekat, di balik air yang biru terlihat olehnya
dua wanita tengah mandi dengan girangnya. Ia melompat ke
atas pohon dan memandang terus gadis2 yang mandi itu
dengan asyiknya.
Iapun heran, kenapa pemandangan itu demikian menarik
hatinya. Terkecuali itu, kenapa hatinya bak-bik-buk-bek tak
karuan.
Dua gadis itu berenang ke sana-kemari dengan lincahnya,
tak ubahnya seperti ikan duyung di dalam dongengan.
Kiu Heng semakin kaget waktu mengenali salah satu dan
gadis itu adalah In In yang pernah diketemukannya di Oey
San.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tengah ia memandang seenaknya, dari arah belakangnya


berkesiur angin dingin menyerang dirinya. Ia tidak dapat
mengelak karena tidak dapat membedakan angin serangan itu
dengan gemuruh air terjun.
Tubuhnya berikut cabang pohon yang dipegang jatuh ke
bawah. Untung tidak jatuh terbanting, sebab sebelum
mencapai tanah, ia membanting dulu cabang yang dipegang,
lalu mencelat pergi dengan tenaga balikan.
Begitu Ia berdiri segera menjadi kaget, karena lengan
kirinya merasa sakit sampai ke pori2, lengan ini tidak bisa
diangkat lagi. Ia menjadi gusar, cepat2 membalik.
Di jarak sepuluh tombak, tampak seorang tua pucat dan
berjanggut indah, tengah menatap ke arahnya dengan sinar
mata ber-api2. Mulutnya kemak kemik tapi tidak terdengar
karena suara air terjun lebih keras lagi. Setelah itu si orang
tua segera berlalu.
Kiu Heng merasa dongkol, tanpa memperdulikan kepada
lengannya yang sakit, Ia mengejar sekuat tenaga. Si orang tua
berlari terus, begitu melalui pepohonan yang rimbun, Ia
menghentikan kaki. Ia menoleh dan melihat Kiu Heng yang
tertinggal di belakang dengan perasaan heran, karena ia
sudah menyaksikan kehebatan ginkang Kiu Heng sewaktu
datang, kini mengejarnya tanpa berhasil. Ia tidak mengetahui.
Karena lukanya, Kiu Heng menjadi kurang tangkas seperti
semula.
Si orang tua menghajar Kiu Heng secara membokong
karena menganggap si anak kurang ajar dan sengaja datang
untuk mengintip gadis2 yang tengah mandi!”
“Bangsat tua! Kurang ajar kau, berani membokong dari
belakang!” maki Kiu Heng begitu ia datang.
“Bagus! Kau boleh memaki aku sepuas hati karena aku
berlaku salah. Tapi kau pun tidak boleh mengintip orang yang
sedang mandi!” jawab si orang tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Kini kita beristirahat dulu baru bicara, kau menderita luka,


makan obat dulu, jangan sampai semakin parah dan
membuatmu cacat,” tambahnya.
Ia mengeluarkan peles hijau lalu mengeluarkan beberapa
butir dengan hati2 dan melemparkannya kepada Kiu Heng
dengan lengan bergetar.
Dalam keadaan demikian. orang yang sedang gusar pun
bisa menjadi tenang kembali, tapi tidak demikian dengan Kiu
Heng, keras kepala! Obat itu dipijaknya.
“Siapa yang mau menerima budimu? Biar obatmu
berkhasiat atau beracun tidak akan kuterima!”
Si orang tua berjanggut menjadi gusar.
“Kau si bocah gila, aku merasa menyesal melukakan dirimu
secara salah paham sehingga mengeluarkan obat, kini kau
pijak2 obat luar biasa yang bernama Kie-hun-kui-goan-tan
(obat pengumpul semangat dan hawa sejati) secara kurang
ajar! Kau tidak tahu diri, biar bagaimana kau harus mengganti
sebutir obatku dengan nyawa!”
Sehabis berkata tubuhnya menyergap laksana harimau
luka.
“Ha ha ha,” Kiu Heng tertawa sambil mengegos dengan
cepat.
“Seorang bangsat tua tak tahu malu, Kiu-hun-kui-goan-tan
sebagai pusaka Bu-Tong-pay mana bisa kau miliki! Hm, kau
jangan sok2an, aku tak takut padamu!”
Padahal di dalam hati Kiu Heng sudah merasa menyesal
bukan menginjak obat itu, karena hidungnya mengendus
hawa harum yang semerbak dari obat itu dan percaya sebagai
obat yang berkhasiat.
Serangan keras yang susul menyusu1 dari si orang tua
mendesak terus pada Kiu Heng sehingga jatuh di bawah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

angin. Tengah sengitnya jalannya pertandingan, terdengar


“buk-buk” dua kali, tubuh Kiu Heng ter-huyung2, dari
mulutnya menyembur darah, sedangkan si orang tua sendiri
terpukul mundur juga.
Sesudah menenangkan pikirannya, Kiu Heng menekan
perasaan meluapnya, ia mengumpulkan tenaga, lalu
menyerang dengan nekad, membuat si orang tua merasa
gentar dan tepat pada detik itu terdengar bentakan nyaring:
“Lim Siok-siok, siapa bocah gila ini? Tunggulah In In
menghadapinya.”
Seiring dengan habisnya perkataan itu, tampak dua sosok
tubuh ramping di hadapan mereka.
Kiu Heng merasa terkejut, serangannya ditarik kembali.
“In In, In In, mungkin Ia tak kenal lagi padaku,” pikirnya.
“Hei bocah jelek, untuk apa kau datang ke sini berniat
ugal2an, nyalimu besar betul! Lekas kau haturkan maaf pada
Lim Siok-siok sebelum kuusir dari gunung ini!”
Kiu Heng menjadi gusar, ia menyerang pada In In.
Si gadis tidak menjadi kaget. Ia mengegos ke samping, lalu
membarengi dengan satu pukulan.
“Plak!” sekali.
Kiu Heng kena dihajar dan jatuh numprah di tanah,
Kembali dari mulutnya memuntahkan darah dan hampir
membuatnya pingsan.
“Segala manusia tidak berguna begini berani datang ke sini,
lekas enyah dari sini. Kalau tidak, bisa mati konyol!” bentak In
In.
Si orang tua dan seorang gadis lain menjadi kaget melihat
Kiu Heng menderita luka parah. Sebelum mereka bisa
menegur pada si gadis, Kiu Heng sudah menjawab: “Hm aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

datang untuk mati, bunuhlah kalau kau suka! Bilamana aku


mengedipkan mata, jangan sebut sebagai jantan sejati.
Bilamana kau tidak memukul mati padaku, kau lihat saja nanti.
Aku bisa menuntut balas,” kata Kiu Heng.
“Oh,” kata In In dengan kaget. “Kau…. kau…. Kiu
Heng…………”
“Kini baru tahu aku Kiu Heng. Yah, aku dibesarkan oleh
dendam dan sakit hati. Ingatlah, bilamana kedua perasaan itu
sudah bertimbun, aku menagihnya….. ha ha ha ha…..”
Sambil berkata ia mencoba bangun.
Sesosok bayangan kecil mencelat datang kepada Kiu Heng.
“Apakah kau Kiu Koko? Aku bernama Ping Ping. Kata Lim
Sioksiok, kau menderita luka berat dan menyuruh aku
memberikan obat. Nah makanlah buru2! Kata Lim Sioksiok
sesudah memakan obat ini, akan segera sembuh!”
Kira Kiu Heng yang datang itu adalah In In, ia sudah siap
untuk mem-bejak2 obat yang diberikan untuk melampiaskan
kegusarannya. Tak kira yang memberikan itu adalah seorang
gadis ayu, suaranya demikian merdu, membuat perasaannya
menjadi senang, dan mempunyai kekuatan yang tidak dapat
dilawan!
Kiu Heng menatap pada si gadis yang bernama Ping Ping,
hatinya merasakan sesuatu perasaan hangat yang tidak
terkira. Ia semakin terpincuk sewaktu mencium wewangian
yang semerbak datang dari arah si gadis.
Keluwesan dan keayuan si gadis membuat gugur
keangkuhan Kiu Heng.
Per-lahan2 ia mengangkat tangan, diasongkan ke jurusan
lengan si gadis untuk mengambil obat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada saat ini dengan tiba2 terdengar bunyi “tringggg” dari


suara kim yang digentak demikian keras dan menusuk
perasaan yang membuat Kiu Heng merasakan dadanya sesak.
Kegusarannya kembali timbul, lengannya yang dijulurkan
dengan tiba-tiba menggampar ke arah Ping Ping dengan
keras, sehingga pipi si gadis merah dan tertera lima jari si
pemuda.
Ping Ping tidak mundur juga tidak gusar, Ia tetap diam di
depan Kiu Heng, lengannya masih memegang obat.
Ia berkata: “In Cici sudah memukulmu, kini kau memukul
aku, hitung2 menjadi impas. Bedanya kau menderita luka
dalam sedangkan aku tidak ke-napa2. Kiu Koko, kenapa kau
tidak mau menerima kebaikanku? Kiu Koko? Kenapa?”
Biar bagaimana angkuh dan kukoay adatnya Kiu Heng,
mana mungkin bertahan menghadapi seorang gadis yang baru
diketemukan demikian ramah dan penyayang. Ia menatap
terus pada si gadis yang ditampar, sedikit pun tidak terlihat
gusar maupun kesal, hanya dari matanya yang indah
mengembang tetesan air mata sedih!
Dari kelunakan dan keramahan si gadis membuat tubuh Kiu
Heng dan jiwanya terserang runtub, demikian terharu dan
menyesalnya.
Ia tidak bisa berkata apa2 karena dari mulutnya kembali
memuntahkan darah merah!
Tiba2 terdengar suara parau dari nenek2 memecah
angkasa.
“Hai! Siang hari bolong kamu berani mencelakakan orang?
Tak sangka orang2 Lian Hoa Hong kerjanya mencelakakan
yang lemah dengan se-wenang2! Aku si nenek2 merasa tak
senang!”
“Perempuan gila, kenapa kau menjerit2 dan ber-teriak2 tak
keruan? Kapan kau pernah menyaksikan kami melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pengeroyokan pada musuh? Dan kapan kami menghina dan


mencelakakan orang lemah dengan se-wenang2? Kami bukan
mencelakakannya tapi sedang memberikan obat!”
“Kebaikan yang di-bikin2! Tidak kau katakan tidak
mengapa, sesudah kau katakan membuat benakku semakin
sebal,” jawab Si nenek.
“Aku melihat dengan mata kepala sendirl perbuatan kalian
yang demikian rendah, sesudah mencelakakan baru memberi
obat. Apa artinya berbuat demikian dan siapa yang akan
memakan obatmu?”
Saat ini Kiu Heng sudah dipayang oleh Ping Ping, mulutnya
dibuka dan obat itu dimasukkan Ping Ping. Kiu Heng menolak
sambil mendorong lengan si gadis.
“Siapa yang menginginkan obatmu?” kata Kiu Heng.
Ia berbuat demikian karena mendengar perkataan si nenek.
Lalu Ia bangun dengan gagah, matanya menatap, dilihatnya
wajah yang buruk dari si nenek dengan heran, tapi tidak
membuatnya takut, malahan ia menghampiri.
“Adik kecil, kenapa mukamu demikian kotor dan banyak
debu tidak di-cuci2?”
“Ah,” kata Kiu Heng, karena ia baru sadar dan ingat kenapa
si orang tua mengatakannya sebagai monyet, In In tidak
mengenalinya, kiranya mukanya sudah dekil dan kotor.
Ia menggosok mukanya dengan tangan, debu yang sudah
bercampur keringat melekat demikian keras dan tidak mudah
tergosok lagi.
In In yang mendengar perkataan si nenek menjadi gusar
dengan membentak keras ia mendatangi.
“Hei perempuan iblis, kau jangan menganggap dirimu luar
biasa. Aku sudah lama ingin mengadu kekuatan denganmu,
tapi selalu dicegah tia-tiaku. Kini kau berani merusak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perhubungan kita, menyatakan bernyali besar. Sekarang,


jangan banyak bicara lagi, mari kita bertarung!”
Sehabis berkata, ia mencabut pedangnya dan memainkan
beberapa kembangan silat.
“Ah, aku si nenek sudah tua, mana berani lompat2an
seperti kau yang masih muda. Karena itu, kuminta kau jangan
galak2 dan me-nakut2i aku…………”
Sebelum si nenek melanjutkan perkataannya, si orang tua
berjanggut indah sudah menghadang perjalanan In In.
“In In, semakin lama kelakuanmu semakin tidak keruan!
Lekas mundur!”
“Sioksiok, dapatkah kau mengalah sekali ini? Lain kali aku
akan menurut perkataanmu! Nenek ini terlalu ugal-ugalan dan
menjemukan, aku harus menghajarnya!”
“In In, kau berani membantah perkataan Sioksiok?”
In In terpaksa mundur dua langkah.
“Aku bukan membangkang atas perkataan Sioksiok,
soalnya aku tidak mengerti, kenapa harus menakuti si nenek
Iblis ini,” kata In In.
“Lagi pula, kenapa sampai Tia-tia pun seperti menakuti
sepasang cakar iblisnya! Seluruh orang2 Lian Hoa Hong
menakutinya, bisanya memaki di belakang tapi tidak berani
menghantamnya secara berdepan!”
Orang tua berjanggut sudah tidak menjadi gusar
mendengar perkataan In In.
“Betul! Kita menakutinya, sampai ayahmu, engkongmu
menakutinya. Kenapa kau tidak takut?”
“Hm, aku tidak takut! Tampangnya yang setengah gila itu
perlu amat ditakuti. Ia pun belum tentu berani menggunakan
tangan, melulu mulutnya yang dipakai!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ini pun betul, karena Ia pun serupa dengan kita, yakni


takut!“
“Apa? Mungkinkah ia pun menakuti kita? Aku tidak percaya.
Kenapa di seluruh Lian Hong Hong Ia bisa berkeluyuran
sesuka hati dan boleh mengganggu kita seenaknya.
Sebaliknya Tian Tou Hong tidak boleh kita injak dengan
sebelah kaki, apa alasannya?”
Sehabis berkata, In In menatap kepada Siok-sioknya
dengan sinar mata aneh menanti jawaban.
“Dalam hal ini kau akan mengerti sendiri. Kalau ingin
mengetahui sekarang, kau boleh bertanya kepada Tia-tiamu
atau ibumu! Mereka bisa menerangkan kepadamu, kenapa
harus ddemikian!”
“Siang2 sudah kutanyakan, mereka tidak mau
menerangkan, hanya menyuruh aku menantikan tiga tahun
lagi. Sesudah itu baru mau memberi tahu. Tiga tahun! Ah,
waktu yang terlalu lama. Aku tak sabar menantikannya.”
Tiba2 si nenek yang jelek turut ber-kata2.
“Tiga tahun terhitung panjangkah? Aku sudah menantikan
tiga kali sembilan tahun, kini harus menantikan tiga tahun
yang terakhir. Mungkinkah tiga tahun yang terachir ini lebih
panjang dari yang lalu? Mungkin terlalu lama dan panjang,
membuat si nenek merasa tak sabaran, karena itu kuharus
pergi lebih dulu…..! Tidak! Aku tak bisa mencuci tangan
dengan demikian, biar bagaimana capai lelahku yang ber-
puluh2 tahun tidak boleh hilang secara percuma.”
Sehabis berkata, si nenek segera memutarkan tubuh,
lengannya mencekal pergelangan tangan Kiu Heng.
“Adik kecil! Mari kita berlalu!”
Tiba2 berkelebat bayangan In In yang cepat laksana kilat
menghadang perjalanan mereka. Ia memalangkan pedang dan
berkata dengan tajam:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Tidak boleh berlalu, boleh pergi tapi harus meninggalkan


Kiu Heng!”
Kiu Heng merasa dongkol mendengar teguran yang
demikian kasar.
“Urusanku tak berhak kau campuri!”
“Kiu Koko, bolehkah kau tak pergi?” tanya Ping Ping
dengan lemah lembut.
Perkataan ini lebih berhasil dari pada In In.
Kiu Heng menjadi lunak dibuatnya, berpaling, dan seperti
ingin mengatakan sesuatu. Tapi menjadi urung begitu
merasakan lengan si nenek yang memegang pergelangannya
terasa sangat halus dan hangat. Aliran itu menembus sampai
di lubuk hatinya. Ia terkejut dan tidak bisa habis pikir lengan
seorang nenek yang keriput bisa demikian hangat dan lunak.
Tiba-tiba terdengar bunyi: “cring” dua kali dari suara Kim.
Si orang tua berjanggut indah begitu mendengar suara ini
segera memegang lengan In In dan Ping Ping.
“Lo Sianseng sedang memanggil kalian, hayo lekas pulang!”
In In berontak-rontak.
“Lepaskan lenganku’! Lepaskan! Aku tak maupergi!”
Ping Ping tidak merontak-rontak, Ia menatap Kiu Heng
sambil berkata:
“Kiu Koko, kuharap kau tidak turut dengannya, ia adalah
musuh dari kami, sedangkan Kiu Koko adalah kawan kami.
Karena itu, kuharap jangan turut dengannya!”
“Cring! Cring!” kembali terdengar bunyi Kim.
“Lo Sianseng sudah memanggil kalian, kalau masih
membandel jangan sesalkan tindakanku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

In In tidak berani merontak-rontak lagi, Ia memandang


pada Kiu Heng.
“Kalau kau ikut si nenek iblis, aku akan membencimu
seumur hidup!”
Sedangkan Ping Plng masih tetap berlaku lemah lembut.
“Kiu Koko, kuharap kau jangan ikut dengannya, bolehkah?”
Sebelun suara dua gadis habis dari pendengaran, orang tua
berjanggut indah sudah membawanya pergi, layap2 masih
terdengar suara mereka yang mengatakan:
“Kiu Koko, kuharap jangan ikut dengannya!” “Kalau kau
ikut dengannya, aku akan membencimu seumur hidup!”
Kalimat2 ini seperti me-ngiang2 di dalam telinga Kiu Heng,
di dalam hatinya merasakan seperti manis dan pahit, seperti
kawan dan musuh, ia tidak dapat membedakan, ia mabuk tak
keruan!
Tiba2, ia menatap pada si nenek yang tengah tersenyum.
Senyum kemenangan atau senyum apa, Kiu Heng tidak
bisa membedakan, karena otaknya sudah gelap dan mabok.
“Adik kecil, mari kita berlalu.”
Sebelum Kiu Heng bisa berkata baik, terlebih dulu sudah
berteriak : “Aduh!”
Kembali ia muntah darah dan jadi pingsan
Ia tidak mengetahui berapa lama sudah berlalu, tiba2 Kiu
Heng merasakan semacam cairan harum yang manis per-
lahan2 masuk ke kerongkongannya.
Ia menelannya dan merasakan nyaman sekali, waktu Ia
membuka mata, tampak sebuah lengan halus yang putih
tengah memegang gelas memberikan obat padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sesudah minum obat, Kiu Heng merasakan dadanya


menjadi lapang, lengannya pun menjadi baikan Sesudah Kiu
Heng menceguk habis, lengan putih yang halus itu pun
bergeser pergi. Ditatapnya lengan itu dengan penuh
perhatian, kiranya adalah lengan seorang gadis berusia tujuh
delapan belas tahun.
Si gadis berambut hitam, cantiknya luar biasa, tapi bersifat
dingin dan tidak menarik seperti gadis kebanyakan.
Kiu Heng menatap kepergian si gadis. Setelah itu Ia
mendengar percakapan dari kamar sebelah yang gelap. “Suhu!
Ia sudah siuman!” “Siuman? Kalau begitu lekaslah suruh dia
berlalu! Kita tidak bisa menahannya lama2!” jawab seseorang
dengan suara parau.
Kiu Heng mengetahui yang berkata dengan suara parau itu,
adalah seorang berilmu dalam yang tinggi, karena suaranya
me-ngiang2 di dalam telinganya.
Ia kaget, karena mengenali suara itu adalah suara si nenek
yang jelek. Oh, kiranya ini rumahmu, dan kau membawaku
kemari!” pikirnya. Kembali terdengar lagi suara si nenek.
“Tak perlu berkata demikian di depan mukaku, sekali
kubilang tidak tetap tidak. Ia sudah ditolong, boleh merasa
beruntung besar! Karena itu, lekas suruh Ia pergi kalau sudah
siuman! Se-kali2 jangan membuat aku gusar…..”
Perkataan ini tak ubahnya seperti parang yang tajam
menusuk ke hati Kiu Heng membuatnya menjadi gusar.
“Aku tidak meminta datang kemari, kau sendiri yang
membawaku! Aku tidak meminta kau obati, kau sendiri yang
mengobati. Aku tak membutuhkan rasa kasihan orang. Kau
ingin kuberlalu, segera aku bisa pergi, karena akupun tidak
berpikir untuk tinggal di sini selamanya! Tak heran In In dan
Ping Ping mencegah aku kemari, kiranya kau adalah nenek
jahat! Kau menolongku karena takut hilang muka di depan
orang2 Lian Hoa Hong. Hm! Kau kira aku bisa meratap? Kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jangan bermimpi, aku tidak membutuhkan belas


kasihanmu….” pikirnya.
Ia berpikir dan berpikir, lalu turun dari pembaringan yang
beralasan rumput kering, suara dari kamar sebelah masih
terdengar tapi tidak setegas semula, karena telinga Kiu Heng
seperti menjadi tuli disebabkan gelora kemendongkolan yang
berkobar di dalam hati.
Ia masih merasakan lengan kirinya sakit, menyatakan
sakitnya belum sembuh betul, tapi ia tidak memperdulikan ini.
Dengan mengertekkan gigi, Ia turun terus, tiba2 ia mendengar
lagi perkataan dari sebelah.
“Suhu, kau harus berpikir sedikit, aku bukan mencegah
agar ia tak berlalu, tapi karena hal yang tiga tahun ini disebut
panjang ya panjang, disebut pendek sekejap mata bisa
berlalu. Tapi, bagaimana dengan kaki suhu, dapatkah sembuh
seperti sedia kala? Merupakan hal yang tidak bisa diramalkan,
tapi kalau tidak sembuh, kita harus bagaimana?”
“Cui-jie, kau bernyali besar berani memakiku?”
“Bruk!” sekali.
Kiu Heng tahu si gadis berlutut sambil mendatuhkan diri.
Kini ia menjadi bingung, dirinya tak perlu dikasihani orang,
tapi si gadis itu membuatnya kasihan. Ia heran kenapa si
gadis mau meratap dan meminta kasihan pada suhunya untuk
dirinya?
“Suhu, biar Cui-jie bernyali besar pasti tidak berani
menjumpai kau si orang tua! Suhu harus berpikir dengan
cermat, bagaimana baiknya kalau kaki itu tidak sembuh juga?”
“Biar bagaimana, aku tidak mau menahannya, lebih2
mengandalkan seorang anak kecil!”
“Suhu, kau belum melihatnya bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa heran, kenapa Cui-jie mengatakan


suhunya belum pernah melihat dirinya? Bukankah Ia
membawanya kemari? Kalau begini lebih baik kupergi saja dari
sini, tak perlu mengucapkan segala terima kasih!
Per-lahan2 Ia menarik pintu, baru saja akan keluar dari
kamar, tlba2 di depan pintu menghadang seseorang yang
bukan lain dari pada Cui-jie.
“Kiu Heng, percakapan kami mungkin kau sudah dengar
semua bukan? Dapatkah kau menerima sedikit penjelasan?
Kini guruku ingin melihatmu barang sekali, karena itu kau
jangan gusar dulu, sesudah suhuku melihatmu, aku dapat
menjelaskan per-lahan2!”
Kiu Heng bertabiat angkuh dan keras, tapi terhadap
kelunakan ia tidak berdaya. Segala kegusarannya seperti
hilang begitu mendengar perkataan halus si gadis.
“Baik! kulihat si nenek jelek itu, apa yang akan dikatakan
padaku, bilamana mendongkolkan, aku segera berlalu.
Bilamana ia memohon dengan halus, aku bisa bertindak
melihat suasana!” pikirnya.
Cui-jie segera menuntun Kiu Heng ke dalam kamar. Lengan
si gadis yang lembut mengalirkan hawa hangat merembes ke
dalam hatinya, ia pernah merasakan kehangatan yang
demikian unik, tapi ia lupa dimana mengalaminya. Tanpa
terasa lagi Ia menatap dengan penuh perhatian pada wajah
Cui-jie.
Begitu mereka masuk ke kamar, si nenek menatap pada
Kiu Heng dengan sinar mata yang tajam, tak henti2nya dari
atas ke bawah silih berganti. Si nenek menarik napas, lalu
memeramkan kedua matanya dan berkata seorang diri:
“Aneh! Aneh! Kenapa bisa terjadi hal ini? Kenapa bisa
begini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perkataannya ini diucapkan demikian halus, tapi Kiu Heng


dapat mendengarnya dengan tegas. Ia menjadi heran kenapa
si nenek bisa mengucapkan kata2 yang demikian, agaknya
seperti belum pernah melihat dirinya saja. Ia heran dan tidak
habis mengerti apa yang dikandung hati si nenek. Apa yang
aneh apa yang tak mungkin?
“Cui-jie,” kata si nenek, “ajaklah ke depan untuk
beristirahat! Segala urusan boleh kau sampaikan sesudah hari
terang!”
Cui-jie mengajak Kiu Heng keluar gua, lalu masuk ke
sebuah gubuk.
“Kau tiduran sejenak, tak lama lagi aku datang!” sehabis
berkata Cui-jie segera berlalu.
Sambil menatap kepergian si gadis, di dalam hati Kiu Heng
timbul berbagai pertanyaan. Ia heran kenapa di Thian Tou
Hong maupun Lian Hua Hong berdiam orang yang aneh2.
Si orang tua berjanggut indah, In In dan Ping Ping, si
nenek yang berparas buruk dan Cui-jie, apa sangkutan antara
mereka? Semuanya sukar ditebak dan diraba, semakin diingat
semakin kusut otaknya.
Tak selang berapa lama, sesosok bayangan hitam
menghampiri dirinya, pikirnyaa Cui-jie yang datang, tapi ia
menjadi kaget, karena yang datang sesungguhnya adalah si
nenek berparas buruk.
“Untuk apa kau datang?” pikirnya heran.
“Adik kecil, kau kira aku siapa?” tanya si nenek dengan
suara parau.
“Kau belum pernah mengatakan dirimu siapa? Mana
kutahu!?”
“Benar2kah kau tidak tahu? Adik kecil, aku akan memberi
tahu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Siapa dirimu? Apa hubungannya denganku, mau kasih


tahu atau tidak, terserah padamu sendiri,” pikir Kiu Heng.
“Adik kecil, kalau kau tidak tahu aku siapa, kenapa kau
tidak menjawab?”
“Apa yang harus kuucapkan, aku sudah mengatakan tidak
tahu? Apa hubunganmu denganku, sampai mendesak ber-
ulang2!”
“Tolol, kau jangan berpikir yang bukan2!”
Suara ini berubah dari parau menjadi girang.
“Oh, kiranya Cui-jie!” teriak Kiu Heng dengan kaget. Karena
saat ini si nenek sudah mencopot kedoknya dan berubah
menjadi Cui-jie.
“Kau berani memanggilku Cui-jie?”
“Ah! Tidak! Tidak! Cui Cici, Heng-jie salah sebut karena
kaget!”
Cui-jie tidak menjawab tapi dari parasnya yang beku dan
dingin berbayang sebuah senyum, tapi dalam seketika menjadi
hilang, dan tampak kembali wajah bekunya yang tidak
menarik.
Cui-jie membuka kedok dan seluruh pakaian
penyamarannya serta sarung tangannya.
Kini Kiu Heng mengerti, suhunya Cui-jie tidak
mengenalinya, karena yang membawa dirinya bukan lain dari
Cui-jie sendiri. Tapi ia tidak mengerti kenapa Cui-jie
melakukan penyamaran sebagai gurunya.
“Sekarang aku tak perlu menjelaskan lagi bukan? Tapi
kuyakin kau ingin tahu kenapa aku berlaku demikian. Dalam
hal ini aku bisa menerangkan tapi kau harus meluluskan
permintaanku, yakni jangan menceriterakan hal ini kepada
orang ketiga, karena hal ini merupakan kelemahan dari Thian
Tou Hong!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng mengangguk-anggukkan kepala.


“Baik, kau sudah manggut2, aku boleh merasa puas,” kata
Cui-jie. “Sepuluh tahun berselang, antara Thian Tou Hong dan
Lian Hoa Hong terjadi perselisihan dari soal kecil ini
mengakibatkan urusan besar, masing2 bersumpah tidak mau
sama2 berdiri di kolong langit ini. Mereka segera bertarung
hebat. Sesudah berkelahi beberapa kali, tidak tampak yang
menang maupun yang kalah. Mereka berjanji lagi sesudah
sepuluh tahun akan bertarung lagi untuk menyelesaikan
ganjelan ini. Saatnya tinggal tiga tahun lagi, hal ini suhu yang
mengatakan kepadaku. Ia mengatakan dengan serampangan
sehingga aku tidak mengetahui dengan terang soal ini sampai
se-dalam2nya.
Lima tahun yang lalu, guruku selalu diganggu impian buruk.
Tengah nyenyaknya tidur sering men-jerit2. Bilamana menilai
kepandaian guruku, pasti tidak ada yang ditakuti, tapi
kenyataannya bukan saja Ia terjaga dari tidurnya, bahkan
setiap kali seperti kaget dan ketakutan.
Karena itulah mengakibatkan guruku terganggu dari
latihannya dan masuk ke jalan sesat, sehingga kedua kakinya
tidak bisa digunakan. Berbareng dengan itu, ia pun tidak suka
bermimpi buruk dan ketakutan. Guruku menjadi cacat
disebabkan penyakit jiwa. Kalau ingin mengandalkan obat
biasa untuk menyembuhkan sudah tak bisa lagi. Menurut
guruku, kedua kakinya akan sembuh sendiri sesudah tiga
tahun lagi.”
Berkata sampai di sini, Cui-jie menarik napas, kedua
matanya mengawasi kepada Kiu Heng, lalu melanjutkan lagi
perkataannya.
“Karena Thian Tou Hong dan Lian Hoa Hong mempunyai
sangkutan berat, dalam pertemuan yang terakhir guruku
hanya seorang diri, karena itu dibolehkan kemana saja Ia
hendak pergi, sedangkan orang2 dari Lian Hoa Hong dilarang
datang ke Thian Tou Hong. Tapi ada satu larangan, yakni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tidak boleh sembarangan melukai orang bilamana tidak


diperlukan, hal ini disebutkan guruku sewaktu pertama kali
aku menyamar sebagai dirinya.
Ia berkata: Kesatu, sesudah kau menyamar, boleh pergi
kemana saja tanpa mendapat gangguan dari siapa pun.
Kedua, sesudah menyamar, aku disuruh sering2 datang ke
Lian Hoa Hong, agar mereka mengetahui bahwa guruku masih
dalam keadaan sehat, sehingga bisa merahasiakan cacat
guruku.
Karena disuruh menyamar, sejak kecil aku dilatih ilmu
Ginkang dengan keras, di samping itu aku pun harus
mempelajari gerak-gerik dan segala kelakuannya. Cara melatih
diriku mendekati kekejaman, tapi aku tidak menjadi benci,
karena kutahu kesukaran guruku. Aku menaruh simpati
padanya.
Kuingat pada suatu ketika, aku pernah membuat guruku
gusar, Ia mengatakan tentang diriku. Katanya aku adalah
anak malang yang sudah tak mempunyai orang tua, sewaktu
berusia tiga tahun diketemukan guruku. Karena menganggap
aku berbakat untuk mempelajari ilmu silat, dibawanya ke
Thian Tou Hong. Sesudah memaki panjang lebar dan
menuturkan riwayatku, kegusarannya masih me-luap2. Aku
diusir turun gunung. Hal ini adalah kejadian beberapa tahun
berselang. Tapi aku tidak pergi karena kutahu guruku tengah
sakit dan terganggu sewaktu tidur, aku berdiam di dekat
rumah gubuk tanpa berlalu.
Pada tengah malam bulan purnama, guruku men-jerit2 dari
mimpinya, begitu ia bangun, tidak terdengar lagi suaranya,
cepat2 aku hampiri gubuk itu, tapi tidak berani langsung
masuk, saat inilah kudengar guruku tengah me-nyebut2
namaku, karena itu tanpa memperdulikan sesuatu, aku
menerobos masuk. Guruku pun menjadi kaget, kulihat ia
pertama kali mengucurkan air mata, akupun merebahkan diri
dalam pelukannya dan menangis ter-sedu2. Ku mendapatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kami seperti juga seorang ibu dan anaknya yang tengah


dirundung malang. Aku tak bisa pergi lagi dari sampingnya,
guruku pun tidak pernah menegur atau memaki lagi sejak hari
itu. Bukan saja demikian, diriku dianggap seperti anaknya, aku
pun memperlakukannya seperti ibu, saling sayang dan
mengasihi dengan hati ikhlas.
Sayang waktu yang demikian manis itu berjalan terlalu
singkat. Guruku memasuki jalan sesat sewaktu berlatih karena
terganggu impian2 buruk. Ia menderita dan tak ada waktu lagi
menghiraukan aku, sebaliknya aku berlebih telaten merawat
dan mengurusnya. Di samping bertambah giat belajar silat.
Demikianlah kisahku yang sudah lampau!”
Kiu Heng mendengari ceritera Cui-jie dengan terharu,
sebaliknya yang ceritera tetap dengan wajah beku tak
berubah.
“Mungkinkah sampai wajah beku yang demikian dingin ini
dipelajari juga dari gurunya?” pikir Kiu Heng.
Pada hari itu aku tengah berada di dekat air terjun, kulihat
kau berlalu dengan ginkang yang luar biasa, belakangan
kulihat kau dicelakakan si orang tua berjanggut indah. Karena
itu kutolong dirimu, tak kira sesudah kucuci wajahmu,
mendapatkan di mukamu bersemu hijau yang samar2.
Menurut guruku, bilamana seseorang sudah memiliki ilmu
dalam yang luar biasa baru bisa berwajah demikian. Aku heran
dan tidak mengerti, benar2kah kau memiliki ilmu yang tinggi?
Kenapa kau bisa dilukakan mereka? Bahkan terhadap pukulan
si gadis saja kau seperti tak tahan?”
Ia menjadi girang mendengar keterangan Cui-jie bahwa
dirinya memiliki ilmu yang tinggi, tapi ia tidak menjawab
pertanyaau Cui-jie.
“Cui Cici, bagaimana ilmuku? Aku sendiri tidak tahu, tapi
kuyakin tak bisa seperti yang Cui Cici sebutkan. Karena itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kumohon di hari2 kemudian mendapat bantuan Cui Cici dalam


ilmu silat ini!”
Cui-jie menjadi heran, menurut apa yang dikatakan
gurunya maupun pengetahuannya bahwa Kiu Heng memang
memiliki ilmu yang tinggi. Tapi kalau dilihat wajah Kiu Heng
yang demikian wajar, sedikitpun tidak berdusta. Karena inilah
ia tidak mau banyak ber-kata2.
“Kau lekas2lah tidur, lukamu akan menjadi sembuh
sesudah tiga hari. Sesudah itu, mungkin kami akan memohon
sesuatu kepadamu!”
Sehabis berkata Cui-jie masuk ke kamarnya, sedangkan Kiu
Heng menatap dari belakang dengan berpikir: “Apa yang
hendak kau minta dariku? Mungkinkah soal Lian Hoa Hong?
Mereka melihatmu sudah ketakutan, perlu apa meminta
pertolonganku? Dalam perkelahian menghadapi mereka, tak
perlu diminta pun aku bisa menghajar mereka. Si orang tua
berjanggut indah hutang pukulan! In In juga jahat, hanya Ping
Ping si gadis lembut, yang baik hati.”
Memikir dirinya Ping Ping, Ia merasa jengah dan menyesal
menggamparnya. Hal ini akan diingatnya seumur hidup
sebagai penyesalan terbesar di dalam jiwanya.
Ber-hari2 turun hujan, Kiu Keng tidur nyenyak di atas
rumput. Ia sering bangun dari tempat tidurnya, tapi tidak
pergi ke-mana2 karena gangguan hujan.
Saat ini Kiu Hepg bukan merupakan jembel yang kotor dan
dekil, tapi ia sudah mengenakan pakaian seorang petani
pegunungan yang sederhana. Baju ini adalah pemberian Cui-
jie yang didapatnya di desa, sungguhpun tidak pas, cukup
pantas dipakainya. Ia merasa berterima kasih pada si gadis.
“Sejak kecil aku berlatih silat dan tidak bisa membuat baju.
Karena itu kau pasti memaafkan diriku,” kata Cui-jie sewaktu
menyerahkan baju itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Cici, hujan2 kau pergi membelikan aku baju, aku merasa


berterima kasih sekali. Aku mengerti dan mengucapkan syukur
di dalam hati. Kenapa kau harus mengucapkan perkataan
yang demikian? Aku yang menjadi adik mengharapkan kau
jangan mengatakan demikian untuk kedua kalinya, bolehkah?”
Wajah Cui-jie menjadi merah, sedangkan matanya menjadi
hidup, tapi dalam seketika menjadi hilang kembali. Kiu Heng
ingln bertanya tentang wajah si gadis yang bisa berubah
dengan cepat dan selalu beku dan dingin, tapi ia tidak berani
mengetahui persoalan diri si gadis, hanya di dalam hati, ia
ingin bertanya, sedangkan di mulut tak berani berkata-kata!
Beberapa hari kembali berlalu, cuaca cerah, tak hujan tak
berawan, sinar surya yang ke-merah2an menerangi jagat dari
ufuk timur.
Kiu Heng mengikuti Cui-jie dari belakang mendekati sebuah
bukit. Dari sini mereka memandang jauh ke muka. Rumput
dan pepohonan yang hijau dan batu yang berserakan menarik
perhatian mereka.
Di sebuah bukit yang rata Cui-jie berhenti. Sewaktu ia
menoleh ke belakang tak alang kepalang kagetnya. Pikirnya
Kiu Heng yang ditinggalkannya itu pasti berada jauh di
belakang, tak kira tetap berada di sampingnya.
“Adik, kau memiliki ilmu ginkang yang demikian tinggi,
kenapa bisa dilukai si gadis dari Lian Hoa Hong? Andaikata kau
tidak memiliki ilmu yang tinggi toh bisa mengegos
menyelamatkan diri, bukan?”
“Cici jangan menertawakan aku, bilamana Cici tidak
sengaja memperlambat kaki tak mungkin aku menyandak.
Sedangkan aku kena dilukai si gadis, karena berkepandaian
lebih rendah darinya.”
“Apakah kau berkata secara sungguh2 atau main2?“
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Oh, sesungguhnya ilmu In In tidak seberapa, aku kalah


karena sedang terluka!”
“Dalam beberapa hari lukamu sudah sembuh seperti sedia
kala karena itu aku ingin mencobamu beberapa jurus, dalam
hal ini kau tidak boleh menggunakan segala kepandaianmu.
Bilamana kutahu kau tidak mengeluarkannya semua, berarti
tidak menghargai diriku. Karena itu, akibatnya lebih banyak
buruknya daripada baiknya. Kau mengertikah maksudku?”
“Cici, kalau begitu kau ingin menyaksikan kepandaianku,
dari mana aku harus mulai?”
“Dari manapun baik!”
Kiu Heng tertegun sejenak.
“Kenapa kau ragu2, mungkinkah tidak mau bertanding
denganku?”
“Bukan tidak mau tapi bagaimana jadinya andaikata
keterlepasan tangan, mungkin bisa…..”
“Mungkin melukai diriku?” potong Cui-jie.
“Kau legakan hatimu, jika kau bisa berbuat demikian, aku
merasa girang dan tidak akan membencimu. Lagi pula suhu
mempunyai obat mujarab yang luar biasa!”
Begitu selesai berkata, tubunnya segera menyergap keras
dan cepat. Kiu Heng memutar mengegoskan serangan baru ia
berbalik kembali serangan sudah menghajar datang, jurus ini
membuat Kiu Heng serba susah.
“Plok!” sekali bahu kanannya terkena pukulan. Sungguh
pun tidak berat tapi terasa sangat sakit.
Kiu Heng menjadi sengit, tubuhnya maju melancarkan
serangan tangan, tiga jurus berlalu.
“Adikku, kiranya kau adalah murid dari Bu Tong San tapi
ilmu kepandaian semacam ini se-kali2 jangan dipertunjukkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

di atas Oey San, hal ini bukan disebabkan aku memandang


rendah…….”
Kiu Heng merasa tersinggung, ia menggereng keras
memutuskan perkataan Cui-jie. Ia tidak memperdulikan bisa
membuat Cui-jie luka berat, tenaganya disalurkan di kedua
telapak tangannya.
“Bert! Bert!”
Dua kali, segera menyerang!
Cui-jie tidak mengira kekuatan Kiu Heng, ia terhempas
beberapa tombak.
Dari pada gusar, Cui-jie menjadi girang.
“Adikku, awas atas serangan balasanku!”
Tubuhnya menggeliat di udara lalu meluncur turun dengan
kecepatan kilat di-sela2 tenaga pukulan Kiu Heng. Ringan
sebagai walet lincah sebagai ular, ia mencelos dalam sekejap
mata lalu menepak per-lahan2 di tangan Kiu Heng, lalu melejit
lagi sejauh beberapa tombak.
Gerakan tubuhnya, jurusnya yang dipertunjukkan membuat
kagum Kiu Heng yang beradat tinggi. Tapi Ia tidak mau
mengalah, Ia pun mengubah gerakan, tubuhnya mengejar,
lengan kirinya memukul dengan telapak tangan, lengan
kanannya menotok dengan jari2nya, gerakannya sangat aneh
dan indah, dikata cepat tidak seperti kilat, dikata lambat tidak
lambat. Sukar diegos dan dihindarkan, lebih sukar pula
ditangkisnya.
jurusnya yang sederhana ini membuat Cui-jie pucat pasi,
keringatnya mengucur, cepat Ia membentangkan ilmu Walet
Menerjang Angkasa Luas, semacam ilmu menolong diri dalam
keadaan bahaya.
Gerakan yang Kiu Heng pergunakan adalah salah satu jurus
dari pelajaran di dalam gua yang ditemukan di Pek Tio Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan tiepat ia pun mengikuti tubuh Cui-jie, dengan


perlahan dan pasti Kiu Heng berhasil membayangi si gadis,
lalu menotoknya secara ringan.
Cui-jie terpaksa turun dari udara dengan heran, ia menatap
pada Kiu Heng, hatinya berpikir bolak-balik, ia merasa heran
Kiu Heng bisa melancarkan ilmu yang maha luar biasa dan
indah!
Kiu Heng menjadi heran melihat Cui-jie tidak ber-kata2,
kiranya ia sudah melukainya dan membuat si gadis menjadi
gusar, cepat2 ia minta maaf.
“Dalam seketika aku kurang cepat menarik serangan,
sehingga mengenai Cici, harap jangan gusar.”
Cui-jie menarik napas sambil meng-geleng2kan kepala, lalu
berkata. “Aku tidak bisa menyalahkan dirimu, tapi kuminta kau
mengeluarkan jurus yang indah semacam ini se-banyak2nya!
Agar kubisa membuka mata mengenal dunia!”
“Tapi sayang sekali, jurus ini hanya sejurus dan kuperoleh
kepandaian ini dengan tak sengaja sampai namanyapun aku
tak tahu, mana bisa kuperlihatkan lagi yang lainnya?”
“Aku bukan anak kecil berusia tiga tahun yang mudah
dibohongi orang. Caramu yang demikian cupat,
menyembunyikan pelajaran tak mau mempertunjukkan
membuat hatiku merasa kesal tapi tak ada lain perkataan yang
dapat kuucapkan. Mari kita pulang!” kata Cui-jie.
“Kau tidak mengetahui namanya ilmu yang kau
pergunakan, sedangkan aku pun tidak tahu, sebaiknya pulang
saja menanyakan kepada suhu, pasti Ia akan mengetahuinya!
Cui-jie segera berlalu begitu selesai berkata.
Kiu Heng merasa girang kalau gurunya Cui-jie bisa
mengenali Ilmu yang dipergunakannya ini, cepat2 ia mengikuti
kembali ke gubuk. Lalu ia mondar-manjr di luar gua dimana si
nenek tinggal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dinantikannya Cui-jie keluar dengan tak sabaran, ia ingin


mengetahui selekasnya ilmu yang diperoleh dari dinding batu
itu termasuk, dari perguruan mana.
Cui-jie keluar juga sesudah lama. Ia mengajak Kiu Heng ke
dalam gua tanpa ber-kata2.
Kiu Heng kedua kali masuk ke dalam gua. Sekali ini Ia
merasakan jauh berbeda dengan pertama kali ia pergi. Di
dalam gua tampak sangat terang. Dengan penuh perhatian
Kiu Heng mencari dari mana datangnya sinar itu, ia dongak ke
sekeliling, dilihatnya dua butir mutiara bersinar tergantung di
pojok ruangan.
“Mungkin mereka ingin melihat ilmu kepandaianku, sengaja
menggantungkan mutiara bersinar, baiklah! Kamu boleh
melihat, dengan tegas!” pikir Kiu Heng.
“Kiu Heng sudah datang,” kata Cui-jie.
“Kau boleh mulai dengan ilmumu, jangan mencoba
menyembunyikan, seluruhnya kau keluarkan!”
Kiu Heng segera memasang kuda2 dan mempertunjukkan
ilmu yang dipakainya menghadapi Cui-jie tadi, lalu
menambahnya dua jurus ilmu yang diperolehnya dari dinding
gua. Tiga jurus ini tidak bisa dirangkaikannya menjadi satu
seri yang indah, sehingga ia merasa tak enak dan tidak
meneruskan jurus2 yang lain.
“Bocah! Siapa yang menyuruh kau datang ke sini? Lekas
katakan, bilamana kau tidak mengatakan dengan jujur jangan
salahkan aku tak mengenal kasihan!” bentak si nenek, begitu
selesai menyaksikan Kiu Heng memainkan ilmunya.
Perkataan si nenek membuat Kiu Heng dan Cui-jie menjadi
kaget.
“Lo Cianpwee jangan salah paham! Heng-jie datang ke sini
tidak diperintah orang lain, melainkan diajak Cui-cici. Karena
itu kuharap Lo Cianpwee bisa mengetahuinya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Hm.” kata si nenek, “kau mempergunakan jurus pertama


yang bernama Keng Liong Cin Kouw (Naga Terkejut binatang
Kouw Terpental), jurus kedua bernama Hoo Lui Wan Tie
(Bangau Menangis Kera menjerit), jurus ketiga bernama Siong
Ma In Coan (Sepasang Kuda Minum di Mata Air). Ketiga jurus
ini adalahpeninggalan orang2 berilmu di dunia Kang Ouw yang
terkenal, kini kusudah memberi tahu kepadamu, mungkinkah
kau masih berniat untuk membohong?”
Kiu Heng seperti pernah mendengar nama ketiga jurus itu
tapi Ia lupa dimana mengetahuinya. Ia terpekur memikir,
matanya ber-kilat2 memancarkan sinar aneh bahna asyiknya,
sampai lupa menjawab pertanyaan si nenek.
Tiba2 deruan angin keras mendesak dirinya, berbareng
dengan itu terdengar Cui-jie berseru keras, Kiu Heng tidak
berdaya menyingkirkan diri, terpaksa mengangkat lengannya
melakukan tangkisan dengan Ilmu lunak dan keras seenaknya.
Si nenek yang melihat Kiu Heng menangkis secara
demikian, memaki di dalam hati: Ah, si binatang kecil tak tahu
mati, berani betul menyambut seranganku secara demikian.
Biar kau lihaypun akan terluka dan mati!”
Tapi begitu dua tenaga tangan beradu, serangan si nenek
menjadi pudar!
Si nenek menjadi kaget. Ia tak habis pikir seorang muda
yang sederhana bisa mempunyai kepandaian yang demikian
tinggi.
Ia berputus asa.
“Sret,” sekali, lengannya dengan mendadak mengusap
mukanya, selembar kedok segera copot dan memperlihatkan
parasnya yang sesungguhnya. Ia merupakan seorang wanita
pertengahan umur yang berparas cantik.
Berbareng dengan itu, tubuhnya segera bertiarap di atas
tanah, lalu menangis dengan sedih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ilmu kepandaian Siau-ko sangat tinggi, Na Wan Hoa


mengaku bersalah dan menerima untuk dihukum!” katanya.
Sekali ini membuat Kiu Heng menjadi heran dan tak
mengerti.
Cui-jie berseru dengan tiba2, Ia mencelat memayang
gurunya sambil berkata: “Suhu! Suhu! Kenapa kau bisa
begini?”
Saat ini, air mata sudah membasahi pipi Na Wan Hoa.
“Cui-jie, sejak hari ini habis sudah perhubungan dan
perjodohan antara kau dan aku! Siauko ini diutus oleh musuh
kita! Kau tentu masih ingat apa yang pernah kuucapkan pada
tahun yang lalu! Yakni, orang2 dari Lian Hoa Hong tidak
diperkenankan memijakkan kakinya di daerah Thian Tou
Hong, tapi asal mereka bisa mendidik seorang murid yang
lihay dan pasti bisa mengalahkan aku, boleh datang ke sini.
Kini aku sudah menyerah kalah, segala sesuatu mengenai kau
dan aku berarti habis pula, karena aku harus menerima segala
syarat yang dikehendaki musuh!”
Mendengar keterangan ini, Cui-jie memandang kepada Kiu
Heng dengan sinar mata tajam.
“Adikku, apakah benar2 kau diutus oleh orang2 dari Lian
Hoa Hong?”
Kiu Heng sudah terkejut dan terpesona oleh kejadian yang
mendadak ini. Dilihatnya Cui-jie menatap dengan air mata
berlinang-linang. Cepat ia berlutut.
“Cici, mungkinkah sampai kau sendiri tidak percaya
kepadaku? Aku hanya bisa bersumpah kepada yang maha
kuasa, aku tidak mempunyai hubungan dengan orang2 dari
Lian Hoa Hong. Bilamana aku berkata salah sepatah pun,
boleh menyuruh aku ……….”
Tiba2 Cui-jie menjerit keras, lengannya membekap mulut
Kiu Heng, sedangkan Na Wan Hoa sudah bangun dan duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

di hadapan Kiu Heng, ia me-nepak2 pundak pemuda kita


sambil bertanya: “Haicu, duduklah, mari kita mengobrol! Jika
bukan utusan dari musuh2ku, darimana kau memperoleh
pelajaran silat itu? jika bisa menerangkan, kupersilahkan.
Kalau tidak bisa, aku tidak memaksa. Percayalah bahwa aku
sudah percaya betul kepadamu, dan tak mungkin untuk
menegur serta menyalahkan dirimu lagi.”
Kiu Heng enggan menerangkan pengalamannya. Ia hanya
menggelengkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Na Wan
Hoa.
Malam mendatang Kiu Heng bolak-balik di atas
pembaringannya tidak bisa tidur. Di otaknya mengingat terus
tiga jurus ilmu yang bernama Keng Liong Cin Kau, Hoo Lui
Wan Tie, Siang Ma In Coan, yang dipertunjukkan tadi. Ia tidak
bisa melupakan nama2 itu sebab pernah mengetahuinya, tapi
lupa dimana dan kapan melihat atau mendengarnya?
Mulai dari Cit-coat-kiam lalu ke Sam Cee Pan Goat sejurus
demi sejurus ia mengusut, tiba2 ia teringat buku Pai-kut-sin-
kang dari Siang Siu. Cepat2 buku itu dikeluarkannya. Dengan
kedua matanya yang bisa melihat di dalam keadaan gelap, ia
membaca dari kepala sampai di akhir dengan cermat dan teliti,
tapi tidak menemui nama2 dari ilmu silat itu.
Lalu Ia teringat kepada Bu Lim Tiap, cepat ia mengeluarkan
buku yang merupakan pusaka rimba hijau itu. Ah! Benar di
sini! Aku ingat, disinilah tertera beberapa kalimat yang ter-
putus2 dan tidak kumengerti!
Cepat2 ia membalik lembaran demi lembaran.
“Ah, di sini!” serunya.
Kiranya di setiap nama orang2 yang pernah memiliki Bu
Lim Tiap tertera nama dari ilmu2 silat yang dimiliki orang itu.
Di samping itu, masih terdapat penjelasan2 yang membikin
Kiu Heng mengerti dengan mudah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia mengakuri gambar2 yang pernah dipelajarinya dari


dinding gua dengan perkataan2 yang tertera di bawah nama
orang itu. Dengan cepat ia menghapal perkataan2 itu!
Berbareng dengan itu ia mendengar suara “Cring” dari .suara
kim. dan menyusul suara orang tua bersuara parau.
“Na Kounio, Tiong-mo minta bertemu untuk merundingkan
soal penting!”
Sungguh pun suara ini datang dari arah jauh, Kiu Heng
dapat menangkapnya dengan tegas, cepat2 ia
menyembunyikan Bu Lim Tiap, dan merebahkan dirinya di atas
pembaringan. Karena ia mengingat, malam2 datang, tamu
pasti akan merundingkan soal penting dengan tuan rumah.
Sedangkan dirinya merupakan orang luar, biar bagaimana pun
tidak boleh mencuri dengar. Karena itu satu2nya jalan yang
terbaik, lekas2 menjadi pulas!
Tepat di saat Ia akan pulas, mendadak berkesiur angin
yang diiringi berkelebatnya sesosok tubuh di samping tempat
tidurnya. Ia melihat orang itu adalah Cui-jie yang mengenakan
kedok buruk keluar rumah.
“Kedok itu hanya sebuah, mereka menggunakan secara
bergilir, untuk mengelabui orang luar tentang keadaan
jasmaniahnya. Na Wan Hoa yang sudah cacat. Entah siapa
yang datang ini? Ah, mendengar suara Kim sudah dapat
dipastikan orang itu adalah ayahnya In In! Mungkinkah
ayahnya In In yang sudah tua sebaya dengan Na Wan Hoa
yang masih tampak muda dan cantik? Mungkinkah ia awet
muda? …..Sebelum ia bisa berpikir terlebih banyak, telinganya
mendengar suara bentakan keras yang menggelegat seperti
petir di dalam ribut, membuat dirinya kaget dan membalik
tubuh.
Tiba2 ia mendengar suara Na Wan Hoa.
“Haicu, pergilah kau lihat Cicimu, jangan sampai orang luar
menghinanya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng cepat bangun, pedangnya dibawa.


“Lo Cianpwee tenangkan hatimu, barang siapa berani
mengganggu Cui Cici tidak akan kuampuni!”
Dengan kecepatan luar biasa Kiu Heng sudah sampai di
mulut lembah, dilihatnya Cui-jie tengah berhadapan dengan
seorang tua yang sudah berjanggut putih. Mereka saling tatap
tanpa ber-kata2.
Orang tua itu memegang Cit Hian Kouw Kim (alat musik
kuno yang berkawat tujuh), tiba-tiba berkata : “Hm, siapa
kau? Berani betul menyamar sebagai Na Kouwnio
mempermainkan Lohu! Kau harus tahu, sudah berapa tahun
aku tidak membunuh, karena itu sadarlah terlebih dahulu,
jangan sampai salah paham! Panggil secepatnya Na Kouw Nio
datang!”
Perkataan ini membuat Cui-jie terkesiap, Ia mengira bisa
berlaku seperti biasa, mengelabui orang tanpa ketahuan. Tak
kira begitu ketemu musuh besar gurunya segera diketahui.
Mana berani lagi Ia membuka mulut, ia berlagak gagu dan
tidak menjawab pertanyaan itu.
“Na Kouwnio!” teriak si orang tua yang memegang kim.
“Wan Hoa….. hari ini bahaya mengancam di depan matamu,
biar bagaimana aku harus turun tangan. Apakah kau tahu
budak kecil yang bernama Kiu Heng itu siapa? Ia adalah
orangnya Gui Sam Seng dari Pek Tok Bun: Ia diutus datang
untuk mencelakakan dirimu!”
Peringatan ini membuat Cui-jie yang menyamar menjadi
kaget, sedangkan Na Wan Hoa yang berada di kamar pun
tidak kurang kagetnya. Hanya Kiu Heng sendiri yang merasa
heran.
“Kenapa di Oey San ini dtinggali manusia2 aneh, yang
dikerjakan maupun yang dikatakan selalu perkataan yang
tidak melalui otak, seperti lelucon besar saja…” pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia tidak bisa berpikir terlalu lama, karena kesiuran angin


keras, lewat di sampingnya dengan kecepatan kilat, Ia melirik
dengan tajam. Orang itu bukan lain dari pada Na Wan Hou
yang keluar dengan tongkat di tangan.
“Wah celaka! Angin keributan bisa timbul karena salah
paham. Bagaimana aku harus menerangkan diriku?” pikir Kiu
Heng.
“Tiong Peng Hoan, Tiong Ngo-ko. betulkah kata2 yang kau
ucapkan?” tegur Na Wan Hoa.
“Kau mempunyai bukti apa? Ih! Kemana dia? Aku melihat ia
sudah keluar!”
Orang tua yang memegang kim dan dipanggil Tiong Peng
Hoan, me-mentil2 alat musiknya, memperdengarkan irama
lembut yang menyedihkan, sehingga membuat orang
mengucurkan air mata.
“Wan Moay, hari ini Ek Lam Siang Sat, Lauw Siong dan
Lauw Pek tanpa sengaja memasuki Thian Tou Hong, dan
mereka melihat Kiu Heng berada di dalam gubuk tengah
memegang Bu Lim Tiap sambil memeramkan mata.
Sedangkan Bu Lim Tiap itu kini berada di tangan Gui Sam
Seng, tapi mendadak bisa dilihat di tempat kediaman Wan
Moay, keruan saja hatiku menjadi cemas! Sedangkan dua
saudara Lauw yang memasuki daerahmu yang terlarang sudah
kuhukum, masing2 kubuntungi sebuah lengannya dan kuusir
dari Lian Hoa Hong! Mengingat bahaya Jyng mengancam Wan
Moay, aku tak memperperdulikan larangan dan segala akibat
yang mengancam diriku, kuperlukan datang kemari memberi
kabar!”
Pek Tok Thian Kun dan keluarga Tiong serta Na dari Oey
San mempunyai permusuhan yang dalam sebagai lautan,
kumohon Wan Moay bisa menghilangkan ganjelan antara kita,
untuk menghadapi bahaya ber-sama2 yang datang dari luar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ah! Wan Moay! Kau……….. Kau…….. kenapa memakai


tongkat? Bagaimana dengan kedua kakimu? Mungkinkah
sudah dicelakakan tangan jahat?”
Sambil herkata ia datang menghampiri untuk melihat, tak
kira baru saja Ia mendekat, sebuah tongkat Na Wan Hoa
melayang dan menghantam, memaksa si orang tua kembali ke
tempatnya lagi.
“Tak perlu kau pura-pura baik, urusanku jangan kau
campuri,” bentak Na Wan Hoa.
”Yang kuingin tahu adalah soal Kiu Heng….. Ia…… Ia
apakah benar2 dari Pek Tuk Bun?”
“Siapa yang mengatakan aku dari Pek Tok Bun?” kata Kiu
Heng dengan tiba2 sambil menampakkan diri di antara
mereka.
Sekalian orang yang berada di situ menjadi kaget, masing2
mundur beberapa langkah, agaknya mereka sangat jeri pada
Kiu Heng. Selanjutnya keadaan menjadi sunyi sepi, sesudah
lama baru terdengar Tiong Peng Hoan berkata:
“Tak perduli kau orang dari Pek Tok Bun atau bukan, Oey
San melarangmu tinggal terlebih lama lagi! Bu Lim Tiap boleh
memerintahkan seluruh orang2 Bu Lim, tapi keluarga Tiong
dan Na tidak pernah melanggar peraturan maupun
mencelakakan jiwa orang2, karena itu Bu Lim Tiap tidak bisa
digunakan untuk menundukkan kami!”
Kiu Heng menjadi gusar, matanya mendelik.
“Siaucu harap kau mengerti, biar Gui Sam Seng si bangsat
busuk yang datang sendiri, tidak mungkin berani mem-
bentak2 sembarangan dengan Tiong Peng Hoan. Kau jangan
mengira memiliki Bu Lim Tiap, lalu merasa aman dan tidak
boleh dicelakakan. Kau harus berpikir dirimu berada di Oey
San, bilamana melakukan kesalahan, pasti akan menyukarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dirimu sendiri, kupikir jalan yang terbaik untukmu, lekas2


meninggalkan Oey San!”
Kiu Heng mengetahui mereka salah paham karena dirinya
memiliki Bu Lim Tiap, tapi ia tidak bisa menjelaskan dan
menghilangkan kecurigaan orang, melainkan menjadi dongkol.
“Co Lotau (orang tua celaka) untuk apa kau galak2? Pergi
ya pergi, berapa susahnya!”
“Asal kau mau meninggalkan Oey San, biar dimaki pun aku
tidak menjadi gusar. Lekaslah kau berlalu, jangan
menimbulkan soal yang tidak diinginkan. Sepulangnya ke
rumah, kau tanyakan siapa sebenarnya Tiong Peng Hoan ini,
Gui Sam Seng pasti bisa menerangkan dengan jelas
kepadamu!”
“Kau jangan banyak bicara, aku tak perduli kau siapa, kini
aku berbalik pikir tidak mau berlalu dari Oey San, aku mau
lihat, kau bisa berbuat apa pada diriku?” bentak Kiu Heng
dengan aseran
Tiong Peng Hoan merasa heran atas sikap Kiu Heng yang
mudah berubah, ia diam tidak menjawab.
Kiu Heng merasa geli.
“Mereka mengetahui aku memiliki Bu Lim Tiap, sehingga
tidak berani menghajar diriku, dapat dilihat bahwa Bu Lim Tiap
mempunyai pengaruh besar sekali,” pikirnya.
“Baiklah, aku pergi juga! Tapi kuminta kalian jangan
mengatakan lagi aku muridnya Gui Sam Seng si jahanam,
bilamana bertemu lagi di hari kemudian!”
Belum makian Kiu Heng hilang dari pendengaran,
mendadak terdengar suara siulan halus yang panjang dan
terdengar nyata seperti keras seperti lunak seperti dekat
seperti jauh. Tiba2 berubah di timur, lalu ke barat, ber-
pindah2 tidak teratur, tapi suara itu membuat pendengaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang menjadi kacau menusuk hati dan membuat jalan darah


tak teratur ber-golak2 seperti ber-debar2.
Sekalian yang mendengar menjadi pucat, mereka
mengetahui kedatangan seorang berilmu tinggi, tapi tidak
mengetahui siapa manusianya.
Seiring dengan suara itu berkelebat sesosok tubuh dari
udara ke hadapan orang2 di situ. Pendatang itu merupakan
pelajar berusia empat puluhan, cakap dan keren, bilamana
matanya tidak ber-kilat2 siapa pun tidak mengira memiliki ilmu
yang demikian tinggi.
Tiong Peng Hoan, tanpa terasa mengejek dengan
mengeluarkan suara dari hidung. “Hm, kukira siapa tidak
tahunya Gui Sianseng dari Pek Tok Bun, pantasan memiliki
Ilmu demikian mengejutkan orang!”
Gui Sam Seng ter-bahak2.
“Tiong Cianpwee, duapuluh tahun kita tidak bertemu, kau
masih sehat2 saja membuat aku girang juga melihatnya,
entah bagaimana dengan Na Toa Kouwnio masih sehat2kah?
Jika Na Kouwnio mengalami sesuatu yang tidak baik, bisa2 Gui
Sam Seng merasa tak enak seumur hidup.”
Na Wan Hoa yang sudah duduk bersila di atas tanah,
begitu mendengar Gui Sam Seng me-nyinggung2 namanya
segera tertawa.
“Tak kukira kedua mata anjingmu tidak mengenal Kouwnio!
Bagaimana? Murid dan guru berdatangan susul menyusul,
apakah akan mempergunakan Bu Lim Tiap untuk memutuskan
peristiwa duapuluh tahun yang lalu?”
Gui Sam Seng tersenjum.
“Biarpun Bu Lim Tiap merupakan pusaka rimba hijau, Gui
Sam Seng tidak perlu menggunakannya! Tapi kuminta
penjelasan, apa artinya guru dan murid? Gui Sam Seng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

malang melintang selamanya seorang diri dan belum pernah


me-nuntun2 murid!”
Sekalian orang memandang kepada Kiu Heng dengan sinar
tajam.
Kiu Heng seperti menang angin, ia ter-senyum2 dilihat
orang, ia tidak mengetahui bahaya besar tengah mengancam
dirinya.
“Adik kecil, apakah benar2 kaupun memiliki Bu Lim Tiap?”
tegur Cui-jie.
Pertanyaan ini membuat sekalian orang menjadi kaget dan
berubah parasnya, sedangkan Gui Sam Seng sendiri merasa
heran juga. Ia meng-usap2 sakunya, Bu Lim Tiap masih tetap
berada di tempatnya, sehingga hatinya menjadi lega.
“Bu Lim Tiap di dalam rimba persilatan hanya satu, mana
mungkin ada Bu Lim Tiap yang kedua?” katanya.
“Apa anehnya dengan segala. Bu Lim Tiap, kau lihat ini
apa?” kata Kiu Heng.
Sekalian mata yang menyaksikan menjadi silau, di atas
sebuah kotak kumala putih tertulis Bu Lim Tiap dengan batu2
permata biru.
Sebelum Kiu Heng bisa mengangkat tinggi2 kotak Bu Lim
Tiap, ada angin serangan menyambar keras, cepat Ia
memutar langkah dan mencelat beberapa tombak, lalu
memasukkan kotak kumala itu ke dalam sakunya, sedangkan
matanya menatap tajam dengan siap sedia.
Tiba2 angin serangan datang lagi, untuk menjaga diri, Ia
tidak memperdulikan siapa yang menyerang, segera
mengangkat tangan membalas menyerang.
“Bung!” dua kekuatan saling tumbuk menimbulkan suara
keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yang menyerang kena didesak mundur beberapa langkah.


Kiu Heng menegasi, kiranya penyerang itu bukan lain dari Gui
Sam Seng.
Gui Sam Seng tidak menduga sama sekali, seorang bocah
muda memiliki kotak Bu Lim Tiap yang ber-sinar2, pikirnya
dengan kepandaiannya bisa merampas kotak itu dengan
mudah, tak kira kejadian berjalan di luar perhitungannya,
bukan saja benda itu tidak dapat dirampas ia sendiri kena
‘digempur mundur, Hal ini terjadi karena Ia memandang
terlalu enteng pada Kiu Heng sehingga mendapat malu di
depan banyak orang.
Ia gusar tak alang kepalang.
“Tak kukira di dunia Bu Lim terdapat seorang bocah busuk
yang berani memalsu Bu Lim Tiap dan berani mengaku
sebagai murid Pek Tok Bun. Hm, bocah, lekaslah kau
keluarkan Bu Lim Tiap, bilamana tidak, jangan sesalkan aku
menurunkan tangan jahat!”
Kiu Heng tidak menjadi kaget atau gugup, dengan tenang
Ia menjawab.
“Pek Tok Thian Kun, kau mengatakan aku memalsu Bu Lim
Tiap, kalau begitu yang kau miliki masih ada dan belum
hilang, bukan?”
“Siapa yang tidak mengetahui bahwa Bu Lim Tiap itu
berada di tanganku. dan siapa pula yang berani berlaku
gegabah berani menyamber Bu Lim Tiap dari tangan Pek Tok
Thian Kun. Mungkin juga ada orang berani berbuat demikian
karena sudah bosan hidup?”
Mendengar keterangan itu hati Kiu Heng menjadi lega.
“Asal kau bisa membuktikan bahwa Bu Lim Tiap ini bukan
milikmu, menyatakan aku bukan mencuri darimu, sehingga
hatiku menjadi lega. Aku tidak menginginkan orang2
menghargai diriku karena memiliki Bu Lim Tiap, dan tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menginginkan menjadi ketua Bu Lim karena memiliki Bu Lim


Tiap, karena itu kau pun tak perlu mengurus atau mengetahui
Bu Lim Tiap yang kumiliki palsu dan dari mana kudapat,
bukankah dengan demikian jadi beres!?”
Perkataan ini membuat Gui Sam Seng bingung.
“Bocah ini tidak memandang mata pada Bu Lim Tiap,
membunuh mati pun tidak ada salahnya.”
Begitu Ia berpikir segera ia menjerit panjang. Tubuhnya
menerjang angkasa menyergap datang, tapi ia membatalkan
serangannya di tengah jalan.
“Bagus, apa yang kau katakan tidak salah! Tapi kutanya,
apakah kau terhitung orang Bu Lim bukan? Kau harus
mempunyai nama. Nah, terangkanlah padaku sejujurnya!”
Kiu Heng sudah siap siaga begitu melihat gerakan musuh,
tapi ia tidak mengira serangan itu bisa dibatalkan dengan
mendadak.
Ia menjawab dengan cepat: “Aku adalah laki2 sejati, aku
she Kiu nama Heng! Sudah pernah berguru dan menerjunkan
diri dalam dunia Kang Ouw, karena itu sudah tentu sebagai
orang Bu Lim!”
Gui Sam Sang ter-senyum2, tiba2 Ia mengeluarkan dan
mengangkat tinggi2 Bu Lim Tiap sambil membentak keras:
“Kiu Heng! Kau lihat ini apa?”
Kiu Heng siang2 sudah melihat Bu Lim Tiap yang hampir
serupa dengan yang dimilikinya, matanya menatap terus
kepada Gui Sam Seng yang menjunjung tinggi Bu Lim Tiap
dengan kedua tangannya.
“Buku itu bertuliskan Bu Lim Tiap tiga huruf. kenapa Ia
bertanya lagi kepadaku? Mungkinkah ada soal di balik ini?”
pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Gui Sam Seng tidak memperdulikan Kiu Heng yang tengah


ragu2, ia membentak lagi: “Kiu Heng, kau bernyali besar,
kenapa sesudah melihat Bu Lim Tiap tidak bertekuk lutut?”
Kiu Heng terkejut, ‘a tidak mengetahui ada peraturan
demikian.
“Bu Lim Tiap buku yang terbuat dari kulit kambing, sudah
mencelakakan guruku, untuk apa kubertekuk lutut padanya?”
jawab Kiu Heng dengan cepat.
Sekalian yang menyaksikan menjadi pucat mukanya
mendengar jawaban yang di luar dugaan. Karena mereka
mengetahui, Barang siapa berani membangkang atas perintah
pemegang Bu Lim Tiap berarti kematian.
“Bocah, terhitung kau berani! Kau berani menghina Bu Lim
Tiap dan tidak menghormati, berarti sama juga menghina
Cousumu sendiri. Sejak hari ini kau menjadi musuh sekalian
orang2 Bulim, masing2 orang boleh membunuhmu!”
Kiu Heng tidak mengira perkataannya itu sama dengan
durhaka besar, ia merasa menyesal berlaku gegabah,
sehingga terpekur diam.
“Bangsat, apakah kau mengaku berdosa? Kau masih muda,
tidak mengetahui peraturan Bu Lim Tiap, tambahan pertama
kali kau melanggarnya, karena itu dosamu bisa dientengkan.
Lekaslah kau keluarkan kotak Bu Lim Tiap!”
Kiu Heng yang agak menyesal menjadi gusar mendengar
perkataan itu.
“Kiranya kau berlaku galak, untuk merampas kotak Bu Lim
Tiap yang kumiliki, aku tidak mau tertipu…. aku tidak mau
menyerahkannya, biar aku mendapat nama busuk dan
menjadi musuh setiap orang Bu Lim, pada suatu ketika aku
bisa menerangkan dan memperbaiki namaku sendiri!”
pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Bocah, apakah kau sudah berpikir dengan baik. Lekas kau


berlutut dan serahkan kotak Bu Lim Tiap!” desak Gui Sam
Seng tak sabaran.
Kiu Heng sudah mengambil ketetapan.
“Tidak!“ jawabnya ketus.
“Kiu Heng hidup di atas dunia tanpa sanak tanpa kadang,
juga tidak mengharapkan bantuan orang lain! Dunia Bu Lim
gelap dan kotor, karena itu tidak kuharapkan bantuannya. Kini
kau boleh menganggap aku menghina guru atau dijadikan
musuh bersama, aku tak takut, pendeknya Bu Lim Tiap tetap
tidak kuserahkan! Terkecuali kepalaku sudah berpisah dengan
leher, kau boleh miliki yang kau kehendaki itu! Mari maju,
terhadap mati aku tidak takut, apalagi terhadap kamu!”
Perkataan ini diucapkan dengan santer, membuat sekalian
orang di situ merasa bergetar jiwa sukmanya. Mereka memuji
bocah yang berumur belasan ini demikian besar nyalinya, di
balik itu mereka menguatirkan pula jiwa Kiu Heng yang
terancam kematian.
Gui Sam Seng ter-tawa2 beberapa kali mendengar jawaban
Kiu Heng, dari suara tawanya itu seperti juga benang halus
yang tajam menusuk telinga membuat yang mendengar
merasa gentar sendiri!
Kiu Heng dapat dibilang sudah memiliki Ilmu kepandaian
yang sudah tinggi, sayang belum mengalami latihan lagi,
sehingga belum sempurna, Sungguhpun demikian, ia
mempunyai tenaga yang kuat untuk mempertahankan diri.
“Aku sudah dijadikan musuh kaum Bu Lim, untuk apa
terus2an diam di sini? Lebih baik cepat2 berlalu?” pikirnya.
Sewaktu sekalian orang bingung mendengar suara tertawa
Gui Sam Seng, Ia menotolkan kakinya mencelat pergi dengan
cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berbareng dengan itu, Cui-jie pun berseru keras dan


memburu pada Kiu Heng. Mereka berlari ber-sama2 dan satu
jurusan pula.
Kenapa terjadi demikian?
Kiranya sewaktu Gui Sam Seng tertawa ia melancarkan ilmu
Lie-seng-toan hun-im yang lihay! Ketiga orang tua yang
mendengar segera bersemedi melawan suara itu, sedangkan
Cui-jie yang tidak memiliki ilmu dalam dari suhunya
merasakan darahnya seperti mau membeku, bilamana tidak
lari segera bisa mati seketika juga, karena itu ia berseru dan
merat mengikuti Kiu Heng.
Gui Sam Seng tidak mengejar, pikirnya Ia bisa membuat
anak muda itu tunduk dengan mudah, ia terlalu percaya
kepada ilmu Lie-seng-toan-hun-im yang bisa melukai orang
dalam jarak puluhan tombak. Ia tertawa terlebih hebat dari
semula!
Apa mau dikata, suara tertawanya yang mengandung
kehebatan itu tidak berguna sama sekali pada diri Kiu Heng!
Sebaliknya Cui-jie segera jatuh ambruk, mukanya menjadi
pucat pasi, keringat dingin mengucur se-besar2 kacang
kedelai dari keningnya. Kiu Heng yang mengira sedang dikejar
Cui-jie segera menoleh, ia menjadi kaget melihat keadaan Cui-
Cicinya menderita luka parah demikian macam.
Cepat2 Ia mengempit Cui-jie dan berlari lagi ke atas puncak
dengan kecepatan kilat, ia menuju ke suatu gua yang pernah
diketahuinya dari Cui-jie.
Sewaktu Cui-jie diserang suara Gui Sam Seng, dadanya
menjadi sesak. Karena itu men-cakar2 diri sendiri, tak heran
bajunya menjadi cabik2!
Sesudah meletakkan tubuh Cui-jie Kiu Heng memandang
dengan cemas di samping itu, hatinya pun menjadi berdebar
melihat dua bukit kecil yang putih laksana salju. Mukanya
menjadl panas. cepat dipelengoskan ke lain jurusan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia mengetahui kalau Cui-jie bangun dan mengetahui dirinya


dalam keadaan demikian, pasti akan menjadi malu, cepat2 ia
membuka bajunya sendiri dan menutupi tubuh si gadis.
Tak selang berapa lama, Cui-jie siuman dari pingsannya. Ia
merasa aneh berada di dalam gua.
“Adik, kenapa aku bisa berada di sini?”
“Cici, mungkinkah kau menjadikan aku sebagai musuh
juga?” Kiu Heng berbalik menanya.
“Legakan hatimu! Aku bukan manusia rendah demikian
macam. Aku tetap akan memperlakukan kau sebagai adik
kandungku sendiri!” kata Cui-jie.
Tiba2 ia menjadi kaget melihat keadaan dirinya, sehingga
menjadi gusar.
“Aku….. kau….. si manusia rendah, kenapa berani berbuat
demikian kotor? Aku buta tak mengenal orang!”
Sehabis berkata Cui-jie mendorong dengan tangan diiringi
jeritan kerasnya. Akan tetapi sebelum suara itu keluar dari
mulut, lengan Kiu Heng terlebih cepat membekapnya.
Ia kuatir suara itu didengar musuh dan mendatangkan
bencana yang tidak diinginkan. Tak kira Cui-jie yang tengah
gusar tak dapat dilampiaskan, napasnya menjadi sesak, Ia
pingsan lagi.
“Cici……… Cici,” panggil Kiu Heng.
Cui-jie tetap tak bangun.
Ia mengetahui untuk menyadarkan si gadis harus
memencet sepasang jalan darah yang terletak di bawah buah
dada. Tanpa ragu2 lagi, apa yang dipikir segera dikerjakan.
Lengannya segera dimasukkan ke bawah baju, lalu menekan
dan mengurut agar Cui-jie siuman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Disebabkan Kiu Heng terlalu cemas dan ter-gesa2, Ia salah


tekan! Bukan jalan darah yang kena dijamah, melainkan bukit
salju si gadis! “Benda” itu demikian bulat dan segar, sehingga
licin dan sukar terpegang!
Kiu Heng seorang anak muda yang baru berangkat dewasa,
mana mengerti soal orang dewasa? Tadi ia sudah ber-debar2
melihat sepasang gunung salju, hal itu disebabkan keanehan
alam. Kini lengannya menyentuh sepasang benda yang
mengandung keanehan itu. sehingga merasa heran tak
habis2nya.
Atas desakan keanehan yang ingin diketahuinya, ia me-
nekan2, alhasil lengannya itu seperti terkena aliran listerik
yang maha dahsyat! Sekujur tubuhnya menjadi gemetar, ia
menjadi terkesiap dan kaget. Cepat2 menarik lengannya, tapi
sudah terlambat, sesuatu kenikmatan yang sebelumnya tak
pernah dirasakan mengalir ke seluruh perasaannya, unik dan
segar!
Sesudah menenangkan pikiran dengan bersemadi, mulai
lagi Ia me-nekan2 jalan darah, sekali ini ia tidak menyeleweng
seperti tadi, sesudah mengurut seketika lamanya. Cui-jie mulai
siuman, sedangkan Kiu Heng sudah mandi keringat.
Sewaktu Cui-jie menarik napas yang pertama, Kiu Heng
sudah menarik lengannya. Ia bukan letih dan lelah
sewajarnya, melainkan lengannya itu mengenai kulit dan
daging yang lunak dan licin seperti mengalirkan hawa hangat
dan wangi. Di samping itu sering2 lengannya itu salah jalan
meraba ke tempat lain sehingga hatinya ber-debar2, untuk
menahan perasaan yang aneh ini membuatnya lebih
berkeringat.
Per-lahan2 Cui-jie membuka matanya, padahal siang2 ia
sudah siuman, tapi tidak mau lekas bersuara, karena
merasakan dirinya tengah diurut secara mengasyikkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia menggunakan kesempatan ini membiarkan diurut terus,


achirnya ia mengetahui kesalah-pahaman tadi, ia merasa tak
enak pada Kiu Heng.
Ia berpikir pulang pergi harus bagaimana menghilangkan
perasaan salah paham ini?
Sementara itu urutan Kiu Heng tetap berjalan, ia sadar
menderita luka dan lukanya itu tak mungkin baik di-urut2
demikian, karena itu Ia membuka suara.
Sewaktu matanya dibuka, tampak tubuh Kiu Heng yang
mandi keringat, Ia merasa berterima kasih, lengannya tanpa
disadari diangkat mengusap keringat2 yang berada di dahi Kiu
Heng.
“Adikku, menyusahkan kau saja,” kata Cui-jie.
“Lukaku terlampau berat dan tak mungkin sembuh dengan
diurut! Mungkin juga bila tidak mendapat obat yang mujarab
dalam beberapa hari lagi akan meninggal dunia? Entah
bagaimana dengan guruku? Ia mempunyai obat yang
bernama Kie-hun-kui-goan-tan yang pernah kau makan juga.
Dengan obat itu umurku baru bisa bertambah panjang!
Kutahu bisa demikian karena, merasakan seluruh isi perutku
seperti bergeser dan pindah tempat, dan tak mungkin sembuh
dengan obat biasa!”
“Cici, legakan hatimu! Sebentar malam aku akan mencari
gurumu,” jawab Kiu Heng.
Tapi kukuatir ia menganggap aku sebagai musuh pula!
Kalau sampai demikian, terpaksa aku harus mencurinya.
Pendeknya aku harus berdaya sekuat mungkin menolong cici!
Di samping itu, kuyakin pula Na Lo Cianpwee pasti akan
memberikan obat itu kepadamu, karena ia sangat menyayang
kepadamu seperti menyayang seorang anak kandungnya. Kau
rebahanlah dengan tenang!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ah, tidak boleh begitu! Perbuatanmu sangat berbahaya,


kau harus sadar Pek Tok Thian Kun tak mungkin
melepaskanmu begitu saja. mungkin ia masih berada di
sekeliling gunung ini mencarimu!”
“Cici, kau tak perlu kuatir. Aku tak akan berbuat bodoh,
Aku bisa berlaku hati2 dan cermat menjalankan pekerjaan ini,”
Cui-jie memandang pada Kiu Heng dengan sinar mata
tajam, membuat pemuda kita merasa heran, ia terkejut
sejenak, menantikan perkataan Cui-jie.
“Siapa yang pernah mengatakan kau bodoh, hanya
mengatakan keadaan sangat berbahaya!”
Kiu Heng menjadi lega, mendengar keterangan itu! Mereka
sudah berkumpul lama juga, tapi untuk pertama kali Cui-jie
menatap demikian macam. Di samping itu, pertama kali pula
Ia melihat wajah Cui-jie yang tadinya beku dan dingin berubah
menjadi terang dan manis. Kesemua ini membuat Kiu Heng
girang, tak terasa lagi Ia memegang lengan si gadis dan
dikepalnya erat2.
Kelakuannya ini sangat wajar, sedikit pun tidak
mempergunakan kekerasan. Cui-jie merasa heran, tapi Ia
melihat wajah Kiu Heng yang tenang dan demikian wajar,
membiarkan saja tangannya di-kepal2, hanya wajahnya
menjadi merah seperti kepiting direbus!
Kiu Heng berdiam diri di dalam gua, karena mereka
mengetahui musuh2 masih menjaga di luar. Malam pertama
dilalui menyusul malam kedua. Orang2 yang mencari mereka
masih terdengar suaranya di luar gua.
Kini malam yang ketiga, Cui-jie sudah tiga kali pingsan, Kiu
Heng selalu menolongnya dengan cara memijit jalan darah.
Setiap kali Cui-jie terbangun, selalu Ia menyebutkan dengan
suaranya yang lemah. “Air, air air…….”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiga hari tidak keluar gua, tanpa memakan barang sedikit


makanan maupun air, masing2 merasa kering dan haus yang
luar biasa. Atas ini Kiu Heng sedih dan duka, ia bertekad pada
malam ini akan keluar gua untuk mencarj makanan dan air,
yakni untuk menolong Cui-jie dan dirinya sendiri.
Sebelum meninggalkan gua, Kiu Heng merasakan dadanya
sangat dingin. Ia ingat kepada kotak Bu Lim Tiap, lalu
dikeluarkan. Di samping itu, ia pun memegang singa2-an
kumala yang didapatnya sewaktu di gua Pek Tio Hong.
Pikirnya dengan batu kumala yang adem bisa
menghilangkan haus, lekas2 ia memasukkan singa2an itu ke
dalam mulut, benar saja mulutnya yang kering menjadi adem,
seperti juga terkena air yang sejuk.
Ia memberikan yang satu lagi kepada Cui-jie. Dengan
demikian mereka bisa menahan rasa dahaga dari kasiat
singa2an itu.
Sungguhpun demikian rasa lapar tetap tak kunjung hilang,
orang yang sakit tidak tahu apa2 dan bisa menahan lapar, tapi
tidak demikian dengan orang sehat. Kiu Heng merasakan lapar
yang tidak alang kepalang.
***
Rembulan per-lahan2 bergeser ke tengah2 langit yang
terang, binatang2 hutan memperdengarkan suara mereka
beraneka macam, sedangkan bumi terasa sunyi dan sepi.
Saat inilah dari atas gunung melayang sesosok tubuh yang
demikian lincah dan ringan menuju ke dalam lembah.
Bayangan ini bukan lain dari Kiu Heng adanya.
Ia berhenti sebentar di atas sebatang pohon Siong,
telinganya dipasang, sesudah memastikan tiada musuh lagi di
sekitarnya, baru turun ke tanah dan langsung pergi ke rumah
gubuk di mana Ia pernah tinggal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia menjadi terkejut karena rumah gubuk sudah tidak


terlihat lagi, berganti menjadi satu tumpukan puing dan abu,
demikian pula gua di depannya sudah hangus terbakar!
Kiu Heng tertegun sekian lamanya. Ia tidak bisa berpikir
kemana perginya Na Wan Hoa dan harus kemana mencari
obat untuk Cui-jie?
Sesudah menenangkan pikiran, ia berlalu dari tempat yang
membangkitkan kedukaan untuk mencari sedikit makanan.
Dalam keadaan malam ia bisa melihat tegas seperti di siang
hari. Sungguhpun demikian terkecuali buah2an gunung, tidak
ada makanan lain.
Akhirnya ia menggunakan cara yang pallng bodoh untuk
mendapatkan binatang hutan, diambilnya batu dan
dilemparkan ke semak2 yang rimbun. Dalam sekejap caranya
yang tolol ini berhasil membuat seekor menjangan terkejut
keluar dari sarangnya.
Tanpa ayal lagi Ia mengejar sambil menyambit dengan
batu. Tak kira menjangan itu bisa berlari dengan gesit, ia
menghindarkan diri dari batu dan menuju ke atas gunung lalu
hilang tak terlihat. Ia mengejar terus dengan penuh harapan.
Sesampainya di atas, terlihat tebing, di situ terdapat tikungan,
sedangkan menjangan yang sudah tak tertampak menjadi
hilang benar2.
Kiu Heng berjalan terus di sebelah tikungan tebing itu
terdapat sebuah gua yang besar.
“Ah, kukira ia sudah kabur, tak tahunya pasti bersembunyi
di sini?” pikir Kiu Heng.
Dengan cepat ia masuk ke dalam, benar saja menjangan
itu terdapat di dalam, ia tengah menekuk kakinya menatap
pada Kiu Heng dengan sinar mata bening dan takut, ia diam
tak berani bergerak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 Kiu Heng merasa tak tega untuk mencelakakan


menjangan itU.
“Jika aku terjun lagi ke dunia Bu Lim, mungkin bisa seperti
menjangan ini. Di-kejar2 dan dimusuhi untuk dibunuh!”
Menjangan itu dengan tiba2 mendengking, menyusul
terdengar bunyi bergemuruh yang ramai, membuat Kiu Heng
kaget dan melompat.
“Mungkinkah blnatang ini pun pintar, sehingga bisa
menjebak aku?” pikirnya.
Tengah Ia ragu2, tahu2 ratusan ekor binatang yang
bergemuruh atau lebah menyambar dirinya. Ia tidak berani
berlaku ayal2an lagi, cepat2 sipat kuping.
Kiu Heng berlari cepat, lebah2 itu bisa terbang lebih cepat
pula, sehingga beberapa antukan lebah itu bersarang di atas
jidat dan kepalanya. Sehingga ia benjol dan babak belur.
Dengan dongkol Ia kemba1i ke gua sebelum itu ia memetik
buah2an gunung lagi dan mengisi kotak Bu Lim Tiapnya
dengan air.
Cui-jie merasa girang melihat Kiu Heng kembali tak kurang
suatu apa.
“Adikku, apakah Pek Tok Thian Kun sudah pergi?”
tegumya.
“Sudah!” jawab Kiu Heng, lalu ia membuka kotaknya, dan
memberikan Cui-jie minum.
Buah2an itu dikupas disuapi si gadis sedikit2.
Keadaan malam di dalam gua luar biasa gelapnya, tapi Kiu
Heng bisa melihat seperti di dalam siang. Sinar surya masuk
ke dalam gua dari celah2 pepohonan, Cui-jie sudah tak
sabaran membuka mata untuk menaiap Kiu Heng, karena ia
mempunyai firasat buruk tadi malam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Benar saja Ia melihat jidat Kiu Heng dan pipi yang benjol
dan bengkak2, segera Ia menegur. “Adikku, tadi malam kau
tidak menemukan guruku bukan?”
Kiu Heng tidak berani mendusta, tapi ia kuatir Cui-jie
menjadi ‘berduka. “Cici, lebih baik kau merawat dirimu baik2
dan jangan terlalu berduka! Na Lo Cianpwee tidak kutemukan,
dan rumah gubuk yang bekas kita tinggali telah…..”
“Telah dibakar!” potong Cui-jie.
Ia tidak menjadi duka mendengar kabar buruk itu malahan
menjadi girang. “Suhu pernah mengatakan kepadaku,
bilamana ia mendapat kesempatan berkelana di Sungai Telaga
kembali rumah gubuk itu akan dibakarnya, dengan demikian ia
bisa menghilangkan kekesalan dan kedukaan hatinya!
Ia tertegun sejenak sambil memandang kepada Kiu Heng,
lalu melanjutkan perkataannya: “Adikku, kau pasti tersengat
lebah hitam. betulkah? Bolehkah kau membawaku ke tempat
lebah2 itu? Lebah2 itu bisa menolong diriku!”
“Cici, kau jangan mengaco, lebah-lebah itu mana mungkin
menolongmu?”
“Adikku, kau lupakah pada madu yang pernah kau minum?
Madu itu bisa menambah semangat dan kekuatan, merupakan
obat yang mujarab. Madu itu didapat dari lebah2 hitam,
Bawalah aku kesana, kau tak perlu kuatir, sebab lebah2 itu
peliharaan guruku.”
Kiu Heng girang mendengar keterangan ini, tapi ia tidak
segera berangkat.
“Cici dapatkah kau menderita seharian lagi? Sekarang
sudah siang, aku kuatir dipergoki musuh!”
Cui-jie mengangguk.
Pada malam harinya Kiu Heng menggendong Cui-jie ke gua
di mana terdapat lebah2. Ia merasa takut dan tidak berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

masuk, Ia terpaku di luar gua, Cui-jie yang digendong


membunyikan suara aneh yang terdengar “sing… sing…
sing…”
Lebah2 segera mengaung2 datang, binatang2 itu mengitari
di atas kepala Cui-jie, sedangkan si gadis semakin seru
membunyikan suara gaibnya.
Lebah2 itu ber-putar2 secara teratur, sedikitpun tidak
mengeluarkan tanda2 untuk menyengat. Melihat keadaan ini,
Kiu Heng menjadi berbesar hati, cepat2 ia masuk ke dalam.
Di bawah petunjuk Cui-jie, Ia masuk terus ke dalam gua. Di
slni terdapat dinding batu yang mengelilingi empat penjuru, di
situ terletak belasan cangkir yang penuh madu, harumnya
semerbak menusuk hidung.
Cui-jie mengajari Kiu Heng harus bagaimana membunyikan
suara gaib dan bagaimana mengambil madu2 itu. Kiu Heng
yang cerdas dalam sekejap sudah mengerti.
Dengan petunjuk2 Cui-jie, Ia bisa mengambil madu2
dengan mudah, lalu memberikan pada Cui-jie untuk
menghirupnya.
Sesudah menghirup dua cangkir, Cui-jie merasakan
semangatnya terbangun, hatinya pun menjadi tenang.
Disuruhnya Kiu Heng membawa dirinya masuk terus ke dalam,
di situ terdapat kamar batu.
“Kamar batu ini adalah tampat yang dipergunakan suhuku
melatih ilmu pada mula pertama, ilmu yang dipelajari itu
bernama “Ban-hong-cie” atau puluhan ribu jari lebah. Ia
membunyikan suara gaib, leba2 keluar dari liang2, pertama
suhu hanya melepaskan sepuluh ekor, yang lain liangnya
ditutup. Dikeluarkannya lagi suara aneh, berbeda dari yang
semula, sehingga lebah2 itu berputar dan menyerang dirinya
sekaligus. Ia menggerakkan lengannya menotok lebah2 yang
datang. Lebah2 berjatuhan dan mati, ia sendiri terkena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

antukannya. Tapi pada latihan yang belakangan ia bisa


mengatasi keadaan, sehingga ilmunya menjadi sempurna.
“Adikku, kau mempunyai ilmu dalam yang sudah tinggi, tapi
ilmu pukulanmu masih terlalu buruk, kau pergunakanlah
kesempatan ini untuk melatih diri! Kujamln kau akan
memperoleh banyak kemajuan. Bilamana jarimu bisa
menjatuhkan seratus lima puluh ekor lebah dengan cepat dan
sekaligus, berarti kekuatan dan kecepatan jarimu sudah tidak
ada tandingannya lagi di dunia Bu Lim!”
“Baik ya baik, tapi kalau kena diantup sakitnya luar
biasa……. Ih? kenapa sakitnya hilang dan jadi sembuh?” kata
Kiu Heng.
Ia mendapatkan tempat yang bekas diantup sudah sembuh
sama sekali, benjol maupun bengkaknya hilang tak tertampak.
“Kau sangat tolol, itulah berkat madu lebah itu sendiri,
karena itu kau tak perlu takut, kena diantup lagi, bukan?”
Kiu Heng menjadi girang, segera ia minta diberi petunjuk2
cara melatih Ilmu Ban Hong Cie.
Kiu Heng baru pertama kali melatih diri, Ia
mempergunakan duapuluh ekor lebah. Begitu ia membunyikan
suara aneh, lebah2 itu seperti menghadapi musuh, dengan
garang mereka me-raug2, lalu meluruk pada kepala pemuda
kita.
Dalam sekejap Kiu Heng dibikinnya kalang kabut,
kepalanya segera terasa sakit kena antupan2 berbisa,
sedangkan lebah itu satu pun tidak ada yang blnasa. Cui-jie
yang menyaksikan dari samping segera membunyikan suara
“sing… sing… sing…”
Yang gaib, lebah2 segera berserabutan ke atas kepalanya
tanpa menyengat lagi.
Kiu Heng sangat penasaran. Ia rajin berlatih terus menerus,
sesudah tiga hari, baru ia berhasil memperoleh kemajuan. Dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

puluh lebah kena dltotok mati sedangkan ia sendiri tidak kena


diantup.
Berbareng dengan itu, madu2 sudah beberapa cangkir
diminum Kiu Heng, sehingga otaknya bertambah cerdas.
Kegirangannya tak dapat dilukiskan dengan kata2. Ia
bertambah rajin dalam latihannya.
Pada hari keempat, Kiu Heng mempergunakan empat puluh
lebah untuk melatih diri. sekali ini pun ia berhasil
membinasakan seluruh lebah2 itu tanpa menderita luka.
Keesokannya Ia menambah lagi dengan dua puluh ekor.
Sungguh pun Ia tidak menderita luka, tapi harus
menggunakan seluruh tenaga dan pikirannya baru berhasil
membinasakan enam puluh ekor itu.
Sementara itu, Cui-jie yang minum madu biar sudah
baikan, belum sehat seperti sedia kala, ia bisa bangun dan
duduk. Ia pun turut bergirang atas kemajuan yang diperoleh
Kiu Heng. Hari ini ia berdiam diri di dalam goa seorang diri
karena Kiu Heng sedang keluar mencari makanan. Inilah
untuk pertama kalinya Kiu Heng keluar gua di waktu siang,
karena memikir Pek Tok Thian Kun sudah berlalu.
Kiu Heng yang tengah berjalan dan ber-indap2 dengan
hati2 menjadi terkejut mendengar gedebaran dari baju orang,
agaknya bukan seorang saja, tengah menuju ke tempa ia
berada. Cepat2 Ia berjongkok di samping batu besar,
telinganya dipasang lebar2, sedangkan matanya pun
mengawasi ke jurusan suara tadi.
Ah, sungguh kebetulan sekali, karena yang datang itu
adalah In In, Ping Ping dan si orang tua berjanggut indah.
“Hari ini Tia-tia menghapuskan pantangan dan larangan
menginjak Thian Tou Hong, sehingga keinginanku datang
bermain ke sini dari tahun2 yang lalu terkabul juga. Tapi
sesudah, bermain dan ber-jalan2 di sini sejenak, yang terlihat
hanya gunung dan pepohonan yang serupa dengan Lian Hoa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hong, sedikit pun tiada yang aneh. Pepatah mengatakan


barang yang tidak didapat harum dan manis, sesudah didapat
keharuman dan kemanisannya menjadi pudar!” kata In In
menggerutu.
Tiba2 terdengar suara rintihan, membuat ketiga orang ini
terkesiap, mereka memasang telinga dengan tajam ke empat
penjuru.
“Sioksiok. kau mengatakan di sini sudah tak ada orang lagi,
baru memberi ijin kami bermain bukan? Kenapa kini
terdenngar suaara orang merintih seperti menderita luka
berat. Mari kita lihat!” kata Ping Ping.
“Baik,” jawab si orang tua berjanggut indah, “menolong
jiwa orang lebih berjasa dari pada membuat menara
bertingkat tujuh…”
Tiba2 suara rintihan kembali terdengar dengan nyata,
seperti juga tengah menderita sakit berat Mereka segera
dalang ke belakang batu. Alangkah terkejut mereka, sewaktu
melihat yang merintih itu bukan lain dari Kiu Heng adanya.
Kiu Heng memperlihatkan wajah kesakitan yang tidak alang
kepalang. Gigi atasnya menggigit bibir bawah dengan erat,
seperti mau menggigit masuk saja, kedua matanya agak
meram, keringat mengucur dari keningnya.
In In dan Ping Ping dengan cepat menghampiri, yang
seorang di sebelah kanan yang seorang lagi dri sebelah kiri.
Yang seorang berteriak: “Kiu Koko!” Yang seorang berteriak:
“Kiu Heng!”
“Kiu Koko, kau….. kau…. kenapa? Kau katakanlah!” kata
Ping Ping sambil meng-goyang2 tubuh Kiu Heng.
“In In, Ping Ping,” kata si orang tua berjanggut indah, “kau
jangan ber-teriak2, bocah ini mungkin minum air gunung.
Menurut kata Tia-tiamu, sebelum Gui Sam Seng berlalu, Ia
menyebarkan racun di dalam air. Barang siapa meminumnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pasti akan mati. Bocah ini bisa menghindarkan diri dari tangan
Gui Sam Seng, tapi tidak bisa meloloskan diri dari racunnya.”
“Siok-siok, bukankah kau masih mempunyai pel Kie-hun-
kui-goan-tan? Kau berikan sebutir! Kasihan dia!” pinta Ping
Ping sambil mengucurkan air mata.
“Memang obat itu bisa memunahkan segala racun, tapi
belum tentu bisa menawarkan racun Pek Tok Thian Kun,
tambahan ia sudah terkena lama dan terlambat untuk
ditolong!”
“Tidak terlambat!” bantah Ping Ping. “Kau lihat ia masih
merintih terus menerus! Berikanlah sebutir!”
In In yang diam saja pun meminta agar si orang tua
memberikan obat pada Kiu Heng sehingga si orang tua
mengalah juga didesak dari kiri dan kanan.
“Baiklah,” katanya.
“Hitung2 bocah ini berhokkie besar. bilamana hari ini Tia-
tiamu tidak mengatakan Ia seorang yang baik, pasti tidak
kutolong!”
Sehabis berkata segera Ia mengeluarkan peles obat,
dengan hati2 dikeluarkannya sebutir dan diberikan ke tangan
Ping Ping.
Ia sendiri mengangkat pelesnya dan menutup obatnya
yang masih bersisa sebutir.
“Tinggal sebutir lagi! Ah, tinggal sebutir lagi,” katanya.
Tiba2 terdengar suara kaget dari In In dan Ping Ping,
membuat si orang tua terkejut dan melompat setombak lebih.
Berbareng dengan itu ia mendengar suara ter-gelak2.
“Terima kasih banyak! Lo Sianseng, pendeknya obatmu ini
sama saja dipergunakan menolong orang! Pada jiwie Kounio
pun aku menghaturkan banyak terima kasih juga. Aku tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mempunyai waktu terlalu lama, karena lebih penting


menolong jiwa orang. Sampai ketemu lagi!”
Berbareng dengan habisnya Kiu Heng berkata, ia mencelat
pergi dengan cepat, ketiga orang bahna terkejut lupa untuk
mengejar. Sewaktu melihat Kiu Heng sudah pergi jauh, In In
baru sadar, dan cepat mengejar.
“Kiu Heng, kurang ajar kau, berani betul menipu kami,
selamanya tidak akan kuberi ampun!”
Ping Ping pun sudah mengejar. Begitu ia mendengar In In
memaki segera menasehatkan:
“Cici tak perlu memakinya, maafkanlah perbuatannya itu!
Kuyakin obat itu akan dipergunakan menolong orang juga!
Obat itu terlalu mahal dan sukar didapat, untuk
mendapatkannya ia menipu kita, kalau tidak demikian pasti
tidak akan didapat bukan?”
“Bocah gila, kau bernyali besar betul berani menipuku,
bilamana tidak kuhajar jangan panggil aku Lim Peng Sian si
berjanggut indah………..”
“Siok-siok, Kiu koko dalam keadaan terpaksa baru berbuat
demikian, maafkanlah! Untuk apa bergusar demikian!?” kata
Ping Ping.
Mereka mengejar terus, tapi tidak berhasil.
Sewaktu Kiu Heng bersembunji dan melihat datangnya si
orang tua berjanggut indah, segera teringat kepada obat Kie-
hun-kui-goan-tan yang dimiliki si orang tua. Ia sangat ingin
memperoleh obat itu untuk menyembuhkan penyakit Cui-jie,
karena itu ia ber-pura2 sakit untuk mengelabui si orang tua.
Sesudah memperoleh obat segera berlari dengan kencang ke
dalam gua untuk menemui Cui-jie. Begitu ia masuk segera
menyumpalkan obat itu ke dalam mulut Si gadis tanpa berkata
putih atau hitam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cui-jie sangat girang melihat obat itu, tanpa sungkan2


membuka mulutnya. Wewangian yang harum bertebaran. Cui-
jie merasakan nyaman, cepat2 ia bersemadi, dengan bantuan
obat yang mujarab, dalam sekejap penyakitnya menjadi
sembuh.
“Adikku, apakah kau menemukan suhuku? Kini ia berada
dimana?” kata Cui-jie sambil mengucurkan air mata haru.
Kiu Heng merasa tak mengerti.
“Cici! Kau kenapa menangis? Mungkinkah obat itu palsu?
Mungkinkah kau merasa tidak enak minum obat itu? Cici! Kau
katakanlah, aku bisa segera mencari mereka untuk
berhitungan!”
“Adikku, mereka itu siapa? Mungkin si orang tua berjanggut
indah dan dua gadis dari Lian Hoa Hong bukan? Mereka bisa
menipu kau tapi mana mungkin menipuku? Aku mengenali
obat itu adalah yang sesungguhnya, hanya saja sesudah
meminum obat itu aku merasakan waktu untuk berpisah
antara kita sudah dekat sekali……..”
Berkata sampai di sini, dipeluknya Kiu Heng erat2,
sedangkan air mata terlebih banyak lagi dialirkan.
“Sejak kecil aku menemani suhu, aku mempelajari
kehidupannya yang beku dan dingin, sebegitu lama aku tidak
mengenal apa namanya menangis, dan tidak tahu pula apa
yang dinamai tertawa. Tapi kedua perasaan yang berlawanan
itu sudah kucicipinya kini; aku menangis di hati dan tertawa!
Aku akan menangis dengan perasaan, dan tertawa dengan
perasaan pula. Kutahu perpisahan hari ini teramat berat
untukmu maupun untukku, entah kapan kita bisa bertemu
kembali untuk merasakan kehangatan sebagai sekarang…….”
Tiba2 Kiu Heng berdongak dari pelukan si gadis.
“Cici, Cici, apakah kau akan pergi? Kau harus ingat kau
baru sembuh dari luka parah…..”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Karena aku sudah sembuh segera akan pergi, aku harus


mencari guruku, aku tidak bisa meninggalkan guruku yang
sudah cacat, aku harus merawatnya sampai guruku
meninggalkan dunia yang fana ini. Dengan demikian aku baru
bisa membalas budi kebaikannya yang dilimpahkan atas
diriku.”
Kiu Heng tidak menyangka begitu sembuh Cui-jie segera
akan berlalu. Bilamana tahu demikian, tak mungkin ia
melakukan penipuan untuk mendapatkan obat itu.
Andaikata mendapat obat pun tidak semudah itu
memberikannya. Ia berpikir demikian karena untuk
kepentingan peribadinya.
Mungkinkah sebab di lubuk hatinya sudah mengenal cinta?
Memang cinta itu selalu mementingkan diri sendiri? Memang
dalam beberapa hari sesudah berkumpul di dalam satu gua, Ia
merasakan sesuatu yang sukar dilukiskan dengan kata2, ia
terjerat di kancah pergolakan batin usia remaja yang
menginjak dewasa. Ia merasa sayang dan enggan berpisah
dari tubuh si gadis.
Hal demikian meresap di jiwanya, mungkin Ia akan
membantah kalau ditanya orang lain, tapi ia tidak akan
membantah bilamana dirinya sendiri yang bertanya!
“Bilamana Cici ingin mencari Na Lo Cianpwee, bolehkah aku
menemani pergi?”
Cui-jie mendorong Kiu Heng dari rangkulannya, Ia
mendelik.
“Kau tidak boleh pergi denganku! Ilmi yang kau pelajari
belum sempurna, karena itu kularang mempelajarinya sampai
di tengah jalan dan berhenti! Di samping itu, kau harus
mengerti kesukaran hatiku.”
Hampir2 Kiu Heng menangis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Aku mengerti kandungan hatimu. Kau takut berjalan


sama2 dengan seorang yang dianggap musuh sekalian kaum
Bu Lim, bukan? Karena…”
“Ah! Thian!” seru Cui-jie, “kau anggap aku sebagai manusia
macam apa? Aku sudah mengatakan semuanya kepadamu! Di
depanmu aku mengatakan jiwaku dari beku bisa mempunyai
perasaan antara sedih dan duka, ini sudah cukup
menerangkan perasaan dan jiwa hatiku. Tapi budi kebaikan
guruku tinggi seperti gunung dalam sebagai lautan. Aku harus
mengenal budi, baru bisa hidup tenteram! Mengertikah apa
yang kukatakan? Sesudah kuketemukan guruku, aku akan
mendampinginya sampai ia meninggalkan dunia ini. Sesudah
itu aku bisa turun gunung mencarimu!”
Kiu Heng merasa sedih dan kecewa, Ia mengucurkan air
mata haru sambil menganggukkan kepala.
“Jika cici berlalu aku pun akan berlalu. Aku tidak mau
tinggal di dalam gua ini barang sejenak pun!”
Perkataannya diucapkan demikian tegas.
Cui-jie goncang mendengar ketetapan si pemuda.
“Balklah, aku menemanimu beberapa saat lagi, sesudah
kau beres mempelajari ilmu di sini baru kita berlalu. Sebelum
itu aku harus berterang dulu padamu; se-kali2 tidak boleh
mencegah diriku mencari suhuku. Di balik itu kau sendiri harus
tahu diri sendiri pula, sakit hatimu yang dalam, harus kau
selesaikan dengan memuaskan. Bilamana tidak, sama dengan
kau seorang yang tidak berbakti pada orang tuamu!”
Tiga hari kembali berlalu. Kiu Heng sudah bisa menotok
mati seratus duapuluh lebah2, boleh dikatakan ilmunya sudah
setarap dengan Na Wan Hoa. Hanya saja kepalanya tidak
urung terkena tiga kali antupan, hal ini disebabkan kerisauan
hatinya juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Malam harinya bulan terang benderang, pemandangan


gunung indah sekali. Kiu Heng dan Cui-jie duduk di mulut gua
menikmati pemandangan alam yang romantis. Malam semakin
larut, tapi tidak terpikir oleh mereka untuk beristirahat.
“Pemandangan bulan yang romantis ini membuat orang
mabuk! Entah tahun kapan, bulan kapan kita bisa bergembira
lagi seperti sekarang?” kata Cui-jie.
Belum sempat Kiu Heng menjawab dari udara terdengar
suara.
“Kiu koko! Kiu koko! Kau dimana? Kau dimana?”
“Adikku, suara ini sudah tiga malam terdengar terus!
Kenapa kau tidak mau menemuinya? Mungkin ia mempunyai
urusan yang penting dan luar biasa untuk disampaikan
kepadamu, lekaslah kau menemuinya !”
Kiu Heng mengenali suara panggilan itu tak lain dari Ping
Ping. Ia heran kenapa di malam hari gadis itu mencarinya dan
sudah tiga malam me-manggil2 terus.
“Ping Ping adalah gadis yang baik, mari kita ketemukan
ber-sama2,“ kata Kiu Heng.
“Kau lihat dandananku semacam ini, mana kotor mana
buruk, bagaimana enak menemui dia?”
Kiu Heng menatap pada Cui-jie, tanpa terasa jadi
bersenyum. “Lekaslah, kau ketemui Ping Ping,” desak Cui-jie.
Kiu Heng terpaksa keluar dari dalam gua.
“Ping Ping Kounio, aku di sini!” teriaknya.
Berbareng dengan habisnya perkataan, tampak Ping Ping
datang ke arahnya dengan cepat.
“Kiu Koko! Setengah mati aku mencarimu!” serunya seraya
menangis tersedu-sedu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa Ping Ping seorang gadis yang lucu, Ia


tersenyum dan me-nepak2 pundaknya.
“Ping Kounio jangan menangis! Soal apa membuatmu
bersedih hati? Katakanlah padaku!“
Ping Ping semakin sedih, ia menangis meng-gerung2, lalu
memeluk Kiu Heng erat2, membuat Kiu Heng semakin tak
mengerti. Pemuda kita yang belum pernah berkenalan dengan
sifat perempuan, tidak bisa mengucapkan sepatah katapun
untuk menghibur. Ia pun turut berdiam diri seperti patung
melihati Ping Ping yang bersedu sedan.
“Untuk kau Kiu koko, aku tak mempunyai rumah untuk
ditinggali lagi!” kata Ping Ping sambil ber-isak2.
Kiu Heng terpekur kaget. “Kenapa menyangkut aku?
Kenapa ia tidak bisa pulang lagi? Mungkinkah dikarenakan
sebutir pel Kie-hun-kui-goan-tan. Ia diusir Tiong Peng Hoan?
Ah tak mungkin!” pikirnya berbantahan di dalam diri sendiri.
“Ping Kounio, menangis tidak bisa menyelesaikan urusan.
Mari duduk, kau tuturkan apa yang menyebabkan kau
bersedih hati!“
Dengan cepat Ping Ping berhenti menangis.
“Kiu koko, aku tidak menyalahkan padamu, semuanya ini
terjadi terlalu mendadak dan di luar dugaan, karena terdorong
emosi aku tak bisa ber-kata2 begitu bertemu. Dalam hal ini
kuminta kau memaafkan aku!” Kem bali Ia menangis.
Aku paling sebal menghadapi orang yang suka menangis,
kalau kau menangis terus, aku tak suka meladeni maka itu
diamlah dan teruskan ceriteramu!”
“Baik, aku tak menangis lagi,” kata Ping Ping, “Pek Tok
Thian Kun dua hari tiga malam mencarimu di Thian Tou Hong
dengan hasil hampa. Lalu Ia datang ke Lian Hoa Hong, dan
menuduh ayahku menyembunyikan kau, sehingga terjadi
peristiwa yang mengerikan!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng mengerutkan kening.


“Sesungguhnya aku tidak berada di Lian Hoa Hong, kenapa
Pek Tok Thian Kun begitu kurang ajar sekali membuat onar,
mentang2 memiliki Bu Lim Tiap!”
“Ya, sebab Bu Lim Tiap dipandang sebagai pusaka rimba
hijau yang harus dipatuhi segenap orang Bu Lim makanya ia
bertingkah ugal-ugalan. Tanpa alasan ia mendesak ayahku.
Katanya Lian Hoa Hong dan Thian Tou Hong di bawah
kekuasaan ayahku, membataskan jangka semalaman, untuk
menyerahkan kau padanya, bilamana tidak ia bisa
menggunakan Bu Lim Tiap mengumpulkan golongan putih
maupun hitam untuk menghukum ayahku. Hal ini membuat
ayahku sengit, segera ia menghajar Pek Tok Thian Kun,
pertarungan seru berkobar seketika juga. Dalam hal ini ayahku
hanya ingin memberikan pelajaran saja atas sifatnya yang
gila2an. sehingga turun tangan tidak terlampau keras,
sebaliknya Pek Tok Thian Kun secara ganas dan kejam
menghantam ayahku.”
Ping Ping tak meneruskan perkataannya, karena tersedak
sedu-sedannya.
“Lalu bagaimana?” tanya Kiu Heng tak sabaran.
“Dalam keadaan terpaksa ayahku melancarkan serangan
dahsyat, membuat Pek Tok Thian Kun terkejut dan merat
sambil terbahak-bahak!”
“Dengan demikian, bukan bereskah soal itu?”
“Baru saja Pek Tok Thian Kun berlalu, tak seberapa lama,
ayahku gemetar sekujur badan, matanya mendelik, sepatah
katapun tak bisa diucapkannya lagi, ia….. ia…. segera
meninggal dengan mengenaskan!”
“Apa? Meninggal?”
“Seluruh Lian Hoa Hong menjadi gempar karena kematian
ayahku,” kata Ping Ping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Aku pernah mendengar ceritera ayahku, di Lian Hoa Hong


terdapat empang teratai, bilamana airnya kering, menandakan
Lian Hoa Hong akan mengalami bencana. Berbareng dengan
kejadian matinya ayahku, aku teringat kata2nya itu, aku
mencari In In untuk melihat empang itu, tapi tidak
menemuinya, terpaksa kudatang sendiri.
Apa yang dikatakan ayahku sedikitpun tidak salah,
nyatanya empang itu airnya kering. Tengah kumerasa heran,
tiba2 dari atas Lian Hoa Hong terdengar jeritan2 yang
memilukan hati. Aku terkejut, cepat2 kembali ke atas.
Kembali terdengar bunyi “beng” yang luar biasa kerasnya,
lalu terlihat api menjulang ke langit, sehingga aku terkejut tak
alang kepalang, sukmaku seperti hilang, sedangkan hatiku
hancur luluh tak kepuguhan.
Kala kusampai di atas puncak, yang terlihat hanya api.
Sedangkan ibu, In In, Lim Siok-siok dan jenazah ayahku sudah
hilang….. saat inilah kumendengar suara yang menggila,
tertawa Pek Tok Thian Kun dan dekat berpindah semakin
jauh, lalu hilang tak terdengar…”
Selesai mendengar, Kiu Heng mengerutkan keningnya,
matanya bersinar tajam dongkol dan geregetan. menatap
pada sebatang pohon besar yang dianggapnya seperti Pek Tok
Thian Kun.
“Ping Kounio, kejadian sudah demikian maunya menangis
teruspun tidak berguna. Kuatkanlah hatimu dan busungkanlah
dadamu menghadapi kenyataan yang getir ini. Aku sendiri
sejak kecil kehilangan kasih sayang orang tua dan sanak
saudara, karena itu kusudah merasakan penderitaan dan
kesengsaraan menjadi anak yatim piatu. Legakan hatimu, hari
kemudian aku bisa turut membantu dirimu!”
“Kiu koko! Disebabkan mencarimu, tiga hari tiga malam aku
tidak pernah makan, kini aku merasa lapar betul!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ah, kau terlalu bodoh tiga hari tidak makan bukan soal
main2, lekas ikut denganku!”
Mereka segera menuju ke gua, jauh2 Cui-jie sudah
memandang kedatangan mereka. “Belum terang tanah,
kenapa sudah kembali lagi?” tegurnya dengan ter-gesa2.
Cui-jie menguatirkan Kiu Heng ketemu Pek Tok Thian Kun,
kini dilihatnya si pemuda kembali sambil bertuntun tangan
dengan Ping Ping, hatinya merasa kecut. Sesudah mengatakan
perkataan gurau untuk menghilangkan perasaan hatinya, ia
terdiam bengong.
Kiu Heng mengerti apa yang menyebabkan Cui-jie
demikian. Ia tersenjum saja. Lalu dengan Ping-Ping mukanya
menjadi merah kemaluan. Ketiga orang itu masuk ke dalam
gua, lalu duduk di tempat masing2. Dengan sungguh2, Kiu
Heng berkata: “Cui Cici, kini bukan saatnya bergurau, kau
harus tahu dalam beberapa hari ini Lian Hoa Hong mengalami
malapetaka hebat, hal ini akan kuterangkan dengan teliti.
Sekarang, kau berikanlah dulu secangkir madu pada Ping
Kouwnio, karena sudah tiga hari Ia tidak makan.”
Cui-jie mengerti keadaan sesungguhnya sangat berat,
tanpa banyak tanya ia masuk mengambil madu dan
menjerahkan pada Ping Ping.
“Eh, lekaslah kau makan!” Ping Ping menyambut, lalu
mengatakan dengan perlahan dan hampir tidak terdengar. Kiu
Heng menyaksikannya menjadi geli.
“Ah, kamu sebagai juga anak kecil, kenapa jadi uring2an?
Sejak hari ini, kamu harus akur satu sama lain!” kata Kiu Heng
di dalam hati.
Sesudah Kiu Heng melihat Ping Ping selesai menghirup
madu lalu menceriterakan kejadian di Lian Hoa Hong dengan
panjang lebar dan teliti pada Cui-jie. Hal ini membangkitkan
lagi kesedihan Ping Ping, sehingga ia menangis. Terkecuali itu
Cui-jie pun turut berduka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Tian Tou Hong dan Lian Hoa Hong, didiami keluarga Na


dan keluarga Tiong yang tadinya serumah, dikarenakan soal
salah paham, sepuluh tahun lebih tidak berhubungan satu
sama lain. sehingga kini rnengalami bencana yang tidak
diinginkan. Ping-moy, legakan hatimu, kau boleh turut
denganku untuk melewatkan hari yang akan datang! Aku lebih
tua darimu beberapa tahun, sejak hari ini kau boleh
membahasakan aku Cici!”
“Cui-Cici, atas kemurahan hatimu aku mengucapkan
banyak terima kasih!” kata Ping Ping.
Kiu Heng tersenyum simpul penuh kemenangan.
“Untuk kebaktianmu pada gurumu, aku tidak bisa
mencegah,” katanya.
“Kau sudah menjanjikan Ping Kounio turut denganmu, kau
bawalah dan ajaklah menemui suhumu, agur ia bisa
mempelajari ilmu silat terlebih dalam, untuk keperluan di
kemudian hari!”
“Aku sudah menyanggupi kamu berdua,” kata Cui-jie, “tapi
perpisahan ini sampai kapan bisa bertemu lagi, sebelum itu
kita berjanji, tiga tahun kemudian, kita berkumpul lagi di See
Ouw pada malaman Tiong Ciu. Adikku, kau pikir bagaimana?”
“Bagus, tiga tahun kemudian kita berjumpa, bilamana tidak
bertemu tidak akan berlalu!” kata Kiu Heng memastikan.
Hari kedua, ketiga orang itu sudah bangun.
“Ping-moy, kau minum lagi madu ini,” kata Cui-jie. “Di
pegunungan ini sukar mendapatkan makanan.”
“Mungkinkah kita akan berpisah secara demikian?” tegur
Kiu Heng.
“Ya,” jawab Cui-jie dengan sedih.
“Aku lupa,” kata Kiu Heng “kamu pergi, apakah mempunyai
uang?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cui-jie dan Ping Ping saling menatap.


“Kami selamanya hidup di pegunungan, untuk apa
mempergunakan uang?” kata mereka hampir berbareng.
“Tapi sesudah meninggalkan gunung dan masuk ke kota,
segalanya harus memakai uang? Lebih2 kamu kaum
perempuan. Tidak ada uang akan lebih sengsara! Mari ikut
denganku mencari uang, sekalian menghantarkan kamu
berangkat!”
“Ikut mencari uang? Di dalam gunung yang sambung
menyambung ini, dari mana uang bisa didapat?” tegur Cui-jie.
“Aku mernpunyai daya!” kata Kiu Heng dengan yakin.
Mereka segera meninggalkan gua dengan ilmu
meringankan tubuh, puncak demi puncak dilalui mereka. Kala
matahari condong ke barat, dan angin senja bertiup nyaman,
keadaan di gunung terasa semakin dingin, Kiu Heng mengajak
kedua gadis berlari terus dan tiba di Pek Tio Hong.
Pek Tio Hong yang sudah terbakar hangus, masih gundul,
tidak ada rumput maupun pohon. Kiu Heng berdiri di atas
puncak, ia mengenang kembali pada Ang Hoa Kek, ia menarik
napas panjang tanda berduka.
Cui-jie dan Ping Ping merasa heran.
“Kenapa baik2 menarik napas duka?” tegur mereka
serentak.
“Aku pernah mengalami bahaya kebakaran dan keracunan
di bukit ini, bilamana tidak ada seorang Lo Cianpwee yang
menolong jiwaku, siang2 sudah melayang. Aku selamat dan
kematian berbalik Lo Cianpwee itu yang binasa. Ia binasa
secara menyedihkan sekali, sampai pun tulangnya pun tidak
bisa dikubur. Keadaan lalu berbayang membawa kesedihan,
hatiku sesak dan menarik napas.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Kau bersedih karena beralasan, menandakan hatimu yang


suci,” kata Cui-jie, tapi hari sudah mendekati malam,
bagaimanapun kita harus mencari tempat bermalam. Dan
tidak boleh mematung terus di bukit gundul ini sambil menarik
napas !”
“Kau percayalah, aku mengajakmu pasti bisa memberikan
makanan, untuk bermalam tempat sudah tersedia. Nah, di
bawah selokan gunung itulah kita bermalam. Di situ sering2
terlihat binatang hutan minum air, kamu boleh menangkapnya
barang dua ekor untuk menangsel perut. Sedangkan aku akan
mencari tempat beristirahat di tempat lain, tak lama lagi
segera datang!”
Habis berkata Kiu Heng berlalu, Cui-jie dan Ping Ping
menurut kata Kiu Heng turun ke dekat selokan.
Dalam sekejap Kiu Heng sudah tiba di dalam gua tempo
hari, ia menggeser batu besar. Keadaan di dalam masih tetap
seperti sedia kala, menandakan sejak ditinggalkan, gua itu
belum ada orang kedua yang memasukinya. Sesudah Ia
mengambil segala benda berharga, segera meninggalkan gua
dengan cepat.
Cui-jie dan Ping Ping sudah memanggang seekor rusa kecil.
Mereka terbahak2 melihat Kiu Heng. Kiranya kantong berikut
bajunya sudah dipenuhi emas dan segala benda berharga
lainnya sehingga berenggulan tidak rata dan aneh
kelihatannya.
Benda2 itu dikeluarkan satu persatu, Cui-jie terkesiap
melihat semua itu tak henti2nya Ia memegang dan me-lihat2
dengan girang. Sedangkan Ping Ping seperti tidak tertarik, ia
tersenyum saja.
Begitu terang tanah, mereka segera berpisah dengan
bersedih hati.
Sejak saat itu, Kiu Heng tinggal di dalam gua. Ia melatih
diri memperdalam ilmunya. Ia mempelajari gambar2 di atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tembok dengan tekun di samping melihat keterangan yang


tertera di Bu Lim Tiap. Di samping itu, ilmu Cit-Cuat-kiam dan
Sam-cee-pan-goat dimatangkan pula, sehingga Ia memiliki
ilmu lebih sempurna dari sebelumnya.
Waktu berlalu dengan cepat, setengah tahun dilalui tanpa
terasa. Kiu Heng sudah bosan tinggal di dalam gua, Ia
meninggalkannya untuk berkelana lagi di dunia Kang Ouw.
***
Musim gugur telah tiba, telaga See Ouw banyak dikunjungi
para pelancong dari berbagai tempat. Kupel2 dan restoran2 di
pesisir pantai penuh sesak para pengunjung.
Seorang muda tampak di kupel yang terletak di tengah2
danau. Pakaiannya sangat mentereng, Ia menghadapi
berbagai hidangan, sambil menundukkan kepala, pemuda itu
bukan lain dari Kiu Heng adanya. Ia tidak memperhatikan para
tamu lain yang asyik mengobrol ke barat ke timur sambil
menikmati pemandangan alam yang maha indah.
Tiba2 tampak sesosok tubuh berkelebat ke meja Kiu Heng,
gerakannya sangat cepat. Kiu Heng kagum melihatnya.
Sebelum Ia berkata, orang yang datang itu sudah membuka
mulut.
“Ha… siluman monyet, rupanya kau sudah kaya! Setengah
tahun tidak bertemu, sudah mentereng betul. Kau pasti
dipungut anak seorang hartawan, yah!”
Kiu Heng mengenali orang itu bukan lain dari si bungkuk
atau To Pei Lojin yang diketemukan di Pek Tio Hong.
Ia merasa tersinggung mendengar ejekan itu, dengan
gusar ia membentak: “Tak perlu kau usilan!”
“Oh, kau malu mengatakannya? Mungkin juga kau
mendapat rejeki tak halal dengan jalan menimpah!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menatap keempat penjuru, untung keadaan


sangat gaduh sehingga perkataan si orang tua tidak ada yang
dengar.
“Oh, yang jadi maling selalu ketakutan dan tak tenteram,
sehingga takut didengar orang!” ejek To Pei Lojin.
“Hei Bungkuk! Kita tidak bermusuhan apa2, kenapa kau
mengganggu terus padaku?”
“Ini yang dinamai karena karma, dalam penitisan dulu kita
berjodoh, arwah kita menitis kembali sehingga bertemu lagi!
Siapa suruh kau memanggil aku si bungkuk! Kau harus tahu
yang memaki aku si bungkuk seumur hidup akan kulibat terus,
terkecuali ia sadar dan menghaturkan maaf sambil soja dan
paykui, aku baru membebaskannya. Siluman monyet, kalau
kau merasa takut, lekas2lah soja paykui!”
“Siapa yang takut padamu? Mau berkelahi?”
“Bagus! Itu yang kucari! Siapa yang kalah harus menjadi
murid, yang menang menjadi guru! Sebentar malam kita
bertemu di Hong Hong San, bagaimana?” kata si orang tua.
sehabis berkata segera berlalu.
Malam harinya, Kiu Heng mengenakan pakaian malam,
dengan cepat ia berlari ke atas gunung, keadaan sangat, sunyi
dan sepi. Ia merasa heran kenapa si bungkuk belum juga
datang. Sebelum ia bisa menggerutu, tampak pepohonan
bergoyang menyusul terdengar bunyi aneh, tahu2 si orang tua
merosot jatuh dan hinggap di atas batu.
Dengan ter-senyum2, Ia berkata: “Siluman monyet, kau
bisa tepat datang di sini. Aku mengucapkan syukur!”
“Memang kau kira aku takut dan tidak datang?” jawab Kiu
Heng, seraya maju menyerang.
“Sabar, sabar. Kau jangan seperti kunyuk yang tidak
sabaran. Kita harus berjanji terlebih dulu, dalam pertandingan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ini asal kena kena towel sudah cukup, aku tak mau mengadu
jiwa dengan seekor siluman monyet, tahu?”
Kiu Heng tidak menjawab.
“Siluman monyet, mari maju!” tantang si orang tua,
“Tempo hari aku kalah, sekali ini kau jangan harap
menang!” bentak Kiu Heng, seraya mengebut dengan lengan
kanan, semacam tenaga tersembunyi yang keras menyambar
datang.
Si orang tua cepat2 mengangkat lengan kirinya dan
didorongkan dengan mendadak, sehingga pukulan keras
dilawan keras.
“Blang!”
Angin pukulan yang bentrok berbunyi keras. Masing2 tidak
ada yang terpukul mundur.
Satu sama lain maju merangsak tak mau mengalah,
kepandaian yang luar biasa dikeluarkan, keadaan mereka
berimbang, semakin bertarung kekuatan mereka semakin
hebat.
Dalam setengah tahun Kiu Heng sudah mempelajari
matang sekalian ilmu silat yang terdapat di dinding gua, tapi
belum pernah dipergunakan untuk melawan musuh. Kini Ia
bertemu To Pei Lojin yang tangguh, dan merasa tidak
terdesak, hatinya girang. Bagaikan ikan yang dapat air, ia
semakin bersemangat menghadapi musuhnya jurus demi
jurus.
Sejak menerjunkan diri ke sungai telaga, si orang tua
belum pernah mendapat tandingan yang setimpal, kini ia
heran betul menghadapi si pemuda yang bisa maju pesat
dalam jangka setengah tahun; lebih2 pukulan2 yang
dilancarkan Kiu Heng membuatnya heran dan tak mengerti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 Kiu Heng mengundurkan diri sewaktu perkelahian


berjalan sedang seru2nya.
“To Cianpwee,” katanya mengubah sebutan, “dalam tangan
kosong kita seri, bagaimana kalau memakai senjata?”
“Bagus, kenapa sekarang kau tidak memaki aku lagi?” kata
si orang tua. “Siau-ko memain senjata bukan soal yang
gampang, bisa2 kita mati tak keruan!”
“Biar mati pun aku tidak menyesal!” jawab Kiu Heng
dengan getas.
“Ha! Kau masih muda, belum kawin sudah mati, sayang
bukan?”
“Jangan ngelantur! Hunuslah senjatamu!” bentaknya.
“Crang” sekali, Kim-liong-cee-hwee-kiam keluar dari
serangkanya.
“Ya, tapi baik2lah sekali ini!”
Pertarungan mengadu senjata melanjuti pertarungan
bertangan kosong, lebih hebat dan berbahaya sepuluh kali.
Pedang Kiu Heng memutar bulat memancarkan sinar
berkilauan, sedangkan si orang tua memainkan huncwenya
dengan gapah.
Sewaktu Kiu Heng melancarkan jurus Sin Liong Cut Hay
(naga sakti keluar dari laut), si orang tua membalas dengan
jurus Tui Cong Bong Goat (mendorong jendela menatap
rembulan), dengan demikian, serangan Kiu Heng kandas tak
berbekas. Menyusul terlihat si orang tua mengebutkan
huncwenya menotok ke timur, membabat ke barat,
tampaknya seperti sedang mabuk arak, dan kesurupan pula
yang sering disebut kelakuan orang yang angin2an, gerak
lengannya tidak tampak terlalu cepat tapi gaya kekuatannya
bukan main kerasnya, membuat orang kaget dan bergidik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menghadapi ilmu lawan yang luar biasa aneh ini, Kiu Heng
tidak menjadi gentar, dengan cepat lengan kirinya mengebut,
si orang tua berjingkrak2an seperti kelabakan. Tapi setiap
jepitan jarinya dapat memecahkan serangan si orang tua
sehingga luput dari bahaya.
Tu Pei Lojin merasa kagum dan heran, tapi tidak bisa
berpikir terlalu lama karena serangan Kiu Heng kembali
datang.
Pertarungan berlangsung terus penuh kehebatan dan
mendebarkan jantung. Tiga ratus jurus berlalu tanpa dirasai
mereka.
“Kalau begitu terus, aku tidak bisa menang!” pikir Kiu Heng,
“aku harus menggunakan llmu yang terlihay dari pelajaran
yang terdapat di Bu Lim Tiap!”
Begitu habis berpikir, segera ia berseru: “To Cianpwee,
awas!” seiring dengan peringatan nya, jurusnya segera
berubah, tubuhnya merapung ke udara, lalu menukik turun
dengan deras, lengan kiri dan lengan kanan yang berpedang
dipergunakan berbareng dengan jurus Siang-ma-in-coan
(sepasang kuda minum di mata air), langsung menikam dan
mengeprak si orang tua.
Tanpa ragu si orang tua melancarkan keahliannya dengan
jurus Hoo I.ui Wan Tie (burung Hoo menangis, orang hutan
menjerit), memecahkan serangan dahsyat lawannya.
Kiu Heng membarengi lagi dengan serangan Keng Liong Cin
Kau yang ampuh, memaksa si orang tua mundur beberapa
langkah, dengan demikian ia menang di atas angin, sampai To
Pei Lojin hanya bisa menangkis tanpa bisa menyerang lagi.
Sungguhpun demikian, benteng pertahanan To Pei Lojin
luar biasa ampuhnya, huncwenya diputar demikian macam,
niscaya setitik air pun tidak bisa tembus. Serangan ber-tubi2
yang ampuh maupun yang ganas dari Kiu Heng tak berdaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menjebolkan benteng pertahanan musuh, sehingga berkutet


terus menerus tanpa sudah-sudahnya.
Beberapa jam kembali berlalu, parkelahian berubah dari
gencar dan seru menjadi lambat dan ayal, tak ubahnya seperti
hujan ribut yang sudah reda.
To Pei Lojin melawan terus dengan alot dan gerakan
lambat seperti kecapaian. Sebaliknya Kiu Heng yang sudah
menerima tenaga luar biasa dari pedang peninggalan Cie Yang
Cinjin, dan separuh tenaga Kong Tat serta tenaga Ang Hou
Kek dari batu hijau, ditambah sering meminum madu lebah
hitam yang berkasiat, tenaganya tetap kuat.
“Mungkinkah bocah ini terbuat dari besi dan baja? Kenapa
ia kuat betul dan tidak terlihat letih?” pikir To Pei Lojin dengan
heran.
“To Cianpwee, terimalah serangan ini!”seru Kiu Heng.
Suara tiba pedang sampai, menjurus lurus ke arah dada
dengan kecepatan kilat. To Pei Lojin tidak berani menangkis
dengan kekerasan, tubuhnya miring menghindarkan ujung
pedang. Begitu serangannya mengenai angin, Kiu Heng
mengubahnya dengan cepat, Kim-liong-cee-hwee-kiam tidak
ditarik, melainkan dipakai menyerang terus, seperti bayangan
mengikuti tubuh si orang tua.
Dengan cepat To Pei Lojin menangkis, lalu mencelat pergi
beberapa tambak dengan gerak ayal2an. Tiba2 si orang tua
merasakan di bawah ketiaknya hawa yang dingin, sewaktu
menundukkan kepala menegasi, bajunya sudah pecah
tergores pedang.
“To Locianpwee, bagaimana? Apakah mengaku kalah?
Kalau masih penasaran mari kita lanjutkan lagi!” tantang Kiu
Heng sambil ber-gelak2.
“Siau-ko mempunyai tenaga yang sakti sekali, aku
menyerah kalah! Pepatah mengatakan, gelombang Sungai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiang Kang yang belakang mendorong yang di depan, yang


baru menggantikan yang tua, aku menyerah kalah!”
“Benar2kah kau mengaku kalah atau pura-pura kalah?”
tanya Kiu Heng sambil menyimpan pedangnya ke dalam
serangka.
“Kecil2 sudah mengetahui banyak istilah, aku tidak
mengerti apa yang dinamai benar2 menyerah dan apa yang
dinamai pura2 menyerah!” kata To Pei Lojin.
“Lagipula kalau benar2 menyerah bagaimana? Sebaliknya
bagaimana?”
“Kalau pura2 menyerah perkelahian ini cukup sampai di
sini, kemudian hari siapa pun tidak boleh mencoba merintangi
atau mengganggu satu sama lain, lagi pula aku tidak ingin
menerima seorang murid setua dirimu,” kata Kiu Heng.
”Sebaliknya, kalau kau benar2 menyerah kalah, aku bisa
menuturkan asal usuhmu, dan sejak hari ini kau harus
mendengar kataku bagaimana?”
Kiranya To Pei Lojin sejak bertemu dengan Kiu Heng sudah
mengandung niatan menjadikan si anak muda sebagai
muridnya, karena itu dalam pertarungan ia tidak
menggunakan tenaga sepenuhnya, karena ia tahu pemuda
yang dihadapi berhati keras, bilamana tidak menang tidak
akan mengerti, sengaja Ia memberikan lowongan dan pura2
kalah.
Kini Ia mendengar Kiu Heng ingin menyebutkan asal
usulnya, sehingga membuatnya ketarik, karena Ia tahu pasti
tiada orang kedua di atas dunia ini terkecuali suhunya yang
mengetahui peladiaran silat apa yang dipelajarinja.
“Ya, coba kau katakan!” katanya.
“Orang lain tidak mengetahui dirimu dari golongan mana,
tapi aku bisa mengetahui dengan jelas. Kau adalah murid dari
Hui Hui Ho-siang dari Pek Tok Bun. Disebabkan Hui Hui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hosiang melihat sepak terjang Pek Tok Bun tidak senonoh, Ia


meninggalkan pintu perguruan itu dan berdiam di atas gunung
empat puluh lahun lamanya. Ia mengumpulkan berbagai
macam ilmu dari perguruan silat dan mengubahnya menjadi
satu gabungan silat yang luar biasa, lalu diturunkan
kepadamu, sehingga merasa sombong dan menganggap
paling pintar mengenali ilmu silat dari golongan manapun. Ya
atau tidak?”
“Aku benar2 tunduk! Apa yang kau katakan benar semua,
aku tidak menyangka dan mengira di otak monyet seperti
dirimu bisa menyimpan pengetahuan yang maha tinggi!” kata
To Pei Lojin sambil ter-bahak2.
—oooOooo—
JILID III
“Nah, sejak hari ini kau harus turut denganku dan
mendengar kata2ku, kuyakin kau akan memperoleh banyak
kemajuan,” kata Kiu Heng.
“Bagus! Aku berusia tujuh puluh tahun mengangkat guru
seorang bocah yang masih ingusan dan berbulu seperti
monyet. bukankah hal ini akan menjadi berita yang
menggemparkan dunia Bu Lim. Siluman monyet, kau jangan
mengimpi, kau…..”
Ia tidak melanjutkan kata2nya, tangannya keluar dan
ditotokkan dengan perlahan, inilah ilmu yang luar biasa dari
dunia persilatan yang bernama Pit Kiang Tiam Hiat (menotok
terhalang tembok), tahu2 Kiu Heng kena tertotok urat
gagunya, sehingga diam saja tidak bisa menjawab ejekan si
orang tua.
To Pei Lojin sengaja mempertunjukkan kepandaiannya ini
dengan tujuan mematikan kecongkakan dan keangkuhan Kiu
Heng, agar di kemudian hari tidak menderita kerugian dari
sifat buruknya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa gusar tak alang kepalang, pedangnya


dihunus untuk mengadu jiwa mati2an. To Pei Lojin tetap
duduk tak bergerak begitu ia melihat si pemuda menghampiri,
lengannya kembali menotok, membuat Kiu Heng seperti
patung, tinggal matanya melarak-lirik dengan gusar tanpa bisa
berbuat sesuatu apa.
“Kepandaianku sudah cukup sempurna, kenapa kena totok
tidak berdaya untuk memecahkannya?” pikir Kiu Heng,
“Kalau si bungkuk ini tidak bermain sihir pasti
menggunakan ilmu menotok Pit Kiang Tiam Hiat yang lihay
luar biasa. Ilmu ini menurut suhu sudah hilang dari dunia
persilatan, kenapa bisa dimiliki si bungkuk ini?”
Dengan wajah serius To Pei Lojin berkata: “Bocah, kau
harus tahu dunia ini luas dan mengandung berbagai
keanehan, orang2 berilmu tinggi tidak terhitung jumlahnya,
dengan kepandaianmu yang tidak seberapa, segera
menganggap diri sangat lihay, akibatnya bisa mencari binasa
sendiri. Sadarlah, gunung yang tinggi masih ada yang tinggi!
Ilmu dan pelajaran tidak habis untuk dipelajari! Sudah
beberapa kali aku mencoba kepandaianmu dan tabiatmu, dan
yakin kau adalah bibit yang baik untuk dipupuk! Aku sudah tua
dan mengharap mencari seorang murid guna mewariskan
kepandaianku. Bocah, kalau kau mendengar kata2ku yang
kuucapkan sejujurnya ini, kau bisa menjadi seorang yang
berguna di kemudian hari.”
Sehabis berkata si orang tua menggoyangkan lengannya,
Kiu Heng terbebas dari totokan, cepat ia bertekuk lutut di
hadapan To Pei Lojin, kedua matanya berlinang air mata haru,
kepalanya tunduk, seperti menyesal sekali.
“Anak yang baik, kutahu kau seorang murid yang berbakti
pada gurumu yang terdahulu. Karena itu akupun tidak mau
mempersukar dirimu. Kalau kau tidak memandang hina
kepadaku, boleh kau memanggil Giehu atau Kan-tia (ayah
angkat) pada diriku !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng terharu, tanpa disuruh kedua kali Ia berkata:


Gihu! terima hormat anakmu!”
“Kiu Heng menghormat pada diriku dan mengakui aku
sebagai Giehu,” kata si orang tua sambil memimpin bangun,
“tapi aku belum mengetahui namamu, bukankah hal yang
lucu? Kan jie-cu (anak angkat) sebutkanlah namamu!”
“Kiu Heng!”
“Bagus,” jawab To Pei Lojin, “sedangkan kau pun harus
tahu, aku she Siauw nama Siong, bergelar Tohiap (pendekar
bungkuk). Kini aku berusia berapa, aku sendiri lupa
menghitungnya, ya kira2 tujuh puluh tahun lebih!”
Siauw Siong tertegun sejenak sambil ber-batuk2, parasnya
menunjukkan tengah terpekur, per-lahan2 Ia bertanya:
“Menurut namamu yang demikian ganjil, mungkin kau hidup
mempunyai sakit hati yang hebat, kuharap kau bisa
menuturkan, agar kubisa membantumu memecahkan
kesulitan ini!”
Kiu Heng ragu2 sejenak, achirnya menceriterakan kejadian
waktu kecilnya, dengan jujur dan jelas.
“Baiklah! Nanti aku men-dengar2 siapa pembunuh diri
ayahmu dan keluargamu itu!’ kata Siauw Siong.
“Atas bantuan Giehu, aku mengucapkan terima kasih, tapi
biar musuh itu berkepala tiga dan bertangan enam, harus
beres di tanganku sendiri!”
“Oh, sudah pasti!” jawab Siauw Siong.
Lengannya merogo saku mengeluarkan semacam benda
yang bercahaya dan diserahkan kepada Kiu Heng. “Kini kau
sudah menjadi anak angkatku, terimalah pemberianku ini
sebagai tanda mata.”
“Ah!” seru Kiu Heng terkejut karena ia mengenali benda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Bukankah ini yang dinamakan Sam-cun-giok-cee? Dari


mana Giehu mendapatkannya?”
“Kau tentu ingat kejadian di Pek Tio Hong, dari salah
seorang yang kau binasakan, aku mendapatkan benda ini!”
jawab Siauw Siong.
Kiu Heng terdiam meng-ingat2.
“Kalau begitu, salah seorang di antara mereka adalah
pencuri Sam-cun-giok-cee dari Pek-bu-siang Siang Siu, kini ia
sudah binasa, bebanku menjadi ringan!” kata Kiu Heng seraya
menuturkan pesan2 dari Pek-bu-siang.
“Aku mengenal Pek-bu-siang maupun Ang Hoa Kek,” kata
Siauw Siong, “mereka merupakan tokoh2 Kang Ouw yang
aneh dan sudah lama mengasingkan diri, tak kira kedua2nya
sudah meninggal dunia!”
Mereka tertegun sejenak, keadaan menjadi sunyi: “Fajar
hampir menyingsing, kau masih memakai pakaian malam,
mari kita pulang,” kata Siauw Siong.
Dengan secepat kilat mereka turun dari atas gunung, Kiu
Heng bermalam di sebuah hotel yang bernama Huay Yang
Lauw, sedangkan Siauw Siong baru beberapa hari dalang di
Hang Ciu, ia belum mempunyai tempat tinggal yang tetap, kini
ia mengikuti ke tempat, bermalamnya si anak.
Malam berganti siang, mereka tidak tidur lagi, melainkan
duduk bersemadi menjalankan pernapasan untuk
menghilangkan seluruh kelelahannya.
Tengah hari Kiu Heng dan Siauw Siong pergi belanja,
mereka membeli baju2 yang indah dan menanggalkan bajunya
yang buruk, sehingga ayah dan anak angkat seperti seorang
saudagar kaya raya saja. Dengan pakaian yang ganteng,
mereka pesiar beberapa hari di telaga See Ouw dan aksi2an,
sambil makan dan minum sepuas2nya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Malamnya mereka tidur sekamar. Sewaktu kentongan


berbunyi tiga kali, tiba2 Siauw Siong berbalik badan dan turun
dari ranjang, Kiu Heng pun mengguling tubuh mengikuti
turun.
“Ha, ada apa?”
“Di genteng ada orang,” bisik Siauw Siong dengan
perlahan.
“Kenapa aku tidak mengetahuinya?” kata Kiu Heng dengan
heran.
“Karena kurang pengalaman dan latihan, semalaman
suntuk kau tak tidur, sampai ada orang di atas genteng tidak
mengetahuinya! Bagaimana jadinya kalau pendatang itu untuk
menuntut balas, bukankah kau akan dicelakakan dengan
mudah?”
Kiu Hong merasa jengah, wajahnya merah, untung waktu
malam, sehingga tidak terlihat Siauw Siong.
“Yang datang hanya seorang!” kata Siauw Siong.
Kiu Heng manggut menyusul kakinya menotol bumi dan
mencelat keluar melalui jendela. Sesampainya di atas, ia tidak
melihat bayangan maupun sesuatu yang mencurigakan.
“Jangan2 Giehu sudah pikun, pendengarannya tak tajam
lagi!’ pikir Kiu Heng.
Sebelum ia turun, berkelebat sesosok bayangan hitam yang
cepat sebagai meteor! Tahu2 di depan mukanya berdiri
seorang pemuda ganteng.
“Kau menyusahkan diriku saja, lekas kau keluarkan
barangmu!” kata si pemuda dengan aseran.
“Aku tidak berhutang maupun meminjam barangmu, apa
yang harus kukeluarkan?”
“Apakah kau tidak mengerti?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Bertanya pada dirikukah?”


“Ya, kalau tidak pada siapa?”
“Aku tak mengerti!”
“Kau jangan berlagak pilon! Lekas kau keluarkan kotak Bu
Lim Tiap, perkara menjadi beres. Bilamana tidak jangan
sesalkan aku berlaku kurang ajar!”
Kiu Heng baru sadar pemuda itu menjadi Bu Lim Tiap.
“Kenapa ia bisa tahu, aku memiliki Bu Lim Tiap?” pikirnya.
“Apakah kau tetap bersikap keras tak mau menyerahkan?”
desak si pemuda.
“Di dunia hanya ada perampok yang memaui barang orang
dengan kekerasan, kau manusia macam apa berani berlaku
keras padaku?”
“Aku Gui Wie, putera dari Pek-tok-thian-kun bagaimana?”
jawab si pemuda.
“Ku kira siapa, kiranya puteranya binatang beracun!”
“Kau sudah dijadikan musuh seluruh kaum Bu Lim, berani
betul memaki pemegang Bu Lim Tiap, sudah bosan
hidupkah?”
“Segala binatang beracun, dimaki apa salahnya, bilamana
kau masih gila2an, aku pun bisa memakimu!”
Pemuda itu menjadi gusar dengan cepat, Ia mengebut
kepada mata Kiu Heng memakai jurus Tek Cee Kie Goat
(memetik bintang meraih bulan).
Dikata cepat memang cepat, begitu Kiu Heng mengegos,
serangan Gui Wie mengenai angin. Ia penasaran, tapi sebelum
bisa memberikan serangan susulan, punggungnya merasakan
angin dingin, sehingga menjadi terkejut. Untung ia bukan
manusia biasa, kakinya menotok genteng dan mencelat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

beberapa tombak dengan ilmu Goan Yau Ca Liu


(membungkukkan tubuh menancapkan pohon liu).
Gui Wie yang muda berpenyakit memandang ringan kepada
musuh, akibatnya hampir menderita kerugian besar. Kini Ia
tak berani ber-lambat2an lagi begitu turun, lengan bajunya
mengebut lagi, tahu2 ia sudah menghunus pedangnya.
Dengan cepat melakukan penyerangan deras ke arah dada
musuhnya.
Kiu Heng pun menghunus pedangnya, dengan cepat
diputarkan, sehingga serangan musuhnya kembali kandas! Gui
Wie menjadi cemas atas serangan2nya yang gagal,
keringatnya mengucur deras, ia sadar bukan menjadi
tandingan si pemuda cepat2 mencelat keluar gelanggang.
“Jangan bertarung sudah, aku mengaku kalah!” serunya.
Kiu Heng merasa heran kepada pemuda itu.
“Kau yang mengajak berkelahi, kini kau pula yang
mengajak sudahan,” pikirnya.
“Aku memukulmu dan menggertakmu dengan aseran, tak
lain untuk me-nakut2i saja, sekadar mencoba ketabahan dan
ilmu kepandaianmu!” kata Gui Wie.
“Aku tak menginginkan kotak Bu Lim Tiap milikmu, tapi
menginginkan persahabatan denganmu!”
Kiu Heng diam tidak menjawab seketika lamanya.
“Apakah kau sudah memakan obat bisu sehingga tidak mau
bicara?”
“Aku heran atas kelakuanmu yang tidak keruan. Kau harus
tahu, ayahmu adalah musuhku dan kubenci dengannya,
kenapa kau ingin bersahabat denganku?”
“Lain bapak lain anak!” jawab Gui Wie dengan tegas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

”Aku menghormati mendiang gurumu yang jujur dan baik


budi. Di samping itu aku tidak senang atas kelakuan ayahku
yang tidak patut, karena itulah aku meninggalkan rumah
secara menggelap untuk mengabarkan kepadamu soal bahaya
yang mengancam jiwamu! Kau harus tahu ayahku sudah
membagikan selebaran ke seluruh dunia persilatan dan
menitahkan mereka mencarimu dan membunuhmu, sebab kau
sudah dijadikan musuh bersama kaum Bu Lim atas
tindakanmu yang tidak menghargai Bu Lim Tiap.
Kiu Heng meng-angguk2kan kepala.
“Pedangmu itu terlalu menyolok dan mudah dikenali,
sebaiknya kau simpan saja terlebih rapi!”
“Terima kasih atas kebaikanmu, lain kali kita bertemu
pula!” kata Kiu Heng.
Sambil merangkapkan kedua tangannya, Gui Wie segera
berlalu dengan cepat.
Begitu Kiu Heng kembali ke kamar, Siauw Siong segera
berkata:
“Apa yang kamu ucapkan sudah kudengar, sesungguhnya
kota Hang Ciu terlalu ramai dan bukan merupakan tempat
yang baik untuk ditinggali terus!”
“Tia, mengandalkan kepandaianmu dan kepandaianku,
mungkinkah takut pada Pek Tok Thian Kun?”
“Bukan soal takut pada Pek Tok Thian Kun, tapi ia sudah
menyebarkan undangan pada berbagai golongan Bu Lim untuk
memusuhi dirimu! Kau boleh merasa tak takut tapi harus
ingat, di luar langit masih terdapat langit. Dapatkah kau
menghadapi mereka yang berjumlah banyak? Barusan
kumendengar soal Bu Lim Tiap, benar2kah kau memilikinya?
“Ah, ini kesalahanku, sampai lupa memberi tahu pada
Giehu,” kata Kiu Heng sambil mengeluarkan Bu Lim Tiap dari
dalam sakunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ah, ini adalah Bu Lim Tiap yang sesungguhnya. Sewaktu


kukecil, pernah melihat Sucou memegang Bu Lim Tiap ini. Dari
mana kau dapat?”
Kiu Heng menuturkan bagaimana didapatnya pusaka rimba
hijau itu.
“Heng-jie, dengan kepandaianmu yang sekarang ini belum
cukup kuat untuk melindungi Bu Lim Tiap dari rongrongan
kaum Bu Lim yang menghendakinya!”
“Habis harus bagaimana?”
“Untuk sementara kita harus menyingkir dari dunia yang
ramai dan harus mengumpet dulu. Bukan berarti takut, tapi
untuk melatih diri terlebih lihay! Kau mungkin tahu Kay-hiap
sedang dihukum di Tay San, tak halangannya kita ke sana!
Bagaimana? Apa kau setuju?”
“Aku menurut pada Giehu!” jawab Kiu Heng.
***
Sementara itu kita menengok kepada Cui-jie dan Ping Ping
yang meninggalkan Pek Tio Hong. Sepanjang jalan mereka
bergurau dan mengobrol dengan asyik, sehingga tidak merasa
sepi.
Pada suatu hari, Cui-jie mengingat gurunya pernah
mengatakan, bilamana ada waktu ia akan merantau lagi di
dunia Kang Ouw, tempat pertama yang akan dikunjungi
adalah Bu Kong San di Kiang Say. Karena itulah mereka
menuju ke sana untuk menemukan Na Wan Hoa.
Beberapa bulan kemudian mereka tiba di Tie-cui di Propinsi
An Hui, lalu melanjutkan perjalanan dengan perahu menuju
Kiang Say.
Perahu yang mereka pakai tidak terlalu besar, tapi cukup
menyenangkan, se-olah2 mereka tengah piknik di atas air
untuk menikmati pemandangan alam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Beberapa hari kemudian tiba di sebuah pelabuhan kecil


yang bernama Tang Liu Sian. Sebelum perahu bisa
melanjutkan perjalanan, angin besar dan keras menghalangi
perjalanan. Mereka terpaksa berdiam beberapa hari
menantikan angin reda. Penumpang2 banyak yang mendarat
untuk mencari hiburan dan jalan2.
“Adik Ping, kenapa kau tampaknya lesu dan lemas?” tanya
Cui-jie.
“Angin sangat besar, perahu ber-goyang2, entah
bagaimana kepalaku menjadi pening dan ingin muntah2!”
jawab Ping Ping.
“Sebaiknya kita mendarat beristirahat sambil membeli obat,
bagaimana?”
“Aku tak bisa berjalan lagi, kepalaku bukan main
peningnya.”
“Baiklah, kau tunggu sebentar, aku akan mencari obat
untukmu,” kata Cui-jie seraya mendarat, sehingga di atas
perahu tertinggal jurumudi dan Ping Ping berdua.
Belum lama Cui-jie pergi, angin keras tiba2 menyampok, air
bergelombang dahsyat, tali pengikat perahu menjadi putus di-
koyak2 angin yang menggila. Si pengemudi perahu mencoba
sekuat tenaga mempertahankan perahunya, tapi kekuatannya
sangat terbatas, ia kena disampok ombak dan jatuh ke air,
sehingga perahu terombang-ambing.
Sedangkan Ping Ping yang tengah mabuk kapal dan pening
menjadi pingsan lupa daratan.
***
Menurut tukang2 perahu yang sering melintasi pulau Ce Cu
To, menganggap sebagai pulau iblis yang menakutkan. Setiap
kali kapal atau perahu yang terkena angin ribut pasti
tersampok ke pulau itu. Se-olah2 pulau itu sebagai juga kawa2
yang berjaring kuat, sedangkan perahu2 dan kapal2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

merupakan korban2 dari kawa2 itu. Karena itulah pulau ini


bernama Cee Cu To.
Di atas pulau itu terdapat gunung yang indah dan permai.
Anehnya, setiap kali hujan lebat dan angin dahsyat
bergelombang tinggi, dari puncak gunung itu sering terdengar
irama merdu yang menawan hati.
Dalam anggapan tukang2 perahu yang sederhana, suara itu
dianggapnya sebagai nyanyian dewa. Banyak juga di antara
tukang2 perahu yang bernyali besar datang ke atas pulau
sewaktu terjadi malapetaka atas diri kawan2nya dan sanak
saudaranya, guna menolong. Sayang sekali, setiap yang pergi
belum pernah terlihat pulang, lama kelamaan penduduk yang
mencari nafkah sebagai nelayan atau tukang perahu,
menganggap dewa yang berdiam di gunung itu sangat gusar
dan sengaja menghukum orang-orang ini, sebagai peringatan
jangan berlaku gegabah lagi berani datang menyatroni tempat
kediamannya.
Kini Ping Ping yang malang berada di dalam perahu dan
terhempas ke atas pulau itu. Sewaktu siuman, ia merasa
heran berada di atas perahu yang kandas di tepi pulau. Ia
merasakan peningnya sudah hilang. Tanpa mengenal takut ia
turun dari perahu itu sambil memandankan matanya keempat
penljuru.
Saat ini ia baru ingat pada Cui-jie, dan mengingat dirinya
yang malang, sehingga air matanya bercucuran.
Saat ini hari hampir malam, Ping Ping kembali ke
perahunya mencari sisa makanan Kala malam mendatang,
angin ribut men-jadi2 lagi, kilat meng-gelugur2, perahu
tergoyang2 dibuatnya.
Ping Ping takut kalau2 angin ribut itu membawa lagi
perahunya ke tengah lautan, cepat2 ia naik ke darat. Lalu
berlari-larian ke atas gunung. Ia dibesarkan di atas gunung,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan sendirinya sudah merasa biasa berjalan di tempat


yang sukar untuk orang biasa.
Tiba2 ia terhenti sejenak, karena mendengar irama seruling
yang tajam dan merdu.
“Untung terdapat orang, aku bisa bermalam juga,” pikirnya
tanpa curiga barang sedikit pun.
Ia menelusuri jalanan yang ber-liku2 menuju ke atas.
Untung hujan sudah berhenti sehingga sinar bulan yang
terang keluar menerangi jagat, atas bantuan sinar yang redup
ini, Ping Ping melanjutkan perjalanan terus.
Semakin lama jalanan semakin lebar, di kiri kanan terlihat
tengkorak2 manusia berserakan.
Ia terkesiap ketakutan. Tubuhnya menggigil, kakinya
menjadi lemas. Ia jatuh duduk sambil memeramkan mata.
Keadaan menjadi sunyi, keresekan pohon dan air
berkerucukan terdengar tegas, waktu berlalu tanpa terjadi
apa2.
Ping Ping memberanikan diri membuka mata, dengan hati
ber-debar2 Ia mengawasi tengkorak2 yang berjumlah besar
itu. Anehnya, di samping tengkorak2 itu terdapat juga emas2
balokan yang besar2. Tengkorak2 itu setiap tangannya
memegang harta itu erat2 sampai matinya.
Ping Ping seorang gadis yang tidak tertarik kepada segala
emas intan, melihat harta yang berserakan itu, sedikitpun
tidak menggoncangkan hatinya.
“Emas2 ini diambil orang tapi tidak bisa dibawa pergi, pasti
mengandung racun yang maha dahsyat! Agar orang2 yang
berani datang kemari dan kemaruk harta2 menjadi mati
konyol,” pikirnya.
Lalu Ia berdiri dan meninggalkan tempat yang
menyeramkan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 dari balik batu terlihat seorang yang tengah


borjongkok, kedua lengannya memegang kepalanya yang
sudah berambut putih, ia tengah menangis dengan
menyedihkan. Ping Ping tergerak, ia menghampiri kepada
orang tua itu.
“Popo (nenek), kenapa kau menangis di malam hari, siapa
yang mengganggumu?” tegurnya.
Agaknya si orang tua sangat tajam pendengarannya. Begitu
kaki Ping Ping mendekati, Ia sudah bangun, matanya
memancarkan sinar tajam. Orang tua itu seperti gusar. Ping
Ping tidak kenal gelagat. Ia tersenyum manis pada si nenek.
“Kau datang dari mana?” tegur si nenek dengan galak.
“Aku mendapat nasib malang, naik perahu terkena topan
dan terdampar kemari!”
“Kau murid siapa, menghantarkan kematian ke sini?”
“Kenapa kau mengatakan demikian, aku adalah orang
malang. mati hidup tidak kupikirkan. Mengenai siapa aku, tak
perlu kau tahu!”
Ping Ping mengatakan demikian karena berpikir tengah
menghadapi orang jahat.
“Dilihat dari parasmu belum terlihat tanda mati, kenapa
datang kemari. Apakah kau tidak melihat tengkorak2 yang
berserakan itu?” kata si nenek terlebih lunak.
“Sudah kukatakan aku datang karena mengalami
kecelakaan, bila tidak aku pun tidak mau datang kemari! Kini
hari sudah malam, begitu siang tanah dan ada perahu yang
lewat, aku akan pergi meninggalkan pulau yang menyeramkan
ini!”
“Aku tak percaya, kau pasti menghendaki emas dan harta2
dari pulau ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Harta2 itu di pandangan mataku tak ubahnya dengan


kotoran yang menjijikkan. Percayalah padaku, aku datang
karena menderita kesialan!”
“Kini kau sudah datang kemari, kematian berada di depan
mata, karena itu sebelum kau mati, kau harus mengerti agar
mati dengan puas!”
Sehabis berkata, si nenek tua segera mengajak Ping Ping
menuju sebuah terowongan tanah yang lebarnya beberapa
tombak.
“Hai, anak gadis, apa yang kau lihat tak perlu merasa heran
dan jangan berkata. Jika tidak, dirimu segera mati seketika
juga.”
Ping Ping merasa heran, tapi Ia sebal dan tidak mau
banyak bicara, sesudah menjawab “Ya” segera mengikuti si
nenek.
Per-lahan2 dari dalam terowongan itu terdengar bunyi air
yang berkerucuk, lalu terdengar pula suara angin yang masuk,
disusul suara tajam seruling. Sebenarnya bukan seruling, tapi
lubang2 terowongan yang berliang terkena tiupan angin
sehingga bersuara seperti seruling.
Suaranya demikian keras dan terdengar jauh.
Segala yang dialami ini membuat Ping Ping heran, tapi Ia
tidak mau bertanya, karena sudah dipesan si nenek.
Sesudah melalui terowongan yang aneh, di depan terlihat
sebuah kolam yang bening dan jernih, di tepian kolam penuh
dengan pohon teratai yang berbunga lebat. Wewangian harum
semerbak menerjang hidung, keindahan alam luar biasa,
seumur hidupnya Ping Ping belum pernah melihat keadaan
yang demikian mempesona, tanpa terasa ia diam sejenak
menikmati keindahan ini.
Tengah asyiknya ia menikmati keindahan itu, tiba2
mendengar suara seorang perempuan yang halus dan merdu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Hei anak gadis, kau datang dari mana?”


Ping Ping celingukan, Ia tidak melihat siapa2 terkecuali si
nenek yang cuci kaki di tepian kolam. Ia heran dan bingung,
tahu2 di tepian telinganya mendengar lagi suara tadi.
“Hei anak gadis, kau datang dari mana?”
Ping Ping kaget dan bertambah bingung, pikirnya kini
bukan berada di dunia lagi, pasti di suatu tempat dewa atau
bangsa roh2 berada. Karena ada suara tanpa terlihat wujud
merupakan hal yang terlalu gaib untuknya.
“Mungkinkah yang bicara itu setan?” pikirnya.
Tapi ia tidak menjawab pertanyaan itu hanya meng-
angguk2an kepala.
“Anak gadis, kau jangan takut, aku menggunakan suara
Cian Li Toan Im (berkata dan terdengar ribuan li). Kau tentu
tak akan melihat aku, sebaliknya aku dapat melihatmu dengan
tegas.”
Ping Ping hampir2 berkata, Tapi keburu dicegah si nenek
tua.
“Kau tidak boleh berkata-kata, sebab bisa dipagut ular2
berbisa dan mati seketika.”
Ping Ping menarik lagi kata2nya yang sudah sampai
dikerongkongannya.
Si nenek cepat menarik lengan Ping Ping dan dibawa lari
dengan cepat. Ping Ping hanya mendengar suara angin keras
berkesiur di telinganya dan terasa pedih mukanya. Sebelum Ia
bisa membuka mulut, si nenek sudah berkata: “Sudah tiba!’
Tampak sinar terang berkilas di depan mata, Ping Ping tahu
tadi masih malam dan terlihat bulan, kenapa tahu2 sudah
menjadi siang?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu matanya mengawasi sekeliling, kembali ia


terpesona oleh keindahan alam. Pohon2 bunga banyjak
terlihat di sekelliing lereng gunung. Pohon2 besar yang sudah
berusia tua penuh meneduhi sekeliling. Daunnya yang hijau
bergoyang tertiup angin, sedangkan wewangian terendus lebih
harum lagi dari yang pernah dilihatnya.
Saat ini Ping Ping merasakan otaknya menjadi bening dan
segar, napasnya lapang, sesuatu kerisauan seperti tersapu
bersih dari kalbunya melihat taman indah yang seperti di
kahyangan adanya.
Di tengah2 pohon2 bunga yang menebarkan harum terlihat
sebuah gedung indah serupa mahligai. Pintunya terbentang
lebar, di dalam ruangan terlihat perabotan yang indah2.
Dinding2 bersinar terang dan berkilauan karena bertatahkan
mutu manikam. Tiang2 rumah yang terbuat dari emas murni
berkelerep-kelerep dengan angkernya.
Ping Ping menggigit jarinya. Ia ingin mengetahui benar2
masih hidupkah atau sudah berada di alam baka?
Ia merasakan sakit dan percaja masih hidup di dunia yang
fana ini.
Si nenek dengan laku hormat, membungkuk ke hadapan
mahligai, sesudah itu membisiki telinga Ping Ping:
“Di hadapan majikanku, kau jangan banyak bicara, sebab
beliau sedang risau terus2an. Asal kau tidak menyenangkan
dirinya pasti akan dibunuh mati.”
Setelah itu ia membuka mulut ke dalam.
“Cujin, ada tamu dari tempat jauh!”
“Aku sudah tahu!” jawab dari dalam.
“Silahkan bawa masuk!”
Ping Ping mengenali suara itu adalah yang tadi bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si nenek segera membawa Ping Ping ke dalam mahligai


yang mentereng.
Di tengah ruangan terdapat kursi yang mengkilap, di situ
duduk seorang wanita pertengahan umur yang berpakaian
putih.
Ping Ping membungkukkan tubuh memberi hormat. Begitu
ia mendongak memandang menjadi terpesona sekali, karena
wajah wanita yang sudah setengah tua itu masih tetap cantik
dan manis, hingga seperti juga seluruh kecantikan dari yang
terdapat di dunia ini berkumpul di parasnya, tak ubahnya
seperti gadis kahyangan yang hanya bisa dijumpai dalam
impian.
Di samping wanita cantik itu terdapat pula seorang gadis
yang cantik. Raut wajahnya sangat mirip satu sama lain,
bedanya yang satu berusia setengah umur. yang satu lagi
gadis belasan tahun.
Si nenek masuk ke dalam, dan kembali lagi membawa air
teh yang mengepul dan harum.
“Kau datang dari mana, nak?” tegur wanita cantik berbaju
putih.
Ping Ping mengatakan hal yang dialaminya dengan jujur.
Agaknya si wanita sangat sayang pada Ping Ping,
dipersilahkan duduk sambil disuruhnya minum teh dan tak
lupa ia memperkenalkan dara manis yang bukan lain dari
anaknya.
“Ini adalah puteriku namanya Soat jie,” katanya.
Ping Ping pun memperkenalkan dirinya tanpa segan2.
“Oh, kalau begitu kau pun terhitung sebagai orang Kang
Ouw,” kata wanita berbaju putih.
“Dapatkah kau menceriterakan sesuatu kejadian di
Tionggoan setahun belakangan ini? Terus terang aku sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

setahun lebih menyekap diri di dalam gunung yang sunyi ini.


Kini kau datang, membuat aku terkenang lagi pada masa
mudaku…. ah,” katanya sambil menghela napas.
“Sungguhpun aku dibesarkan dalam keluarga Kang Ouw,
tapi sebegitu lama belum pernah menerjunkan diri dan hidup
sebagai orang Kang Ouw. Karena itu, maafkanlah jika aku
hanya bisa menceriterakan sekelumit apu yang pernah
kualami,” kata Ping Ping, seraya menuturkan kejadian di Oey
San dan bagaimana keluarganya mengalami malapetaka
hebat, dan bagaimana ia meninggalkan gunung dan berpisah
dengan Kiu Heng serta Cui-jie.
Si wanita baju putlih merasa tertarik pada penuturan Ping
Ping yang sederhana. Sedangkan Ping Ping sendiri menjadi
berlinang-linang sesudah menuturkan nasib malangnya.
“Kau tak perlu bersedih hati nak, kini rumah kau sudah
tidak punya, saudara pun tidak, sebaiknya tinggallah di sini. Di
samping menemani aku dan Soat-jie, aku pun bisa
membantumu dalam ilmu pelajaran silat.”
Ping Ping seorang gadis yang pintar, cepat2 Ia bertekuk
lutut menghaturkan terima kasih.
Sejak itulah Ia hidup di pulau Cee Cu To menuntut
pelajaran silat sebagai murid si wanita cantik.
Pada suatu hari sewaktu Ping Ping dan Soat-jie ber-main2
di sekeliling gunung, dikejutkan suara keras dari udara. Ping
Ping merasa kaget, Ia dongak ke atas, tampak seekor bangau
putih menukik turun dan hinggap di dekat Soat-jie.
Dengan aleman, burung itu meng-gosok2an kepalanya di
tubuh Soat-jie.
“Cici Ping, apakah kau senang dengan bangau ini?” tegur
Soat-jie.
“Ya,” jawab Ping Ping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ia mengerti betul, apakah kau sendiri yang


memeliharanya?”
“Bukan! Tapi kutahu, sejak aku ingat, bangau ini sudah
ada, entah ibuku atau nenekku yang memelihara.”
Bangau itu seperti mengerti perkataan majikannya, Ia diam
saja mendengari.
Sewaktu Soat-jie menyuruhnya mendekati Ping Ping,
bangau itu dengan patuh melompat dan menghampiri.
Ping Ping sangat girang dan tak henti2nya meng-usap2
dengan kasih sayang.
“Cici Ping, kau belum pernah terbang barang kali?”
“Sudah tentu, orang mana bisa terbang?”
“Mari ikut denganku!”
Soat-jie segera menumplak bangau itu, dan diajaknya Ping
Ping duduk dibelakangnya, dengan cepat bangau itu
menerjang angkasa dan ber-putar2 sambil memperdengarkan
suaranya yang tajam.
Suara bangau ini membuat Sian Popo kaget, cepat2 Ia
keluar dari dalam rumah dan segera memperdengarkan siulan
panjang. Bangau yang tengah ber-putar2 itu segera turun
begitu mendengar suara panggilan.
Ping Ping dan Soat-jie berlompatan turun menghampiri si
nenek.
“Sian Popo,” kata Soat-jie, “kenapa kau panggil turun
bangau ini sehingga mengganggu kesenangan kami? Dan aku
heran, kenapa setiap kali naik bangau ini, kau panggil turun?”
Sebenarnya Sian Popo adalah bekas budaknya neneknya
Soat-jie, tapi sejak nenek itu meninggal, Soat-jie
memanggilnya Sian popo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Sudah kularang kau naik bangau terbang ke sebelah timur,


kenapa kau membandel terus? Nanti kalau Ibumu tahu, aku
yang kena maki. Kau jangan menanyakan sebabnya itu
kepadaku, aku hanya menurut perintah yang diberikan
ibumu!”
Sehabis berkata, Sian Popo segera masuk ke dalam rumah.
Dari parasnya tampak benar ia sangat berduka. Hal ini
dibenarkan oleh suara tangisannya yang kedengaran
kemudian.
“Soat-jie, pertama kali aku datang, kulihat Sian Popo
tengah nangis seorang diri di bawah rembulan,” kata Ping
Ping.
“Ya, akupun heran, setiap bulan purnama Ibuku menangis.
Sian popo pun menangis, hal ini terjadi setahun lebih. Setiap
kali aku bertanya selalu tak mendapat jawaban yang
memuaskan,” kata Soat-jie sambil terpekur.
Kejadian ini merupakan hal yang aneh untuk Ping Ping, ia
pun turut berpikir apa sebabnya mereka berlaku demikian,
walaupun tidak pernah mengetahui sebab2nya.
Dengan uring2an Soat-jie menemukan ibunya. Didapatkan
Ibunya dan Sian Popo di dalam kamar tengah bertangis-
tangisan. Karuan saja ia menjadi terlebih heran, sehingga
turut2an menangis. Sedangkan Ping Ping yang cetek air
matanya turut pula menangis, sehingga keadaan kamar yang
mewah dan mentereng itu banjir air mata. Mereka nangis
secara ber-sama2 dengan se-puas2nya Sedangkan burung
bangau di luar rumah pun men-jerit2 keras, tak ubahnya
sedang menangis pula.
Saking asyiknya menangis, satu persatu jatuh tertidur.
Sedangkan waktu yang tidak menantikan orang berjalan terus,
tahu2 siang sudah berganti malam
Per-lahan2 rembulan yang bulat naik ke cakrawala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wanita berbaju putih bangun terlebih dulu menyusul yang


lainnya. Dengan lemah lembut ia menyuruh Sian Popo
menyediakan meja di pelataran.
Si nenek agaknya sudah mengerti kehendak majikannya,
dengan cepat meja sudah tersedia. Di situ terletak barang
sesajian.
Begitu wanita baju putih memasang hio bersembahyang,
disusul oleh si nenek dan Soat-jie.
Ping Ping mengawasi heran
“Nak, kalau kau tidak keberatan, tak halangannya
bersembahyang juga. Kami bersembahyang pada orang yang
dicintai, sedangkan kau hitung2 bersembahyang kepada
seorang jago bulim yang luar biasa.”
Ping Ping menurut, Ia melakukan sembahyang tapi hatinya
ber-tanya2, siapakah yang disembahyangi itu?
Tampak wanita berbaju putih mengajak pelayan dan anak
serta Ping Ping menuju ke gunung sebelah timur.
Soat-jie merasa girang karena sudah setahun lebih tidak
diijinkan ke sana, padahal ia tahu di situlah letak makam
neneknya.
Perjalanan mereka tidak terlalu lama, tempat yang dituju
sudah dekat. Dari jauh terlihat sebuah kuburan indah. Di
samping itu terdapat pula kuburan lain.
Soat-jie merasa heran, karena ia tahu, di samping kuburan
neneknya tidak pernah ada kuburan lagi. Ia ber-lari2 ke depan
diikuti Ping Ping dari belakang.
Di kuburan yang pertama terlihat, tulisan: Di sinilah tempat
beristirahatnya Lie Siu Lan. Sedangkan di kuburan yang baru
itu tertulis: Di sinilah mengaso dengan tenang Cie Yang Tojin
dari Bu Tong Pay.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping menjadi kaget melihat nama itu, karena ia sering


mendengar nama besar Cie Yang Tojin, dan iapun mengetahui
betul bahwa nama itu adalah nama gurunya Kiu Heng. Cepat2
Ia berlutut memberi hormat di hadapan batu nisan itu, lalu
memberi hormat pula pada kuburan neneknya Soat-jie.
“Soat-jie, berlututlah di hadapan nisan nenekmu dan
ayahmu!” kata wanita berbaju putih.
Dengan heran Soat-jie memandang ibunya, karena baru
pertama kali ini ia mendengar tentang ayahnya. Kakinya
tertekuk dengan patuh, diikuti ibunya dan Sian Popo. Sesudah
mereka menghaturkan hormat, kepada orang2 yang sudah
meninggal, segera duduk di tepian nisan itu.
“Kini kau sudah dewasa, kau sudah boleh mengetahui
semua yang ku ketahui,” kata wanita berbaju putih.
“Kejadian dan peristiwa ini sudah berselang puluhan tahun.
Saat itu, aku masih muda remaja sebaya dengan dirimu.
Penuh angan2 dan cita2, tanpa memperdulikan larangan
nenekmu, aku men-colong2 menunggangi burung bangau.
Aku menyeberangi lautan berkeliling se-puas2nya menikmati
tanah Tiong Goan yang kaya raya. Hal ini sering2 kulakukan di
luar tahu nenekmu, dan sebegitu jauh hanya Siau Popo ini
yang mengetahui, tapi ia sangat sayang kepadaku, dan
membiarkan aku pergi.
Akupun bertambah berani karena sebegitu jauh belum
pernah mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi karma
seseorang itu rupanya sudah ditentukan oleh alam yang maha
kuasa.
Aku masih ingat sewaktu pulang ber-jalan2 menemukan
seorang pemuda yang terkapar di dalam terowongan tanah. Ia
terluka digigit ular berbisa yang dipelihara nenekmu. Untung
aku membawa obat dan menyembuhkan penderitaannya.
Nenekmu mengetahui kejadian ini, dan merasa heran kenapa
seorang muda bisa datang ke tempat kediamannya tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tertarik barang berharga yang berserakkan di sekitar pulau ini.


Atas dasar inilah ayahmu diterima berdiam di sini. Akibat dari
perhubungan yang erat di antara kami, timbullah benih cinta
yang tidak dapat dirintangi segala kekuatan apa pun. Memang
sudah dasarnya bahwa ayahmu itu memiliki sifat kejantanan
yang luar biasa. Pendeknya mempesonakan kaum gadis,
lebih2 aku seorang yang dibesarkan di dalam pegunungan
sunyi, sebegitu jauh belum pernah berhubungan dengan laki2.
Sebentar saja hatiku sudah goncang dan jatuh cinta. Kami
saling cinta mencintai satu sama lain, tahu2 darah muda yang
kurang pikir mengakibatkan soal yang memalukan. Aku hamil
sebelum kawin.
Nenekmu mengetahui ini merasa gusar, segera me-maki2
aku dan ayahmu. Yang paling hebat, aku dilarang melakukan
pertemuan lagi. Ayahmu yang bukan lain dari Cie Yang Cinjin
mengetahui perbuatannya salah, lalu meninggalkan Cee Cu
To. Ia bertobat atas kelakuannya terdorong oleh napsu itu,
lalu menjadi tojin di Bu Tong Pay.
Dengan men-colong2 aku sering datang ke Bu Tong Pay
dengan burung bangau itu. Pertemuan kami ini mengharukan
sekali, ayahmu tetap dengan pendiriannya, yakni mencuci
bersih dulu keburukannya yang dikeram di dalam hatinya,
hitung2 mencuci noda yang pernah dilakukannya.
Aku menjelaskan bahwa perbuatannya itu sudah
menghasilkan seorang anak yang bukan lain dari kau adanya.
Ia tetap membisu. Dan akupun pulang kembali lagi ke sini.
Belakangan aku mendatangi lagi ayahmu, ia mengatakan
akan merebut dulu Bu Lim Tiap, sesudah itu baru mau pulang
lagi berkumpul denganku. Jika tidak demikian, ia tidak akan
menemui aku lagi.
Aku sedih dan berputus asa, tahun demi tahun kulalui
merawatmu sambil menanti kedatangannya yang tak kunjung
tiba. Tahu2 pertandingan untuk merebut Bu Lim Tiap tiba,
inilah yang pertama kali, ayahmu gagal, berikutnya Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengikuti lagi pertandingan yang kedua, kembali gagal,


demikian pula dengan pertandingan yang ketiga kembali ia
mengalami kegagalan. Padahal kalau ia mau dengan mudah
bisa mengalahkan lawan2nya, tapi nenekmu sewaktu
menurunkan ilmu kepandaian kepadanya, sudah berjanji tidak
boleh dipergunakan untuk menjatuhkan lawan bilamana tidak
terpaksa. Ia mematuhi larangan nenekmu.
Aku datang terlambat, sewaktu terjadi pertarungan yang
ketiga kali, ayahmu sudah dilukai Gui Sam Seng. Padahal
lukanya tidak berat, tapi, begitu aku datang ia membunuh diri
dengan menggigit lidahnya sendiri. Ia malu menemui aku lagi
dan membunuh diri. Aku menjadi kalap dan bersedih hati.
jenasahnya kubawa pulang dan kukubur di samping makam
nenekmu yang sudah terlebih dulu meninggalkan dunia ini.”
Sehabis menuturkan riwayatnya wanita baju putih itu
bersedu-sedan.
“Suhu,” kata Ping Ping. “akupun cukup mengenal Cie Yang
Cinjin, karena beliau adalah gurunya kawanku yang bernama
Kiu Heng.”
“Di mana kini anak itu berada?” tanya si wanita.
“Entahlah.”
Cepat2 wanita cantik berbaju putih itu mengeluarkan seikat
kain dari dalam pinggangnya.
“Kutahu memang ia mempunyai seorang murid, tapi sudah
lupa akan namanya. Bahkan Ia pernah berpesan sebelum
melakukan pertandingan merebut Bu Lim Tiap tentang
muridnya itu.
Saat itu aku tengah gusar dan tidak mengambil perhatian.
Kini kejadian sudah demikian maunya, aku terkenang lagi
pemberiannya yang pernah kubuka ini. Di dalam kain ini,
suamiku mengatakan bahwa muridnya seorang anak piatu
menderita kecelakaan kematian serumah tangga, akibat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perbuatan jahat Yo Guat Tiong, si piansu bangsat. Nah, anak


Ping, bilamana nanti kau bertemu lagi dengannya,
serahkanlah tulisan ini kepadanya.”
Ping Ping menyambut dengan hormat dan menyimpan
dengan hati2.
Hari berganti malam. Seterusnya, Ping Ping dan Soat-jie
dengan tekun menuntut pelajaran pada wanita berbaju putih.
Sedangkan Sian Popo di waktu senggang pun suka membantu
mereka memberikan pelajaran yang luar biasa dari pulau Cee
Cu To.
“Aku ingat kepada ayahmu sewaktu datang kemari, ia
seorang pemuda yang gagah dan keren. Akupun suka
kepadanya, tapi akibat dari perasaanku memberikan banyak
kelonggaran kepadanya sehingga terjadi hal yang tidak
diinginkan.
Aku ditegur nenekmu, sehingga merasa sedih, sewaktu
beliau meninggal masih tetap menyalahkan aku, sehingga aku
menangis setiap bulan terang benderang.
Demikian pula dengan ibumu, akan menangis kalau bulan
terang benderang, karena pada malam yang indah inilah
ayahmu meninggal dunia.”
Kesedihan Soat-jie maupun Ping Ping lama kelamaan hilang
juga, mereka terus berlatih ilmu dengan giat.
***
Kiu Heng dan Tohiap siang hari malam melakukan
perjalanan menuju Thai San. Akhirnya mereka tiba pula di
Giok Hong Hong, dan bertemu pula dengan Kay Hiap Bu Tie.
Pertemuan ini bukan main menyenangkan mereka.
Di bawah didikan Tohiap dan di bawah bantuan Bu Tie, Kiu
Heng memperdalam ilmunya dengan pesat, sehingga
merupakan seorang Kang Ouw muda yang berilmu luar biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pepatah mengatakan, waktu itu tidak menantikan


seseorangpun. Tanpa terasa tiga tahun telah dilalui.
***
“Gie-hu,” kata Kiu Heng pada suatu malam.
”Tak lama lagi bulan delapan akan tiba, aku mempunyai
janji dengan kawan2ku untuk bertemu dan berkumpul di
telaga See Ouw. Bolehkah aku ke sana?”
“Seorang jantan harus mematuhi perkataannya, sudah
tentu kau harus pergi ke sana. Aku pun sudah bosan tinggal di
gunung sepi ini terlalu lama. Sedangkan Bu Lo Cianpwee
sudah habis menjalankan hukumannya. Ia pun pasti ingin
keluar dari sini. Nah, hari esoklah kita turun gunung ber-
sama2.”
Begitu pagi mendatang, mereka meninggalkan Thay San
ber-sama2. Setibanya di kaki gunung, tampak mendatang lima
orang dari depan ke arah mereka.
Seorang tua yang berjanggut indah maju menghampiri
sambil memberi hormat kepada Kay Hiap dan Tohiap.
“Jie-wie Tayhiap sudah lama tidak bertemu, kuyakin selama
itu kamu dalam keadaan baik2 saja. Pagi ini beruntung aku
bertemu dengan kamu di sini, hitung2 perjalanan jauh yang
kutempuh tidak sia2 belaka! Tapi kumohon Jie-wie, jangan
salah paham karena itu aku harus menerangkan dulu dengan
jelas….”
“Oh, kiranya Ciok Cung-cu,” kata Tohiap dan Kay-hiap
secara berbareng. Mereka segera menghaturkan hormatnya.
Hanya Kiu Heng tetap berdiam diri tanpa bergerak.
Adapun Ciok Cungcu seorang rimba hijau yang kenamaan,
ia bernama Ciok It Hong dan bergelar Tok Hiat-cu
(kalajengking beracun).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Sesungguhnya kedatangan Lohu ke sini untuk meminjam


semacam barang, dapatkah jie-wie mengabulkannya?” kata
Ciok It Hong.
“Ciok Cungcu, kenapa berkata demikian She-jie, katakanlah
apa yang dikehendaki. Kalau kubisa pasti akan membantumu.
Nah, benda apa yang Cungcu inginkan?” kata Tohiap.
“Sebenarnya aku tidak berani mengganggu jie-wie. Ada
pun beuda yang kuingin pinjam itu berada di tangan Siauw-ko
ini!”
Begitu mendengar perkataan ini, Kiu Heng menjadi kaget.
“Aku tidak mengenal dirimu, kenapa bisa meminjam barang
padaku? Benar-benar aneh!” pikirnya.
Tiba2 Tohiap ter-bahak2.
“Ah, Cungcu jangan mabuk di pagi buta! Budak ini
mempunyai benda apa yang Cungcu kehendaki? Coba
terangkan!”
Kiu Heng pun menghampiri sambil memberi hormat.
“Yang Cianpwee maksud sebenarnya barang apa?
Dapatkah menerangkan dengan jelas?”
Tiba2 wajah Ciok It Hong berubah, ia berpaling kepada
kawan2nya. Di antara mereka itu terlihat dua orang
menghampiri. Satu berwajah merah, satu lagi berwajah hitam,
masing2 lengannya telah hilang sebelah. Mereka ini bukan lain
dari Lauw Siong dan Lauw Pek yang sudah diusir Tiong Peng
Hoan dari Thian Tou Hong.
Sejak kejadian di atas, ia merasa dongkol dan datang ke
Ciok It Hong untuk melaporkan bahwa buku Pai Kut Sin Kang
sudah dimiliki Kiu Heng. Tepat keledai tunggangan Siang Siu
sudah pulang tapi tidak membawa majikannya, keruan saja
Ciok Cuncu merasa kuatir Siang Siu mendapat celaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sesudah mendapat keterangan dua saudara Lauw, Ia baru


sadar bahwa Siang Siu sudah mati. Tanpa mengenal lelah ia
mengajak dua saudara Lauw dan dua muridnya yang lihay
mencari Kiu Heng.
Ia mendapat kabar bahwa Gui Sam Seng mengumpulkan
orang2 Kang Ouw untuk mengerpuk Kiu Heng, sehingga
bocah itu hilang dari dunia Kang Ouw. Pada belakangan, ia
mendapat kabar juga sesungguhnya Kiu Heng tengah
bersembunyi di Thai San. Ia datang ke situ dan tepat bertemu
dengan mudah.
“Kutanya, siapa yang pura2 mengangkat guru pada Pek Bu
Siang di Cee In Hong di depan Kuan Tee Bio? Kau kenapa
berlaku tak tahu malu, mengambil Pai Kut Sin Kang sewaktu ia
dalam luka parah?”
Kiu Heng mengetahui kedatangan mereka bukan lain untuk
Pai Kut Sin Kang, lebih2 sesudah mengenali kepada dua
saudara Lauw yang menjadi cekcok jalan. Hatinya gusar, tapi
tidak berani berbuat apa2, sebab ada ayah angkatnya di
samping.
“Cianpwee jangan salah paham. Aku Kiu Heng sebagai laki2
sejati dan sudah berguru kepada Cie Yang Cinjin dari Bu Tong
Pay, tak mungkin mengangkat guru lagi pada orang lain.
Lebih2 fitnahan yang mengatakan aku mencelakakan orang
dalam bahaya, adalah perkataan ngawur!”
“Aku hanya bertanya, kaukah yang mengambil Pai Kut Sin
Kang?”
“Lo Cianpwee, kita saling tak mengenal, tapi aku
memanggilmu Lo Cianpwee sebab memandang muka ayah
angkatku, karena itu kau pun harus sopanlah sedikit di
hadapan orang tuaku!”
“Siauwko,” kata Clok It Hong mengubah sebutan lagi
sambil ter-senjum2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Karena sudah tua gampang lupa, sehingga kebiasaan


memperlakukan murid sendiri secara demikian, sampai kaupun
tidak dikecualikan. Atas ini kuminta Siauwko jangan gusar! Kini
kuyakin betul bahwa Pai Kut Sin Kang ada di tangan Siauwko
bukan?”
“Lo Cianpwee, sepatah dua patah selalu tidak ketinggalan
Pai Kut Sin Kang. Mungkinkah Lo Cianpwee dengan Siang
Locianpwee itu sebagai saudara?”
“Bukan saudara bukan teman tapi hanya sekampung! Ia
penduduk desa, aku kepala desa sehingga sudah wajib
mengambil sesuatu barang dari penduduk desaku, bilamana ia
mengalami kecelakaan!”
“Ya, buku itu memang berada di tanganku, tapi kudapat
bukan seperti yang Cianpwee katakan, buku itu diserahkan
Siang Locianpwee dengan kedua tangannya secara ridlah
kepadaku!”
Ciok It Hong tiba2 ter-bahak2.
“Sesudah Pek Bu Siang mati… Pai Kut Sin Kang harus
kumiliki, sesudah itu kudapat meyakinkannya, dan dalam
beberapa tahun, diriku bisa menjadi jago kelas utama yang
tidak mempunyai bandingannya bukan? ha… ha… ha…”
“Mungkinkah Pai Kut Sin Kang itu jatuh ke tanganmu?” ejek
Kiu Heng.
“Mungkinkah kau akan menolak permintaanku? Lagi pula
kutahu benar kaum Bu Tong Pay sebagai partai yang jujur dan
bersih, sudah pasti tidak akan mempelajari ilmu Pai Kut Sin
Kang yang keji, karena itu kuyakin kau tidak
mempergunakannya bukan?”
“Bagaimana jadinya kalau buku itu kuhancurkan dan tidak
mau menyerahkan kepadamu?”
“Siauwko harus tahu, Ciok It Hong adalah manusia keji
yang tidak segan2 membunuh orang, bilamana maksudnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tidak tercapai!” “Oh begitu, tapi kaupun harus tahu, Kiu Heng
seorang beradat angkuh yang membenci kejahatan sampai ke
tulang sumsumnya!”
Tohiap yang diam saja, mengetahui gelagat buruk di depan
mata.
“Ah, Tok Hiat-cu keterlaluan sekali,” pikirnya, “sampai
akupun tidak dipandang sama sekali. Kalau kutetap diam,
lagaknya semakin men-jadi2!”
Cepat ia menghampiri sambil tersenyum: “Cungcu, kau
jangan mendesak anakku dengan keterlaluan sebab
disampingnya masih ada aku. Pendeknya, kuharap kalau
Cungcu tidak keberatan, boleh menimpakan kedongkolan itu
pada pundakku! Kalau kau menang, Pai Kut Sin Kang boleh
kau miliki, sebaliknya kalau kau kalah, sejak hari ini harus
mengasingkan diri dari dunia Kang Ouw, bagaimana?”
“Bagus,” kata Ciok It Hong. Ia memberi tanda kepada
muridnya yang bernama Tie Houw dan Tie Liong. Sesudah itu
mereka membuat, satu lingkaran segi tiga yang merupakan
barisan aneh. Sedangkan Lauw Siong dan Lauw Pek turut
mengambil bagian dari kiri kanan.
Begitu barisan selesai, Ciok It Hong memberikan tanda.
Seketika kedua muridnya dan dua saudara Lauw serta dirinya
sendiri mengebutkan lengannya. Segera terlihat benda2 halus,
yang serupa jarum berterbangan sambil mendengarkan bunyi
berkesiuran. Serentak senjata2 rahasia itu menuju pada To
Hiap.
Senjata2 rahasia dari Ciok It Hong ini luar biasa sekali,
bentuknya tidak seperti jarum maupun seperti piau, tapi
seperti panah mainan anak2. Kepalanya berbentuk dua, tak
ubahnya seperti jepitan kalajengking. Begitu mengenai daging
segera menjepit dan menyalurkan bisa.
Tohiap diserang dari segala penjuru sudah tak mungkin
melarikan diri. Untunglah dalam keadaan bahaya, Kiu Heng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudah mencabut pedang wasiatnya, dan memutarkan dengan


keras, sehingga senjata2 rahasia musuh itu tersampok bersih.
Ciok It Hong merasa heran, cara melepas senjata rahasia
berlima yang menurut barisan Ngo Hiat Lian Hoan Kie kena
dipecahkan Kiu Heng dengan mudah.
Di balik itu Ia pun merasa kagum pada lawannya yang
masih muda sudah memiliki ilmu yang tinggi. Tapi dalam
keadaan yang demikian, pikiran damai tidak terdapat di
otaknya.
Sekali lagi ia memberi tanda, dua muridnya dan saudara2
Lauw segera menyerang ke arah Kiu Heng dengan membabi
buta. Sedangkan ia sendiri menghadapi To Hiap. Perkelahian
menjadi kalut.
Kay Hiap Bu Tie sedari tadi berdiam diri, kini dilihatnya Kiu
Heng dikerubuti berempat, hatinya menjadi tak senang,
dengan cepat ia maju membantu.
Perkelahian menjadi tiga rombongan, Tohiap melawan Ciok
It Hong sedangkan Kiu Heng menghadapi Tie Houw dan Tie
Liong, yang terakhir adalah Kayhiap melawan dua saudara
Lauw.
Dengan cepat Kiu Heng melancarkan serangan pedang, ia
menggores dari kiri ke kanan, lalu membalik arah dari kanan
ke kiri, disusul rangsakan2 yang meluncur dari bawah ke atas.
Sehingga dua lawannya menjadi repot dibuatnya.
Sedangkan Tohiap dan Ciok It Hong merupakan tandingan
yang setimpal, mereka bergumul secara seru, dalam jurus2
yang penuh ketegangan dan bahaya, satu sama lain tidak mau
mengalah. Inilah pertandingan antara naga dan harimau yang
sukar disaksikan di dalam rimba persilatan.
Ciok It Hong tengah gusar, ia ingin menyudahkan
perkelahian dengan cepat, senjata rahasianya tahu2
dilepaskan dengan mendadak sebanyak tiga buah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Untuk menghindarkan diri, To Hiap mundur tiga langkah,


seolah-olah sudah menduga bahwa musuhnya bisa berlaku
demikian. Sehingga sewaktu senjata rahasia mendekat, Ia
melompat ke atas dan selamat dari bahaya.
Sesudah itu Ia menukik turun dengan kecepatan kilat
menerjang musuhnya dari atas. Lengannya mengebut pulang
pergi ketiga jurusan.
Ciok It Hong tengah heran atas kelincahan musuh. Tahu2
ia sudah merasakan serangan tiba2. Tanpa banyak pikir lagi ia
menggelindingkan tubuh. Saat inilah dengan tiba2 Ia
mendengar jeritan mengerikan dari dua saudara Lauw. Begitu
Ia berpaling, tampak Lauw Pek sudah tak berkutik lagi di atas
tanah, sedangkan Lauw Siong sudah luka parah. Ia merasa
sengit melihat kematian kawannya yang mengerikan.
Tanpa memperdulikan lagi Tohiap, Ia mengalihkan
serangan kepada Kayhiap.
Kay Hiap Bu Tie mengetahui bahwa musuhnya tengah
mengamuk seperti harimau luka, Ia tidak mau menyambut
serangan dari depan, cepat Ia melancarkan ilmu Cui Hong Put
Eng (mengejar angin menangkap bayangan), tubuhnya
memutar ke belakang Ciok It Hong.
Begitu ilmu meringankan tubuh yang luar biasa ini
dilancarkan, angin keras segera timbul dan dirinya Kayhiap
melejit laksana bayangan, me-mutar2 sebanyak dua kali
mengelilingi musuh dengan kecepatan kilat.
Kegesitan yang luar biasa ini membuat Tohiap yang berilmu
tinggi merasa kagum.
Ciok It Hong mengetahui kepandaian Ginkangnya tidak
memadai musuh, karena itu ia tidak mau dikekang musuh
karena kelemahannya ini. Ia memantapkan hatinya, mengikuti
bayangan musuhnya, ber-putar2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam sekejap Kayhiap sudah membuat delapan lingkaran


pulang pergi, dalam waktu sebegitu lama, lengan Kayhiap
tidak tinggal diam, beberapa kali totokan ampuhnya hampir
bersarang di tubuh musuh.
Ciok It Hong gusar sekali, dengan cepat, ia menghunus
senjata pendek yang berupa belati.
Tanpa menunggu waktu lagi Ia menikamkan belatinya ke
arah musuh.
Sudah puluhan tahun Ciok It Hong tidak mempergunakan
senjatanya, kini ia menghunusnya, menandakan
kedongkolannya sudah sampai d batas tinggi.
Sementara itu Tohiap sudah membuat Lauw Siong pulang
ke alam baqa dalam beberapa jurus, kini ia menyaksikan Ciok
It Hong menghunus senjata, ia berlaku waspada, menjaga
keselamatan kawannya.
Dugaannya tidak salah, senjata musuh yang berupa belati
itu sangat lunak dan bisa dipergunakan sebagai pecut.
Agaknya Kayhiap mengetahui sukar memperoleh
kemenangan dengan tangan kosong, tapi ia tidak mempunjai
senjata. Karena itu terpaksa meninggalkan gelanggang
perkelahian.
Ciok It Hong memburu terus tanpa mengenal capai tapi Ia
kena dirintangi Tohiap. Kini pertarungan antara dua jago ini
masing2 menggunakan senjata, Ciok It Hong memakai belati
istimewa sedangkan Tohiap menggunakan Huncwe.
Tampak dua bayangan seperti me-nari2 ke atas dan ke
bawah, memutar ke kiri dan beralih ke kanan. saling gempur
dengan sengit dan cepat.
Tiba2 terlihat Ciok It Hong menggempur dahsyat lalu
mengubah melakukan pertahanan, perubahan antara
menyerang dan menangkis sangat cepat sekali, menandakan
ilmu kepandaiannya sudah cukup sempurna.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi Tohiap melayani dengan mantap. Pertahanannya


cukup kokoh. Di balik itu, serangannya pun sangat dahsyat.
Dalam sekejap tiga puluh jurus sudah dilalui, tapi belum
terlihat siapa yang kalah maupun yang menang. Selama
jurus2 yang dilalui Tohiap berlaku hati2, kini ia sudah meraba
sampai dimana kepandaian musuh, karena itu sewaktu
memasuki jurus ketiga puluh satu segera melancarkan
serangan maut yang luar biasa sehingga diri tuanya yang agak
bungkuk itu seperti seekor harimau bersayap yang ganas dan
tangguh.
Dalam sekejap Ciok It Hong terdesak di dalam bahaya.
Sementara itu, Kiu Heng yang menghadapi Tie Houw dan
Tie Liong sudah memperoleh kemenangan, dua orang she Tie
itu sudah mandi darah dan tidak berkutik lagi. Hal ini diketahui
pula oleh Ciok It Hong, sehingga dirinya yang tengah kejepit
bertambah gentar lagi.
Dengan cepat dan nekad Ia meloloskan diri dari serangan,
tangannya pun tidak tinggal diam. Senjata rahasianya yang
ampuh dihamburkan ke jurusan Tohiap sehingga ia bisa
melepaskan diri.
Sesudah itu Ia pun menyerang dengan senjata rahasianya
secara membabi buta dan keji pada Kiu Heng dan Kayhiap lalu
lari sipat kuping ke jurusan timur.
Kejadian ini berjalan dengan cepat, sehingga Ciok It Hong
bisa merat. Di samping itu Kiu Heng yang berlaku alpa terkena
senjata rahasia musuh yang beracun.
Begitu Tohiap mengetahui anaknya mendapat celaka,
segera mengejar musuhnya untuk merebut obat pemunahnya.
“Kau jangan bergerak,” kata Kay hiap pada Kiu Heng.
“Bu Locianpwee, sebetulnya aku tidak terluka, tapi hanya
lecet sedikit,” kata Kiu Heng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Tapi senjata itu mengandung racun.”


Kiu Heng mengawasi jempolnya yang leljet, benar saja
sudah menjadi bengkak, lalu iapun merasakan lengannya
mulai ba-al. Kayhiap menyobek bajunya dan mengikat
pergelangan Kiu Heng keras2, di samping itu ia pun
memberikan sebutir pel anti racun.
Cepat2 dipondongnya Kiu Heng kembali ke Thai San,
menantikan kedatangannya Tohiap Siauw Siong.
Sementara itu, Siauw Siong yang mengejar musuhnya,
merasa kuatir atas keselamatan anak angkatnya, ia ingin
mendapatkan obat pemunah, disamping itu harus membuang
waktu dulu me-ngejar2.
Karena pikirannya kusut, Ciok It Hong dapat melarikan diri
semakin jauh dan hilanglah dari pandangan mata.
Dengan kesal dan gemas, Tohiap terpaksa kembali ke Thai
San. Di sana sudah menantikan Kayhiap Bu Tie.
“Eh, bagaimana? Apakah penyakitnya hebat?”
“Kuyakin tidak membahayakan jiwanya, karena sudah
kuberi obat sepesial memunahkan racun!” jawab Kayhiap.
”Kini ia tengah tidur nyenyak.”
Tohiap merasa lega, Ia memperhatikan luka anaknya
secara seksama, jalan darah diraba dan diurut. Sesudah
mendapat kenyataan bahwa Kiu Heng tidur nyenyak dan tidak
pingsan, baru menghentikan urutan.
“Sungguhpun demikian, lukanya belum sembuh betul,
obatmu itu hanya bisa menahan jalan racun seketika, lama-
kelamaan racun itu akan menyerang ke ulu hatinya, bilamana
sampai demikian, biar ada obat dewa pun jiwanya pasti tidak
tertolong lagi!”
“Menurut kau, harus memakai obat apa?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Obatnya ada, tapi sukar didapat. Tahukah kau akan obat


yang bernama Coa Tie Tau?”
“Oh, yang begitu, hanya terdapat di sini, kenapa kau cemas
betul!”
Sehabis berkata, Kay Hiap segera berlalu. Sejenak
kemudian Ia sudah kembali membawakan obat yang
diperlukan.
“Obat semacam inikah?” tanya Kay Hiap sambil
memperlihatkan sejenis tumbuh2an yang berbentuk ular.
“Ya betul,” jawab Tohiap, seraya mengambilnya dan
menumbuk, lalu dicampur dengan arak dan diberikan kepada
Kiu Heng.
Sungguh luar biasa kasiat obat itu, dalam waktu sejenak
saja Kiu Heng dibikin bangun dari tidurnya.
“Heng-jie untung ada Kay Hiap sehingga kau tertolong,
haturkanlah terima kasihmu kepadanya.”
Dengan memaksakan diri, Kiu Heng mencoba bangun, tapi
keburu dicegah oleh Kayhiap.
“Kau harus istirahat, tak perlu sejie2 menghaturkan terima
kasih yang tidak perlu. Lekaslah bersemadi menenangkan
pikiran.”
Sambil menyandarkan diri, Kiu Heng menatap dengan sinar
mata berterima kasih kepada Kayhiap . Sesudah itu mulailah ia
menenangkan pikiran, melancarkan Nuikang agar racun yang
berada di tubuhnya keluar semua.
Apa mau dikata, begitu matanya rapat, segera ter-bayang2
kejadian2 yang pernah dialaminya. Pertama2 muncul wajah
Cui-jie, lalu terlihat pula wajah Ping Ping. Ia ingat dua wanita
yang manis2 akan ditemuinya di malaman Tiong-ciu. Kini
sudah tanggal sepuluh bulan delapan, hanya tinggal beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hari lagi. Bagaimana jadinya kalau sampai ia tidak bisa datang


karena masih sakit?
Di samping itu, otaknya pun mengingat sakit hatinya yang
belum terbalas, dan pesan gurunya pergi ke Cee Cu To yang
belum dijalankan. Otaknya menjadi mabuk, kekusutan ini
membuatnya berkeringat dingin.
“Heng-jie,” kata Tohiap, yang selalu mengawasi dari
samping. “Hilangkan seluruh pikiran kusut itu, ingatlah akan
sakitmu.”
Kiu Heng seperti kena disiram air dingin, ia kaget dan ingat
kembali tengah menjalankan semadi.
Cepat ia memusatkan pikirannya. Sekali ini ia berhasil
menyingkirkan pikiran2 yang mengganggu. Sehingga merasa
otaknya jernih, dan dadanya lapang. Sebentar kemudian, ia
pun sampai di batas melupakan diri.
Waktu berlalu terus, sewaktu Ia sadar dari semadinya
merasakan kesehatan tubuhnya sudah demikian maju.
Sewaktu ia bangun tidak merasakan sesuatu yang
mengganggu.
Tohiap dan Kayhiap menjadi girang, mereka cepat2
menyediakan lagi obat. Atas rawatan mereka yang tidak
mengenal letih, Kiu Heng menjadi sembuh seperti sedia kala
dalam empat hari.
Hari raya Tiongciu sudah di depan mata, Kiu Heng menjadi
cemas dan risau. Ia bukan cemas karena berjanji dengan Ping
Ping dan Cui-jie tapi mengenang dirinya yang baru sembuh
dari sakit.
Empat hari yang lalu ia masih bersemangat sekali datang
dari Thai San ke See Ouw. Sesudah tiba hatinya menjadi
demikian hampa, tak napsu makan dan tak tidur nyenyak,
kecuali melatih diri di pagi hari, segala sesuatu tidak
membangkitkan napsunya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu malam mendatang dan bulan menggeserkan


tubuhnya dari ufuk timur ke tengah2 cakrawala, Kiu Heng
masih merebahkan dirinya di tempat tidur. Tiba2 ia menggigit
lidahnya dengan kaget. “Perjanjian tiga tahun yang diucapkan
di Pek Tio Hong sekilas mata sudah tiba, wajah rembulan yang
mempesonakan alam demiklan terang benderang,
memancarkan penuh kegembiraan dan harapan, aku harus
lekas2 menuju ke See Ouw!”
Keadaan telaga See Ouw tetap indah sebagai tahun2 yang
selain pengunjung malam yang menikmati rembulan bulat
ramai sekali. Lebih2 pasangan muda-mudi berdua2 dan ber-
pasang2 menjauhkan diri rombongan ramai.
Kiu Heng menuju Hong Hong San. Di situ tidak terlihat
gadis2 yang ingin diketemukan. Ia dongak memandang
rembulan.
“Berdongak melihat rembulan, menunduk melihat kekasih,
di mana kini kekasihku, hanya rembulan yang tahu………”
Ia menyanyi dengan perlahan. Belum Ia bernyanyi habis,
tiba2 terlihat seorang gadis menghampirinya. Orang itu bukan
lain adalah Cui-jie.
“Cui Cici,” teriak Kiu Heng sambil merangkul.
Sedih dan girang bercampur haru meliputi jiwa Kiu Heng.
Lama dan lama sekali, sampai Ia pun lupa berapa lama
kekasihnya itu dirangkul, tahu2 Cui-jie melepaskan dirinya
sambil berkata:
“Adikku, perjalananku ini tidak sia2, dan bisa bertemu lagi
denganmu. Tapi kumohon dengan sangat, agar peristiwa dan
kejadian yang pernah kita alami bersama, anggaplah impian di
siang hari.”
“Kenapa? Kenapa?”
“Kau masih muda dan tidak mengetahui di dalam dunia ini
sering terjadi sesuatu yang di luar dugaan,” kata Cui-jie.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

”Tahukah sejak perpisahan denganmu di Pek Tio Hong.


Karena angin ribut aku dan Ping Ping menjadi berpisah,
sehingga melakukan perjalanan seorang diri untuk mencari
guruku. Mula pertama aku ke Kiang Say. Di situ aku mencari
dan mendengarkan dengan guruku. Sesungguhnya aku
mendapat kabar dari penduduk situ bahwa guruku sewaktu
mudanya sering datang ke situ. Di samping keterangan2 yang
kuperoleh, akupun mendapatkan tempat2 bekas guruku di Bu
Kong San. Karena mendapatkan kenyataan demikian, aku
menetap beberapa hari menantikan kedatangan beliau. Tapi
aku menunggu dengan sia2, karena beliau tak kunjung
datang…
Tiga bulan sudah berlalu, aku masih menunggu dengan
hampa.
Aku berpikir, cara yang demikian itu kurang baik. Dan
kuingat pula guruku sudah cacat, tentu tidak bisa melakukan
perjalanan jauh. Karena itu kuambil kesimpulan, beliau masih
berada di sekitar Oey San.
Tanpa banyak pertimbangan lagi, aku meninggalkan Bu
Kong San menuju Oey San.
Singkatnya aku tiba kembali Thian Tou Hong tempat yang
dulu pernah kutinggal berubah betul dengan dulu. Dimana aku
berlatih silat dimana aku bermain, kini seperti mati dan
mendatangkan kesedihan saja. Guruku yang tercinta tidak
terdapat di situ. Aku mencari ke gua di mana terdapat lebah2,
di situ pun hanya kekosongan yang mencekam jiwa. Beliau
tiada, kau pun tiada, kesan beberapa saat sewaktu berdua
denganmu itu membuat aku menangis ter-sedu2 tapi apa mau
dikata takdir berjalan lain dari apa yang dikehendaki.
Aku tidak berputus asa. Sesudah beberapa hari mencari
beliau dengan ninil, aku menduga guruku mungkin ditawan
Gui Sam Seng. Dengan memberanikan diri, aku mencoba2
mencari Gui Sam Seng untuk meminta keterangan tentang
dimana rimbanya guruku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Entah bagaimana sewaktu aku melintasi Thian Bok San,


tiba-tiba mendengar suara tertawa aneh yang tajam, semakin
lama semakin dekat. Darahku menjadi bergolak tak keruan,
menyusul hati menjadi gatal. Aku terkejut dan sadar bahwa,
suara itu adalah ilmu Pek Tok Thian Kun yang lihay dan
pernah kualami.
Aku menyalurkan ilmu dalam melakukan perlawanan, tapi
sebelum aku menderita, Pek Tok Thian Kun sudah berhenti
tertawa. Sebagai gantinya jahanam itu sudah berada di depan
mataku sambil ter-senyum2. Sedikitpun tidak menunjukkan
paras bermusuhan atau mengandung niatan jahat.
Aku menjadi terlebih tenang.
“Cui Kounio tak kusangka sesudah menderita luka terkena
ilmuku, kau masih bisa hidup sampai sekarang. Siapa yang
menolong dirimu?” tegur Gui Sam Seng.
Aku menjadi naik darah begitu mendengar perkataannya
itu. Dengan gusar aku menjawab:
“Kau jangan menganggap dirimu lihay, kau harus tahu di
luar langit masih ada langit lagi, sampai kematian di depan
mata masih belum sadar !”
“Mungkinkah kekasih kecilmu itu datang juga bersamamu?
Bagus!” kata Pek Tok Thian Kun.
“Sebagai seorang gadis sangat memalukan sekali,
meninggalkan suhu yang tengah sakit untuk mengikuti bocah
itu! Kini kuminta kau unjukkan di mana bersembunjinya bocah
itu. Kalau tidak, jangan sesalkan aku berlaku telengas!”
Aku menjadi gusar tak alang kepalang mendapat makian
yang demikian keji dengan lenganku melayang mengirimkan
serangan tanpa mengenal takut barang sedikitpun.
“Hm, kau si budak tidak tahu malu yang membuang guru
sendiri demi untuk kekasih, biar bagaimana harus kumampusi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hitung2 mencuci noda kotor di dunia Kang Ouw,” kata Pek Tok
Thian Kun sambil berkelit.
“Tak perlu kau urus diriku, kau tak berhak!” bentakku
seraya merangsek dengan nekad.
“Bilamana tidak memandang kepada gurumu, siang2 sudah
kubikin mampus!” bentak Pek Tok Thian Kun.
“Kini jalan yang terbaik tunjukkanlah dimana
bersembunyinya bocah itu sehingga aku bisa mengampuni
jiwamu dari kematian.”
Aku tidak mau meladeni lagi ocehannya, lenganku
menyerang terus. Perbuatanku ini menimbulkan dongkolnya
musuh dengan keras ia tertawa lalu mencelat pergi
menghindarkan seranganku,
Dari udara Ia menukik turun sambil mencabut kipasnya di-
putar2kan dengan keras melingkari diriku.
Sepuluh jurus berlalu, aku bermandi keringat dan bernapas
empas-empis. Begitu Ia merangsak lagi, aku kena ditendang
pergi sejauh beberapa tombak. Sebelum aku bisa berbuat
apa2, Ia sudah datang dan memberilkan beberapa totokan di
tubuhku sehingga membuatku tak berdaya.
Aku berpikir, mungkinkah ia tidak membunuhku karena
menghormati guruku? Biarlah kalau sampai diriku dicemarkan
binatang ini, sampai mati pun tak akan kuampuni.
Pek Tok Thian Kun adalah seorang kejam yang luar biasa,
mana mungkin ia mengampuni diriku karena memandang
guruku? Sebenarnya kutahu diriku akan dihabiskan seketika
itu juga, tapi ia mengubah pikirannya begitu mengingat bahwa
aku adalah kawan baikmu. Ia ingin menjadikan aku sebagai
umpan untuk memancingmu datang.
Tubuhku dikempit dan dibawa pulang ke rumahnya.
Untunglah sewaktu aku dikurung dalam tahanan mendapat
pertolongan seorang anak muda. Pemuda itu bukan lain dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pada anaknya Gui Sam Seng sendiri yang baru pulang


merantau. Tanpa memperdulikan akibat perbuatannya aku
dilepas pergi.
Sewaktu kubertanya kenapa ia mau menolongku, ia hanya
tersenyum saja.
Aku menghaturkan terima kasih kepadanya lalu
meninggalkan sarang yang penuh bahaya itu untuk
melanjutkan usahaku mencari guruku. Tak kira, belum selang
lama aku meninggalkan tempat ce1aka itu, pemuda yang
bernama Gui Wie mengikuti terus.
Aku sudah menerima budi kebaikannya, sehingga tidak bisa
berlaku garang atau menolak permintaannya untuk mengantar
aku dalam perjalanan.
Apa mau dikata takdir itu sukar diketahui orang terlebih
dulu, aku berhasil menemui guruku di Bu Kong San, ia sudah
sembuh dari sakitnya. Pertemuan ini mengharukan dan
menggirangkan. Kuceriterakan tentang nasib yang kualami
dengan panjang lebar, lalu menceriterakan pula tentang Gui
Wie.
Setahun berlalu, aku dan Gui Wie tinggal sama2 di Bu Kong
San, dua tahun berlalu, aku masih tetap bersama Gui Wie, tiga
tahun berlalu. Gui Wie masih tetap di samping diriku
Sedangkan kau sendiri tidak terdengar lagi kabar beritanya.
Dalam kusedih dan kesal, Gui Wie lah yang selalu menghibur.
Entah sudah jodoh entah bagaimana, ketekunan dan
kesabaran Gui Wie membuatku iba dan kasihan, sehingga
menurut saja sewaktu ia mengajukan lamarannya. Padahal
kutahu hatiku sangat cinta kepadamu, hanya kaulah yang bisa
menghidupkan lagi perasaanku dari beku sehingga wajar! Tapi
perasaan kasihan yang berkecamuk di otakku.
Biar bagaimana tidak bisa menolak kebaikan Gui Wie,
karena itu aku sudah mengikat jodoh dengannya, dan kuminta
kau melupakan saja kejadian yang pernah kita alami.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menjadi linglung. Perkataan itu seperti juga petir


di siang hari, ia tidak bisa menjawab apa2, hanya air matanya
berlinang-linang. Inilah air mata jantan yang turun karena
cinta?
Ia terpekur sambil melamun, sehingga tidak mengetahui
lagi bahwa Cui-jie sudah meninggalkan dirinya.
Malam semakin larut, keadaan di sekeliling telaga See Ouw
sudah menjadi sepi dan sunyi, tinggal Kiu Heng masih
terpekur mengenangkan nasibnya yang malang. Tiba2 ia
tersentak dari lamunannya sewaktu mendengar bunyi burung
bangau dari atas udara.
Seperti dalam impian, burung bangau putih melayang turun
dari udara dan hinggap di hadapannya, dari punggung bangau
berlompatan dua gadis yang cantik seperti bidadari.
Kiu Heng meng-ucak2 matanya, se-olah2 tidak percaya lagi
pada pandangannya.
“Kiu Koko,” kata Salah seorang gadis sambil lari menubruk
dan merangkul Kiu Heng seperti seorang mati yang hidup lagi.
Sambil bercucuran air mata ia memekap si gadis terlebih
erat.
“Ping Ping….” katanya se-begitu2nya.
Lama dan lama sekali mereka saling peluk dengan mesra,
sedangkan si gadis yang satu lagi yang bukan lain dari Soat
Jie menjadi bengong terpekur menyaksikan kejadian yang
baru pertama kali dilihatnya. Mukanya menjadi merah. Ia
mencoba berpaling tidak mau melihatnya, tapi tenaga gaib
selalu berusaha membuat kepalanya menoleh lagi kepada dua
muda-mudi yang tengah asyik terbenam dalam cinta yang
sudah lama dirindukan dan baru sempat dilampiaskan !
Sesudah lebih tenang, Ping Ping baru sadar bahwa ia
datang bersama Soat-jie, cepat2 Ia memperkenalkan saudara
seperguruannya kepada Kiu Heng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kecantikan yang luar biasa dari Soat-jie mempersonakan


Kiu Heng, sehingga si gadis menjadi likat ditatap terus2-an.
Ping Ping tersenyum kecil menyaksikan mereka terpaku
demikian lama. Dengan cepat ia berkata. “Adik Soat-jie inilah
Kiu Koko yang sering ku-sebut2!”
“Oh,” kata Soat-jie, sedangkan htinya menjadi ber-debar2
tak keruan.
Ping Ping mengajak Kiu Heng dan Soat-jie duduk di sebuah
batu untuk menikmati rembulan purnama.
“Akhirnya kita bisa bertemu lagi, sayang Cui-cici belum juga
datang,” keluh Ping Ping.
“Cui Cici sudah datang tapi sudah berlalu lagi,” jawab Kiu
Heng dengun singkat seraya menuturkan pertemuan dan kisah
yang diceriterakan Cui Jie. “Sedangkan kau sendiri sesudah
mengalami kecelakaan di kapal itu achirnya bagaimana?”
“Aku terdampar di sebuah pulau yang bernama Cee Cu To,
pulau itu demikian indah dan aneh, di sana aku bertemu
dengan Sian Popo, guruku yang sekarang dan adik Soat-jie,”
kata Ping Ping seraya menuturkan terus pengalamannya.
Sehabis mendengar ceritera Ping Ping. Kiu Heng menjadi
terpaku diam, karena Ia terkenang kepada gurunya dan pesan
gurunya.
“Kiu koko. kutahu kau terkenang akan pulau Cee Cu To
bukan?” tanya Ping Ping.
“Kuberi tahu bahwa gurumu sendiri dikubur di pulau itu!”
“Betulkah? Kenapa sedari tadi tidak kau ceritakan?”
“Tahukah bahwa adik Soat-jie ini sebagai anak dari
mendiang gurumu?”
Kiu Heng menjadi kaget. Sebegitu lama gurunya belum
pernah menceriterakan hal-hal itu kepadanya, pantasan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sewaktu mendekati ajalnya, sang guru meninggalkan pesanan


untuknya ke Cee Cu To.
“Sedangkan guruku sendiri adalah ibunya adik Soat-jie!”
“Oh, kenapa mengherankan betul?” kata Kiu Heng.
“Ping Ping dapatkah kau menuturkan dengan cermat
sesuatu yang kau pernah dengar atau yang pernah kau
ketahui tentang guruku dan diriku sendiri.”
Ping Ping mengeluarkan sebuah kain yang penuh tulisan.
“Ini adalah peninggalan gurumu sendiri yang dititipkan
pada guruku, kau boleh lihat sendiri. Tapi kuharap jangan
sekarang melihatnya, karena bisa menghilangkan malam baik
yang indah dan romantis Ini!”
“Tapi aku sudah tidak bergembira lagi untuk menikmati
pemandangan ini, karena itu lebih baik kita pulang saja,” kata
Kiu Heng.
“Kau pulanglah dulu, beberapa hari lagi aku pasti datang
mengunjungi tempat tinggalmu,” kata Ping Ping.
“Bolehkah aku ikut ke Cee Cu To?”
“Menurut ibuku, seorang laki2 tidak diperkenankan
menginjakkan kakinya di Pulau Cee Cu To,” kata Soat-jie yang
sedari tadi berdiam diri.
Ping Ping sebetulnya enggan berpisah, tapi ia malu
mengutarakannya. Sedangkan Kiu Heng lebih cenderung
untuk mengetahui apa yang ditulis di dalam kain itu.
Sesudah memberikan alamat, Kiu Heng segera berpisah
dari dua gadis, dan lari ter-birit2 menuju penginapannya.
Ping Ping dengan lemas2an menuntun Soat-jie dan naik ke
atas bangau kembali lagi ke pulau Cee Cu To.
Tohiap dan Kayhiap belum pulang, Kiu Heng segera
membuka tulisan di kain dan membacanya dengan asyik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dari dalam tulisan itu ia mengetahui tentang kisah gurunya


dan dirinya sendiri. Kiranya perusahaan Wie Bu Piaukiok yang
dibuka ayahnya sangat laku dan terkenal, hal ini membuat
salah satu perusahaan piau lain yang bernama Hian An
Piaukok, merasa iri. Akibatnya terjadi main saing2an.
Sungguhpun demikian Wie Bu Piaukiok tetap menang di
atas angin. Pengusaha Hian An Piaukok yang bernama Yo
Goat Tong mengetahui dengan jalan bersaing tidak bisa
menjatuhkan lawan. Dinantikan kesempatan guna
menjatuhkan lawan dengan jalan keji.
Pada suatu ketika Kiu Heng merayakan ulang tahun yang
keempat, ayahnya mengadakan perjamuan, dan mengundang
para langganan dan handai toulan. sedangkan Yo Goat Tong
pun turut hadir dengan orang bawaannya yang bernama Lie
Keng.
Sewaktu orang2 Wie Bu Piaukok mabuk, ia menurunkan
tangan keji, sehingga keluarga Kiu dibasmi habis2an dan
hanya tertinggal Kiu Heng seorang yang tertolong Cie Yang
Cinjin.
Sesudah membaca dan mengetahui soal gurunya dan
dirinya sendiri, tanpa terasa air matanya ber-linang2, inilah
tangisannya yang keempat. Ia terpekur dan bengong
membayangkan sewaktu dirinya belajar silat di Bu Tong San,
bagaimana gurunya memperlakukan dirinya, kesemua ini
hanya membangkitkan kenangan getir saja.
“Heng-jie sedang apa kau?”
Kiu Heng menjadi kaget, ia tidak mengetahui bahwa
Tohiap, Kayhiap sudah pulang. Di samping mereka turut pula
seorang nikoh. Cepat2 ia menghampiri memberi hormat.
“Heng-jie, inilah Liau Tim Sutay yang kenamaan di dunia
Kang Ouw,” kata Tohiap sambil memperkenalkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Benar-2 tak dinyana, Kiu Siecu sungguhpun masih muda


merupakan seorang yang sudah matang di dalam ilmu
maupun pergaulan!” puji Liauw Tim Sutay.
“Aku mengharapkan petunjuk2 dan didikan dari Sutay,”
kata Tohiap dengan merendah.
Kiu Heng tahu Liauw Tim Sutay adalah salah seorang yang
turut merebutkan Bu Lim Tiap di telaga See Ouw ber-sama2
gurunya. Tanpa banyak pikir ia menanyakan kejadian masa
silam itu dengan hormat.
Dengan didahulukan tarikan napas panjang, Liauw Tim
berkata: “Sesunggulnya dalam ilmu gurumu tidak kalah oleh
Gui Sam Seng, sedangkan aku sendiri pun tak mungkin kalah
di tangan Gui Sam Seng, sedangkan Hui Kong Taysupun tak
mungkin kalah!”
“Maksud Sutay kepandaian Gui Sam Seng adalah yang
paling rendah?” tanya Tohiap.
“Sesungguhnya demikian! Tapi aneh ia yang mendapatkan
Bu Lim Tiap.” kata Liauw Tim Sutay sambil melirik ke arah
Kayhiap.
“Sayang saat itu saudara Bu datang terlambat, merebut Bu
Lim Tiap, di balik itu terlalu ter-gesa2 pula meninggalkan
medan pertarungan, sehingga kejadian curang dan keji yang
diperbuat Gui Sam Seng tidak kau saksikan!”
“Ah. Semua gara2 si Hui Kong botak yang menghukum aku,
kalau tidak, kuyakin tidak sampai Gui Sam Seng memperoleh
Bu Lim Tiap,” jawab Bu Tie.
“Kejadian sudah demikian maunya,” kata Liauw Tim Sutay
seraya menuturkan kecurangan yang dilakukan Gui Sam Seng,
saking dongkolnya Ia pun meninggalkan gelanggang
pertandingan.
“Tapi aku tidak terus kabur, ku lihat bagaimana hebatnya
Cie Yang Tojin menghajar Gui Sam Seng sampai buntung,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sedangkan ia sendiri hanya menderita luka ringan. Dalam


pada inilah kulihat datang seorang wanita berbaju putih yang
menunggang burung bangau, tahu2 Cie Yang Cinjin
dipeluknya dan ditangisi. Kutahu Cie Yang Toyu yang
menderita luka ringan tak mungkin menjadi meninggal.
Sampai sekarang kejadian itu masih merupakan teka-teki
untuk diriku.”
“Guruku meninggal dunia karena membunuh diri dengan
jalan menggigit lidahnya sendirl,” kata Kiu Heng.
“Bagimana kau tahu?” tanya Tohiap.
“Karena ada yang memberi tahu kepadaku?” kata Kiu
Heng.
“Siapa?”
“Puterinya wanita baju putih yang menangisi kematian
guruku di telaga See Ouw,” jawab Kiu Heng sambil
menuturkan dengan singkat apa yang diketahuinya.
“Kini ada keperluan apa Sutay ke See Ouw? Mungkinkah
untuk menikmati rembulan, atau ada maksud lain?” tanya
Kayhiap Bu Tie.
“Mungkinkah kau tidak mengetahui bahwa Gui Sam Seng
sudah mengumpulkan orang2 Bulim dengan Bu Lim Tiap
untuk menghadapi kalian?”
“Kami baru saja turun dari Thai San, kenapa sudah
diketahuinya?” kata Tohiap dengan heran.
“Kudengar kabar, Ciok It Hong bertemu dengan kalian dan
kena dikalahkan, achirnya Ia merat dan menemui Gui Sam
Seng. Hal ini memang sangat di-nanti2kan, cepat2 ia
mengumpulkan orang dari berbagai penjuru, sedangkan aku
yang selalu berkelana, kebetulan sekali bertemu kalian di See
Ouw.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ah, kalau begitu kita harus siap sedia menghadapinya!”


kata Tohiap.
“Mungkinkah kau akan melawan pemegang Bu Lim Tiap
yang diakui kekuasaannya di seluruh dunia persilatan?” tanya
Liauw Tim Sutay. “Coba kau tanya bagaimana rasanya
seseorang yang pernah mengganggu Bu Lim Tiap dan pernah
dihukum oleh karena perbuatannya itu.”
“Sebenarnya akupun tolol mau mematuhi peraturan Bu Lim
Tiap,” kata Bu Tie.
“Kini aku masih mau melanggarnya! Lebih2 Bu Lim Tiap
yang dikuasai Gui Sam Seng itu adalah yang palsu!”
“Ha? ada yang palsu?” kata Liauw Tim Sutay kaget.
“Ya,” jawab Tohiap Siau Siong. “Kau nantikan saja tanggal
mainnya.”
Mereka ter-tawa2 dengan puas, sedangkan mulut mereka
tak hentinya mengunyah Tiong Ciu Pieh dan buah2an serta
teh harum.
Malam semakin larut, Liauw Tim berpisah. Sebelum itu
mereka berjanjl akan bertemu lagi keesokan harinya.
Pada suatu hari tengah ramai2nya, Kiu Heng, Tohiap, Kay
Hiap dan Liauw Tim Sutay mengobrol, tahu2 ada jongos hotel
mengabarkan kedatangan dua nona yang ingin bertemu
dengan Kiu Heng.
Kabar ini keruan saja menggirangkan diri si pemuda.
Dengan cepat ia melompat keluar pintu. Sedangkan ketiga
orang tua yang menyaksikan tersenyum lucu.
Benar saja dugaan Kiu Heng, karena yang datang itu bukan
lain dari Ping Ping dan Soat-jie. Diajaknya masuk kedua gadis
itu dan diperkenalkan pada yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja mereka duduk2 lagi belum lama, kembali datang


jongos yang mengatakan datang tamu, seraya menyodorkan
kartu nama.
Tohiap menyambut dan membacanya.
“Pek Tok Sin Kuay Mu Kun!”
“Ha?” kata Bu Tie, “bukankah Ia Suheng seperguruan Gui
Sam Seng?”
“Ya,” jawab Tohiap dan Liauw Tim Taysu hampir
berbareng.
Sesungguhnya Pek Tok Sin Kuay adalah saudara
seperguruan dari Pek Tok Thian Kun, hanya saja sudah lama
sekali tidak menampilkan diri di dunia Kang Ouw sehingga
untuk golongan yang lebih muda tidak mengenalnya.
Tempo dulu sewaktu terjadi pertandingan silat, ia kena
dikalahkan Siang Siu dengan Ilmu Pai Kut Sin Kang, sehingga
menyembunyikan diri puluhan tahun untuk melatih ilmu Han
Peng Im Hong Ciang (pukulan angin negatif yang dingin). Kini
sesudah rampung mempelajari ilmunya itu, kembali Ia terjun
ke Sungai Telaga untuk mencari Pek Bu Siang. Sayang
musuhnya itu sudah meninggal dunia, tapi ia mendapat tahu
dari Ciok It Hong buku Pai Kut Sin Kang yang pernah
mengalahkan dirinya itu berada di tangan Kiu Heng.
Bertepatan dengan itu, Gui Sam Seng sudah mengirimkan
undangan, memanggil seluruh kaum Bu Lim berkumpul, untuk
menyeterukan Kiu Heng dan To Hiap.
Berkat penyelidikan mereka yang seksama, tempat
kediaman Kiu Heng diketahuinya, Pek Tok Sin Kuay
mencapaikan diri untuk memanggil penghianat Bu Lim Tiap itu
ke suatu tempat, di mana berkumpul kaum2 Kang Ouw.
Begitu Tohiap keluar pintu, Pek Tok Sin Kuay memberi
hormat dengan angkuh.
“Aku Pek Tok Sin Kuay,” katanya, “dan siapa Cunhe ?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Oh, kukira siapa tidak tahunya pecundang Pek Bu Siang,


ha… ha… ha… Mengenai aku sendiri adalah seorang
penangkap Sin Kuay (Iblis sakti) Tohiap, Siauw Siong!”
“Oh, kau si penghianat perguruan Pek Tok Bun! Orang lain
tak tahu riwayat busukmu, tapi mana mungkin mengelabui
aku!?”
Tohiap mempunyai pantangan, Ia paling gusar bilamana
diungkat2 bekas murid Pek Tok Bun. Dengan gusar dan mata
mendelik ber-api2 ia menyerang dengan tiba2.
Pek Tok Sin Kuay mengetahui musuhnya lihay, dengan
cepat berkelit, tapi serangan susulan dari Tohiap kembali
datang. Sekali ini dengan terpaksa ia menggulingkan tubuh ke
belakang, tapi serangan susulan Tohiap lagi2 datang, ia benci
dan tidak memberikan kesempatan pada musuhnya untuk
memperbaiki diri.
Pek Tok Sin Kuay tahu dengan berkelit terus bukan jalan
yang terbaik, lengannya yang mengandung racun diangkat
untuk menangkis dengan keras. Tak kira begitu dua lengan
saling bentrok, Ia merasakan lengannya menjadi kaku,
sehingga tidak dapat digunakan sekehendak hati lagi. Tohiap
berpikir untuk menghabiskan riwayat musuhnya seketika juga.
Tapi musuhnya sudah melakukan serangan membabi buta
dengan nekat sekali. Diseruduknya Tohiap sekuat tenaga.
Demi dilihat jurus mengadu jiwa yang ganas, Tohiap
menjadi kaget, dengan tangkas ia melompat pergi. Pek Tok
Sin Kuay tidak mau mengerti, Ia merangsang terlebih gila.
Saking jengkelnya, Tohiap sambil melompat sambil
mengebutkan lengannya menghajar ke pundak musuh dengan
ilmu menotok yang ampuh. Pek Tok Sin Kuay sudah tak
memikirkan lagi dirinya, serangan musuh yang lihay dibiarkan
terus, Ia menyergap dengan penuh harapan luka bersama,
mati berdua!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Gila kau, mana mau aku mampus bersamamu?” pikir


Tohiap seraya menarik serangan dan melompat keluar
gelanggang.
Pek Tok Sin Kuay gagal dalam serangan, tubuhnya berputar
cepat, tahu2 iapun sudah keluar gelanggang dan merat ter-
birit2.
Tohiap tidak mau mengejar, ia membiarkan musuhnya
kabur.
Sebaliknya Kiu Heng yang sudah berada di depan pintu
beserta yang lain2 merasa gusar melihat musuh kabur.
Dengan ginkangnya yang luar biasa ia melakukan
pengejaran. Saling kejar ini berlaku seru sekali, karena
dua2nya mempunyai ilmu ginkang yang lihay.
Sementara itu Tohiap, Kayhiap, Liauw Tim Sutay dan kedua
gadis pun turut mengejar dari belakang, karena mereka takut
kalau2 Kiu Heng mengalami kecelakaan seorang diri.
Keadaan kota yang ramai sudah dilewati, mereka memasuki
daerah luar kota yang agak sepi, achirnya tibalah di tepian
sungai Ngo Tian yang sunyi sepi.
Pek Tok Sin Kuay menuju ke sebuah rumah, Kiu Heng
mengejar terus sebelum musuhnya masuk ke rumah, berhasil
Ia mencandaknya.
“Siapa kau!” bentak Pek Tok Sin Kuay sambil berbalik
badan.
“Aku Kiu Heng!”
“Oh, kau si penghianat kaum Bu Lim, kebetulan sekali
menghantarkan diri ke sini. lekas bertekuk lutut untuk
menghadap kepada pemegang Bu Lim Tiap!”
“Apa katamu?” tanya Kiu Heng, sedangkan pedang Kim-
liong-cee-hwee-kiam sudah dihunus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Sin Kuay pun merasa gusar, cepat menghunus


senjatanya.
Dengan cepat perkelahian berlangsung dengan serunya.
Kiu Heng melancarkan ilmu Kie-hwee-liau-tian (Mengangkat
sauh menerangkann jagat), pedangnya menyerosot keras ke
bawah mengarah sepasang kaki musuhnya.
Pek Tok Sin Kuay mula pertama tidak memandang mata
pada musuhnya yang masih muda, cepat ia mencelat ke atas,
lalu kembali turun dengan ilmu Hui-lim-to-niau (burung
terbang hinggap di pohon). Pedang berikut dirinya menukik
keras dari udara sambil menikam musuh.
Untuk menghindarkan serangan maut ini, Kiu Heng
mengangkat pedangnya ke atas, Pek Tok Sin Kuay terkejut
heran mendapat tangkisan lihay, cepat serangannya ditarik,
dirinya membalik ke kiri dan turun ke bumi, lalu menjerosot
keras menyerang dengan mendadak.
Kiu Heng mengetahui musuh bisa menyerang lagi, cepat2
melancarkan ilmu silatnya yang dipelajari di gua dan
dimatangi di Thaisan. Tubuhnya mencelat ke kiri dan ke
kanan, pedangnya ke-atas ke bawah, tak ubahnya dengan
seekor harimau gagah yang tengah jongkok bangun
mempermainkan mangsanya.
Biarpun Pek Tok Sin Kuay seorang Kang Ouw yang
berpengalaman luas, belum pernah menyaksikan ilmu
kepandaian yang demikian aneh dan tak teraba jalannya.
kedudukan dirinya perlahan-lahan terdesak dan berada di
bawah angin, sedangkan Kiu Heng semakin galak dan
bersemangat.
Pek Tok Sin Kuay yang sudah menderita cedera sewaktu
menghadapi Tohiap tak berdaya lagi menghadapi tekanan2
maut. ilmu kepandaiannya tak kuasa dikembangkan lagi.
Keringatnya mengucur memenuhi tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Mampus kau!” bentak Kiu Heng seraya menyepak keras.


Pek Tok Sin Kuay berikut pedangnya terpental ke udara
dan jatuh terbanting di halaman rumah batu. Kiu Heng
mengejar untuk menghabiskan jiwa musuh. Sebelum
pedangnya ditabaskan dengan cepat ia merasakan angin
sambaran, tahu2 pedangnya kena ditangkis. Ia berbalik
badan, kaki-kakinya mundur2 saking kaget, lalu maju lagi ke
depan sambil bertekuk lutut !
Air sungai bergelombang tinggi dan men-deru2, pasir2
berterbangan tinggi, Kiu Heng tetap bertekuk lutut di hadapan
seseorang dengan patuhnya.
Sementara itu, Tohiap dan kawan2 sudah tiba juga di
rumah batu itu. Mereka menjadi heran menyaksikan Kiu Heng
yang bertekuk lutut, cepat2 menghampiri.
Keheranan mereka bertambah karena orang itu bukan lain
dari pada Suhengnya Cie Yang Cinjin yang bernama Cee Sie
Tojin!
Kenapa Cee Sie Tojin bisa berada di rumah yang sunyi itu
dan tidak di Bu Tong San? Kiranya Pek Tok Thian Kun sudah
memanggilnya datang dengan kekuatan Bu Lim Tiap!!
Sebegitu jauh Cee Sie Tojin sangat sayang kepada Kiu Heng,
ia tahu kepergiannya bisa menimbulkan kerugian pada Kiu
Heng, tapi Bu Lim Tiap yang diakui sebagai pusaka rimba hijau
itu biar bagaimana harus dipatuhinya juga.
“Heng-jie, kenapa kau tidak mematuhi peraturan Bu Lim
Tiap? Mungkinkah kau tidak mengetahui buku itu sebagai
pusaka rimba hijau yang harus dipatuhi seluruh kaum Bu
Lim?” kata Cee Sie Tojin dengan lembah lembut, seraya
memasukkan pedangnya lagi ke dalam serangka.
Perkataan dari Cee Sie Tojin, mengandung makna yang
membela kepada si anak, se-olah2 mengatakan bahwa Kiu
Heng masih muda dan tidak mengetahui apa2, sehingga
melanggar Bu Lim Tiap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tengah mereka bicara dari dalam rumah terdengar suara


memanggil.
“Kuminta Totiang bicara di dalam!”
Cee Sie Totiang mengenali suara itu bukan lain dari pada
Pek Tok Thian Kun. Dengan wajah keren ia berkata: “Siau-
heng, Buheng, Sutay dan jiwie Kouwnio, Ikutlah aku ke
dalam!”
Yang turut masuk hanya Tohiap dan Kiu Heng, sedang
yang lain menjaga di luar.
Rumah batu yang sepi itu sangat luas dan besar,
pekarangan bunga di kiri kanan sangat indahnya. ruangan2 di
dalam rumah pun sangat Iuas2, sesudah melalui beberapa
ruangan, akhirnya tibalah mereka di ruangan tengah yang
besar.
Di situ sudah banyak orang dari berbagai golongan, mereka
datang atas panggilan Bu Lim Tiap.
Di tengah ruangan terdapat sebuah meja, yang berlilin
besar, di tengah2 meja tampak Bu Lim Tiap disandarkan
miring. Di kiri meja tampak Gui Sam Seng, di samping kanan
terlihat seorang tojin yang memakai jubah panjang, mukanya
demikian kering dan hijau, alisnya keren dan panjang, sekali
lihatpun dapat mengetahui tojin itu berilmu tinggi.
Di sebelah depan mereka tampak berbaris dengan rata
jago2 Bu Lim lainnya, antaranya terlihat Ciok It Hong, Cun Cu
Taysu dari Siauw Lim Sie, juhiap Kong Tat, Siu-cee-kong Say
Lam San yang sudah mengasingkan diri. Kesemua ini sudah
dikenal Kiu Heng.
Antaranya tampak seorang pertengahan umur yang
berjanggut Indah dan keren, di sisinya berdiri pula seorang
yang gagah, kedua orang ini Kiu Heng tidak mengenalnya.
Tampak Pek Tok Thian Kun seperti tertawa seperti bukan,
dengan angkuh dan congkaknya berkata per-lahan2: “Bangsat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang bernyali besar, sewaktu di Oey San berani betul kau


menghina Bu Lim Tiap, dan barusan kau membunuh saudara
seperguruanku Pek Tok Sin Kuay, kebandelanmu kini masih
tetap tegas, lekas kau bertekuk lutut menerima hukuman!”
Kiu Heng sudah gatal untuk membalas memaki, tapi kurang
leluasa, karena Supeknya berada di situ, tapi untuknya
menerima dosa tanpa beralasan sudah tentu tidak mau pula.
Dengan gusar Ia diam saja, dan tidak mengetahui harus
berbuat apa. Saking cemasnya, mukanya menjadi merah
sendiri.
Dalam suasana yang gawat ini, tiba2 Tohiap membuka
mulut:
“Gui Sam Seng, kau jangan mengandalkan Bu Lim Tiap
dengan se-wenang2 demi kepentingan diri sendiri. Ketahuilah
soal Bu Lim Tiap adalah satu urusan, sedangkan soal kematian
Pek Tok Sin Kuay pun satu urusan lain, kenapa kau jadikan
dua urusan menjadi satu secara kacau balau?”
Begitu perkataan ini keluar, sekalian hadirin menatap ke
arah Tohiap dengan heran.
“Kau tahukah bahwa saudara seperguruanmu melatih llmu
Han Peng Im Hong Ciang yang beracun? Kau tahu sendiri ilmu
itu diyakininya harus memakai tubuh gadis2 cilik yang dibeset
kulitnya. Karena itu perbuatannya yang jahat ini harus
mendapat hukuman yang setimpal. Kenapa dosanya
dijatuhkan kepada Kiu Heng?”
Pek Tok Thian Kun mengetahui salah omong, seketika diam
saja.
Tampak parasnya menjadi jengah sendiri, cepat Ia melirik
kepada kawannya yang memakai jubah, agaknya ia meminta
pendapat Tojin itu, agar kedudukannya yang kejepit ini
menjadi terbebas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tojin itu yang bernama Tiang Bie Cinjin agaknya


mengetahui maksud kawannya, segera berkata: “Di sini bukan
tempatmu untuk bicara, yang diperiksa adalah Kiu Heng, ada
urusan apa denganmu?”
Gui Sam Seng seperti mendapat angin.
“Kami rnengadakan rapat kaum Bu Lim ini untuk mengadili
seorang pendurhaka Bu Lim Tiap, karena itu kau jangan
banyak bicara. Kalau kau melanggar peraturan, aku berhak
menjatuhkan hukuman!”
Kiu Heng jadi berani melihat ayah angkatnya membela
dirinya, dengan bertolak pinggang ia menunjuk kepada si
tojin: “Kau manusia apa? Berani betul mencampuri urusan
orang?”
Cee Sie Cinjin, kuatir timbul onar yang tidak diinginkan,
lekas ia mencegah: “Heng-jie, kau harus patuh dan jangan
berlaku kurang sopan !”
Si tojin yang kena maki Kiu Heng mukanya berubah pucat,
sambil bersenyum dingin ia berkata: “Bilamana Pinto tidak
menerangkan kau pasti tidak mengetahui, aku adalah tuan
rumah dari gedung ini yang bergelar Siang Bie Cinjin!”
Tiang Bie Cinjin sepatah demi sepatah menyebutkan
namanya dengan tegas, dengan tujuan melunakkan
kegarangan orang dan menghargai dirinya.
Tohiap Siauw Siong tiba2 bergelak-gelak.
“Kukira siapa, tidak tahunya Tiang Bie Cinjin yang sudah
mengasingkan diri dari puluhan tahun, tak heran aku tak
mengenalnya. Tiang Bie Cinjin, kuyakin ilmu kepandaianmu
yang diyakini selama bersembunyi puluhan tahun pasti sudah
maju dengan pesat! Ilmu apa yang kau sudah yakini,
dapatkah kau perlihatkan kepadaku?”
Sesungguhnya Tohiap bukan tidak kenal kepada Tiang Bie
Cinjin, tapi Ia pura2 tidak mengenalnya, sewaktu melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cinjin itu duduk di bagian atas dengan angkuh dan


congkaknya, kini mendapat kesempatan untuk “ngeledek”
dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Gui Sam Seng tahu bahwa Tohiap sengaja memancing
keributan, bilamana tidak lekas2 dicegahnya, urusan bisa
meluas dan rnenyimpang dari tujuan pokok pembicaraan.
Cepat ia bangun.
“Cuwie kuminta menghentikan kata2! Dan Kiu Heng lekas2
bertekuk lutut menerima hukuman !”
Begitu kata2 ini keluar, keadaan di dalam ruangan menjadi
sunyi sepi.
Kiu Heng menjadi mendelik saking gusarnya.
“Apa yang kau andalkan menyuruh aku bertekuk lutut
dengan sesuka hatimu? Dan apa dosaku pula harus menerima
hukuman?”
“Anakku, kau tidak berdosa! jangan mau berlutut!” empos
Tohiap dari samping,
“Heng-jie, kau jangan berlaku kurang ajar, kenapa tidak
lekas berlutut!” bentak Cee Sie Tojin dengan cepat.
“Bukannya aku tak dengar kata, tapi aku tak mengetahui
harus berlutut pada siapa?” jawab Kiu Heng.
Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi hijau saking gusarnya,
lengannya menunjuk ke atas. meja. “Berlutut ke arah meja!’’
“Kenapa harus berlutut pada meja? Ini permainan apa?”
kata Kiu Heng.
“Buku itu mempunyai khasiat apa harus dihormati?”
sambung Tohiap.
Cee Sie Tojin berjiwa jujur, Ia mengira Kiu Heng
sesungguhnya tidak mengetahui benda yang harus dihormati
itu adalah Bu Lim Tiap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Heng-jie! Yang harus kau hormati itu adalah Bu Lim Tiap,


lekaslah kau lakukan!” suruhnya.
Kiu Heng mempermainkan matanya, menunjukkan
perasaan curiga.
“Tapi aku tidak mengetahui bahwa, Bu Lim Tiap itu yang
palsu atau yang tulen? Bilamana kena yang palsu, bukankah
sia-sia dan sayang kehormatan yang kuberikan dengan
percuma ini?”
Agaknya Tiang Bie Cinjin sudah tak sabaran lagi.
“Bu Lim Tiap di dunia ini hanya satu, kenapa ada yang
palsu dan yang tulen Kalau begitu, terang kau yang bersalah
dan berkeras kepala, tanpa mempunyai alasan!”
“jatuhkan saja hukuman yang setimpal, kalau Ia
membangkang, kita hajar!” kata si orang pertengahan umur
yang berjanggut indah.
”Akur! Aku setuju pendapat saudara Yo Goat Tong!” kata
Ciok It Hong.
“Diam!” bentak Kiu Heng, “kalian tidak berhak untuk
bicara.”
Sedangkan hatinya menjadi ber-debar2 sewaktu
mendengar nama Yo Goat Tiong, tapi ia masih bisa
mengendalikan hatinya.
“Sungguhpun aku belum pernah melihat Bu Lim Tiap, tapi
kau tidak berhak menjatuhkan hukuman dengan se-wenang2,
sedikitpun kau harus memanggil datang tiga orang Ciang Bun
jin dari tiga partai untuk mengadili diriku!”
Kiu Heng mempunyai Bu Lim Tiap dan pernah membacanya
berulang kali, sehingga mengerti betul peraturan2 yang
berada di dalamnya.
Kini Ia meminta agar Pek Tok Thian Kun memanggil datang
tiga Ciang-bun-jin untuk mengadili dirinya, se-mata2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengingatkan pada musuh, bahwa ia pun mengerti peraturan


yang terdapat di Bu Lim Tiap.
Sekaitan yang mendengar menjadi kaget atas permintaan
Kiu Heng.
Mereka tidak menyangka anak muda itu dapat
menimbulkan pertanyaan yang demikian tepat dan sempurna.
Orang2 di dalam ruangan sudah mulai ber-bisik2 satu sama
lain, ada yang girang ada juga yang kesal.
Yang bergirang adalah Cee-Sie Tof.jin, Kong Tat, Say Lam
San dan Cun-cu Taysu.
Sebaliknya Tohiap Siauw Siong mempunyai pikiran lain;
bagaimanapun Bu Lim Tiap yang tulen harus diperlihatkan.
Kalau tidak, kegawatan yang meruncing ini tak mungkin dapat
diatasi, sehingga pikirannya terbenam di dalam keraguan.
“Sudah terang berdurhaka pada Bu Lim Tiap, masih tetap
berani menggoyang lidah untuk membela kesalahan,”bentak
Pek Tok
Thian Kun.
“Gui-heng,” kata Cee Sie Tojin yang mempunyai
kesempatan untuk membela Kiu Heng.
“Dalam hal ini kau yang salah, Pinto mengakui belum
pernah memegang Bu Lim Tiap, tapi sudah terang mengetahui
peraturan yang terdapat di dalamnya! Apa yang dikatakan Kiu
Heng memang betul, setiap orang yang berbuat salah harus
diadili ber-sama2 tiga orang Ciang-bun-jin dari tiga partai yang
dikehendaki si terdakwa! Sedangkan kau kini berlaku menurut
kehendak sendiri, sehingga membuat aku pusing dan
melupakan peraturan yang tertera di dalam Bu Lim Tiap. Kini
aku sudah sadar, bilamana kau tetap melaksanakan kekerasan
kepada Kiu Heng, jangan sesalkan tindakanku yang kurang
sopan!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Apa yang dikatakan Cee Sie Toyu memang benar.” kata


Cuncu Taysu membenarkan.
Pek Tok Thian Kun terdiam sejenak lalu tertawa bergelak-
gelak.
“Kau boleh mengatakan demikian, tapi apa yang dilakukan
Hui Kong Taysu terhadap Kayhiap Bu Tie? Bukankah ia
menjatuhkan hukuman dengan seorang diri, padahal di situ
terdapat Cie Yang Cinjin, Liauw Tim Sutay, dan aku sendiri,
tapi sedikit pendapat pun tidak dimintanya!”
“Kalau begini sudah terang Cee Sie Totiang, membela
murid durhakanya tanpa mengindahkan lagi Bu Lim Tiap, aku
sebagai pemilik rumah ini mana mungkin membiarkan kau
berlaku gila di sini?” kata Tiang Bie Cinjin.
“Hei, orang tua, kau jangan bicara sekehendak hati,
bilamana kau berani lagi menghina Supekku, aku tak segan2
menghajar dirimu!” kata Kiu Heng.
Seumur hidupnya Tiang Bie Cinjin belum pernah mendapat
dampratan yang demikian keras di muka umum, matanya
mendelik lebar.
“Sudah tiga puluh tahun lebih aku belum pernah
menggerakkan kaki tanganku, kini kau menantang aku?
Baiklah, aku bisa mengirim kau dan Supekmu menemui Giam
Lo Ong!”
Tohiap tidak bicara lagi, ia maju dua langkah, mulutnya
mesem2 geli: “Hei Lo-tau, rupanya kau sudah tak sabar lagi
hidup di dunia ini. Inginkah mati dengan cepat?” ejeknya.
“Kuyakin ilmu yang kau pelajari puluhan tahun itu tidak bisa
menunda kematianmu terlebih lama lagi! Semoga kau bisa
tinggal di alam baka dengan senang dan gembira!”
“Hai, bungkuk, kau jangan berkata sembarangan,” kata Pek
Tok Thian Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata ia bersiap untuk menerjang.


Kiu Heng tidak tinggal diam dengan tangkas ia melangkah
maju. Tahu2 Pek Tok Thian Kun melangkah miring dan
menjamberet Bu Lim Tiap dari atas meja, dimasukkannya ke
dalam sakunya, perubahan dari gerakannya yang di luar
perkiraan ini membuat Kiu Heng tersenyum simpul.
Keadaan tegang yang memenuhi isi ruangan menjadi gelak
tertawa riuh atas kelakuan Pek Tok Thian Kun yang kesusu.
“Kau si manusia berhati cupet, mengaku sebagai seorang
Kuncu, tak tahunya orang rendah yang tidak tahu malu. Kau
kira aku kepengen segala buku itukah?” bentak Kiu Heng.
“Lihat apa ini?”
“Bu Lim Tiap!” seru sekalian yang hadir dengan terkejut.
Agaknya Tiang Bie Cinjin yang paling tak sabaran, kembali
ia bicara:
“Kita adalah golongan persilatan, untuk menyelesaikan
persoalan gawat takkan selesai dengan lidah, dan takkan
beres dengan Bu Lim Tiap. sejujurnya adalah: kekuatan
senjata adalah cara terbaik memecahkan persoalan!”
“Kau jangan banyak bicara!” bentak Tohiap seraya
mencabut huncwenya dan menyerang kepada musuh.
“Bagus,” kata Tiang Bie Cinjin, tubuhnya mundur berkelit,
lalu menghunus pedangnya.
Tohiap jadi gusar begitu sadar serangannya tidak
membawa hasil. Serangannya berubah dengan cepat,
senjatanya tak ubahnya merupakan titik2 air hujan yang
deras, mengurung kepala musuhnya!
Tak malu Tiang Bin Cinjin meyakinkan ilmu puluhan tahun
lamanya, karena pedangnya pun bisa berubah dengan cepat,
menghalau seluruh serangan2 musuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menghadapi musuh yang lihay, Tohiap menjadi girang.


Dengan tertawa mengejek ia mencoba membuyarkan
perhatian musuh.
“Tiang Bie Cinjin, sudah puluhan tahun kau belajar silat,
mungkinkah hanya belajar menangkis melulu dan berkelit?”
Tanpa menjawab Tiang Bie Cinjin, membentangkan
pedangnya, jurusnya kembali berubah, dari bertahan menjadi
menyerang.
Gerakannya yang lincah dan matang luar biasa cepatnya,
sehingga tubuhnya seperti hilang di dalam lingkungan sinar
putih yang ber-kilat2 dari pedangnya.
Dalam beberapa jurus ia berhasil mendesak musuhnya
terus2an. Hal ini membuat keberaniannya semakin menjadi2.
Seluruh kepandaianya yang diyakini dari puluhan tahun
dipergunakan dengan ganas mencecar terus musuhnya,
sehingga pertarungan benar2 hebat dan rnenggidikkan.
Kepandaian silat Tohiap sesungguhnya tidak berada di
sebelah bawah musuhnya, sayang senjatanya tidak sebaik
pedang musuh yang lebih panjang. Di samping itu, iapun
harus mengakui ilmu rangsakan musuhnya yang sudah terlatih
matang.
Perhatiannya dicurahkan seratus persen melawan musuh.
tak berani untuknya mengganggu atau mengejek lagi.
Cee Sie Tojin dan Kiu Heng mengucurkan keringat dingin
untuk keselamatan Tohiap.
Tiba2 terdengar bentrokan senjata yang nyaring, disusul
lelatu api membujar ke empat penjuru, sinar pedang segera
sirna, apa yang tampak ialah pedang Tiang Bie Cinjin, tengah
menikam ke depan dan tepat mengarah kerongkongan
musuhnya.
“Celaka!” teriak Kiu Heng tanpa disadari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sebelum kata2nya keluar dari mulut, perubahan di


medan pertarungan sudah berubah.
Kiranya Tohiap yang tengah mundur2 terangsak lawan,
tiba2 kesandung sesuatu benda, sehingga keseimbangan
tubuhnya tak baik lagi. Kesempatan ini dipergunakan
musuhnya, sehingga ujung pedang hampir menembus
kerongkongan musuhnya. Tapi Tohiap bukan seorang yang
lemah, sungguhpun dalam keadaan bahaya, pertahanannya
masih tetap tak kalut.
Tubuhnya dengan cepat kembali seperti sedia kala,
sedangkan kakinya ditendangkannya ke muka, sehingga ia
berjungkir balik ke belakang, pedang Tiang Bie Cinjin dengan
ganas lewat dari sasaran beberapa senti.
“Celaka!” pikir Tohiap di dalam hati.
Tubuhnya begitu berdiri tetap, langsung menyerobot ke
depan, huncwenya seperti kilat menyerampang. Tiang Bie
Cinjin melompat, membiarkan senjata musuh lewat dari
bawah sepatunya.
Sementara itu, Pek Tok Thian Kun sudah mengeluarkan
perintah untuk menghajar Kiu Heng.
Akan tetapi anjuran yang berupa perintah ini hanya
menarik sebagian orang, sedangkan Cuncu Taysu dan Cee Sie
Tojin serta Kong Tat membela pihak Kiu Heng. Say Lam San
sendiri mengambil jalan tengah, ia menonton tanpa
mengeluarkan pendapat,
Ciok It Hong, Yo Goat Hong dan seorang lagi yang bukan
lain dari Lie Keng, tanpa menunggu perintah dua kali sudah
menghunus — senjatanya. Hal ini diikuti orang2 Bu Lim lain
yang kurang “ kenamaan tapi sealiran dengan Pek Tok Thian
Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pertarungan kalang kabut berkobar dengan cepat. Kiu Heng


menghadapi Yo Goat Tiong, Ia ingin melampiaskan sakit
hatinya pada musuhnya yang membasmi keluarganya.
“Apakah kau yang bernama Yo Goat Tiong?” tegurnya.
“Memang aku Yo Goat Tiong seorang Piausu yang
kenamaan….”
“Tutup mulutmu, apakah kau ingat nama Wie Bu Piaukiok?
Ingatkah perbuatan terkutukmu itu? Aku adalah sisa dari
keluarga Kiu itu yang tertinggal hidup dan kini berhadapan
denganmu untuk menagih hutang!”
Yo Goat Tiong tahu banyak cakap tidak ada gunanya, cepat
menangkis serangan Kiu Heng yang sudah datang.
Lalu melancarkan ilmu kepandaiannya dari puluhan tahun,
pedangnya lincah dan tangkas, ber-putar2 seperti seekor
walet mengitari gunung.
Sepuluh jurus Kiu Heng merangsek keras, tapi tidak
membawa hasil, karena dalam perkelahian ini Ia terlalu napsu.
Hampir2 kecerobohannya mendatangkan luka. Kiu Heng
semakin bernapsu dan gusar, pedangnya dibulang-baling tiga
kali membabat musuh dengan telengas. Tapi sedikitpun tidak
membawa hasil, karena musuhnya cukup berpengalaman dan
tangguh.
Sesudah melihat musuh dalam keadaan kalap, Yo Goat
Tiong menyerang dengan cepat, ujung pedangnya bergetar,
ilmu Ban-hong Cut-cau atau sepuluh ribu tawon keluar sarang,
dilancarkan dengan hebat, ujung pedang se-olah2 berubah
menjadi banyak, kekuatannya luar biasa dan mengejutkan
yang menyaksikan.
Kiu Heng kesal serangannya dipatahkan terus, kini
dilihatnya musuh menyerang dengan llmu yang indah dan luar
biasa, hatinya merasa heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketenangan dirinya pun terkendalikan lagi, dengan cepat.


Ia melancarkan ilmu pedang Cit-cuat-kiam dari Kong Tat,
pedangnya menggulung seperti pelangi, mengurung jurus
Ban-hong-cut-cau musuhnya, sedangkan lengan kirinya
mendorong keras dengan jurus Geledek Membelah Gunung.
Yo Goat Tiong tak mengira serangannya kena dibendung.
di samping itu serangan lengan lawan pun memberikan
ancaman keras. Ia mundur sambil menarik pedangnya. Tak
kira Kiu Heng membarengi dengan serangan lain, pedangnya
menikam tajam ke pergelangan musuhnya sedangkan kakinya
menyepak pula ke arah ke mana lengan yang berpedang itu
mengegos. Inilah jurus dari Bu Lim Tiap yang dilancarkan.
Yo Goat Tiong tak menduga perubahan musuhnya berjalan
dengan cepat dan di luar dugaan, ia tak bisa melakukan
egosan lagi, tahu2 lengannya tertusuk pedang dan lemas.
Senjatanya jatuh, berbareng dengan itu tendangan musuh
berkelebat di samping tubuhnya. Pertahanannya berantakan
seketika.
“Hutang darah bayar darah, dosa tidak berampun!” teriak
Kiu Heng sambil mengerjakan pedangnya.
Yo Goat Tiong menjerit keras, ia mandl darah dan mati
seketika juga.
Akibat dari kematian Yo Goat Tiong mempengaruhi medan
pertarungan. Ciok It Hong yang berhadapan dengan Cuncu
Taysu dari Siauw Lim Sie, segera merat keluar, karena ia tahu
bahwa Pek Tok Thian Kun tidak bisa membela dirinya lagi.
“Jangan kasih lolos!” teriak Kiu Heng, karena ia sangat
benci pada Ciok It Hong yang pernah mencelakakan dirinya.
Atas seruan ini, Cuncu Taysu mencoba mengejar, tapi kena
dihalangi beberapa orang2 lain.
Lie Keng menghadapi Cee Sie Tojin, tapi Ia bukan lawan
dari si jago Bu Tong, dalam sekejap sudah berada di bawah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

angin. Sungguhpun demikian, Ia tidak mau merat seperti Ciok


It Hong yang licik. Kiu Heng yang sudah berhasil paling pagi
membereskan musuhnya, kini dihadang empat orang Bu Lim
lainnya, sehingga tidak bisa mengejar Ciok It Hong.
Pek Tok Thian Kun sendiri tengah sengit melawan Kong
Tat, menilik dari ilmu mereka masing2 sama2 kuat, tapi Kong
Tat menang di hati. Sedangkan Pek Tok Thian Kun sudah
bimbang menghadapi keadaan yang gawat ini. Tak heran
begitu Ia mendapatkan kesempatan segera menerjang jendela
dan kabur.
Ia ber-lari2, pikirannya sudah aman. Tak kira baru keluar
dari rumah dari depannya mendatang seorang nikoh. dan dua
gadis.
“O Mi To Hud, tak diduga kita bertemu lagi di sini!” kata
nikoh itu yang bukan lain dari Liauw Tim Sutay.
“Sesudah berpisah dari See Ouw, Sutay baik2kah?’’ tegur
Pek Tok Thian Kun.
Ia merasa heran si nikoh yang tidak mempunyai ganjelan
dengannya bisa mengeluarkan perkataan yang mengandung
tantangan, tapi ia tenang dan tidak mengentarakan di
wajahnya.
“Aku tidak bersangkutan denganmu, karena itu tak perlu
kuatir atas diriku ini. Sedangkan yang akan meminta
berurusan adalah kedua Kounio ini,” kata Liauw Tim Sutay.
Ping Ping dengan mata berlinang menatap musuhnya
dengan gusar, sedangkan Soat-jie pun mengetahui orang
yang mencelakakan ayahnya adalah Pek Tok Thian Kun juga.
“Gui Sam Seng, masih ingatkah kau kejadian di Oey San,
dimana keluargaku habis kau bantai?” tegur Ping Ping.
“Oh, kau si bocah, kukira sudah mati menjadi setan!” kata
Gui Sam Seng dengan heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ping Cici, untuk apa banyak bicara dengan manusia iblis


yang kejam,” kata Soat-jie.
“Siapakah kau?”
“Aku puteri dari Cie Yang Cinjin!”
“Ha?” Gui Sam Seng heran, “jadinya kau ingin melawan
aku?”’
“Ya,” jawab kedua gadis itu hampir berbareng.
“Tahukah bahwa kau berhadapan dengan pemilik Bu Lim
Tiap?”
Liauw Tim Sutay menjadi tertawa mendengar keterangan
itu.
”Gui Sam Seng, kau tak perlu menimbulkan Bu Lim Tiap
yang kau peroleh secara licik! Hadapilah kedua Kounio ini
dengan jantan, aku pasti tidak campur tangan!”
Perkataan ini memang yang diinginkan Gui Sam Seng
karena Ia takut si nikoh melawannya. Tapi ia pura2 bersikap
lain: “Biar siapapun aku tak takuti, apa lagi cuma dua bocah
ini,” katanya.
Ping Ping menghadapi musuhnya di depan mata, dan
saatnya untuk turun tangan sudah tiba, hatlnya menjadi ber-
debar2. Pada saat inilah kesiuran angin keras tiba menyerang
dirinya, cepat ia menggeser kaki dan memutar tubuh
menghindarkan serangan lewat. Lalu Ia mencurahkan
‘perhatian pada musuhnya sambil menantikan serangan
selanjutnya.
Pek Tok Thian Kun melakukan serangan sewaktu musuh
tak bersiaga, tapi kena diegoskan Ping Ping dengan mudah,
tanpa berkata lagi Ia maju mendekat dan mengayunkan
lengannya menabas, kelihayan dari pukulannya ini tak
ubahnya dengan kekuatan badai di laut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping tahu kekuatan lengan musuh yang sebelah itu


cukup berbahaja, Ia menggeserkan kakinya dan mundur per-
lahan2.
Pek Tok Thian Kun merasa heran melihat musuhnya yang
mundur2 terus, segera mengubah pukulannya dari membabat
menjadi mendorong, seiring dengan itu tubuhnya pun seperti
angin topan cepatnya menyergap ke muka.
Ping Ping seperti sudah menduga musuhnya akan berbuat
demikian, begitu musuh mendekat segera memutarkan tubuh
di atas sebuah kakinya, keadaan sangat berbahaya, hampir Ia
tertotok jari musuh. Tapi perhitungannya cukup matang,
sewaktu ia memutar tubuh, jurus yang dilancarkan bukan
main indahnya, inilah pelajaran rahasia yang diperolehnya
selama tiga tahun di pulau Cee Cu To.
Pek Tok Thian Kun tahu jurus dan gerakan musuh sangat
dahsyat, tapi Ia menang pengalaman, sebelum serangan
datang sudah menduga lebih dulu, tak heran sewaktu Ping
Ping melancarkan tangan kena dipatahkan secara mudah.
Kedua tubuh mereka dari merapat tiba2 berpisah, lalu
saling tatap dan bersiaga, sesudah itu saling serang lagi,
kembali dari berpisah bergumul lagi menjadi satu. Tubuh Pek
Tok Thian Kun di bawah baju hitamnya yang besar ber-putar2
seperti gulungan asap yang luar biasa lincah.
Ping Ping didesak terus, sehingga gugup dan kalang kabut,
maklumlah seumur hidupnya Ia pertama kali menghadapi
musuh, lagi pula musuhnya sangat tangguh.
Segala kepandaiannya yang diperoleh dalam tiga tahun
agaknya belum bisa mengimbangi daya kekuatan musuh yang
diyakini puluhan tahun. Biar pun demikian Ia melakukan terus
perlawanan dengan gigih.
Soat-jie mengetahui saudara seperguruannya berada di
bawah angin, maka itu ia mengambil sikap siap sedia, begitu
dilihatnya Ping Ping terdesak terus, Ia menghampiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu perkelahian berpisah dengan cepat. tubuhnya


menggantikan kedudukan Ping Ping.
Pek Tok Thian Kun merasa heran atas gerakan si gadis
yang lincah dan cepat. Di samping itu ia tidak habis mengerti
kenapa Ping Ping sudah demikian lihay sekali, ia merasa
penasaran tidak bisa menjatuhkan seorang gadis dalam waktu
singkat.
Kini dilihatnya Soat-jie menggantikan Ping Ping. sehingga
kegusaran Gui Sam Seng ditumplakkan pada si gadis.
Biarpun digenjot pulang pergi dengan tekanan2 keras,
Soat-jie tidak menunjukkan paras gusar, ia memusatkan
seluruh perhatiannya pada gerakan2 musuh. Lalu
menghindarkan diri dengan indahnya, tubuhnya yang ramping
dengan gerakannya yang lincah, ber-putar2 mengimbangi
musuh, sehingga seperti uap putih dan asap hitam tengah
ber-putar2. Bukan saja kecepatannya luar biasa dan
mengagumkan juga sangat indah di pandangan mata yang
menyaksikan.
Seorang Ciang-bun-jin dari Pek Tok Bun melawan seorang
gadis dari Cee Cu To, dua2 sama2 kuat, masing2 ia
memamerkan ilmu golongan atas yang jarang dilihat di dunia
persilatan. Mereka seperti mempertaruhkan jiwa masing2 yang
satu merasa penasaran tidak berdaya menghancurkan seorang
gadis, sedangkan si gadis merasa benci dan ingin membalas
dendam.
Ilmu kekuatan Pek Tok Thian Kun sudah lihay, sedangkan
Soat-jie yang masih mudapun cukup lihay, dan kalau dinilai
ilmu kepandaiannya tidak berada di bawah kekuatan Cie Yang
Cinjin sewaktu merebut Bu Lim Tiap yang ketiga kali.
Sesudah perkelahian berjalan satu jam, Pek Tok Thian Kun
masih belum berhasil menjatuhkan puterinya Cie Yang Cinjin,
keadaan tetap berimbang. Sehingga Pek Tok Thian Kun mem-
bentak2 dengan nyaring, tegas ia merasa cemas belum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memperoleh kemenangan sesudah bertarung demikian lama.


Di samping itu iapun kuatir kalau kawan2-nya di dalam rumah
kalah dan datang ke tempat mereka bertarung, dirinya pasti
akan terkurung dan mati di bawah kepungan musuh.
Tengah hebatnya mereka bertarung, tiba2 tendengar
jeritan keras dari jarak beberapa tombak. Pek Tok
Thian Kun berkesempatan melihat juga ke arah suara. Di
sana ia melihat sesosok tubuh jatuh bermandikan darah dan
berkerejetan lalu mati.
Di samping mayat itu berdiri seorang pengemis yang bukan
lain dari Kayhiap Bu Tie.
Kiranya sewaktu Ciok It Hong sipat kuping melarikan diri,
kena dihadang Bu Tie, sehingga pertarungan seru tak dapat
dihindarkan. Mereka bertarung ber-puluh2 jurus, tapi
kemenangan akhir diperoleh Bu Tie juga. Sesudah
menyelesaikan perkelahian berat, Bu Tie mendekat pada
Liauw Tim Sutay sambil menyaksikan perkelahian antara Soat-
jie dan Pek Tok Thian Kun.
Sementara itu keadaan di dalam rumah batu masih tetap
ramai, pertarungan berjalan semakin seru. Masing2 ingin
menjatuhkan musuh dalam waktu sesingkat mungkin.
Sedangkan Tohiap yang saling hantam dengan Tiang
Bie Cinjin, sudah melancarkan ilmu simpanannya yang
terdiri dari dua puluh empat jurus dengan gencar, tampak
huncwenya ke atas menyangsot enam kali, lalu ke bawah
menotok enam kali, kiri kanan enam kali, seluruhnya dua
puluh empat serangan dilancarkan dalam waktu singkat.
Tiang Bie Cinjin sesudah menghadapi dua puluh empat
serangan hatinya merasa gentar, sehingga tertekan habis2an,
tak heran senjatanya begitu beradu segera terpental, dirinya
sendiri tergempur mundur beberapa langkah dengan
terhuyung. Sebelum sempat memperbaiki dirinya serangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

susulan dari Tohiap membuatnya terkapar di lantai dan mati


seketika.
Kekuatan musuh sudah berkurang, banyak yang sudah lari
sipat kuping, hanya Lie Keng tetap melakukan perlawanan,
tapi dalam waktu tak seberapa lama Ia pun menyusul Tiang
Bie Cinjin di bawah tekanan maut Cee Sie Tojin. Tempat
perkelahian yang seram dan menegangkan urat saraf kini
menjadi sunji sepi, di samping yang terbunuh mati terdapat
pula yang terluka parah sambil merintih kesakitan.
Yang tidak sempat melarikan diri dilucuti senjatanya dan
disuruh mengurus jenazah2, sesudah itu rumah itu dibakar.
Tohiap dan kawan2 segera meninggalkannya, mereka
menjadi terkesiap sewaktu menyaksikan perkelahian yang
masih berlangsung antara Soat-jie dengan Pek Tok Thian Kun.
Tapi sebagai jago2 mereka tidak mau turun tangan
mengerubuti musuhnya yang tinggal seorang diri.
Dua manusia bertarung terus, seperti me-nari2 agaknya,
membuat pandangan mata kabur.
Tiba2 Soat-jie berteriak keras dan garing, tubuhnya
merapung ke atas, lalu bergeliat sejenak dan menukik dengan
kecepatan kilat, kaki dan tangannya dibentangkan demikian
macam, seperti seekor elang menyergap anak ayam, langsung
menghajar ubun2 musuhnya. Inilah salah satu jurus dari Cee
Cu To yang bernama Elang Saktl Menerkam Ayam.
Saat ini Pek Tok Thian Kun tengah risau, sebab melihat api
berkobar dan datangnya kawan2 pihak musuh. Sehingga tak
ampun lagi Ia terkena serangan tangan si gadis, tubuhnya
terhuyung2, untung Ia masih bisa berlaku tangkas kalau tidak
jiwanya pasti mati seketika juga.
Kekalahan agaknya sudah terbayang di depan mata Pek
Tok Thian Kun, serangan2 musuh yang semakin lama semakin
aneh dan belum pernah dilihatnya membuatnya semakin
repot. Untuk menyelamatkan jiwa ia mencoba “modalnya”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang ampuh yakni ilmu tertawa yang bernama Li-seng-tuan-


hun-im. Begitu mendengar suara tertawa yang dahsyat ini
sekalian jago menjadi bergolak hatinya, untunglah mereka
terhitung ahli2 kelas satu. Sesudah menenangkan hati
seketika sudah tak terganggu lagi suara aneh itu. Sedangkan
Soat-jie mula pertama merasa tak kuat mendengar suara itu,
tapi sesudah menyalurkan Lui-kangnya ia bisa menahannya,
dan per-lahan2 suara tertawa musuh yang bisa melukakan
orang di dalam jarak beberapa ratus meter itu, tak ubahnya
seperti tertawa biasa. Saat inilah Ia melancarkan ilmunya yang
terlihay.
Tampak tangannya mencabut belati lalu melontarkan keras.
Pek Tok Thian Kun melihat sinar putih yang berkilauan, ia
kaget dan mengingat lagi sewaktu serangan Cie Yang Cinjin di
See Ouw, kipasnya cepat dicabut dan dipakai menangkis.
Pisau itu berkekuatan luar biasa, kipas ditembus langsung
menikam ke depan. Dengan jeritan keras yang memilukan,
Pek Tok Thian Kun rebah di bumi. Tubuhnya berkelejetan
sejenak, lalu tampak sepasang kakinya menjadi lurus, seorang
jago tamat riwajatnya secara demikian.
Tiba2 tampak berkelebat seseorang muda yang langsung
menubruk mayat Gui Sam Seng sambil ter-sedu2.
Sekalian yang menyaksikan merasa kasihan juga melihat
nasib Gui Sam Seng, tapi kalau mengingat kejahatannya,
semua merasa gusar dan ingin menelannya hidup-hidup.
Pemuda itu bukan lain dari pada Gui Wie, sesudah
menangis seketika diangkatnya tubuh ayahnya dan dibawa
pergi.
“Saudara Gui!” kata Kiu Heng sambil mengejar. “Kau tentu
merasa benci pada kami bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

“Ayahku berlaku jahat dan sudah seharusnya menerima


ganjaran serupa ini, tapi untukku ia tetap seorang ayah.
Karena itu aku harus mengurus jenazahnya sebaik mungkin!”
“Bagaimana dengan Cui-cici?” tanya Kiu Heng.
“Ia baik2 saja, dan kalau kau sempat di kelak kemudian
hari mampirlah di Bu Kong San, kami hidup di sana
mendampingi suhunya yang sudah tua!” jawab Gui Wie sambil
pergi dan tidak menoleh lagi.
Sesudah berkumpul sejenak, Say Lam San pun mohon
pamit untuk bertapa lagi, sedangkan Kayhiap dan Tohiap yang
sudah ada umur ingin melewatkan hari dengan tenang jauh di
pegunungan.
“Heng-jie kau masih muda, masih penuh cita2 untuk
menempuh hidup, sedangkan aku sudah tua, karena itu ingin
mengasingkan diri. Kuharap kalau sempat kunjungilah aku di
Thai San,” kata Tohiap.
“Giehu,” kata Kiu Heng dengan terharu.
Kong Tat datang menepak-nepak pundak Kiu Heng.
“Kau anak yang baik, bagaimana dengan Pai-kut-sin kang,
apakah kau tidak pelajari?” kata Kong Tat.
Kiu Heng tersenyum.
“Hai, pengemis dan orang bungkuk, kau pergi masa berdua
saja, akupun sudah jemu luntang lantung di dunia Kang Ouw,
karena itu ajaklah aku bersama2,” kata Kong Tat.
Sekalian yang mendengar tersenyum.
“Heng-jie, kalau sempat datanglah ke Bu Tong San,” pesan
Cee Sie Tojin.
“Baik,” jawab Kiu Heng Tohiap, Kayhiap, juhiap pergi
serombongan ke Thai San, Liauw Tim Sutay kembali ke Hoa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

San, Cee Sie Tojin seiring dengan Cuncu Taysu meninggalkan


medan pertarungan yang sudah menjadi mati.
Kiu Heng berlinang air matanya, sedangkan Ping Ping dan
Soat-jie memegang lengan kanan dan kiri si pemuda sambil
menatap kepergian jago2 Bu Lim.
“Kiu Koko, sejak hari ini kita, harus pergi kemana?” tegur
Ping Ping.
“Tidak tahu, aku tak akan berpisah darimu lagi!”
“Kiu Koko,” kata Soat-jie dengan likat. “Aku sudah meminta
pada ibu untuk membawamu ke Cee Cu To. Mula pertama ia
tidak mengizinkan, sesudah kudesak pulang pergi, kau
dibolehkan juga datang ke sana.”
Kiu Heng menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka
segera meninggalkan tempat itu dan pulang Cee Cu To.
Sejak itu, Kiu Heng hidup bahagia di pulau kecil yang aneh
didampingi dua gadis cantik.
-=TAMAT=-

Bersambung jilid .

Anda mungkin juga menyukai