Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN 1

PENYEMPURNAAN MESERISASI DAN KOSTISASI KAPAS

Disusun Oleh:
Kelompok : 1 (satu)
Nama Anggota : 1. A. Salsabila N.T (15020031)
2. Chreisza Paramita (15020033)
3. Gina Fauziah (15020034)
4. Ilham Muhammad Ilyas (15020036)
5. Raka Pratama Gunawan (15020049)
Grup : 2 K2
Nama Dosen : Wulan S., S.ST, M.T.
Asisten : 1. Ir. Elly K., Bk. Teks, M.Pd.
2. Samuel M., S.ST.

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2017
I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1 Maksud
Agar dapat mengetahui dan memahami proses merserisasi pada kain selulosa
khususnya pada kain kapas.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh peregangan dari proses merserisasi dan kostisasi pada
sifat kain kapas.
II. TEORI DASAR

2.1 Serat Kapas


Serat kapas merupakan salah satu bahan tekstil yang berasal dari serat alam, yaitu
serat biji tanaman Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan banyak disinari matahari.
Tanaman Gossypium termasuk keluarga Malvaceae. Pertumbuhan tanaman kapas sangat
bergantung pada tempat tumbuhnya. Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis
seperti Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Komposisi serat kapas tergantung
pada jenis tanaman dan derajat kesadahannya.Sekitar 90% komposisi serat kapas terdiri dari
selulosa, sedangkan sisanya adalah protein, pektin, malam, lemak, pigmen alam, mineral,
dan air. Serat kapas memegang peranan penting dalam bidang tekstil. Dengan
berkembangnya serat sintetik tidak menyebabkan serat kapas mulai ditinggalkan, namun
dengan adanya perkembangan serat buatan,meningkatkan penggunaan serat campuran
yang memiliki sifat saling melengkapi kedua sifat tersebut. Hal ini disebabkan karena serat
kapas masih memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh serat buatan.
Keunggualan serat kapas diantaranya mempunyai daya serap yang baik terhadap air,
sehingga nyaman apabila dipakai. Serat kapas juga mempunyai beberapa kekurangan seperti
mudah kusut dan mengkeret dalam pencucian.

2.1.1 Morfologi Serat Kapas


Bentuk morfologi penampang melintang serat kapas sangat bervariasi dari bentukpipih
sampai bentuk bulat, tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri daribagian
kutikula, dinding primer, dinding sekunder, dan lumen. Sedangkan bentuk penampang
membujur serat kapas adalah pipih seperti bentuk pita yang terpilin atau terpuntir membentuk
puntiran dengan interval tertentu. Kearah memanjang, serat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian besar, bagian badan, dan bagyian ujung. Bentuk penampang melintang dan bentuk
penampang membujur serat kapas disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1.1 Penampang Melintang dan Membujur Serat Kapas
Sumber : Soeprijono, dkk, Serat-serat Tekstil, ITT , Bandung, 1973, hlm 41.
Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada umumnya bervariasi dari
1000 : 1 sampai 5000 : 1.

2.1.2 Komposisi Serat Kapas


Serat kapas mentah mengandung selulosa. Selain selulosa, pada kapas mentah
mengandung pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi serat kapas
berbeda-beda tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya,
kondisitanah, cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan zat kimia yang digunakan untuk pupuk dan
pestisidanya. Komposisi serat kapas dapat dilihat pada Tabel 2.1.1 berikut :
Tabel 2.1.1 Persen Komposisi Serat Kapas
Komposisi % pada Serat % pada Dinding Serat
Selulosa 88 – 96 52
Pektin 0,7 – 1,2 12
Lilin 04 – 1 7,0
Protein 1,1 – 1,9 12
Abu 0,7 – 1,6 3
Senyawa Organik 0,5 – 1,0 14
Sumber : Rahayu Hariyanti, Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1, STTT
Bandung 2005, hlm 15
a. Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85 % sedangkan
dalam serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara 99,5% sampai 99,5%.
b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat dengan berat
molekul tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat dihilangkan dalam pemasakan
kapas dengan larutan natrium hidroksida. Proses penghilngan pektin tidak banyak
mempengaruhi kekuatan maupun perusakan.
c. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang
tertinggal didalam lumen setelah selnya mati ketika buahnya membuka. Kadar nitrogen
didalam serat kapas kira-kira 3% dan apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan
memberikan kadar protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi
kira-kira 1/10 kadar aslinya.
d. Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium karbonat atau
kalsium, fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat. Pemasakan dan pemutihan
akan mengurangi kadar abu kapas menjadi kurang dari 0,1%.

2.1.3 Struktur Molekul Serat Kapas


a. Struktur Kimia Serat Kapas
Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah lama diketahui
sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n
dengan n adalah derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Selulosa
dengan rumus empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari
kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi
atom karbon nomor satu dan empat. Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat
satu dengan yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa dapat
dilihat pada Gambar 2.1.2

Gambar 2.1.2 Struktur Molekul Selulosa


Sumber: Soeprijono, P.Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973
halaman 45

Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada
atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan
3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat
kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus
hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat
menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH
dalam penulisan mekanisme reaksi.
b. Struktur Fisika Serat Kapas
Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa yang diorientasikan
dan diikat satu dengan lainnya melalui ikatan atau gaya hidrogen danvan der Waals. Orientasi
rantai molekul seluosa tersebut tidak semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh bagian-
bagian disorientasi secara berselang-seling. Sesunan rantai molekul selulosa yang teririentasi
teratur disebut kristalin, sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut amorf. Dari difraksi
sinar X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian kristalin dan sisanya bagian amorf.
Bagian amorf mempunyai daya serap yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tersusun sangat
teratur dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul
selulosa tidak teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar dan kecil
). Pada jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan
bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada Gambar 2.1.2

Gambar 2.1.3 Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian Kristalin dan
Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.

2.1.4 Sifat – Sifat Serat Kapas


1. Sifat Fisika
1. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem. Adanya warna inidisebabkan
oleh pigmen alam yang terkandung di dalam serat kapas. Pigmen
yang menimbulkan warna pada kapas belum diketahui dengan pasti. Warna
kapas akan semakin tua setelah penyimpanan selama 2 sampai 5 tahun.
Karena pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran akan menyebabkan
warna keabu-abuan.
2. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi.
Kekuatan serat terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan
orientasinya. Dalam suasana basah, serat kapas akan memiliki kekuatan yang lebih besar
dibanding dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan karena pada keadaan basah bentuk
serat akan mengelembung sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang
diderita akan tersebar sepanjang serat.

3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa yang lainnya
yaitu berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata
– rata mulur sebesar 7%
4. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan
saat putus dengan mulur saat putus.
5. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk
menerima kerja. Serat kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika
dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi.
6. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas yang kering
bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai
dengan perubahan kelembaban relatif, pada kondisi
standar kandungan air serat kapas berkisar antara 7-8,5%.
7. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.
8. Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58. Sedangkan indeks
bias melintang sumbu serat adalah 1,53.

2. Sifat Kimia
1. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan
mengurangi kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan rantai molekul
selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi yng cepat
sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mengering pada serat akan menyebabkan
penurunan kekuatan.
2. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam udara
akan menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi tertentu
akan mengelembungkan serat kapas.
3. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang mengakibatkan
penurunan kekuatan serat. Derajat kerusakan serat bergantung pada
konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan.
4. Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang jamur dan bakteri.
Tetapi pada kondisi kering, serat kapas mempunyai ketahanan yang
cukup baik terhadap jamur dan mikroorganisme.

2.2 Merserisasi dan Kostisasi


Proses merserisasi dapat didefinisikan sebagai perendaman dalam watu singkat bahan
tekstil yang terbuat dari serat kapas dengan larutan soda kostik pekat (konsentrasi NaOH 26-
20oBe) sambil diberikan tegangan pada bahan. Sedangan kostisasi adalah proses yang
serupa dengan merserisasi tetapi berbeda pada hal kepekatan soda kostik yang digunakan
yaitu NaOH 20-25 oBe dan tanpa adanya tegangan pada bahan. Proses merserisasi
merupakan proses penyempurnaan permanen pada bahan dan tidak hilang meskipun dicuci,
dicelup atau berbagai pengerjaan selanjutnya.
Perbaikan yang didapat pada bahan kapas setelah mengalami proses merserisasi
adalah :
a. Kostisasi menghasilkan :
- Bahan menjadi mengkeret
- Kekuatan tarik bertambah
- Perpanjangan sebelum putus bertambah
- Daya serap dan reaksi selulosa terhadap zat warna pada suhu rendah bertambah
b. Merserisasi disertai dengan tegangan menghasilkan :
Bertambahnya kilau pada bahan kapas yang permanen, selain dari perubahan-
perubahan sifat diatas, bertambahnya kilau serat terutama disebabkan oleh orientasi dari
rantai-rantai molekul selulosa yang menyebabkan deretan kristalin yang lebih sejajar dan
teratur Pengerjaan merserisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Merserisasi kering, yaitu proses merserisasi yang dilakukan pada bahan dalam keadaan
kering.
2. Merseriasai basah, yaitu proses merserisasi yang dilakukan pada bahan dalam keadaan
basah, misalnya setelah pemasakan.
Dalam proses merserisasi akan terjadi penggelembungan serat kapas yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi atau konstruksi dari molekul selulosa. Pada
konsentrasi 18% NaOH, penggelembungan adalah yang terbesar.

Gambar 2.2.1 Perubahan Penampang Melintang Serat Kapas pada Merserisai


(S.Hendrodyantopo, S.Teks, dkk, Teknologi Penyempurnaan, 1998, hal 41)

Gambar diatas memperlihatkan perubahan lintang serat kapas selama merserisasi yang
berlangsung secara bertahap mulai dari bentuknya pipih hingga mencapai penggembungan
maksimum pada tahap 5. tahap 6 dan 7 menggambarkan kontraksi pada pencucian dan
pengeringan. Penggembungan mulai terjadi pada konsentrasi diatas 7% ke arah dalam dan
mencapai maksimum pada konsentrasi diatas 11% dan penggembungan ke arah luar
mencapai maksimum pada konsentrasi 13,5% beberapa literatur menyatakan pengembungan
terjadi pada konsentrasi 18% tapi itu tergantung pada perbedaan serat kapas dan metoda
yang digunakan selama penelitian.
Efek pertama dari merserisasi adalah pengedaran ikatan antara mikrofibril, sehingga
penetrasi larutan terus sampai ke ruang mikrokapiler diantara bundel rantai selulosa dan
mikrofibril menggelembung. Bila penetrasi NaOH dapat masuk diantara mikrofibril-mikrofibril
tersebut, hal ini mengakibatkan serat menggelembung dengan bebas dan terjadi slip
diantara mikrofibril-mikrofibril tersebut.
Reaksi yang terjadi pada proses merserisasi :
1. Serat sedikit menggelembung
𝑠𝑒𝑙 − 𝑂𝐻 + 𝐻2 𝑂 → 𝑂−𝐻
|
𝐻
2. Serat menggelembung
𝑠𝑒𝑙 − 𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 → 𝑠𝑒𝑙 − 𝑂𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂 + 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠
3. Pada saat pencucian
𝑠𝑒𝑙 − 𝑂𝑁𝑎 + 𝐻2 𝑂 → 𝑠𝑒𝑙 − 𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻
2.2.1 Tujuan Merserisasi dan Kostisasi
Tujuan dari proses merserisasi adalah untuk memperbaiki kilau, stabilitas
dimensi, kekatan tarik, dan daya serap terhadap zat warna dan uap air. Sedangkan
proses kostisasi karena bahan tidak mengalami peregangan maka tidak terjadi
peningkatan kilau bahan namun bahan menjadi elastis.

2.2.2 Mekanisme merserisasi dan Kostisasi


Bahan kapas yang direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi tinggi
akan menggembungkan serat ke arah melintang dan menciut ke arah membujur.
Penampang melintang serat kapas yang awalnya berbentuk seperti ginjal akan
berubah menjadi bentuk elips dan kemudian menjadi bundar, hal ini mengakibatkan
meningkatnya kemampuan serat dalam memantulkan cahaya sehingga bahan akan
kelihatan lebih berkilau. Puntiran serat kapas membuka sehingga serat lebih
menggembung pada bagian kristalin mengakibatkan serat mampu membagi beban
sepanjang serat dengan merata sehingga kekuatan tariknya bertambah. Pada saat
serat kapas menyerap kostik, mula-mula serat selulosa berubah menjadi alkali
selulosa, dan pada pencucian berulang serat berubah menjadi hidroselulosa, dimana
serat lebih banyak mengandung gugus –OH yang dapat menyerap air lebih banyak
dan dengan demikian serat lebih mudah dimasuki oleh zat warna.
Faktor yang berpengaruh pada proses ini adalah konsentrasi NaOH, suhu
larutan, waktu perendaman, peregangan arah lusi dan pakan, zat pembasah /
penetrasi, kondisi kain sebelum merser apakah grey atau kain yang telah dihilangkan
kotorannya melalui penghilangan kanji dan atau pemasakan.

2.2.3 Metoda Merserisasi dan Kostisasi


Ada dua metode yang dapat dilakukan tergantung dari jenis mesin yang
tersedia, yaitu metode merserisasi dengan pemberian peregangan arah lusi dan
pakan kain menggunakan mesin Chain Merser dan metode tanpa peregangan arah
pakan menggunakan mesin Chainless dimana proses ini disebut kostisasi. Disamping
itu berdasarkan suhu proses terdiri dari merserisasi dingin yaitu suhu larutan NaOH
15-20oC dan merserisasi panas dengan suhu larutan 80oC. Serat berdasarkan kondisi
kain yang diproses terdapat metode dry on wet yaitu kain sebelum merser dalam
keadaan kering dan metode wet on wet yaitu kain sebelum merser dalam keadaan
basah.

2.2.4 Faktor – faktor Merserisasi


Hasil proses merserisasi dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
1. Zat-zat yang digunakan
Untuk kain kapas gunakan NaOH 30 – 36oBe, atau konsentrasi 25% sedangkan
untuk kain rayon gunakan larutan Kalium Hidroksida (KOH) 32 oBe. (perhatian : rayon
tidak tahan terhadap NaOH). Kadang-kadang dalam pembuatan resep merserisasi
juga ditambahkan zat pembantu seperti : pembasah, garam natrium atau kalium
chloride dan sulfat.
2. Suhu pengerjaan
Pengerjaan proses merserisasi dilakukan pada suhu 20 oC (Perhatian : di atas
30oC NaOH dapat merusak serat sellulosa). Suhu pengerjaan harus dijaga
konstan/tetap, dan dihindari panas yang terjadi/timbul selama proses merserisasi
berlangsung.
3. Lama pengerjaan
Waktu pengerjaan singkat saja sekitar 40 detik, karena pengerjaan lebih lama
lagi tidak akan efektif memberi hasil yang lebih baik.
4. Tegangan
Pemberian dilakukan pada waktu penyerapan larutan kostik soda dan pada
waktu pencucian sedang berjalan atau bisa juga dilakukan setelah penyerapan larutan
kostik soda tetapi sebelum pencucian dilakukan. Pemberian tegangan ini disesuaikan
dengan prinsip dapat mengembalikan bahan agar sama dengan panjang semula.
(perlu diperhatikan : bahwa pemberian tegangan setelah pencucian berlangsung tidak
akan memberikan efek kilau yang baik dan penambahan panjang yang diperoleh akan
mengkeret kembali dalm proses pencucian.
5. Kualitas bahan yang dimerser
Semakin baik kualitas bahan yang dimerser, akan memberikan hasil merserisasi
yang baik.
6. Anyaman bahan/kain
Anyaman pada bahan yang dimerser juga menentukan hasil merserisasi,
misalnya anyaman satin dan anyaman keper karena mempunyai efek benang yang
banyak pada permukaan bahan/kain, maka akan memberikan efek merserisasi yang
baik (khususnya dalam menambah kilapnya).
III. PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
a. Frame bercucuk g. Bejana/ panci
b. Baskom h. Piala gelas
c. Nampan plastik i. Mesin padder
d. Stopwatch j. Mesin stenter
e. Timbangan Digital k. Bak wadah NaOH
f. Gelas piala l. Sarung tangan

3.1.2 Bahan
a. Kain kapas putih
b. Asam Asetat 1:1
c. Pembasah
d. NaOH 28°𝐵𝑒
e. Es batu
f. Air

3.2 Diagram Alir

3.3 Skema Proses

3.4 Resep
a. NaOH : 28oBe
b. Suhu : 30oC
c. Waktu : 40 detik
IV. DATA PENGAMATAN

WAKTU SERAP (detik) PANJANG (cm)


VARIASI AWAL AKHIR
AWAL AKHIR
Lusi Pakan Lusi Pakan
Merserisasi 6 0,7 20 20 16,9 16,6
Kostisasi 15,8 0,8 20 20 15,3 17,5
4.1 Stabilitas dimensi
4.1.1 Variasi Merserisasi
𝑝 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝐿𝑢𝑠𝑖 = × 100%
𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
16,9 − 20
= × 100%
20
= 15,5%

𝑝 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = × 100%
𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
16,6 − 20
= × 100%
20
= 17%

4.1.2 Variasi Kostisasi


𝑝 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝐿𝑢𝑠𝑖 = × 100%
𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
15,3 − 20
= × 100%
20
= 23,5%

𝑝 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = × 100%
𝑝 𝑎𝑤𝑎𝑙
17,5 − 20
= × 100%
20
= 12,5%
4.2 Kekuatan Tarik dan Mulur Kain
KEKUATAN TARIK MULUR
KAIN
(Newton) (cm)
Blanko 1 117,6 2
Blanko (kain katun)
Blanko 2 117,6 1,5

Kain 1 107,8 3,4

Merserisasi Kain 2 117,6 3,7


Kain 3 68,6 3,3

Kain 1 107,8 4,3

Kostisasi Kain 2 29,4 3,8


Kain 3 39,2 3,7

4.2.1 Kekuatan Tarik

Blanko
𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 1 + 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 2
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 =
2
117,6 + 117,6
= = 117,6
2

Kain Merser
𝑘𝑎𝑖𝑛 1 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 2 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 3
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 =
3
107,8 + 117,6 + 68,8
= = 98
3

Kain Kostisasi
𝑘𝑎𝑖𝑛 1 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 2 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 3
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 =
3
107,8 + 29,4 + 39,2
= = 53,9
3
4.2.2 Mulur

Blanko
𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 1 + 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 2
𝑋̅ 𝑀𝑢𝑙𝑢𝑟 =
2
2 + 1,5
= = 1,75
2
𝑋̅ 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟
𝑀𝑢𝑙𝑢𝑟 = × 100%
7,5
1,75
= × 100% = 23,33%
7,5

Kain Merser
𝑘𝑎𝑖𝑛 1 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 2 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 3
𝑋̅ 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟 =
3
3,4 + 3,7 + 3,3
= = 3,46
3
𝑋̅ 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟
𝑀𝑢𝑙𝑢𝑟 = × 100%
7,5
3,46
= × 100% = 46,13%
7,5

Kain Kostisasi
𝑘𝑎𝑖𝑛 1 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 2 + 𝑘𝑎𝑖𝑛 3
𝑋̅ 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟 =
3
4,3 + 3,8 + 3,7
= = 3,93
3
𝑋̅ 𝑚𝑢𝑙𝑢𝑟
𝑀𝑢𝑙𝑢𝑟 = × 100%
7,5
3,93
= × 100% = 52,4%
7,5
V. DISKUSI

Proses merserisasi adalah proses perendaman dalam waktu singkat pada


bahan tekstil yang terbuat dari serat kapas dengan larutan soda kostik pekat sambil
diberikan tegangan pada bahan. Kostisasi adalah proses yang serupa dengan
merserisasi tetapi berbeda dalam hal kepekatan soda kostik yang digunakan dan
tanpa diberikannya tegangan pada bahan. Telah dilakukan percobaan proses
merserisasi dan kostisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tarik, kilau,
dan daya serap kain. Percobaan dilakukan dengan menggunakan soda kostik NaOH
28oBe dengan waktu rendam 40 detik pada suhu ruangan untuk merserisasi maupun
kostisasi. Pengerjaan ini dilakukan dengan memanfaatkan sifat dari serat kapas
terhadap NaOH yaitu terjadinya penggelembungan secara lateral dan mengkeret ke
arah panjang.
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat perbedaan perubahan dimensi dan daya
serap pada kain yang dikerjakan secara merserisasi dan kostisasi.

SELISIH WAKTU SERAP % PERUBAHAN PANJANG


VARIASI
(awal-akhir)
LUSI PAKAN
Merserisasi 5,3 detik 15,5% 17%
Kostisasi 15 detik 23,5% 12,5%

Grafik % Perubahan Panjang


25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Merserisasi Kostisasi

Lusi Pakan

Berdasarkan tabel di atas, kain yang dimerser memiliki selisih waktu serap yang lebih
sedikit dari kostisasi yaitu 5,3 detik, % perubahan panjang lusi yang lebih kecil dari
kain yang dikostisasi yaitu 15,5% dan pada pakan lebih besar yaitu 17%. Hal ini
disebabkan oleh tegangan yang diberikan pada kain. Kain yang dimerser diberikan
tegangan sehingga terjadi peningkatan derajat orientasi pada seratnya yang
mengakibatkan molekul-molekul serat tersusun sejajar dengan sumbu serat dan
menjadi lebih kristalin sehingga susunan molekul menjadi lebih teratur dan lebih
banyak terjadi ikatan antar molekul karena susunan molekul serat menjadi lebih rapat.
Serat yang lebih rapat menyebabkan air sukar menyerap, sehingga kain yang
dimerser memiliki selisih waktu serap yang lebih sedikit dari waktu sebelum kain
dimerser daripada kain yang dikostisasi yaitu hanya 5,3 detik dengan waktu serap 0,6
detik. Begitu juga pada % perubahan panjang pada kain yang dimerser lebih kecil dari
kain yang dikostisasi, hal ini disebabkan oleh tegangan yang diberikan. Kemudian
dilakukan evaluasi kekuatan tarik dan mulur kain dengan arah lusi (3 ×
20) 𝑐𝑚 menggunakan dinamometer yang diberi beban 100 kg dengan jarak jepit 7,5
cm.

Grafik Perbandingan Kekuatan Tarik


Blanko dengan Kapas Merser dan Kostisasi
150
117.6
98
100

53.9
50

Blanko Kain Merser Kain Kostisasi

Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan oleh suatu
contoh uji kain hingga kain tersebut putus. Berdasarkan grafik kekuatan tarik di atas,
dapat dilihat pada kain kapas merser dan kostisasi memiliki penurunan kekuatan dari
kain kapas putih yang belum dimerser atau dikostisasi. Namun, kapas hasil
merserisasi memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari kapas yang dikostisasi, yaitu
98 Netwon. Hal ini disebabkan oleh adanya tegangan pada saat pengerjaan
merserisasi. Tegangan menyebabkan terjadinya peningkatan derajat orientasi pada
seratnya yang mengakibatkan molekul-molekul serat tersusun sejajar dengan sumbu
serat dan menjadi lebih kristalin sehingga susunan molekul menjadi lebih teratur dan
lebih banyak terjadi ikatan antar molekul karena susunan molekul serat menjadi lebih
rapat, yang menyebabkan serat lebih kuat. Namun kapas yang dimerser memiliki
kekuatan tarik yang lebih kecil dari blanko, hal ini mungkin disebabkan karena
tegangan yang seharusnya diberikan hingga kain dicuci hingga dinetralkan tetapi
pada percobaan tidak. Hal ini menyebabkan tidak maksimalnya serat
menggelembung.

Grafik Perbandingan Mulur


Blanko dengan Kapas Merser dan Kostisasi (%)
60 52.4
50 46.13

40
30 23.33
20
10
0

Blanko Kain Merser Kain Kostisasi

Mulur kain adalah pertambahan panjang kain pada saat kain putus
dibandingkan dengan panjang kain semula yang dinyatakan dalam persen.
Berdasarkan grafik perbandingan mulur di atas, kapas yang dikostisasi memiliki
persen mulur paling tinggi yaitu 52,4%. Hal ini disebabkan karena tidak diberikannya
tegangan pada kain kapas yang dikostisasi. Tidak adanya tegangan yang diberikan
tidak menyebabkan terjadinya kenaikan derajat orientasi serat dan derajat kristalinitas
serat, bahkan terjadi disorientasi serat sehingga serat lebih mudah ditarik yang
menyebabkan mulur kain bertambah dan kekuatan kain berkurang. Pada proses ini
terjadi pemengkeretan maksimal tanpa adanya batas karena tidak diberikannya
tegangan pada bahan sehingga mulur dapat terjadi pada bahan yang biasanya
diperuntukkan produk-produk stretch.
VI. KESIMPULAN

1. Kapas yang dimerser memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari kostisasi (98
newton).
2. Kapas yang dikostisasi menyebabkan kain mulur (52,4%).
3. Kapas yang dikostisasi memiliki %perubahan panjang lusi yang lebih besar
(23,5%).
4. Kain yang dikostisasi memiliki daya serap yang lebih tinggi dari kain yang
dikostisasi (0,8 detik dengan selisih 15 detik dari blanko).
VII. DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ichwan, d. (2005). Teknologi Persiapan Penyempuranaan. Bandung:


Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Soeparman, d. (1977). Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.
Widayat, S. (1973). Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai