Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH MIKROBIOLOGI

HIV/AIDS

Disusun

 Yovi Ayu 141000114


 Ismi Hamzah Harahap 141000072
 Dinda Elfira 141000112
 Vivi Sundari 141000116
 Qiqi Irianti Pasaribu 141000118
 Maydillah Falevy 141000106
 Dhini Rifqah Prawisda 141000122
 Diyah Safitri 141000120

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah tentanng “HIV/AIDS” ini dapat selesai dengan tepat waktu dan dengan
baik. Kasuss penularan HIV/AIDS di dunia semakin meningkat, terutama di Indonesia.
Masalah ini dikhawatirkan terus meningkat seiring dengan pesatnya peningkatan kasus
HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba suntik yang bisa berakibat terjadinya penularan
HIV ke pasangannya. Saat ini, di Indonesia penyebaran HIV telah menyebar ke rumah
tangga.

Makalah ini berisikan penjelasan pengetahuan tentang HIV/AIDS , meliputi sejarah


penyakit, patogenesis, cara diagnosis, cara pencegahan, pengobatan, cara penularan, dan
epidemiologi penyakit HIV/AIDS. Makalah ini dibuat bertujuan untuk melengkapi nilai Mata
Kuliah Mikrobiologi. Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kami mengharapkan adanya masukan untuk menyempurnakannya. Semoga
makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan para pembaca tentang HIV/AIDS.

Medan, Oktober 2015

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar ...........………………………................................................. ........ 1

Daftar Isi …………………………………………………………….................. ..... 2

1. BAB I PENDAHULUAN……………………..…………......................... ....... 3


1.1.Latar Belakang…………………………………….................. .......... 3
1.2. Rumusan Masalah…………………………………..................... ..... 4
1.3. Tujuan .................…………………………………..................... ..... 4
1.4. Manfaat ……………………....................………............................. 4

2. BAB II PEMBAHASAN………………….....……………......….............. ....... 5


2.1. Pengertian……………………………………....................... .......... 5
2.2. Etilologi …………………………..................................................... 5
2.3. Patogenesis …………………………………………........................ 8
2.4. Macam-Macam Akne ………………………………….................... 9
2.5. Klasifikasi ………………………..................................................... 12
2.6. Insidensi …………............................................................................ 14
2.7. Diagnosis ………...................................................………................. 15
2.8. Penilaian pasien ………....................................................................... 15
2.9. Pengobatan dan Terapi ………............................................................. 16

3. BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………….................................. ... 22
3.2 Saran……………………………………………………....................... 23

Daftar Pustaka ………………………………………………………......................... 24


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HIV dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari Human Imunnodeficiency Virus,
dalam bahasa Indonesia berarti Virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. Virus
adalah jasad renik hidup yang amat kecil sehingga dapat lolos melalui jaringan yang teramat
halus atau ultrafilter. Jadi, HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
Virus HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berfungsi untuk kekebalan
tubuh. Virus HIV ditemukan dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, dan ASI. Penemu
virus HIV ini adalah Prof. Luc Montagnier dari Lembaga Pasteur di Paris Perancis pada
bulan Mei tahun 1983.
AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired
berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita.
Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan
gejala, bukan gejala tertentu. Jadi, AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau
kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah lahir. Jelasnya, AIDS adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia
yang didapat (bukan karena keturunan), tetapi disebabkan oleh virus HIV.
Sistem kekebalan tubuh biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari penyakit-
penyakit yang akan masuk, tetapi bila tubuh telah terinfeksi oleh HIV secara otomatis
kekebalan tubuh akan berkurang dan menurun sampai suatu saat tubuh tidak lagi mempunyai
daya tahan terhadap penyakit dan mudah terjangkit penyakit. Bila itu terjadi, penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun akan dapat membuat orang tersebut sakit parah atau meninggal.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS?
2. Bagaimana etiologi HIV/AIDS?
3. Bagaimana karakteristik HIV/AIDS?
4. Bagaimana patogenesis HIV/AIDS?
5. Bagaimana cara diagnosis HIV/AIDS?
6. Apa saja pencegahan HIV/AIDS?
7. Apa saja pengobatan dari HIV/AIDS?
8. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
9. Bagaimana epidemiologi HIV/AIDS?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan HIV/AIDS, apa karakteristik dan bagaimana HIV/AIDS dapat terjadi, serta
bagaimana pengobatan,penularan,diagnosis dan epidemiologi HIV/AIDS.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini untuk memberikan informasi bagi para
pembaca dan sebagai bahan untuk menambah referensi mengenai HIV/AIDS. Karya
ilmiah ini bermanfaat sebagai sumber literatur bagi pembaca yang akan
mengembangkan penulisan mengenai HIV/AIDS.
BAB II

Pembahasan

2.1. Pengertian

HIV dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari Human Imunnodeficiency Virus,
dalam bahasa Indonesia berarti Virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. Virus
adalah jasad renik hidup yang amat kecil sehingga dapat lolos melalui jaringan yang teramat
halus atau ultrafilter. Jadi, HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV menyerang salah satu jenis sel darah
putih yang berfungsi untuk kekebalan tubuh. Virus HIV ditemukan dalam darah, cairan
vagina, cairan sperma, dan ASI. Penemu virus HIV ini adalah Prof. Luc Montagnier dari
Lembaga Pasteur di Paris Perancis pada bulan Mei tahun 1983.
AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired
berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita.
Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan
gejala, bukan gejala tertentu. Jadi, AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau
kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah lahir. Jelasnya, AIDS adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia
yang didapat (bukan karena keturunan), tetapi disebabkan oleh virus HIV.

2.2. Etiologi

Walaupun sudah jelas dinyatakan bahwa HIV sebagai penyebab AIDS, tetapi
asal-usul virus ini masih belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute
Pasteur Paris, Barre-Sinoussi, Montagnier dan kolega-koleganya pada tahun 1983, dari
seorang penderita dengan gejala “lymphadenopathy syndrome”. Pada tahun 1984, Popovic,
Gallo dan rekan kerjanya dari National Institute of Health, Amerika Serikat, menemukan
virus lain yang disebut Human T Lymphotropic Virus Type III (HTLV-III). Kedua virus ini
oleh masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab AIDS, karena dapat diisolasi
dari penderita AIDS di Amerika, Eropa dan Afrika Tengah. Penyelidikan lebih lanjut
membuktikan bahwa kedua virus ini sama dan saat ini dinamakan HIV-1.

Sekitar tahun 1985 ditemukan retrovirusyang berbeda dari HIV-1 pada penderita yang
berasal dari Afrika Barat. Virus ini oleh peneliti dari Paris disebut sebagai LAV-2 dan yang
terbaru disebut sebagai HIV-2, dan juga disebutkan berhubungan dengan AIDS pada
manusia. Virus HIV-2 ini kurang virulen bila dibandingkan virus HIV-1, tetapi disebutkan
70% individu yang terinfeksi virus HIV-2 akan terinfeksi oleh virus HIV-1.

Virus HIV-1 memiliki 10 subtipe yang diberi kode dari A sampai J. Virus subtipe B
merupakan prevalen di Afrika sub-Sahara, juga ditemukan di Amerika Utara. Subtype E,
yang merupakan penyebab epidemic di Thailand, memiliki daya afinitas yang lebih kuat
terhadap sel epitel baik saluran reproduksi pria maupun wanita. Sebaliknya, subtype B tidak
mudah ditularkan melalui sel epitel saluran reproduksi, tetapi langsung masuk ke dalam
tubuh melalui kontak pada darah. Subtype E telah ditemukan hanya pada isolasi di Amerika
Serikat dan Eropa Barat. Karena subtype C dan/atau E mempunyai afinitas tinggi pada sel
epitel saluran reproduksi, epidemic HIV yang baru dapat terjadi pada populasi heteroseksual.
Penelitian vaksinasi saat ini masih ditujukan untuk pengembangan vaksinasi terhadap virus
subtype B.

HIV adalah retrovirus yang mampu mengkode enzim khusus, reverse transcriptase,
yang memungkinkan DNA ditranskripsi dari RNA. Sehingga HIV dapat menggandakan gen
mereka sendiri, sebagai DNA, didalam sel inang (hospes=host) seperti limfosit helper CD4.
DNA virus bergabung dengan gen limfosit dan hal ini adalah dasar dari infeksi kronis HIV.
Penggabungan gen virus HIV pada sel inang ini merupakan rintangan berat untuk
pengembangan antivirus terhadap HIV. Bervariasinya gen HIV dan kegagalan manusia
(sebagai hospes) untuk mengeluarkan antibody terhadap virus menyebabkan sulitnya
pengembangan vaksinasi yang efektif terhadap HIV.

Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali dilakukan pada tahun 1987 sebanyak 9 orang,
dan jumlah penderita baru yang meningkat dengan sangat cepat. Laporan Depkes republic
Indonesia tentang kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Maret 2008 menunjukkan
bahwa jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS terdapat 11868 penderita dengan AIDS, 6130
dengan HIV dan 2486 penderita yang meninggal dunia. HIV/AIDS dilaporkan dari 32
provinsi dengan kasus terbanyak di DKI Jakarta, di ikuti Jawa Barat, Papua dan Jawa Timur.
Berdasarkan prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk, prevalensi di Papua adalah yang
tertinggi (75,05) di ikuti DKI Jakarta, Bali dan Riau. Sampai Maret 2008, hanya provinsi
Sulawesi Barat yang bebas dari HIV/AIDS.

2.3. Karakteristik

HIV is a typical retrovirus in size and shape (Figure 18.15). Two antigenic
glycoproteins characterize its envelope. The larger glycoprotein, named gp120, is the primary
attachment molecule of HIV. Its antigencity changes during the course of prolonged infection
, making an effective antibody response againts it difficult. The smaller glycoprotein, gp41,
promotes fusion of structural characteristics-antigenic variability and the ability to fuse with
host cells-impede immune clearence of HIV from a patient.

(Figure 18.15)
Klassifikasi virus

Kelas: VI (Virus SsRNA-RT)

Famili: Retroviridae

Genus: Lentivirus

HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval
karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari
membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat
bagian yang disebut protein matriks.

Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom
adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.
Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.

Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env),
HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef). Gen-gen tersebut
disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.
2.4. Patogenesis

Empat rute utama infeksi hiv:


1. Kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi
Resiko tertular HIV melalui kontak seksual yang mungkin meningkat pada orang
dengan penularan penyakit seksual secara bersamaan.
2. Eksposur perinatal
 hiv-1 bisa tertular melalui kandugan, awal kandungan (saat waktu
mengirim)atau setelah kelahiran , tertular saat bayi minum susu ibunya.
 Risiko infeksi dari ibu ke bayi berbeda di berbagai belahan dunia mulai dari
15% di Eropa, 40 sampai 50% di afrika.
 Resiko penularan penyakit melalui ibu lebih menguntungkan Hiv itu sendiri.
Lebih tinggi beban virus Hiv-1 dalam plasma atau riwayat merokok dan/ atau
penyalahgunaan obat aktif.
3. Penggunaan narkoba
Bebagai jarum suntik adalah cara penularannya.
4. Penularan melalui darah
 90% orang yang menerima darah yang sudah terinfeksi.
 Risikonya itu gampang tertular melalui transfusi darah merah karena antibodi
terhadap Hiv sedikit peluangnya 1: 493 000 transfusi.

Hiv menghasilkan efek utamanya melalui infeksi sel T-helper (CD4) dan sel-sel jalur
monosit, dan kerusakan pada sistem imun dapat terlihat sejak stadium infeksi yang paling
dini. Masuknya virus ke dalam sel memerlukan adanya molekul CD4 dan satu anggota famili
reseptor kemokin: pada infeksi dini biasanya reseptor CCR-5, tetapi pada penyakit lanjut,
virus sering kali berevolusi untuk menggunakan reseptor kemokin lai, CXCR-4. CXCR-4
diekspresikan lebih luas di sel CD4+( khususnya sel dengan fenotif naif) sehingga perubahan
reseptor kemokin ini sering disertai dengan percepatan dalam kecepatan penurunan sel CD4+.

Hiv menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi
membran hiv dengan sel induk. Inti hiv kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di
dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase.
Enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel
induk.

DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA
dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim
protease menjadi partikel HIV. Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel
induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun ini
akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.

Hanya sel manusia yang meniru Hiv secara efektif dan sebagai nama yang
menunjukkan , virus yang menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia.
Mekanisme HIV Lolos dari Sistem Imun

Virus mempunyai suatu mekanisme untuk menghindari sistem imun dan tetap
bertahan pada tubuh inang hingga tahapan infeksi kronis. Hal ini meliputi adanya latensi
virus, penghambatan prosesing atau presenting antigen, mutasi pada epitop virus yang
dikenali oleh imunoglobulin atau CTL dan mutasi virus yang mengubah ikatan dengan
molekul MHC atau TCR sehingga menyebabkan antagonisme peptida.
Keberhasilan HIV tetap viabel dalam tubuh inang dan menjadi penyebab menurunnya
atau memeburuknya sistem imun masih sulit untuk dijelaskan. Respon imun termediasi sel
dan respon imun humoral yang kuat dapat dideteksi dalam kurun waktu awal infeksi primer
dan dapat terus berada dalam kondisi seperti itu selama bertahun-tahun tanpa adanya
pencegahan infeksi kronis atau blocking perkembangan penyakit HIV. Respon imun yang
serupa telah ditunjukkan bersifat efektif untuk melawan patogen virus lainnya, misalnya
Epstein-Barr Virus (EBV), virus influenza, virus herpes dan cytomegalovirus (CMV).
Meskipun EBV, CMV, dan virus herpes berada dalam tubuh inang, respon imun antivirus
yang dikeluarkan mampu untuk mendesak atau mengontrol virus dalam waktu yang lama
(long term). Hal yang membedakan antara HIV dari EBV, CMV dan virus herpes adalah
virus HIV mengembangkan beberapa strategi pada saat penggandaan diri yang cepat yang
bertentangan dengan respon imun protektif. Keberhasilan strategi ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain: 1) waktu mekanisme patogenesis; 2) luas spektrum komponen
efektor respon imun yang ditarget; 3) kemampuan HIV untuk mengubah mekanisme efektor
antiviral menjadi mekanisme pertahanan diri; 4) lemahnya pematangan memori CTL yang
spesifik terhadap HIV.
2.5. Diagnosis

GEJALA-GEJALA

1.Gejala Infeksi HIV pada Ibu (DEWASA)

Terdapat 4 stadium penyakit AIDS, Yaitu :

◊ Stadium awal penyakit HIV, gejala gejalanya :

○Demam

○Kelelahan

○Nyeri sendi

○Pembesaran kelenjar getah bening (di leher,ketiak,lipatan paha)gejala gejala ini


menyerupai influenza /monokleosis

◊Stadium Tanpa Gejala :

Stadium dimana penderita tampak sehat, namun dapat merupakan sumber penularan
infeksi HIV.

◊Stadium ARC(AIDS Related Complex) dengan gejala :

○Demam >38 derajat celsius secara berkala/terus menerus.

○Menurunnya berat badan >10% dalam waktu 3 bulan

○Pembesaran kelenjar getah bening

○Diare/mencret yang berkala/ terus menurus dalam waktu yang lama(lebih dari 1
bulan)tanpa sebab yang jelas.

○Kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik.

○Keringat malam

◊Stadium AIDS,gejala gejalamya :

○Gejala klinis utama yaitu : Terdapat nya kanker kulit yang disebut sarkoma
kaposisi(tampak merah bercak merah kebiruan dikulit)
○Kanker kelenjar getah bening

○Infeksi penyakit penyerta , Misalnya Pneumocystis carini , TBC

○Peradangan otak /selaput otak (Depkes,2003)

◊Gejala infeksi HIV pada Ibu (Dewasa) juga dapat berdasarkan pada klasifikasi klinis HIV
menurut WHO ,berikut ini :

◊◊Stadium I

○Asimptomatik

○Limfedenopati generalisata

◊◊Stadium II

○Berat badan menurun <10%

○Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti

°Dermatitis seborok

°Prurigo

°Onikomikosis

°Ulkus oral yang rekuren

°Kheilitis angularis

○Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

○Infeksi saluran nafas bagian atas seperti sinusitis bakterialis

◊◊Stadium III

○Berat badan menurun > 10 %

○Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

○Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

○Kandidiasis orafaringeral
○Oral hairy leukoplakia

○TB paru dalam tahun terakhir

○Infeksi bakterial yang berat, seperti

°Pneumonia

°Piomiositis

◊◊Stadium IV

Aktivitas : aktifitas ditempat tidur lebih dari 50 %,pada umumnya sangat lemah.

○Hiv wasting sydrom (berat badan turun lebih dari 10% ditambah diare kronik lebih
dari 1 bulan atau demam lebih dari 1 bulan yang tidak disebabkan oleh penyakit lain)
seperti yang didefenisikan oleh CDC.

○pneumonia pneumocystis

○Toksoplasmosis otak

○Diare kriptosporidasis

○Retinitis virus sitomegali

○Herpes simpleks mukokutan lebih dari 1 bulan

○Leukoensefalopati multifokal progresif

○Mikosis diseminata seperti hitoplasmosis

○Kandidiasis esofagus,trakea,bronkus,dan paru

○Mikrobakteoriosis atipikal diseminata

○Septisemia salminelosis non tifoid

○Tuberkulosis diluar paru

○limfoma
0. Sarkoma kaposi

p. ensefalopati HIV (gangguan kognitif dan atau disfungsi motorik yang mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan
yang tidak disertai oleh penyakit penyerta lain selin HIV. (Depkes, 2003).

Gelaja Klinis HIV/AIDS yang menonjol pada ibu (deasa)

Gejala klinis yang menonjoldan paling mudah dikenali pada HIV/AIDS adalah
kelainan kulit, yang bisa disebabkan karena :

- Infeksi Virus, misal :


a. Herpes zoster (karena virus varicella-zoster)
b. Veruca vulgarisdan candyloma acuminata (karena virus human papilloma)
c. Oral hairy leukoplakia (karena virus Epstein Barr)
- Infeksi Bakteri, misal
a. Folikulitis dan furunkulosis
b. Impetigo dan ektima
c. Tuberkulosis kulit (karena mycobacterium atipikal)
- Infeksi jamur, yang bersifat superfisial, misal:
a. Kandidiasis
b. Dermatofitosis
Yang bersifat sistematik, misal:
c. Histoplasmosis
d. Peniciliosis
e. Kriptokokosis
- Infeksi parasit, misal:
Paling sering: scabies (gudig, kudis)
- Kelainan kulit bentuk dermatitis non spesifik, misal:
a. Erupsi obat ringan sampai dengan syndrom Stevens-Jhonson
b. Dermatosis lain, seperti:
 Seroboik dermatitis
 Psoriasis
 Xerosis (kulit kering)
 Erupsi papular pruritik
- Kanker, misal:
a. Sarkoma kaposi
b. Limpoma non Hodgkin
1. Gejala infeksi HIV pada bayi dan anak
Gejala umum yang sering ditemukan pada bayi dan anak dengan infeksi HIV
adalah :
a. Gangguan tumbuh kembang
b. Berat badan emnurun
c. Demam
d. Diare kronik
e. Kandidiasis oral yang sering kambuh (merupakan tanda yang muncul pertama
pada infeksi HIV)
f. Hepatosplenomegali (pembesaran kelenjar getah bening dan hati)
g. Gangguan neurologisseperti:
h. Keterlambatan perkembangan mental
i. Infeksi otak
j. Infeksi oportunistik (bersamaan penurunan imunitas). (Depkes,2003)
Gejala klinis juga dapat dilihat berdasarkan Stadium Klinis HIV Pada Anak
berikut ini :
Stadium klinis I:
- Asimtomatik
- Lomfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis II:


- Diare kronik >30 hari tanpa etiology yang jelas
- Kandidiasis persisten atau berulang di luar masa neonatal
- Berat badan berkurang atau gagal tumbuh tanpa etiologi yang jelas
- Demam persisten>30 hari tanpa etiologi yang jelas
- Infeksi atau menginitis (contoh: osteomilietis, pnemonia bakterial non TB, abses)

Stadium klinis III:


- Infeksi oportunistik yang termasuk dalam definisi AIDS
- Gagal tumbuh yang berat (wasing) tanpa etiologi yang jelas
- Ensepalopati yang progresif
- Keganasan
- Sistesimia atay menginitis
Berat badan berkurang secara persisten >10% sari BB semula atau dibawah garis
persentil 5 grafik berat badan dibandingtinggi badan (BBT) pada pengukuran 2
kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 1 bulan tanpa adanya etiologi
yang jelas natau penyakit lain yang jelas. (Depkes, 2007).
Sementara itu, Satdium Klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi HIV
(Depkes, 2008) adalah :
Stadium klinis I :
- Asimtomatik
- Limfadenopatik generalisata persisten
Stadium klinis II:
- Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
- Erupsi pruitik papular
- Infeksi virus wart luas
- Angular cheilitis
- Moluskum ontagiosum
- Ulersi oral berulang
- Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan
- Eritema ginggival lineal
- Herpes zoster
- Infeksi saluran nafas atau kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis,
tonsilitis)
- Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis III:


- Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespon secara adekuat
terhadap terapi standar
- Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37,5°C intermiten atau
konsytan, >1 bulan)
- Kandisosis oral persisten (diluar saat 6-8 minggu pertama kehidupan)
- Oral hairy leukoplakia
- Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
- TB kelenjar
- TB paru
- Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
- Pneumonitis interstitial limfoid simtomatik
- Penyakit paru berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis
- Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl), neutropenia (<500/mm³) atau
trombositopenia (<50.000/mm³)
Stadium klinis IV :
-Malnutrisi , wasting dan staunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan
berespons terhadap terapi standar.
-Pneumonia pneumosistis
-Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema,piomiositis,infeksi
tulang dan sendi nmeningitis ,kecuali pneumonia)
-Infeksi herpes simplex kronik (oralabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis
dilokasi manapun)
-TB ekstrapulmonar
-Sarkoma kaposi
-Kandidiasis esofogus ( atau trakea,bronkus,atau paru)
-Toksoplasmosis susunan saraf pusat(diluar masa neonatus)
-Ensefalopati HIV
-Infeksi sitomegalovirus(CMV),retinitis atau infeksi CMV pada orang lain
,dengan onset umur > satu bulan
-kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk miningitis
-Mikosis endemik disemenata (histoplasmosis,cocci diomycosis)
-Kriptosporidiosis kronik (dengan diare)
-Isosploriasis kronik
-Infeksi mikrobakteria non-tuberkulosis diseminata
-Kardiomiopati atau nepropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik
-Lifoma sel B non-Hodgkin atau impoma serebra

C.DIAGNOSIS HIV

HIV infection can be diagnosed by virus isolation , detection of antiviral antibodies


,or measurement of viral nucleic acid or antigens.HIV may be cultured from lymphocytes in
peripheral blood primarily.Virus members vary grealty in a individual.The magnitude of
plasma viremia is an excellent correlate of the clinical stage of HIV infection compared to
the presence of antibodies.The most sensitive viral isolation tecnique requires coculativition
of the test sample with uninfected mitogen—stimulated peripheral blood mononu clear
cell.Virus growth is usually detected in 7-14 days by measuring viral reverse transcriptase
activity or virus-specipic antigens.Virus isolation of HIV is usually considered a research
technique ,and most medical center viral diagnostic laboratories will not offer the service.

Antibody detection is the most common way to diagnose HIV


infection.Seroconversion in HIV infection is generally found to occur in about 4
weeks.Most individuals are seropositive within 6-12 after infection,and essentially all will be
antibody positive in 6 month.Commercially available enzyme-linked immunoassays
(EIA,ELISA) are routinely used as screening test.If done properly,the reported sensitivity and
specificity are at least 98 percent.Two separate EIA tests need to be positive for antibodies in
the usual screening situation , and a confirmation test(western blot usually) will be done to
rule out EIA false positives.Western blot test (also commercially available) will usually
detecd antibodies to viral core protein p24 or envelope glycoproteins gp41,gp120,or gp 160

1.Diagnosa HIV pada Ibu ( Dewasa)

Ada beberapa prinsip-prinsip khusus yaitu sebagai berikut :

►Diagnosa Dini Infeksi HIV

Diagnosa dini dapat ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk


gejala klinis atau adanya perilaku beresiko tinggi.Untuk diagnosis HIV,pemeriksaan
laboratorium yang biasa dipakai adalah ELISA, Westerm Blot, dan PCR.

►Diagnosa AIDS

AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV . Seseorang bisa dinyatakan AIDS
apabila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi dan kanker
oportunistik yang dapat mengancam jiwa orang tersebut.Ensalopat syndrom kelelahan yang
berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4<200/mm³ juga dapat menyatakan seseorang itu
dinyatakan AIDS.

2. Diagnosis HIV pada Bayi

Agak sulit untuk diagnosis infeksi HIV pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
positif HIV, karena antibodi ibu dapat dideteksi pada bayi berusia 18 bulan.Untuk itu,CDC
merekomendasikan pemeriksaan PCR untuk diagnosis HIV pada bayi karena tes ini paling
spesifik untuk mengidentifikasikan HIV dengan DNA HIV .

Caranya : Sampel darah bayi diambil untuk tes DNA PCR pada 2 saat yang berbeda.

 Saat bayi berusia 1 bulan ( biasanya kurang sensitif )


 Diulangi lagi saat bayi berusia 4 bulan ,bila hasil tes negatif, berarti bayi tidak
terinfeksi HIV (dengan syarat tidak diberi ASI ), bila bayi diberi ASI , maka PCR
perlu diulang setelah bayi disapih , karena ASI beresiko menularkan HIV.
 Saat bayi berusia 18 bulan ,bila perlu dilakukan pemeriksaan ELISA bila tidak ada
pemeriksaan lainnya(karena untuk beberapa bayi,antibodi dari ibu masih dapat
terdeteksi higga bayi ber usia 18 bulan)

Pada dasarnya , pemeriksaan laboratorium yang dapat dipakai untuk membantu


penegakkan diagnosis adalah yang dapat menemukan virus atau partikel dalam tubuh
seorang bayi. Meskipun beberapa tes dapat mendeteksi HIV dibutuhkan bayi pada usia
dini,tes tersebut(seperti tes PCR) belum secara luas tersedia di Indonesia.Tetapi biasanya
tersedia dirumah sakit- rumah sakit rujukan HIV/ AIDS.

Keuntungan diagnosis dini infeksi HIV

Kemajuan ilmu pengetahuan tentang infeksi HIV dewasa ini menunjukkan bahwa deteksi
dini infeksi HIV sangat menguntungkan bagi penderita dan masyarakat. Dengan demikian,
hal ini merupakan tantangan bagi petugas kesehatan, (dokter, bidan, perawat) untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang diagnosis dini infeksi HIV.

Beberapa keuntungan diagnosis dini infeksi HIV adalah sebagai berikut :

1. Keuntungan bagi penderita secara individual


- Memperpanjang masa asimptomatik
- Menunda progresivitas penyakit
- Mencegah infeksi opotunistik
- Mngoptimalkan pengelolaan kesehatan bagi penderita melalui edukasi dan
konseling.
- Pengobatan hanya memungkinkan bila inervensi dilakukan sedini mungkin.
2. Keuntungan bagi penderita secara berkelompok
- Memonitor kemajuan terapi
- Meningkatkan partisipasi dalam riset dan uji klinik
- Mengembangkan pelayanan baru sesuai dengan kebutuhan penderita
3. Keuntungan bagi komunitaas
- Dokumentasi perubahan epidemi
- Menurunkan kegiatan yanng berisiko tinggi
- Memudahkan mencari jejak kontak individual yang pernah kontak dengan kasus
- Mengontrol transmisi HIV
4. Keuntungan bagi petugas kesehatan
- Waktu untuk mempengaruhi jalannya penyakikt menjadi lebih lama
- Waktu untuk konseling memnjadi lebih lama

Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang biasa di pakai untuk diagnosis HIV yaitu :

 ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)


Bertujuan untuk mengidentifikasi anti bodi terhadap HIV.Tes ELISA ini sangat
sensitif, tetapi tidak selalu spesifik.
 Westerm-born (WB) Test
 Merupakan elektroforesis gel poliakrilamid, bertujuan untukmendekteksi rantai
protein yang spesipik terhadap DNA .Hasil dianggap negatif bila tidak ditemukan
rantai protein, dan dapat mengkonfirmasikan hasil ELISA relatif yang berulang-ulang
 PCR(Polymerase Chain Reaction)atau reaksi polimerase
 Merupakan tes yang mempunyai periode tunggu yang lebih pendek dan lebih siap
tersedia daripada tes lainnya.Bertujuan untuk mendeteksi DNA dan RNA virus
HIV,tes ini masih mahal.

2.6. Pencegahan
Pencegahan HIV Adalah dengan memutus rantai penularannya seperti menggunakan
kondom disetiap hubungan seks beresiko, hindari seks bebas, saling setia dengan pasangan,
tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama atau jangan gunakan narkoba apalagi
narkoba suntik atau jarum tato yang tidak steril, dan tidak memberi ASI pada bayi bila ibu
positif HIV, pastikan bila transfusi darah harus bebas HIV. AIDS belum ada obatnya yang
ada adalah obat untuk menekan pertumbuhan Virus yang disebut antiretroviral yang diminum
sepanjang hidupnya.

Menghilangkan konotasi negative masyarakat terhadap penderita sehingga tidak


terjadi diskriminasi terhadap pendrita AIDS dan HIV diakibatkan sebagain besar masyarakat
karena ketidaktahuannya tentang penyakit tersebut, disamping juga anggapan masyarakat
yang menamakan penyakit AIDS dan HIV itu adalah penyakit kutukan. Untuk mencegah hal
ini pemerintah seterusnya mengadakan sosialisasi tentang HIV dan AIDS.

Masyarakat dan keluarga khususnya tidak melakukan diskriminasi perlakuan terhadap


penderita tetapi dekati, sayangi, tumbuhkan rasapercaya diri padanya, dan keluarga selalu
kompak dalam mendukungnya dalam menempuh hidupnya sehingga bebannya menjadi
ringan karena kehadirannya dalam keluarga tetap diharapkan.

Kepedulian pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan


AIDS di Indonesia dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun 2006
Tentang Komisi Penanggulanag AIDS Naional yang sah satu tugasnya mengadakan
pengkoordinasian kegiatan penyuluhan, pencegahan, pemantauan, pengendalian, dan
penaggulangan AIDS.

Tiga pilar Pencegahan Positif yaitu:


1. Bagaimana meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV
2. Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi lainnya dari orang lain
3. Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain

Ketiga pilar ini akan berdiri dengan tegak dan tegar di atas suatu landasan yang
menekankan pada upaya yang meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan
orang yang terinfeksi HIV, dan diimplementasikan di dalam suatu kerangka etis yang
menghargai hak dan kebutuhan orang yang terinfeksi HIV dan pasangannya.
Berikut ini beberapa pencegahan dari HIV/AIDS :

1. Kaitan antara pencegahan dan perawatan


Pada beberapa Negara dengan tingkat penularan HIV yang masih rendah,kegiatan-
kegiatan pencegahan lebih diutamakan dibandingkan perawatan dan pengobatan. Kita
menyadari bahwa pencegahan penyakit menular, termasuk HIV & PMS, pengobatan dan
perawatan adalah bagian tak terpisahkan dari kegiatan pencegahan. Ketersediaan yang
memadai pada tingkat perawatan dan pengobatan bagi mereka ya ng terkena penyakit
menular akan mengurangi kemungkinan mereka menjadi sumber penularan kepada orang
lain.

 Perlu mendorong dan meningkatkan keterkaitan,pada tingkat klinik dan


kebijaksanaan antara program-program pencegahan dan perawatan untuk
meningkatkan efektivitas antara keduanya.

2. Akses dan ketersediaan kondom

Mekanisme yang ekstensif telah disusun dalam mendistribusikan kondom secara luas
di Indonesia. Pada umumnya, system yang ada memungkinkan akses kondom melalui
puskesmas, saluran komersial,LSM dan sumber yang lain. Walaupun demikian,beberapa
hambatan dalam penyediaan tetap ada dan perlu segera diatasi terutama berkaitan dengan
penjaja seks dan pelanggannya. Saat ini masih ada ketergantungan yag berlebihan pada
distribusi kondom yang subsidi, yang di khawatirkan akan menimbulkan masalah dalam
kelangsungan program penyediaan kondom di masa mendatang.

 Perlu diperluas mekanisme dan pemasaran social yang strategis bagi penyediaan
kondom bagi penjaja seks dan pelangannya (dengan memfokuskan pada beberapa
propinsi dan populasi beresiko tinggi)
 Perlu mengupayakan peningkatan porsi pasar untuk produser-produser kondom di
Indonesia.

3. Penapisan darah

Sudah menjadi kebijaksanaan agar seluruh darah donasi dilakukan penapisan untuk
menyaring kemungkinan mengandung HIV. Dalam prakteknya, ada variasi dalam
implementasi kebijakan tersebut,walaupun di sebagian kota besar sudah dilakukan penapisan
pada darah donasi.
kesulitan yang semakin meningkat dalam upaya penapisan darah adalah penyediaan
tes darah. Baik tes Elisa maupun tes cepat mulai sulit diperoleh di beberapa propinsi.
Konsekuensi dari kesulitan tersebut berpengaruh tidak hanya menurunkan keamanan tranfusi,
tetapi mungkin mempengaruhi kompetensi laboratorium yang pada akhirnya akan
menurunkan kualitas penapisan.
pada tingkat propisi, ada ketidakpastian antara laboratorium propinsi dan laboratorium
Palang Merah Indonesia tentang jaminan ketersediaan tes dan pengawasan kualitas. Selain
itu,hal penting lain bagi ruah sakit adalah perlu terus mengikuti kemajuan teknologi dan
prosedur penapisan darah.

 Perlu menjamin keteraturan penyediaan kit tes dan reagensia termasuk ELISA.
 Dalam konteks penapisan darah donasi 100%, perlu ada peningkatan kerjasama
antara Ditjen PPM & PLP,PMI dan rumah sakit di tingkat propinsi dan kabupaten
dalam protocol dan pelaksanaan penapisan darah.

4. Lingkungan social

Walaupun kegiatan prostitusi tergolong tidak legal di Indoensia,tetapi prostitusi tetap


berkembang di banyak tempat. Karena statusnya yang tidak legal, maka ada hambatan bagi
institusi pemerintah dalam memberikan pelayanan dan kegiatan pencegahan PMS dan HIV.
Ini merupakan isu yang sulit,terutama dikaitkan dengan kesulitan ekonomi. Penutupan
beberapa lokalisasi menambah kesulitan baru. Karena selama ini lokalisasi merupakan sarana
yang memudahkan untuk memberikan pelayanan. KPAD perlu mengidentifikasi hambatan-
hambatan yang ada sekaligus mencari jalan keluar untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut.
 Di setiap propinsi dan kabupaten,KPAD perlu mempertimbangkan adanya hambatan
bagi penjaja seks termasuk :
- Penutupan atau tidak ada lokalisasi;
- Ketiadaan status resmi mungkin dapat diatasi dengan registrasi untuk
mendapatkan pelayanan sosial dan kesehatan.

Penularan HIV dari ibu ke anak

Sejauh ini, masih sedikit cara penularan HIV dari ibu ke anak yang diketahui. Dengan
kondisi prevalensi infeksi yang rendah di berbagai wilayah, maka dapat dikatakan bahwa
cara penularan dari ibu ke anak bukan cara penularan umum terjadi.

Walaupun demikian, bila prevalensi HIV telah meningkat di beberapa wilayah, maka
pelayanan kesehatan akan menghadapi kasus kehamilan dengan HIV.

Saat ini telah terbukti ada cara yang relatif murah untuk mencegah penularan HIV dari
ibu ke anak. Tetapi mungkin masih terlalu dini untuk memprioritaskan masalah tersebut
di Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan beberapa
model eksplorasi.

Perlu dipertimbangkan pengembangan model pencegahan penularan HIV dari ibu ke


anak.

(hal 28-29)

Pendidikan bagi pengguna narkotik suntik


Seperti yang telah tercatat sebelumnya ada program yang bertujuan mencegah dan
memberantas penggunaan narkoba, tetapi tidak satupun yang berusaha meminimalkan
resiko penularan virus pada pengguna narkotik suntik. Program semacam itu penting
untuk menjamin ketersediaan peralatan injeksi yang steril atau peralatan strerilisasi yang
mudah dijangkau banyak orang. Program semacam itu perlu siap mengatasi hambatan
hukum, misalnya ada peraturan yang mewajibkan untuk melaporkan pengguna obat bius
ke polisi, dan adanya sikap diskriminasi terhadap pengguna narkoba.

Perlu mempertimbangkan proyek percontohan dalam peningkatan akses terhadap


peralatan sterilisasi bagi praktek injeksi dan pengguna narkotik suntik dalam kerangka
meninimalkan dampak buruk.

2.7. Pengobatan

Pengobatan infeksi HIV mutakhir adalah dengan antiretrovirus (ARV) yang sangat
aktif (Highly Active Antiretrovirus Therapy, HAART) yang menggunakan protease inhibitor,
berupa kombinasi sedikitnya 3 ARV berasal dari sedikitnya 2 jenis/kelas yang berbeda.
Kombinasi ARV yang umum digunakan adalah NRTI (Nucleoside Analogue Reverse
Transcriptase Inhibitor), dengan protease inhibitor atau dengan non nucleoside reserve
transcriptase inhibitor (NNRTI). Penerapan HAART meningkatkan kualitas hidup dan
kesehatan umum penderita HIV, menurunkan dengan drastis angka kesakitan dan angka
kematian HIV. Pada prinsipnya HIV harus diberikan segera sesudah diagnosis HIV
ditegakkan.
Pengobatan dan perawatan yang ada terdiri dari sejumlah unsur yang berbeda, yang
meliputi konseling dan tes mandiri (VCT), dukungan bagi pencegahan penularan HIV,
konseling tindak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan IMS,
pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS), dan
pemberian obat-obatan antiretroviral.

Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini bekerja
melawan infeksi itu sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh. Tidak
diminumnya obat anti-retroviral sesuai resep dokter bisa membuat virus HIV kambuh,
bahkan semakin ganas

Dalam suatu sel yang terinfeksi, HIV mereplikasi diri, yang kemudian dapat
menginfeksi sel-sel lain dalam tubuh yang masih sehat. Semakin banyak sel yang diinfeksi
HIV, semakin besar dampak yang ditimbulkannya terhadap kekebalan tubuh
(immunodeficiency). Obat-obatan antiretroviral memperlambat replikasi sel-sel, yang berarti
memperlambat penyebaran virus dalam tubuh, dengan mengganggu proses replikasi dengan
berbagai cara.

 Penghambat Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)

HIV memerlukan enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mereplikasi diri.
Jenis obat-obatan ini memperlambat kerja reverse transcriptase dengan cara mencegah proses
pengembangbiakkan materi genetik virus tersebut.
 Penghambat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI)

Jenis obat-obatan ini juga mengacaukan replikasi HIV dengan mengikat enzim
reverse transcriptase itu sendiri. Hal ini mencegah agar enzim ini tidak bekerja dan
menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel yang terinfeksi.

 Penghambat Protease (PI)

Protease merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV untuk
membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah belah protein dan enzim dalam
sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat menginfeksi sel yang lain. Penghambat protease
mencegah pemecah-belahan protein dan karenanya memperlambat produksi partikel virus
baru.

Obat-obatan lain yang dapat menghambat siklus virus pada tahapan yang lain (seperti
masuknya virus dan fusi dengan sel yang belum terinfeksi) saat ini sedang diujikan dalam
percobaan-percobaan klinis.

Penggunaan ARV dalam kombinasi tiga atau lebih obat-obatan menunjukkan dapat
menurunkan jumlah kematian dan penyakit yang terkait dengan AIDS secara dramatis. Walau
bukan solusi penyembuhan, kombinasi terapi ARV dapat memperpanjang hidup orang
penyandang HIV-positif, membuat mereka lebih sehat, dan hidup lebih produktif dengan
mengurangi varaemia (jumlah HIV dalam darah) dan meningkatkan jumlah sel-sel CD4+
(sel-sel darah putih yang penting bagi sistem kekebalan tubuh).

Supaya pengobatan antiretroviral dapat efektif untuk waktu yang lama, jenis obat-
obatan antiretroviral yang berbeda perlu dikombinasikan. Inilah yang disebut sebagai terapi
kombinasi. Istilah ‘Highly Active Anti-Retroviral Therapy’ (HAART) digunakan untuk
menyebut kombinasi dari tiga atau lebih obat anti HIV.

Bila hanya satu obat digunakan sendirian, diketahui bahwa dalam beberapa waktu,
perubahan dalam virus menjadikannya mampu mengembangkan resistensi terhadap obat
tersebut. Obat tersebut akhirnya menjadi tidak efektif lagi dan virus mulai bereproduksi
kembali dalam jumlah yang sama seperti sebelum dilakukan pengobatan. Bila dua atau lebih
obat-obatan digunakan bersamaan, tingkat perkembangan resistensi dapat dikurangi secara
substansial. Biasanya, kombinasi tersebut terdiri atas dua obat yang bekerja menghambat
reverse transcriptase enzyme dan satu obat penghambat protease. Obat-obatan anti retroviral
hendaknya hanya diminum di bawah pengawasan medis.

Di negara-negara berkembang, hanya sekitar 5% dari mereka yang membutuhkan


dapat memperoleh pengobatan antiretroviral, sementara di negera-negara berpendapatan
tinggi akses tersebut hampir universal. Masalahnya adalah harga obat-obatan yang tinggi,
infrastruktur perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan kurangnya sumber pembiayaan,
menghalangi penggunaan perawatan kombinasi ARV secara meluas di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah.

Sebanyak 12 obat-obatan ARV telah diikutsertakan dalam Daftar Obat-obatan


Esensial WHO (WHO Essential Medicines List). Diikutsertakannya ARV dalam Daftar Obat-
obatan Esensial WHO akan mendorong pemerintah di negara-negara dengan epidemi tinggi
untuk lebih memperluas pendistribusian obat-obatan esensial tersebut kepada mereka yang
memerlukannya. Sementara itu, meningkatnya komitmen ekonomi dan politik di tahun-tahun
terakhir ini, yang distimulir oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA), masyarakat
sipil dan mitra lainnya, telah membuka ruang bagi perluasan akses terhadap terapi HIV secara
luar biasa.

Unsur-unsur perawatan lain dapat membantu mempertahankan kualitas hidup tinggi


saat ARV tidak tersedia. Unsur-unsur ini meliputi nutrisi yang memadai, konseling,
pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, dan menjaga kesehatan pada umumnya.
Selain itu ada juga Pengobatan PEP yang harus dimulai dalam hitungan jam dari saat
kemungkinan pajanan HIV dan harus berlanjut selama sekitar empat minggu. Pengobatan
PEP belum terbukti dapat mencegah penularan HIV. Kendatipun demikian, kajian-kajian
penelitian menunjukkan bahwa bila pengobatan dapat dilaksanakan lebih cepat setelah
kemungkinan pajanan HIV (idealnya dalam waktu dua jam dan tak lebih dari 72 jam setelah
pajanan), pengobatan tersebut mungkin bermanfaat dalam mencegah infeksi HIV.

Sejak penemuan obat antiretroviral (ARV) di tahun 1996 silam, terapi ARV secara efektif telah
menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA. Bahkan penelitian
terbaru menyebutkan, pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) bisa disembuhkan.

“Kuncinya terletak pada deteksi dini HIV dan pengobatan segera, setelah didiagnosis dengan terapi
antiretroviral (ARV),” kata Ketua Unit Pelayanan Terpadu HIV Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), dr Zubairi Djoerban Sp.PD,KHOM.
Zubairi memberi contoh, tiga orang pengidap HIV, masing-masing disertai leukimia akut, limfoma
Hodgkin, dan limfoma non-Hodgkin, bisa sembuh total setelah pengobatan.

“Selain terapi ARV, pengidap HIV dengan leukimia akut juga mendapat cangkok sel punca (stem
cell). Setelah pengobatan, HIV-nya hilang dan leukimianya sembuh. Sedangkan pengidap HIV
dengan limfoma mendapat cangkok sumsum tulang belakang. Kini, mereka sedang menjalani uji
agar bisa berhenti meminum obat,” jelas Zubairi.

Zubairi menambahkan ada 14 orang pengidap HIV yang sembuh fungsional. Virus tetap ada dalam
tubuh mereka, tetapi tidak bisa berkembang. Sebanyak 12 orang pengidap HIV yang sembuh
fungsional segera meminum ARV setelah didiagnosis mengidap HIV. Mereka meminum ARV
selama tiga tahun. Kini, setelah tujuh tahun berhenti minum ARV, mereka tetap sehat walafiat tanpa
tergantung lagi pada ARV.

Penggunaan ARV pada ibu hamil, juga terbukti mampu menekan penularan HIV dari ibu
hamil ke bayinya. Di Distrik Columbia, Amerika Serikat, tidak ditemukan lagi bayi yang
tertular HIV dari ibunya yang mengidap HIV sejak 2009. Temuan di sejumlah negara ini
memberi harapan dapat diakhirinya pandemi HIV dan AIDS di seluruh dunia.

Turunkan Risiko Penularan

Terapi ARV tidak hanya membuat orang yang terinfeksi HIV tetap hidup normal dan sehat, tapi
juga terbukti manfaatnya mencegah penularan pada orang yang sehat. Bahkan dari studi-studi
terbaru menunjukkan bahwa obat ARV bisa mencegah infeksi. Strategi terbaru penanganan HIV
tersebut dikenal dengan pencegahan sebelum pemaparan (pre-exposure prophiylaxis). Strategi
tersebut juga telah disetujui oleh WHO.

"Di beberapa negara sudah terbukti manfaatnya, terutama pada pasangan suami istri yang salah
satunya positif HIV atau orang yang memiliki pasangan seks banyak. Karena mereka berisiko
tinggi, pemberian ARV akan menurunkan risiko penularan sampai 97 persen," lanjutnya.

Riset-riset juga menunjukkan, terapi pencegahan sebelum pemaparan itu efektif baik pada pasangan
heteroseksual atau homoseksual. Asalkan obat diminum secara konsisten. Hasil riset tersebut juga
dipaparkan dalam konferensi AIDS XIX di Washington DC, Amerika Serikat beberapa waktu lalu
yang juga dihadiri oleh Zubairi.

Namun tidak semua orang yang berisiko tinggi bisa mendapatkan terapi ARV tersebut. Zubairi
menjelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan manfaat
pencegahan. Antara lain orang tersebut harus dipastikan belum tertular HIV (negatif) dan kondisi
ginjal serta tulangnya sehat. "Sebagai pencegahan, ARV juga harus diminum bertahun-tahun.
Sehingga harus dipastikan efek sampingnya minimal," ujar guru besar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, ini. Namun pengobatan ARV pada orang yang sudah terinfeksi HIV yang
harus minum 3-4 obat setiap hari. Untuk pencegahan ARV hanya diminum satu tablet setiap hari.

Di Indonesia, mereka yang terinfeksi HIV dan meminum ARV yang disediakan gratis oleh
pemerintah bisa hidup produktif dan sehat sampai lebih dari 10 tahun. Kendati begitu, belum
diketahui apakah pemerintah juga bersedia menyediakan anggaran untuk pemberian ARV sebagai
pencegahan penularan.

Sementara, Kurniawan Rachmadi, supervisor tim konselor Unit Pelayanan Terpadu HIV RSCM,
pencegahan sebelum pemaparan mungkin bisa memberikan hasil yang lebih terukur dibandingkan
dengan terapi perubahan perilaku.

"Contohnya saja pemberian edukasi mengenai manfaat pemakaian kondom di lokalisasi akan sulit
mengukur keberhasilannya. Sementara jika diberikan ARV pada mereka yang berisiko tinggi
mungkin akan lebih efektif," katanya.
Pemerintah memberikan program Pendidikan Ketrampilan Hidup dan gerakan Pendidikan
Sebaya yang menyoroti perilaku seks yang aman dan penggunaan kondom di kalangan
kelompok yang beresiko

Obat antiretroviral (NRTI) yang telah disetujui FDA

Singkatan Nama generik Nama dagang Cara pemberian

3TC Lamivudine Epivir Dengan atau tanpa makanan


ABC Abacavir Ziagen Dengan atau tanpa makanan
AZT/ZDT Zidovudine Retrovir Dengan atau sesudah makanan
D4T Stavudine Zerit Dengan atau tanpa makanan
DdC Zalcitabine Hivid Dengan atau sesudah makanan
ddl Didanosine Videx (tablet) Berikan 30 m3nit sebelum
makan; hindari alkohol

Obat antiretroviral (NRTI) yang disetujui FDA

Singkatan Nama generik Nama dagang Cara pemberian

DLV Delavirdine Rescriptor Dengan atau tanpa makanan


EFV Efavirenz Sustiva/Stocrin Berikan waktu lambung dalam
keadaan kosong
ETR Etravirine Intelence Berikan bersama makanan
NVP Nevirapine Viramune Dengan atau tanpa makanan

Protease Inhibitor yang dsetujui FDA


Singkatan Nama generik Nama dagang Cara pemberian

APV Amprenavir Agenerase Dengan atau tanpa makanan


Hindari makanan berlemak
FOS-APV Fosamprenavir Lexiva Telzir Dengan atau tanpa makanan

2.8. Penularan

Proses penularan HIV melalui beberapa cara yaitu : secara horizontal melaui hubungan
seksual dan ksi, atau secara vertikal penularan dari ibunya ke bayi yang dikandungnya. AIDS
dikelompokkan dalam infeksi menular seksual(IMS) karena paling banyak ditularkan melalui
hubungan seksual (95%). Risiko penularan ini akan semakin meningkat bila terdapat infeksi
menular seksual lain yang menyertai,terutama pada ulkus genital. Secara global ditemukan
bahwa proses penularan melalui hubungan seksual menempati urutan yang pertama yaitu 70-
80%.disusul pada penggunaan obat suntik bersamaan 5-10%.infeksi perinatal juga memiliki
persentase tinggi yaitu 5-10%.penularan melalui transfusi darah terdapat 3-5%.penularan
pada petugas kesehatan seperti melalui luka kecelakaan akibat jarum hanya terdapat
0,01%.sekitar sepertiga bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV tertular virus
HIV.proses penularan terjadi pada saat proses kelahiran.penularan pada bayi yang disusui
ibunya juga bias terjadi dengan risiko yang lebih kecil. Meskipun demikian, di Negara-negara
miskin disebutkan bahwa pemberian ASI pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tetap aman.

Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalah air mani (semen), cairan
vagina?serviks,dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melaui 4 jalur yang
melibatkan cairan tubuh tersebut.

1.jalur hubungan seksual (homoseksual/heteroseksual).

2.jalur pemindahan darah atau produk darah seperti: transfusi darah,alat suntik,alat tusuk
tato,tindik,alat bedah,dokter gigi,alat cukur dan melalui luka kecil di kulit (termasuk lesi kecil
mikro).

3. jalur transplantasi alat tubuh

4.jalur transplasental,janin dalam kandungan ibu hamil dengan infeksi HIV dan infeksi
perinatal .
Penularan virus HIV transplasental dipengaruhi beberapa faktor. Disebutkan beberapa
factor yang meningkatkan resiko penularan virus HIV transplasental antara lain rendahnya sel
CD4,rendahnya antibody terhadap virus HIV,adanya keluhan terhadap infeksi HIV dan
tingginya kadar virus HIV dalam tubuh ibu yang dapat terdeteksi melalui antigen p24 dalam
serum ibu atau metode lain seperti mendeteksi asam nukleat HIV dalam PCR.

Berdasarkan waktu terdeteksinya virus HIV ,baik dengan PCR atau kultur ,dapat
ditentukan melalui prose apa bayi tertular HIV.pada bayi yang tertular HIV transplasenta
saat masih di dalam kandungan ,virus dapat terdeteksi dalam 48 jam setelah kelahiran
sedangkan apabila bayi tertular virus HIV saat proses persalinan, virus akan terdeteksi pada
7-90 hari pertama kehidupannya.kebanyakan bayi tertular pada saat akhir kehamilan atau saat
persalinan yang ditunjukkan dengan terdeteksinya virus dalam darah bayi setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu pertama kehidupannya.penularan HIV melalui ASI yang
diberikan dari ibu penderita HIV ditunjukkan dengan terdeteksinya virus HIV setelah bayi
berusia 3 bulan.

Sebenarnya HIV dapat ditemukan dalam ASI,air liur,air mata dan keringat,tetapi
penularan melalui bahan ini belum terbukti kebenarannya karena jumlah virus yang sangat
sedikit.penularan virus melalui hewan perantara seperti nyamuk,kutu busuk atau serangga
lainnya belum terbukti.

HIV enters the body through open cuts, sores or breaks in the skin; through mucous
membranes, such as those inside the anus or vagina; or through direct injection. There are
several ways by which this can happen:

 Sexual contact with an infected person. Anal or vaginal intercourse without a


condom with a partner who is either positive or does not know his or her HIV status
account for the vast majority of sexually-transmitted HIV cases in the U.S. and
elsewhere. Oral sex is not an efficient route of HIV transmission. Kissing, massage,
masturbation and "hand jobs" do not spread HIV.
 Sharing needles, syringes or other injection equipment with someone who is
infected.
 Mother-to-child transmission. Babies born to HIV-positive women can be infected
with the virus before or during birth, or through breastfeeding after birth.
 Transmission in health care settings. Healthcare professionals have been infected
with HIV in the workplace, usually after being stuck with needles or sharp objects
containing HIV-infected blood. As for HIV-positive healthcare providers infecting
their patients, there have only been six documented cases, all involving the same
HIV-positive dentist in the 1980s.
 Transmission via donated blood or blood clotting factors. However, this is now
very rare in countries where blood is screened for HIV antibodies, including in the
United States.

HIV has been detected in saliva, tears and urine. However, HIV in these fluids is only
found in extremely low concentrations. What's more, there hasn't been a single case of HIV
transmission through these fluids reported. HIV cannot be transmitted through day-to-day
activities such as shaking hands, hugging or casual kissing. You cannot become infected from
a toilet seat, drinking fountain, or sharing food or eating utensils with someone who is
positive. You also cannot get HIV from mosquitoes.

Since the beginning of the HIV/AIDS epidemic, new or potentially unknown routes of
transmission have been thoroughly investigated by state and local health departments, in
collaboration with the U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). To date, no
additional routes of transmission have been recorded, despite a national system designed to
detect unusual cases.

Consequently , activities that introduce infectious HIV ,either as infected cells or free
virus ,into the blood of an uninfected individual wiil potentially result in infection.for
example,seual intercourse can result in damage oe tears (sometimes microscopic) of the
mucosal linings of the male or female genital tracts or of the anus. There is another potential
target for HIV infection: the oral cavity and the throat. The epidemiological reality,however
,is that oral se is not primar mode of transmission of HIV.

No association with HIV transmission : Casual contact

What t do we mean by casual contact? This is includes all types of


ordinary,everyday,nonsexual contacts between and among people.shaking
hands,hugging,kissing,sharing eating utensils,sharing towels or napskin,using the same
telephone, and using the same toilet seat are a few examples of casual contact.it is
imposibble to list all types of casual contact here,but we can analyze or make predictions
about others,keeping in mind the need for direct contact with body fluids containing
infectious HIV.for example,consider the possibilities of waterborne outside the body,it cannot
survive in the open air or in water.consequently, we would predict that there is no risk in
sharing the same physical space with a person AIDS or swimming in the same
pool.epidemiological evidence supports this conclusion :there is no measured risk of
transmission.

2.9. Epidemiologi

EPIDEMIOLOGI

The AIDS epidemic, a staggering challeng by any measure, becomes more complex
every year. The number of people infected with hiv climbs by 14,000 daily-12,000 adults and
d2,000 children. Today, more than 13 million children currently under the age 15 years have
lost one or both parents to aids, most in sub Saharan Africa. By 2010, this number is expect
to jump more than 25 million (UNAIDS, UNICEF and USAID, 2002). Goverments see the
future of their countries blighted by the social, economic, demografic, and healh impact of
this disease. Health facility-lacking equipment, suplies, and personnel-must find ways of
coping with a growing number of peopl living with HIV/AIDS (LPHA). Many health and
social service systems are near collapse under this continuously escalating burden.

Epidemiologi berasal dari kata “Epi” yang berarti pada, “demo” yang berarti
penduduk atau mesyarakat, dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi artinya
mempelajari suatu kejadian (penyakit) yang terjadi pada penduduk. Epidemiologi definisi
singkatnya adalah studi atau penelitian tentang detrminan-determinan penyakit dan
distribusinya. Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang berguna
bagi peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif).

Jumlah penyakit sangat banyak dan berbeda satu sama lain karena setiap penyakit
mempunyai sejumlah determinan (faktor-faktor yang berpengaruh) dan distribusi yang
berbed-beda dengan penyakit-penyakit yang lainnya. Detrminan-determinan dan distribusi
suatu penyakit perlu diketahui karena tanpa pengetahuan tentang semua hal ini, penyakit tu
tidak akan mungkn dicegah, diberantas, atau dibasmi. AIDS yang 25 tahun lalu, sepintas
terlihat hanya diderita oleh orang homoseks saja, padahal setalah dilaksanakan penelitian
epidemiologi yang ntensif dan ekstensif kemudian ternyata siapapun dapat ditulari
HIV/AIDS. (PIT HUT RSAB ke XV-Dies Natalis VI ke XLVI, Maret, 1995). Dari bayi, anak
smapai orang tua, kaum homoseks maupun heteroseks, lak-laki maupun perempuan, wanita
pekerja seksual sampai ibu rumah tangga dan pengguna narkoab suntik semua dapat terkena
HIV/AIDS. AIDS telah dan terus meningkat dan meluas ke seluruh penjuru dunia dalam
jangka waktu yang relatif singkat.

Keadaan di Indonesia

Penyakit AIDS banyak ditemukan di luar negeri, tetapi karena hubungan antar bangsa
menjadi semakin erat, maka penularannya harus tetap diwaspadai. Banyak orang asing datang
ke Indonesia dan banyak pula orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berbagai
keperluan. Hal ini membuka kemungkinan terjadinya penularan AIDS.

Di Indonesia, penderita AIDS yang pertma kali ditemukan adalah seorang wisatawan
asing laki-laki yang meninggal di Bali, April 1987. Penderita aids kedua, sudah 2 tahun
menetap di Indonesia meninggal di Denpasar, Bali, Juni 1988. Sampai tahun 1991, secara
keseluruhan tercatat 21 kasus aids dan tertular HIV.

Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Sampai juni 1996,
Depkes mencatat 407 kasus infeksi HIV/AIDS. Jumlah infeksi HIV/AIDS di masyarakat
diperkirakan jauh lebih banyak. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran
HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna narkoba suntik
(IDU/Injecting Drug User)

Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata melalui
pekerja seks komersial (PSK). Data tahun 2000 dari Tanjung Balai, Riau ditemukan 8,36%
pekerja seks yang hiv positif, di Merauke, Irian Jaya 26,5%; Jawa Barat 5,5% dan DKI
Jakarta 3,36%. (Depkes,2003)

Pada tahun 2000, urutan jumlah kasus terbanyak sebagai berikut: Jakarta (362), Irian
Jaya (312), Riau (115) dan Jawa Timur (103). Namun, secara berurut-turut adalah Irian Jaya
(4,85), Jakarta (1,33), Bali (0.76), Riau (0,32) per 100.000 penduduk. Sampai Juni 2001,
jumlah kumulatif penderita hiv/aids yang dilaporkan rumah sakit mencapai 2150 kasus,
dengan kasus hiv 1572 kasus dan aids 578 kasus, termasuk yang telah meninggal 241 orang.
Jumlah penderita hiv/aids yang sebanarnya diperkirakan 100 kali lipat drai jumlah yang
dilaporkan. (Depkes 2001).
Pada tahun 2002, terdapat fakta baru menunjukkan bahwa penuaran hiv juga telah
meluas ke rumah tangga. (Depkes, 2003). Pada tahun 2006, berdasarkan estimasi Ddepkes di
perkirakan terdapat 169.000-216.000 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Indonesia
dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai 30 Juni 2007 adalah 4,27 per 100.000
penduduk (revisi berdasarkan data bps 2005, junlah penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa
(Depkes, 2008).

Sampai tahun 2002 diperkirakan terdapat 42 juta orang hidup dengan HIV atau AIDS.
Dari jumlah ini, 28,5 juta (68%) hidup di Afrika sub-Sahara dan 6 juta (14%) berada di Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun 2002, diperkirakan 5 juta orang yang baru terinfeksi
HIV dan diperkrakan 3,1 juta orang meninggal karena HIV/AIDS.

Kebanyakan infeksi HIV pada anak-anak terjadi dari orang tua yang menderita HIV atau
berasal dari kelompok resiko tinggi HIV (86%);7% terjadi melalui transfusi darah;dan 5%
terjadi pada anak dengan hemofilia. Di Amerika Utara dan Inggris, epidemi pertama terjadi
pada kelompok laki-laki homoseksual, selanjutnya dan sampai saat ini epidemi terjadi pada
pengguna obat suntikan dan setelah itu terjadi pada populasi heteroseksual. Saat ini di
Amerika Serikat 11% kasus terjadi pada wanita dan faktor risiko terbanyaknya adalah
pengguna obat suntikan (50%) dan jalur penularan infeksi terbanyak beikutnya adalah
melalui kontak seksual heteroseksual (36%). Di san Fransisco dan New York, AIDS saat ini
merupakan penyebab utama kematian prematur pada laki-laki usia muda.

Pada dasarnya pemahaman tentang epidemi hiv/aids di Indonesia dapat dikuti secara
lebih mendalam HIV/AIDS yang dilakukan kelompok-kelompok penduduk dengan risiko
tertular yang berbeda-beda seperti pada Pekerja Seks Komersial, pengguna nakoba suntik,
narapidana, ibu hamil dan sebagainya. (Depkes, 2003).

Laporan Depkes Republik Indonesia tentang kasus HIV/AIDS di Indonesia sampa


dengan Maret 2008 menunjukkan bahwa jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS terdapat 11868
penderita dengan aids, 6130 dengan HIV dan 2486 penderita yang meninggal dunia.
HIV/AIDS dilaporkan dari 32provinsi dengan kasus terbanyak di DKI Jakarta, diikuti Jawa
Barat, Papua, dan Jawa Timur. Berdasarkan prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk,
prevalensi di Papua adalah tertinggi (75.05) diikuti DKI Jakarta, Bali dan Riau. Sampai Maret
2008, hanya Provinsi Sulawesi Barat yang bebas dari HIV/AIDS.

Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS


Karena sifat penularan tersebut diatas, maka kelompok risiki tinggi dapat
dikategorikan sebagai berikut :

1. Mereka yang mempunyai banyak pasangan seksual (homo dan heteroseksual)


seperti wanita/pria . yuna susila dan pelanggarannya, mucikari, kelompok
homoseks, biseks dan waria. Semula diduga penyakit AIDS hanya merupakan
penyakit yang menimpa kelompok laki-laki “homoseks” yang biasa berhubungan
dengan sesama jenis. Namun, sekarang ini diketahui bahwa AIDS bisa
menjangkiti siapa saja melalui berbagai penularan AIDS.
2. Penderita hemofilia dan penerima transfusi darah atau produk darah lainnya.
3. Bayi/anak yang dilairkan dari ibu pengidap HIV/AIDS.
4. Pengguna narkoba suntik/IDU.
5. Perempuan yang mempunyai pasangan laki-laki pengidap virus HIV/AIDS.
6. Laki-laki atau perempuan penganut seks bebas.

BAB III

Penutup

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran
Daftar Pustaka

Bauman, Robert.W. 2009. Mcrobiology, Second Edition. America;person education

Hoffbrand, A.V dkk. 1984. Hemotologi, Edisi 4. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Widyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta ; Erlangga.

Williams,W.J. 2003. Manual of Hematology.singapore; McGraw-Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai