Anda di halaman 1dari 13

Prosiding Presentasi Ilmiah Keselarnatan Radiasi dan Lingku,;cg':lJ

Hotel Kartika Chandra, .14 Vesember 2£

RADIOIMMUNOASSAI PROGESTERON UNTUK I::IAGNOSIS KEGAGALAl\:


INSEMINASI BUATAN PADATERNAK SAPI PERAH

T. Tjiptosumirat, B. J. Tuasikal danN. Lelananingiyas


Puslitbang Teknologi Isotop daD Radiasi -BATAN

ABSTRAK
RADIOIMMUNOASSAI PROGESTERON UNTUK DIAGNOSIS KEGAGALAN INSEMINASI
BUATAN PADA TERNAK SAPI PERAH. Pemanfaatan teknik Radioimmunoassai (RIA) untuk
analisis hormon progesterone (P4) yang terkandung dalam susu, yang berasal daTi '78ekor ternak
sapi perah, telah digunakan untuk mendiagnosis kegagalan Inseminasi Buatan (ffiJI. Kandungan
P4 dalam susu dianalisis dengan kit RIA lase parlato Hasil analisis menunjukkan 55,1%
pelaksanaan ffi dilakukan pada saat yang tepat dengan birahi sapi dan diperkirakan akan
menghasilkan kebuntingan. Sedangkan 44,9% pelaksanaan IB dilakukan tidak pada saat birahi;
dengan rincian 30,8% pelaksanaan IB saat ternak dalam kondisi tidak ada siklus reproduksi; 6,4%
pelaksan4an IB pada ternak bunting atau mengalami Corpus luteum persistenjCLP;3,:B%pelaksana-
an IB saat ternak dalam f,!se luteal; dan 3,9% pelaksanaan ffi dilakukan pada kondisi ternak sapi
perah ya.g status biologisnya tidak dapat diperkirakan dengan konsentrasi P4. Analisis RIA P4
dapat di!Junakan untuk diagnosis gagal IB lebih cepat (21 hari pasca IB sudah dapat diprediksi)
hila dibatdingkan dengan diagnosis konvensional yang dilakukan dengan palpasi rektal, yaitu
pada >50bari pasca ffi.

ABSTRACT
RADIOIMMUNOASSAY PROGESTRERONEFOR ARTIFICIAL INSEMINATION FAILURE
DIAGNqSIS ON DAIRY CATTLE. Application of milk progesterone radioimmunoassay for AI
failure d~gnosis on 78 dairy cattle has been conducted. Milk progesterone was analyzed using
solid pha$e of progesterone RIA Kits. Result of this experiment shows 55.1 % of IA were conducted
on oestrt$ cow; 44.9% of the dairy cows were artificially inseminated not on the correct time,
which ar~: 30.8% AI services were performed when the cows were not heat, 6.4% ,t\I services on
acyclic c<iws, pregnant or corpus luteum persistentjCLP; 3.8% AI services were performed on
cows at IJteal phase; and 3.9% AI services were performed on unidentified biologicaJ status of cow
using mill;: progesterone hormone. RIA Milk progesterone analysis can be implemented for early
AI failure diagnosis, the result of which can be obtained in 21 days post AI, as compare to
conventiooal way by rectal palpation, which can be performed at >50 days post AI.

clan teknologi ini dikenal sebagai Radio-


PENDf\HULUAN
irnmunoassai (RIA)
Petnanfaatan teknik nuklir yang
terutam4 bertujuan untuk kedamaian dan
untuk
kesejaht.aan telah banyak digunakanclan
reproduksi ternak rurninansia, khususnya
diaplika.ikan Salah satu contoh reman
pada ternak sari. Peningkatan efisiens:
faatan ON adalah deteksi konsentrasi
reproduksi ternak sari telah lama dilaku-
suatu hormon dengan cara pelabelan
kan, yaitu dengan mengaplikasikan tekno-
hormon tiengan radioisotop spesifik [1-3].
logi kawin suntik yang lebih dikenal

Pit
159
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan X
~ Uote~rtjka OJal!!!!a. .14 Vesem~~OO4

dfngan Inseminasi Buatan (lB). Dengan lB, untuk memberi dukungan dalam rangka
temak akan dipantau gejala birahinya peningkatan efisiensi reprocluksi temak
secara visual. Bila birahi ini terpantau yang berkaitan dengan kelainan fungsi
maka kawin suntik akan segera dapat reproduksi. Beberapa hal yang dapat
dilakukan. Data terakhir menunjukkan diketahui dengan mengaplikasikan teknik
bahwa pemanfaatan kawin suntik men- RIA adalah deteksi p'.1bertasternak, deteksi
capai 85 % daTi keseluruhan sistem gejaIa birahi setelah kelahiran, diagnosis
pengawinan ternak, sehingga sistem kebuntingan dini, diagnosis: kegagaIan
kawin suntik ini efektif untuk program
bunting lebih awal yang mendukung
peningkatan efisiensi reproduksi temak program IB, clan diagnos:is ke1ainan
sapi. Namun, dalam pelaksanaannya, reproduksiternak.
keberhafJ1anIB perlu dipantau lebih lanjut
sehubungan dengan banyaknya kasus IB- II. TAT A KERJA
berulang (repeat breeder)yang antara lain 11.1.Pengambilanclanpreparasi sampel
disebab~ karena kegagalan ketepatan
deteksi tirahi, birahi tenang, clan kemung- Aplikasi teknik RIA dapat dilakukan

kinan karena adanya kelainan reproduksi dengan mengambil cuplikan atau sampel

yang sulit dipantau secara visual. Untuk yang berupa susu,yang kemudian konsen-
trasi harman progesterannya dianalisis
keadaanI yang terakhir ini dibutuhkan
secara berkala. Pelaksanaan IB clan
diagnosi$ yang mendalam oleh tenaga ahli
pengambilan sampel susu untuk analisis
kesehatatl ternak (dokter hewan) di
dengan teknik RIA progesterO1:ldilakukan
lapangarl Penyebab keadaan tersebut
terhadap 78 ekor sari perah pada dua
lebih dottrinan disebabkan adanya kelain-
lokasi di Kabupaten Garut, yai1:uKecamat-
an fisiol~gis ternak yang bersangkutan,
an Cisurupan dan Kecamat~n CiIawu.
sehinggal perIn dukungan bagi tenaga
Waktu pengambilan sampel susu adalah
kesehata~ temak di Iapangan untuk
hari ke 0 (saat IB), hari ke lO-l:l setelah IB,
mendapatkan gambaran faali ternak yang
clan hari ke 20-22 setelah lB.. Pemisahan
dicuriga1bermasalah, sebelum kemudian
lemak (defated)daTi sampel susu delakukan
dilakukaJi\perlakuan (treatment).
dengan cara sentrifugasi selaIrLa 10 menit
Pada penelitian ini, aplikasi TN
pada 3000 rpm. Selanjutnya lemak yang
dengan teknik RIA, yang bertujuan untuk
terpisah pada bagian atas dibuimg dengan
mendete.si hormon progesteron dalam
bawah
serum atau susu, merupakan suatu raTa pipet, sedangkan bagian
Prasiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan X
IfoteJ Kartika O1andra. .14 J?esember 201)4

berupa susu skim dipakai untuk analisa Selesai proses inkubasi, kelebihan 1251-
penetapan kadar progesteron (P4). P4 yang terdapat dalam seluruh tabung
assay, kecuali kelompok pertama,
Analisis barman progesteron dibuang laiu dikeringkan dengan cara
dengan RIA
membalikkan tabung-tab'ung tersebut

Tata analisis barman pada bill pengeringan yang sudah


kerja
progesteron, dalam susu, dilapisi kertas merang dan tissue,

dilakukan dengan menggunakan teknik selama kurang lebih satu jam.

RIA fase padat menurut International 4. Selanjumya setiap tab1mg dicacah

Atomic I Energy Agency selama 1 menit menggunakan alat


(IAEA) [4,5]
adalah sebagai berikut Pencacahgamma (Gammacounter). Dari

1. Tabung-tabung telah basil cacahan kelompok pertalna clan


assay yang
kedua dibuat kurva standar.
dilapisi dengan antibodi,-progesteron
Nilai basil cacahan kelomppk ketiga
dibagi menjadi tiga kelompok:
kelompok pertama terdiri dari dua diplotkan dalam kurva standar tersebut
untuk mendapatkan kon5entrasi pro-
tabuing yang dipersiapkan untuk
cacahan total dan diisi hanya dengan
100 I~ larutan antigen progesteron 6.
bertanda (125I-P4); kelompok kedua
mewakili kasus berdasark~ waktu
ditaltlbahkan100~ larutanstandarP4
pelaksanaan IB yang telah dilakukan
yang kadarnya telah diketahui; clan
pada temak sapi perah yang digunakan
kelo:*lpok ketiga ditambahkan 100 III
dalam penelitian ini.
susul skim dari sampel yang akan
dite~pkan kadar progesteronnya.
: Sebagai alat bantu untuk interpretasi
2. Pad1 tabung kelompok kedua dan
, status faali reproduksi temak sari perah
keti~ ditambahkan1000~l hormon P4
dan gambaran kegagalan IB, berikut ilus-
bertanda (125I-P4) Semua tabung di- trasi grafik konsentrasi P4 pa.da Gambar 1
tutup dengan parafilm clan diinkubasi
yang disampaikan oleh PETERSclan BALL
selama 24 jam dalam suhu kamar.
[6].

-161
PuslitbancdKeselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional

cuplikan
5.
3.
Prosiding Presentasi llntiah Keselantatan Radiasi dan Jf.ingkungan x
lioteJ Kartika O1andra, 14 Vt~sember ~O04

10

--
-J 8
"0

-E
c
c
6
0
...
Q)
II)
4
Q)
C)
0
...
a. 2

0 10 20 30 410
Hari pasca 18

Gamb;jc 1 Jika konsentrasi P4 daTitiga kali pengambilan (hari ke-O;10; 22 setelah IB)
masing-masing menunjukkan nilai:
Rendah-rendah-rendah, berarti Anoestrus/ anovulasi (A);
Rendah-tinggi-rendah, berarti IB saat biram tetapi tidak berhasil buntirlg(B);
Rendah-tinggi-tinggi, berarti IB saat biram clan kemungkinan bunting (C);
Tinggi-rendah-tinggi, berarti IB saatlase luteal (0);
Tinggi-tinggi-tinggi, berarti IB pada sapi bunting atau kasus Corpus Luteum
Persisten (CLP) (E).

Dati Gambar 1 diketahui bahwa yang meragukan sehingga perlu dilakukan


nilai P4 ~bih daTi 3 nmol/L menunjukkan analisis sampel barn [7].
adanya aktifitas ovarium 11ingga terben-
tuknya I:'(Jrpusluteum yang memproduksi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
progeste~ne. Jika nilai P4 kurang dari 1
Interpretasidari haBitpemeriksaan
nmolf L berarti tidak ada aktifitas corpus
konsentrasiP4 pada 78 ekor sari perahdi
luteum, ~dangkan level P4 yang berada
KabupatenGarut ditunjukkan pada Tabel
antara 1-3 nmoljL menunjukkan nilai

162

1.
Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan X
lfoteJ Kartika OJandra, .14 L'esember 2004

Interp.~tasi hasil pengujian progesteron dalam sampel SUStluntuk


prediksi waktu pelaksanaan IB pada sapi perah di lapangarl.

T4bel 1 menunjukkan bahwa ter- dilakukan. Gambar2. adalahhasil analisis


dapat ~laksanaan IB yang tidak tepat susu dengan RIA P4 berasal dari 2 ekor
c,
waktu hkibat kesalahan deteksi birahi sapi perah, milik Ujang Sutis:na dan Ento,
adalah ~besar 41 %, yaitu IB yang dilaku- yang mewakili kejadian IB yang dilaksana-
kan pa4a temak anestrus/ tidak ovulasi kan saat estrus clan kemungkinan teIjadi
(30,8%),;iIBpadatemak bunting atau kasus kebuntingan.
,
.
CLP (c,rpus luteum persIstent) sebesar Dari grafik pada Gamb,ar 2. tampak
6,4%, dan IB saat fase luteal (3,80%). konsentrasi P4 rendah pada l1Larike-O (saat
Angka 41 % ini rnasih terlalu tinggi jika IB), hat ini menunjukkan bahwa~api barn
"
J

dibandi4gkan dengan catatan O. PERERA melepaskan telur saat ovulasi clan konsen-
.[8], yan~ menyatakan bahwa kegagalan IB tragi estrogen tinggi sehingga ~,~~yebab-
""
akibat ijesalahan deteksi birahi di Asia kan terjadinya gejala birahi pada kedua
masih tEtjadi sebesar 17% sapi tersebut, dengan demikian temak
IBlyang dilakukan pada ternak saat dikawinkan (IB) pada saat yarlg tepat [9].
birahi ~pat menghasilkan kebuntingan
clan apabila tidak terjadi kebuntingan hal
ini me.unjukkan kegagalan IB yang

'Tabell.
Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi daJ1tLingkungan X
IIOteJ Kartika Olandra. :14 l:>esember :J,O04

10
-:::
"0 8
E
-
-.t
t:
6
a.
'iij
-.. co
t:
Q)
4
U)
t:
0 2
~
0

0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah IB)

Gambar 2. lnseminasi buatan yang dilakukan tepat pada saatbixahi, clan


kemungkinan bunting.

~lanjutilya tampak nilai P4 luteum clan berfungsi untulc memelihara


meningkat sampai level> 4 nmol/L pada kebuntingan pada hewan normal [10, 11].
hari ke-10 clan 21 setelah IB, dengan Namun demikian perlu. dilakukan
demikian ada kemungkinan kedua sapi pemeriksaan kebuntingan (PKB) secara
tersebut menjadi bunting. Progesteron palpasiperektaloleh tenaga m,edis lapangan

merup.:l1<an salah satu jerus hormon pada hari ke 50-55 setelah IB untuk
reproduksi yang dil1asilkan oleh Corpus memastikan kebuntingan tersebut.

15
-s
0 12
c-E
.qo 9
a.
U)
~
...
6 /
c /
Q)
U)
c
0 3
~
0 II ~I
0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah 18)
Gambar 3. Inseminasi buatan yang dilakukan tepat pada saatbirahi,-namun
tidak bunting.

PuslitbaJlg Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional

~
A
164
Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan X
Ifotel Kartika O1andra, .14 l>esember 2004

Gamba! 3, adalah basil analisis susu


,
dengan tRIA P4 berasal dari 2 ekor sari
perah, yang mewakili kejadian IB yang
dilaksanakan saat estrus tetapi tidak
berhasil bunting (gagal IB). Kedua sari di
IB pada saat yang tepat, yaitu ketika birahi
yang ditunjukkan dengan nilai P4 rendah
« 1 nmolfL) pada han ke-O. Level P4
meningkat sampai >9 nmolfL dari sampel
yang dianalisis pada 10 hai setelah IB,
tetapi kemudian menurun kembali pada 55 hari setelah lB. Keadaan ini sangat
hari ket21 setelah lB. Hal tersebut membantu apabila sapi yang mengalami
menunjukkm1 bahwa kebuntingan tidak gagal IB tidak lagi menunjukkan birahi
terjadi, clan kedua sapi melanjutkan siklus setelah lB. Untuk IB berikutnya dapat
estrusnyP selama21 hari. Jika pembuahan dilakukan pada 21 hari setelah sampling
tidak terjadi, corpus luteum akan mulai ke-3.
beregresi, selanjutnya folikel yang lain

10
-
::::
"0 8

-E
c
'Ot 6
Do
"Uj
~
...
...
C
4
<II
II)
C
0 2
~
0 '-~::=:T::=~==t:~=~====t::::::T:===-- I ~ 11

0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah 18)

Gambar 4. Inseminasi buatan yang dilakukan pada saat ternak anestrus, tidak ovulasi,
I atau mengalami periode fase luteal pendek.

Puslitbanglr<eselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional 165


Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan X
~ lIOteJ Kartika OIandra. .14 Vesember :l004

Gambar 4 adalah .hasil analisis susu GARCIA dkk [14] kejadian s;apidi IB saat
denganlRIA P4 berasal dari 2 ekor sapi tidak adasiklus di Asia dan Pl.merika Latin
perah, yang mewakili kejadian IB yang di- sebesar17,3 %. Dengan demikian kegagal-
laksanakan saat temak tidak esb"us. an IB pada sapi acyclic dalam penelitian ini
Tingkatf['4 pada kedua sapi tersebut selalu masih lebih besar (30,8%). Dalam hal ini
rendah 'selama pemerlksaan sampel «1 pemahaman gejala birahi oleh peternak
nmoljL), hill ini menunjukkan tidak ter- Indonesia hams lebih ditingkatkan lagi,
jadi siklus reproduksi. Kejadian ini juga karena sapi yang acyclic tidak mungkin
menyebabkan tidak terjadi ovulasi akan bunting tetapl
petE!r-nak tetap
sehingga tidak ada estrus (sapi tidak meminta petugas IB untuk mengawinkan
menunjllkkan gejala birahi). Menurut sapinya.

10
-
s
0 8
E '\7-'-' "-'---~~'-"~7_'~"",,_-
..s.
oqo 6
a.
"in
ro
...
+"' 4
C
Q)
U)
c
0 2
~
0 L
1.1

0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah IB)

Gambarr .Inseminasi buatan yang dilakukan pada saat temak sudah buntin:g, atau
sedang mengalami sistik luteal (adanya corpusluteumpersistentatau CLP).

G~bar 5 adalah basil analisissusu fitas Corpus luteum yang mengeluarkan


dengan RIA P4 berasal daTi 2 ekor sapi hormon progesteron. Sebagaimanatelah
perah, ~ng mewakili kejadian IB yang diketahui P4 berfungsi untuk memelihara
dilaksanakan saat temak sudah bunting kebuntingan [10, 11], ini berarti sapi di IB
atau dalam kondisi Corpus luteum persisten pada saat bunting. Kemungkinan lain
(CLP). level P4 yang selalu tinggi (> 4 adalah terjadi aktifitas Corpus luteum yang
nmol/L~ daTi ketiga sampling pada dua menetap. Keadaan CLP berhubungan
sapi ter~but menunjukkan adanya akti- denganpatologi uterus yang dapat meng-

Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional 166

~
hambat pelepasan barman prastalglandin terjadinya gangguan reproduksi yang,
(PGF2a) dari dinding rahim [15]. PGF2a menyebabkan CLP [17]. ME!skipun telah

berfungsi sebagai barman uterus utama diprediksi bahvva sapi di IB saat btUlthlg
yang bersifat luteolitik clan dapat me- atau dalam kondisi CLP, perlu dilakukan
nyebabkan regresinya corpus luteum [16]. pemeriksaan kebuntingan, ovarium, daD
Selain untuk diagnasa gagal IB, RIA P4 uterus oleh tenaga medis lapangan untuk
juga dapat digunakan untuk memprediksi memastikan kondisi tersebut.

10
-::: [
"0 8

-E=
q- 6
c..
"in ~
IU
L. j)
+"' 4
=
Q) A
In
=
0
~ 2

0 LL I I I I

0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah IB)

Gambar6. Inseminasibuatanyang dilakukan pada saattemak dalamfaseluteal.

Gatnbar6, adalahbasil analisis susu


dengan RIA
, P4 berasal dari 2 ekor sari
perah, yfmg mewakili kejadian IB yang petemaknya yang salah daI.am melihat
dilaksan~kan saat ternak dalam fase luteal. gejala estrus atau telat dalam melaporkan
Tingkat P4 > 4 nmoifL pada saat IB (dari kepada petugas lB. Faktor lain yaitu
samplin~ ke-l), kemudian menurun Facia berasal dari kondisi ternaknya
hari kelt12 clan tinggi kembali Facia hari mempunyai problem pada kaki seperti
21-22. Hpl ini menunjukkan adanya siklus lameness,atau slippenJfooting [18], sehingga
reprodu*i pada temak akan tetapi IB di- gejala birahi tidak jelas. Dari hasil analisis
laksanakan saat ada aktifitas CL Kondisi RIA P4 pada kedua sari ini dapat
ini menufljukkan pula bahwa IB dilakukan diprediksi bahwa estrus beri1,utnyaakan
setelah birahi lewat, dengan demikian teljadi pada 21 hari setelah sampling ke-2.
kegagalat IB terjadi karena deteksi- birahi

,"
_::~~~1~~~
~
"'"
""
Prosidi~g Presentasi Iltniah Keselatnatan Radiasi dan Lingkungan X
J.foteJ Kartika Chandra, .14 v.~sember ~OD4

10
--
'0 8

-E
c:
-.t 6
a.
'in
-
m
L.
c:
Q)
4
U)
c:
0 2
~
0 ~:::l:~~~~~::::=,' I
0 5 10 15 20 25
Waktu sampling (hari setelah IB)

Gambar 7. Inseminasi buatan yang dilakukan pada ternak yang perin me11dapatkan
perhatian khusus dari tenaga medis, karena konsentrasi hormon P4 yang
I meragukan (doubtful).

Gambar 7, adalah basil analisis susu


denganrIA P4 berasal dari 2 ekor sapi
perah, Illilik Nana clanKoko, yang mewa-
kili kasusdoubt~l. Hasil analisis hormon
P4 meragukan karena berada pada level
antara 1~3 ImloljL. Untuk keadaan IB saat
kondisi taali temak tidak dapat dideteksi dilakukan dengan teknik palpasi rektal.
dengan Iteknik RIA (3,80%) maka perlu Hal ini disebabkan karena te,knik palpasi
dilakukan pengambilan sampel rektal ini merupakan suatu I:eknik untuk
untuk dianalisis hormon P4 kembali [6,7]. mengetahui status faali reproduksi ternak
P{![lelitian ini membuktikan bahwa dengan cara meraba ffiE!lalui anus,
tekriik ~A yang mengukur kadar hormon sehingga dapat mengakibatkan kegu~an
progesterondaIam susu dapat dimanfaat- hila teknik ini dilakukan apabila fetus baru
kan untuk mengetahui kondisi biologis berusia dibawah 50 hari kebuJ:ltingan.
reproduksi temak sari perah, khususnya
statUs ~iologis yang berkaitan dengan
\
pasca IB clan merupakan altematif dari
teknik konvensional untuk pemeriksaan

ulang
Prosiding Presentasi Ilnr.iah Keselanr.atan Radiasi dan Lingkungan X
Ifotel Kartika OJandra. .14 Vesember 2004

IV. SIMPULAN UCAPAN TERIMA KASIH

Pada penelitian ini diperoleh


kegagal~ IB akibat ketidaktepatan deteksi
birahi sebesar41 % yang berasal dari: IB Kabupaten Garut clan Pete!mak binaan
saat ternak dalam kondisi tidak ada siklus Dinas Peternakan di Kecamatan Cisuru-
reproduksi (30,8 %); IB pada ternak pan daD Cilawu yang telah mengizinkan
buntingrtau mengalami CLP (6,4 %); dan ternak sapinya untuk digwlakan dalam
IB saat ternak dalam fase luteal (3,8 %). program aplikasi RIA. ' Terinla kasih juga
SedangItm ill yang dilaksanakan tepat penulis sampaikan kepada Dadang
'.
saat bifihi clan kemungkinan bunting Sudiana, B.Sc, Berta petug,as lapangan
sebesar J55,l %, namun demikian perin KUD Susu Cisurupan (Drh. Dhanu daD
dilakukan pemeriksaan kebuntingan per Bapak Isa), daD Cilawu (Bapak Iwan daD
rektal pada hari ke 50-55 pasca IB untuk Bapak Jujun), yang telah meIrlbantu dalarn
memas~an kebuntingan tersebut. proses pengadaan sarnpel susu sehingga
Tingkat 'J<esalahandari deteksi kegagalan IIAplikasi Teknik RIA unttLk diagnosis
;

IB dengfrn menggunakan teknik RIA ini kegagalan IB pada ternak sa]oi perah" ini
berdasa1f<andaTi nilai 3,8% hasil analisis dapat terlaksana dengan baik.
konsent+si hormon P4 yang meragukan
(doubtfu~.
DAFfARPUSTAKA
H4sil penelitian menunjukkan
bahwa ~alisis RIA P4 dalam susu dapat
1. KANCHAN KOTHARI, RAN}I LAL
digunakk untuk diagnosis gagal IB lebih and M.R.A. PILAI; Development of
Direct Radioimmunoassa:v for Serum
cepat, yC:titupada hari ke 21 hari pasca IB,
Progesteron, Journal of Radioanalytical
hila dib.:j£ldiI1gkandengan teknik konven- and Nuclear ChemistnjArticles, Vol. 196,
No. 2.1995. 331-338
sional pctIpasirektal yang barn bisa diapli-
kasikan ~ila kebuntingan telah berumur di KANCHAN KOTHARI and M.R.A.
PILLAI; Preparation and Characte-
atas 50 hari sehingga menghindari rization of 1251 labeled Progesteron
kegugur.n. Derivatives for the Development of A
Radioimmunoaay for Progesteron,
Journal of Radioanalytical and Nuclear
ChemistnjArticles, Vol. 177, No. 2.1994.
261-269

2.
KAIfCHAN KOTHARI and M.R.A., 10.GEI5ERT R.D. and ].R.MALAYER.,
PILLAI: Direct Radioimmunoassay of Implantation, In E.5.E. Hafez and
Serum Progesteron Using Hetero- B.Hafez. Eds., Reproduction in Farm
logous Bridge Tracer and Antobodi, Animals, 7thed., 2000.126-.139.
Journal of Radioanalytical and Nuclear
Chemistry,Vol. 231, Nos. 1-2. 1998. 77-
82. 11.JAINUDEEN M.R. and E.S.E. HAFEZ,
Pregnancy diagnosis, In E.S.E. Hafez
and B. Hafez, Eds., Reproduction in
4. International Atomic Energy Agency. Farm Animals, 7thed., 2000.261-278.
Laboratory Training Manual on Radio-
ill1n\unoassays in Animal Reproduc-
12. GORDON, I., Reproductive cycle,
tion., Tech. Rep. Series. IAEA. Vienna,
fertilisation and e~bryo development,
Austria, 1984.
Reproduction in cattle, Cattle Breeding
Technologies, 1995,5-9.
Join~ FAOjIAEA Programme in
AniItlaI
, Production and Health, Self-
TOELIHERE, M.R., Inseminasi Buatan
coa~g 'Milk' Progesteron RIA Kit,
pada Temak, Penerbj! Angkasa
Bencfl Protocol Version-SCRIA 3.0,
Bandung, 1981:289.
January 1997.
GARCIA, M., W.J. GOODGER, T.
PET,RS, A.R. and BALL, P.I.H.
BENNETT, B.M.A.O. PERERA, Use of
I{ep~duction in Cattle. Butterworth &
A Standardized Protocol to Identify
Co. Publishers Ltd. United Kingdom,
Factors Affecting The Efficiency of
1987. Artificial Insemination ~3ervices for
Cattle Through ProgesterlDnMeasure-
PERf;RA, 0., Interpretation of
ment in Fourteen Countries, IAEA-
Labca-atory Assay Results and
Tecdoc-1220, Radioimmunoassay and
Coreiation with Field Data from
related techniques to improve artificial
Farms., Regional Training Workshop: insemination programmes for cattle
Ma:lf ement and Utilization of Field
reared under tropical and subtropical
and Laboratory Data for Breeding
conditions, 2001:197-207.
Sup rt Services to Livestock Farmers,
Myniensingh, Bangladesh, 7-11 July
20021, 15. JAINUDEEN M.R. and E.S.E. HAFEZ,
Reproductive Failure in Females, In
8. PERtRA,O., Application of Radio- E.S.E. Hafez and B. Hafez, Eds.,
immpnoassay for Improving Livestock Reproduction in Farm Animals, 7thed.,
Production., Regional Training Work- 2000: 261-278.
shop: Management and Utilization of
Fiel" and Laboratory Data for 16. HAFEZE.S.E., M.R. JAINUDEEN, and
Bree,ing Support Services to Livestock Y. ROSNINA, Hormones, Growth
Farl11ers,Mymensingh, Bangladesh, 7- Factors, and Reproduction, In E.S.E.
11 Jt4v 2002. Hafez and B. Hafez, Eds., Repro-
duction in Farm Animals, 7thed., 2000:
HAl¥Z, E.5.E. and B. HAFEZ, Repro- 33-54.
duction in Farm Animal, 7thed., 2000:

161
13.
14.
6.
3.
TU~SIKAL, B.J.,T. "TJIPfOSUMIRAT, Iin Kurnia (P3KRBiN-BATA~l\T)
darl R. KUKUH, Studi Gangguan
Reproduksi Sapi Perah dengan Teknik 1 Kasus kegagalan 1B terbesar pada fasa
Radioimmunoassay (RIA) Progesteron, apa?
Seminar Teknologi Isotop clan Radiasi, 2. Apa hubungan teknik RIA dengan
P3nR, BATAN, 2004 (Prosiding belum hewan tidak mengalami :5iklusbirahi.
terbit).

18. O'CONNOR M., D. GRISWOLD, R. Jawab:


ADAM, and L. HUTCHINSON, 1 Berkaitan dengan kegagalan IB yang
Trouble-shooting infertility problems terpantau dengan teknik RIA
in cattle, Dairy and Animal Science,
Progesteron, seperti terccmtum dalam
DeIfrtment of Dairy and Animal kesimpulan pada rnakalah ini, maka
Scieflce, The Pensylvinia State peluang atau kemungkinan terbesar
Unitersity, USA, 2001,1-6. dati teIjadi kegagalan IB adalah sarna
pada semua kasus yang telah
dikemukakan. Hal ini disebabkan
karena tidak ada faktor yang
DISKUSI menentukan suatu kasus mempunyai
peluang teIjadi lebih besar antar kasus
yang teIjadi.
Himawan Anwar (PT.Pindo Deli)
2, Hubungan antara siklus b'irahi dengan
Apakah metoda pemantauan 1B teknik RIA adalah keduarlya berkaitan
dapat secara revearseapproachditerapkan dengan siklus estrus (birahi) temak.
Facia manusia wanita, untuk cegah Tidak adanya birahi pada temak erat
keharnilJll? hubungannya dengan konsentrasi
hormon estrogen yang rerldah. Dalam
kondisi sehat. rendahnya konsentrasi
hormon estrogen berbanding terbalik
dengan konsentrasi horrnon proges-
Tt:f<nik pemantauan 1B dengan
teton. Sehingga hila dengan teknik
meng~akan RIA progesteron didasari
., RIA Progesteron, didapat hasil yang
dengan remantauan konsentrasi hormon
menunjukkan konsentrasi hormon
progestet°n dalam tubuh induk (betina-
hila he'fan, atau wanita-bila manusia), progesteron yang tinggi, maka ke-
sehingg'1 gambaran kondisi faali repro- mungkinan biolo~ yang ditunjukkan
oleh ternak pada saat ini adalah
duksi iItfuk dapat terlihat baik itu Ease
hewan dalam kondisi biolo~
folikulari maupun luteal. Atas dasar hal
anestrus (tidak ada birahi yang
tersebut,~ maka teknik RIA progesteron
secara utnum dapat dilakukan pula pada ditemukan).
manusia~ Namun, hal ini tidak dilakukan,
karena aifanya teknik lain (pada manusia
khususnta) yang dapat secaralebih efisien
clan efeJitif digunakan untuk mencegah
kehamilc:tn, terutama yang berkaitan
dengan program Keluarga Berencana.

Puslitban4Keseiamatan R~diasi daJl Biomedika Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasionl

Jawab:
171
17.

Anda mungkin juga menyukai