Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH ARSITEKTUR ACEH

Rumah Aceh atau Rumoh Aceh merupakan bentuk tempat


kediaman orang Aceh tempo dulu dan sekarang hampir hilang, hanya
tersisa di beberapa tempat saja di Aceh. rumah ini telah diabadikan di
Banda Aceh ( komplek Kantor Museum Aceh) dan di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) serta Rumah Cut Nyak Dhien yang ada di Desa
Lampisang, 10 km dari pusat Kota Banda Aceh. Di dalam Rumah Aceh
yang terletak di komplek Museum Aceh banyak terdapat barang-barang
peninggalan tempo dulu yang sering digunakan oleh orang Aceh
diantaranya pedeung on jok, jingki, guci,Berandam atau Tempat
menyimpan padi dll. Jika anda ke Banda Aceh jangan lupa untuk datang
mengunjungi dan saksikan keadaan rumah Adat Aceh tempo dulu. Rumah
Aceh ini terdiri dari 44 tiang dan mempunyai 2 tangga depan dan
belakang.

FILOSOFI KRONG BADEH

Krong Badeh (Rumoh Aceh) berkembang berdasar konsep


kehidupan masyarakat Islam yaitu suci. Konsep suci ini menyebabkan
rumoh Aceh berdiri di atas panggung. Dari segi nilai-nilai agama, berbagai
sumber menyebutkan bentuk panggung ini untuk menghindari binatang
yang najis seperti anjing. Selanjutnya mengenai peletakan ruang kotor
seperti toilet atau area basah seperti sumur. Berdasar cerita nenek
moyang masyarakat Aceh, toilet dsn sumur harus dibuat jauh dari rumah.
Konsep selanjutnya adalah penyesuaian terhadap tata cara
beribadah dalam agama Islam. Kebiasaan Shalat menyebabkan peletakan
rumoh Aceh memanjang mengikuti arah kiblat (ke barat) sehingga rumoh
Aceh dapat menampung banyak orang bersholat. Kemudian peletakan
tangga (reunyeun atau alat untuk naik ke bangunan rumah) juga tidak
boleh di depan orang sholat sehingga tangga ditempatkan di ujung timur
atau dibawah kolong rumah. Reunyeun ini juga berfungsi sebagai titik
batas yang boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga.
Apabila di rumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka ‘pantang
dan tabu’ bagi tamu yang bukan keluarga dekat (muhrim) untuk naik ke
rumah.

1. Makna Rumah Adat Krong Bade

Rumah ini merupakan identitas dari masyarakat Aceh. Penggunaan


bahan materi bangunan yang diambil dari alam mempunyai makna bahwa
masyarakat Aceh mempunyai kehidupan yang dekat dengan alam.
Masyarakat Aceh bahkan tidak menggunakan paku dalam membuat
rumah Krong Bade. Mereka menggunakan tali untuk mengikat satu bahan
bangunan dengan bahan bangunan yang lain. Ukiran-ukiran pada rumah
Krong Bade pun mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Aceh. Hal
ini berhubungan dengan status sosial seseorang dalam masyarakat Aceh.
Banyaknya ukiran pada rumah Krong Bade yang dimiliki seseorang
menentukan kemampuan ekonomi dari orang tersebut.

Ciri Khas Rumah

 Rumah Krong Bade memiliki tangga di bagian depan rumah bagi


orang-orang yang akan masuk ke dalam rumah.

 Rumah Krong Bade memiliki tangga karena tinggi rumah yang


berada beberapa meter dari tanah.

 Umumnya, tingga Rumah Krong Bade dari tanah adalah 2,5-3


meter.

 Jumlah anak tangga Rumah Krong Bade umumnya ganjil.


 Rumah Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu.

 Rumah Krong Bade juga memiliki banyak ukiran pada dinding


rumahnya.

 Banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade bergantung dari


kemampuan ekonomi pemilik rumah.

 Ukiran ini pun tidak sama satu dengan yang lain.

 Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan memanjang


dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun
rumbia.

Bahan-bahan bangunan

 Kayu adalah bahan utama dari rumah ini, Kayu digunakan untuk
membuat tiang penyangga rumah.

 Papan yang digunakan untuk membuat dinding dan lantai rumah.

 Bambu atau yang biasa disebut trieng digunakan untuk membuat


alas lantai.

 Tali Pengikat atau yang biasa disebut dengan taloe meu-ikat


digunakan untuk mengikat bahan-bahan bangunan.

 Tali pengikat ini terbuat dari bahan rotan, tali ijuk, atau kulit pohon
waru.

 Keenam Daun Rumbia atau yang biasa disebut dengan oen meuria
yang digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat atap rumah.

 Daun Enau digunakan sebagai bahan cadangan untuk membuat


atap, apabila daun Rumbia tidak ada.

 Pelepah Rumbia atau biasa disebut dengan peuleupeuk meuria


adalah bahan dasar untuk membuat dinding rumah dan juga lemari.

Pembagian Ruangan

Pembagian ruangan dalam Rumah Krong Bade


terdiri dari 4 bagian yaitu bagian bawah, bagian
depan, bagian tengah, dan bagianbelakang.Setia
ruang memiliki fungsi masing-masing.
Ruang Bawah

Bagian bawah Rumah


Krong Bade digunakan untuk
menyimpan barang-barang
pemilik rumah seperti padi atau
hasil panen lainnya. Dapat
dikatakan bahwa ruang bawah
berfungsi sebagai gudang.
Ruang bawah juga dipakai
untuk menaruh alat penumbuk padi. Selain itu, ruang bawah juga pusat
aktivitas bagi kaum perempuan yaitu membuat kain khas Aceh dan
sebagai tempat menjual kain tersebut.

Ruang Depan

Ruang depan berfungsi sebagai ruang santai. Ruangan ini bisa


dipakai untuk beristirahat bagi anggota keluarga dan juga bagi kegiatan
yang sifatnya santai seperti anak-anak belajar. Ruang depan juga bisa
dipakai untuk menerima tamu. Ruang depan tidak memiliki kamar.

Ruang Tengah

Ruang tengah atau biasa disebut sebagai seuramoe teungoh


adalah ruangan inti dari Rumah Krong Bade dan karena itu, ruangan ini
juga dikenal sebagai rumah inong. Berbeda dengan ruang depan, ruang
tengah memiliki beberapa kamar di sisi kiri dan sisi kanan. Ruang tengah
mempunyai letak lebih tinggi daripada ruang depan. Ruang tengah tidak
boleh dimasuki oleh tamu karena ruangan ini hanya khusus untuk anggota
keluarga.

Ruang Belakang

Ruang belakang atau yang biasa disebut sebagai seurameo likot


adalah ruang santai untuk keluarga. Ruangan ini letaknya lebih rendah
daripada ruang tengah dan berfungsi sebagai dapur serta tempat keluarga
bercengkramah. Ruang belakang sama seperti ruang depan yang tidak
memiliki kamar.

Fungsi rumah krong badeh

Selain tempat tinggal Rumah krong berfungsi sebagai tempat acara


adat. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni dan keluarga di
rumah itu.Fungsi rumah krong badeh yang juga penting adalah sebagai
iringan adat, seperti menetapkan adat atau tempat melaksanakan acara
seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan
acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang
tempat tidur dengan ruang umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan
dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna
bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Anda mungkin juga menyukai