Anda di halaman 1dari 7

10

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini melakukan uji efektivitas salep ekstrak umbi

singkong (Manihot exculenta) sebagai obat luka bakar. Yang diuji cobakan (pra-

klinik) terhadap hewan percobaan, hewan percobaan yang digunakan adalah tikus

putih (Rattus norvegicus) yang diberikan dosis dengan konsentrasi tertentu.

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimental dan in vivo, dengan

melakukan tiga tahap. Tahap pertama melakukan penentuan terhadap objek dan

alat dan bahan yang akan digunakan, kedua melakukan tahap pengujian dan

pengamatan terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus, dan tahap yang ketiga

melakukan analisis data dari hasil yang didapatkan. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada

Tasikmalaya pada tanggal 27 Mei sampai 27 Oktober 2017.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan didalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas,

mortar, stemper, pot salep, tikus putih (Rattus norvegicus), sudip, blender,

bejana maserasi, rotary evaporator Rotavapor® R-300, waterbath GFL 1083,

10
11

neraca digital Merk Acis 0, solder panas, lempeng stainless berdiameter 3 x 3

cm2, jangka sorong berskala 0,01 cm.

3.2.2 Bahan

Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah umbi singkong

segar, etanol 96 %, kloroform, larutan amoniak, asam sulfat 2N, perekasi

Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorff, serbuk Magnesium, asam

klorida pekat, amil alcohol, aquadest, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat,

FeCl3 0,1 %, lanolin, metil paraben, vaselin kuning, salep merk X.

3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Singkong

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umbi singkong yang

didapat dari perkebunan singkong di Desa Karangmulya, Kecamatan Padaherang,

Kabupaten Pangandaran-Jawa Barat Umbi singkong yang sudah dipanen

kemudian dicuci, ditiriskan, dipotong, dijemur panas, dan blender sehingga

didapatkan serbuk simplisia. Sebanyak 300 gram simplisia umbi singkong

direndam dalam etanol 96 % dalam bejana maserasi yang terlindung dari cahaya

matahari, didiamkan selama 5 hari. Simplisia yang dimaserasi kemudian diaduk

beberapa kali untuk mendapatkan konsentrasi jenuh, sehingga tidak ada lagi zat

aktif yang dapat disari oleh penyari. Hasil yang didapatkan disaring dan dilakukan

remaserasi. Maserat hasil maserasi dan remaserasi diuapkan dengan rotary

evaporator dilanjutkan dengan waterbath pada suhu 60oC (Fadeelah, 2015).


12

3.4 Skrinning Fitokimia

Skrinning fitokimia ekstrak dilakukan untuk mengetahui kandungan

golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak umbi singkong.

Skrinning atau penapisan fitokimia meliputi : uji flavonoid, alkaloid, tanin,

saponin, steroid dan triterpenoid.

3.4.1 Uji Alkaloid

Simplisia umbi singkong sebanyak 2 gram ditimbang dan dihaluskan,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 5 ml

kloroform dan 5 ml larutan amoniak. Setelah itu campuran dipanaskan,

dikocok, dan disaring. Larutan H2SO4 2 N sebanyak 5 tetes ditambahkan ke

dalam filtrat dan dikocok. Setelah itu bagian atas dari filtrat diambil dan diuji

dengan reagen Meyer, Wagner, dan Dragendorff. Jika terdapat endapan putih

dengan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorff,

dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner, maka positif terdapat alkaloid

(Seniwaty dkk, 2009).

3.4.2 Uji Flavonoid

Simplisia umbi singkong sebanyak 1 gram ditimbang dan dihaluskan,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan logam

(serbuk) Mg, 0,2 ml HCl pekat, dan beberapa tetes amil alkohol. Larutan

dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid ditandai dengan terbentuknya

warna merah coklat pada lapisan amil alkohol (Seniwaty dkk, 2009).
13

3.4.3 Uji Saponin

Ampas sisa identifikasi alkaloid dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan dengan 1 ml akuades. Setelah itu campuran dikocok dan

didiamkan selama 15 menit. Hasil diamati untuk pembentukan busa atau tidak

(Seniwaty dkk, 2009).

3.4.4 Uji Steroid dan Triterpenoid

Simplisia umbi singkong sebanyak 1 gram ditimbang dan dihaluskan,

kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 2 ml

kloroform. Setelah itu campuran dikocok dan disaring. Masing-masing asam

asetat anhidrat dan H2SO4 pekat sebanyak 2 tetes ditambahkan pada filtrat,

kemudian perubahan warna yang terjadi diamati (Seniwaty dkk, 2009).

3.4.5 Uji Tanin

Simplisia umbi singkong yang telah dihaluskan sebanyak 0,5 g

dididihkan dalam tabung reaksi yang berisi 20 ml air, kemudian larutannya

disaring. Beberapa tetes FeCl3 0,1% ditambahkan pada filtrat dan hasilnya

diamati. Uji tanin dalam sampel positif apabila hasil menunjukkan warna hijau

kecoklatan atau biru kehitaman (Seniwaty dkk, 2009).

3.5 Perhitungan Dosis

Umbi singkong segar : 500 gram

Dosis empiris : 300 gram

Umbi singkong kering : 350 gram

Simplisia untuk ekstraksi : 300 gram

Ekstrak kental : 200 gram


14

Dosis umbi singkong kering manusia

300 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 350 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 210 𝑔𝑟𝑎𝑚
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

Di konversi ke dosis ekstrak

210 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 140 𝑔𝑟𝑎𝑚
300 𝑔𝑟𝑎𝑚

Konversi ke dosis tikus

140 x 0,018 = 2,52 gram / 20 g BB mencit ( dosis II )

½ x 2,52 gram = 1,26 gram / 20 g BB mencit ( dosis I )

2 x 2,52 gram = 5,04 gram / 20 g BB mencit ( dosis III )

3.6 Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Umbi Singkong

Salep dibuat ke dalam tiga formulasi dengan variasi dosis ekstrak etanol

umbi singkong dengan berbagai konsentrasi :

Tabel 1. Formulasi Salep Ekstrak Etanol Umbi Singkong

Formula Formula Formula


No. Nama Bahan
Dosis I Dosis II Dosis III
Ekstrak etanol umbi
1. 1,26 2,52 5,04
singkong (gram)
2. Lanolin (g) 45,00 45,00 45,00
3. Metil Paraben (g) 0,12 0,12 0,12
4. Vaselin kuning (g) Add 100 Add 100 Add 100
(Izzati, 2015)

3.7 Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Umbi Singkong

Pembuatan salep dengan ekstrak umbi singkong diawali dengan

penimbangan bahan-bahan yang diperlukan. Kemudian dimasukkan lanolin ke

dalam mortir dan ditambahkan ekstrak dengan berbagai konsentrasi sedikit demi

sedikit hingga semua ekstrak umbi singkong bercampur dengan basis. Tambahkan
15

vaselin kuning dan gerus hingga homogen. Selanjutnya tambahkan metil paraben

dan digerus kembali hingga homogen. Sediaan salep ekstrak umbi singkong

dengan variasi konsentrasi dimasukkan ke pot salep (Izzati, 2015).

3.8 Pengujian Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar

Luka bakar pada tikus dibuat dengan cara menempelkan solder panas yang

ujungnya terdapat lempeng stainless berdiameter 3 x 3 cm2 yang telah dipanaskan.

Pada bagian punggung tikus yang bulunya telah dicukur dan ditempelkan dengan

solder selama 2 detik sehingga terbentuk kulit yang melepuh atau mengalami luka

bakar, kemudian kelompok perlakuan P1 (kontrol negatif) dioleskan basis salep

tanpa ekstrak, P2 (kontrol positif) dioleskan salep bermerk X serta dioleskan 3

variasi konsentrasi ekstrak etanol umbi singkong yaitu P3 (dosis I), P4 (dosis II)

dan P5 (dosis III). Pengolesan semua kelompok perlakuan dilakukan secara

merata 1 kali setiap pagi sebanyak 0,1 gram untuk sekali oles (Sentat dan

Permatasari, 2015).

3.9 Perhitungan Penyembuhan Luka Bakar

Pengamatan proses penyembuhan luka bakar dilakukan sehari setelah

hewan uji diberi perlakuan, pengamatan dilakukan selama 14 hari berturut-turut

dengan mengamati secara makroskopik perkembangan penyembuhan luka pada

punggung tikus dan pengukuran luas permukaan luka dengan menggunakan

jangka sorong berskala 0,01 cm. luka bakar dirawat hingga sembuh yang ditandai

dengan merapat dan tertutupnya luka (Sentat dan Permatasari, 2015).


16

Dalam Sentat dan Permatasari (2015), perhitungan persentase

penyembuhan luka bakar dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

𝐿1−𝐿𝑛
x 100 %
𝐿𝑛

Keterangan : L1 = Luas luka bakar hari pertama

Ln = Luas luka bakar hari ke-n

3.10 Analisis Data

Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik

dengan metode analisis One Way Anova (uji F) pada tingkat signifikansi α = 5 %

atau 0,05 dan jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan ke uji LSD. Apabila

data tidak terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Walls yang

dibantu dengan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solusions) 16

(Sentat dan Permatasari, 2015).

Anda mungkin juga menyukai