Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN SOP KEBUTUHAN

OKSIGENASI

Oleh :
Kelompok IV
D-III Keperawatan Tingkat 1.1

 I GUSTI AYU EKA DARMA YANTI P07120017 007


 KADEK PRAMITA ADNYANI P07120017 010
 NI MADE HINDRAYANTI P07120017 017
 NI WAYAN NINA KERTINA SARI P07120017 019
 NI LUH YOSIN SUPIAWATI P07120017 022
 NI LUH PUTU LINA LESTARI P07120017 025
 PUTU KARTIKA WARDANI P07120017 026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Kebutuhan Oksigenasi

1. Pengertian

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang


digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai organ ataupun sel (Iqbal, 2005). Oksigen
merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses metabolisme sel. Kekurangan
oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satu
dampaknya adalah kematian. Berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu dalam
konsep ini perawat perlu memahaminya secara mendalam (Iqbal, 2005).

2. Anatomi Pernapasan

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari


saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru-paru.

a. Saluran Pernapasan bagian atas


Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran
pernapasan ini terdiri dari:
1). Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung)
yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan
bermuara ke rongga hidung, dan rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi
di awali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh
bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian
dihangatkan serta dilembabkan.
2). Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar
tengkorak sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di
belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring
(laringo faring).
3). Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.

b. Saluran Pernapasan bagian bawah


Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1) Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang
kurang lebih 9cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian
vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran
tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas
epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2) Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan
lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus
atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari
bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
3) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
c. Paru- Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru-paru
terletak dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan
diafragma. Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh
pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan. Paru-paru sebagai alat pernapasan utama
terdiri atas dua bagian, yaitu paru-paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah
organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk
kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru-paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. (Alimul, 2006).

3. Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan


oksigenasi menurut NANDA (2013),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif /
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan
dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

4. Fisiologi Pernapasan

Proses pemenuhan oksigenasi tubuh terdiri dari 3 tahap yaitu:

1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru-paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara
semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan
udara semakin tinggi; adanya kemampuan torak dan paru-paru pada
alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis; adanya jalan
napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai
otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom
(terjadi rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga
vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan dapat terjadi);
refleks batuk dan muntah; dan adanya peran mukus siliaris sebagai barier
atau penangkal benda asing yang mengandung interveron dan dapat
mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience
dan recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk mengembang.
Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan
yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya
kolaps serta gangguan torak. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan
sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.
Apabila complience baik namun recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat
keluar secara maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medulla oblongata dan
pons, dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas
60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila pC02 kurang dari
sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan), perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini
sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan
O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi), pCO2 dalam arteri
pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan afnitas gas (kemampuan
menembus dan saling mengikat Hemoglobin-Hb).
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin
(97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan
dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma
(5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah
jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),
perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit),
serta eritrosit dan kadar Hb (Alimul, 2006).

5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kebutuhan Oksigenasi


Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap. Sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh dipengaruhi oleh bebrapa faktor, di antaranya:
1. Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan perasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat
terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung
saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (untuk simpatis dapat
mengeluarkan narodrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan
untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada
bronkhokontriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor
adrenergik dan reseptor kolinergik.
2. Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan
saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas
atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan
obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khusunya beta-2), seperti
obat yang tergolong penyakat beta nonselektif, dapat mempersempit
saluran napas (bronkhokontriksi).
3. Alergi pada Saluran napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari
bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan
bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran
bagian atas; bronkhokontriksi pada asma bronkhiale; dan rhinitis bila
terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya
kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh
dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring
bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut
mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
adalah perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai
contoh, obesitas dapat mempengaruhi peroses perkembangan paru,
aktivitas dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenasi,
merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah,
dan lain-lain. (Alimul, 2006).
7. Faktor Fisiologis
Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia. Menurunnya
konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas
bagian atas. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transpor O2 terganggu. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,
demam, ibu hamil, luka danlain-lain. Kondisi yang mempengaruhi
pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas,
muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis sperti TB paru
(Tarwoto & Wartonah, 2010).

6. Patofisiologi
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi
anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat
tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh.
C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini.
Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin
melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot
rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem
saraf simpatis. Setalah pelapasan toksik yang mengakibatkan regitasi otot
rangka, sehingga menurunkan ekspansi dada yang mengakibatkan peningkatan
RR sehingga terjadi gangguan oksigenasi.
Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan hail chest
sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi gangguan oksigenasi jika
tidak terasai maka akan terjadi hipoksia tubuh mengonpensasi dengan perpasan
yang dalam dan freakuensi yang cepat serta dipnea.

7. Manifestasi Klinis
a. Suara napas tidak normal.
b. Perubahan jumlah pernapasan.
c. Batuk disertai dahak.
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin.
g. Penurunan ekspansi paru.
h. Takhipnea
8. Tanda dan Gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas (NANDA, 2013).

9. Perubahan Fungsi Pernafasan


Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan yang
dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena yang
diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa disebabkan
oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basadan
hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok. Hiperventilasi
juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi asidosis metabolic
dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda dan gejala hiperventilasi
adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, pusing, disorientasi, tinnitus
dan penglihatan yang kabur.
b. Hipoventilaasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Tanda
dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi,
koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi dan
hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasaro
gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi jaringan, perbaikan
fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam basa.
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat jaringan
Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau
penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh penuruanan
kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa oksigen,
penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidakmampuan jaringan
untuk mengambil oksigen dari darah seperti terjadi pada kasus keracunan
sianida. Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti terjadi pada
pada kasus Pneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan
yang buruk, sperti pada syok dan keruskan vemtilasi. Tanda dan gejala
hipoksia termsuk rasa cemas, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi,
penurunan tingkat kesadaran, pusing perubahan prilaku, pucat dan
sianosis.

10. Pemeriksaan Fisik


a. Inspeksi
Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung
kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn
mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi
sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi,
jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat diketahui dan
perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitis, getaran dada, angkatan
dada dan titik impuls maksimal.
c. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang
berada di bawah objek tersebut.
d. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi
paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.

11. Pemeriksaan Diagnostik


a. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas listrik
jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
c. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
d. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
e. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
f. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.

1.2 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
2. Pemantauan Hemodinamika
3. Pengobatan bronkodilator
4. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter,
misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian
oksigen jika diperlukan.
5. Penggunaan ventilator mekanik
6. Fisoterapi dada
b. Penatalaksanaan keperawatan

A. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


a) Pembersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Pengisafan lender
d) Jalan nafas buatan
B. Pola Nafas Tidak Efektif
a) Atur posisi pasien ( semi fowler )
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi
C. Gangguan Pertukaran Gas
a) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b) Pemberian oksigen
c) Pengisapan lender
B. Asuhan Keperawatan pada Konsep Kebutuhan Oksigenasi

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nama pasien yang dikaji, tujuannya agar tidak keliru
dalam melakukan tindakan / terapi, pengkajian keperawatan atau
yang lainnya.
b. Tempat/tanggal lahir: Tempat, tanggal,bulan serta tahun pasien
itu dilahirkan. Tujuannya untuk mengetahui dimana pasien
tersebut dilahirkan.
c. Usia:Umur pasien. Tujuannya untuk mengetahui/ memudahkan
perawat atau Dokter serta tim kesehatan lainnya dalam memberikan
obat (terapi) dan tekanan (dosis) yang sesuai dengan umur pasien.
d. Agama : Tujuannya untuk mempermudah dalam pemberian
konseling pada pasien sesuai dengan agama atau kepercayaan
pasien.
e. Suku : Budaya / asal pasien. Tujuannya untuk mengetahui asal,
adat, budaya, dan kebiasaan pasien.
f. Jenis Kelamin : Perempuan / laki-laki. Tujuannya untuk
mempermudah dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan jenis kelamin karena ada pengobatan / tindakan yang
berdasarkan jenis kelamin.
g. Status perkawinan : Sudah menikah, belum menikah, janda atau
duda. Tujuannya untuk mengetahui status perkawinan pasien
sehingga mudah dalam memanggil pasien.
h. Pendidikan :Pendidikan terakhir pasien. Tujuannya untuk
mengetahui tingkat pendidikan pasien.
i. Bahasa yang digunakan : Bahasa yang biasanya digunakan
oleh pasien. Tujuannya untuk mempermudah dalam komunikasi
terapeutik dengan pasien.
j. Pekerjaan: Pekerjaan yang dialami oleh pasien.Tujuannya untuk
mengetahui status ekonomi pasien.
k. Alamat : Alamat tempat tinggal pasien. Tujuannya untuk
mengetahui dimana tempat tinggal pasien sehingga mudah untuk
menghubungi keluarganya jika ada hal yang penting.
l. Diagnosa medis : sesuai hasil pemeriksaan laboratorium atau
Dokter tentang penyakit yang diderita pasien.

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


a. Nama : Nama penanggung jawab. Tujuannya untuk mengetahui
siapa yang bertanggung jawab bila terjadi hal-hal yang penting bila
berhubungan dengan pasien seperti biaya RS.
b. Alamat : Alamat penanggung jawab. Tujuannya agar perawat lebih
mudah dalam menghubungi keluarga bila ada urusan penting.
c. Hubungan dengan pasien : Anak, Ibu, Ayah, dll. Tujuannya
untuk mengetahui apakah ada hubungan dengan pasien.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


a. Alasan masuk RS : Mengapa pasien tersebut masuk RS , apa yang
dirasakan sehingga masuk RS?
b. Tindakan/ terapi yang sudah diterima : Obat/ tindakan apa yang
sudah diberikan sebelum datang ke RS, apakah tindakan /
pengobatan dapat dilanjutkan atau tidak?
c. Keluhan utama : Apa yang dikeluhkan pasien saat masuk RS,
keluhan yang paling dominan?

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


a. Penyakit yang pernah diderita : jenis penyakit yang pernah
dialami di masa lalu. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada
hubunngannya dengan penyakit yang sedang dialami.
b. Kebiasaan buruk : Kebiasaan yang bersifat negatif yang dapat
mempenngaruhi kesehatan pasien, seperti: merokok, obat-obatan,
alcohol, dll. Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan berdampak
pada penyakit yang sedang dialami.
c. Penyakit keturunan : Apakah dalam keluarga ada penyakit
keturunan seperti, asma, jantung, DM, dll. Tujuannya untuk
mengetahui kemungkinan tertular pada pasien.
d. Alergi : Tipe (udara, makanan, obat), reaksi (bersin-bersin, gatal-
gatal, bitnik-bintik merah di kulit, pusing, dll), dan
tindakan(masker, obat, dll)
e. Imunisasi : tipe (polio), reaksi(abnormal seperti bengkak, gatal,
dan panas), tindakan (kompres air hangat).
f. Oprasi : jenis oprasi yang pernah dialami serta tempat pasien di
oprasi. Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan ada
komplikasinya dengan penyakit yang sedang di alami pasien.
g. Obat-obatan : lamanya (berapa lama mengkonsumsi obat bila
sakit)

E. POLA KEBUTUHAN SEHARI-HARI


1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
a. Sebelum sakit :Bagaimana pasien menjaga kesehatan?
b. Saat sakit :Apakah pasien tahu tentang penyakit yang
dideritanya, penyebab, dan gejalanya?
2. Nutrisi dan metabolic
a. Sebelum sakit : Makan/ minum , frekuensi, jenis, waktu,
volume, porsi?
b. Saat sakit : Apakah klien merasa mual / muntah / sulit
menelan?
3. Eliminasi
a. Sebelum sakit : Apakah buang air besar atau buang air kecil :
tertur,frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
b. Saat sakit: Apakah buang air besar atau buang air kecil :
teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri,
bau,sejak kapan?
4. Aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit :Apakah bias melakukan aktivitas sehari-hari
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari? Apakah mengalami
kelelahan saat melakukan aktivitas?
b. Saat sakit : Apakah memerlukan bantuan saat melakukan
aktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
5. Tidur dan istirahat
a. Sebelum sakit : Apakah tidur pasien terganggu? Berapa lama,
kualitas tidur(siang dan malam)?
b. Saat sakit : Apakah tidur pasien terganggu, penyebab?
6. Kognitif dan persepsi sensori
a. Sebelum sakit : Bagaimana menghindari rasa sakit? Apakah
mengalami penurunan fungsi panca indra dan daya ingat, apa
saja?
b. Saat sakit : Bagaimana menghindari rasa sakit? Apakah
mengalami nyeri, (PQRST).
7. Persepsi dan konsep diri
a. Sebelum sakit : Bagaimana pasien menggambarkan dirinya?
b. Saat sakit : Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya
terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesame
a. Sebelum sakit : Bagaimana hubungan pasien dengan sesama?
b. Saat sakit : Bagaimana hubungan dengan orang
lain(teman,keluarga,perawat dan Dokter).
9. Reproduksi dan seksualitas
a. Sebelum sakit : Apakah ada gangguan hubungan seksual
pasien?
b. Saat sakit : Apakah ada gangguan hubungan seksual pasien?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
a. Sebelum sakit : Bagaimana menghadapi masalah? Apakah
pasien stress dengan penyakitnya?
b. Saat sakit :Bagaimana menghadapi masalah? Apakah pasien
stress dengan penyakitnya?
11. Nilai dan kepercayaan
a. Sebelum sakit : Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan
ajaran agama?
b. Saat sakit : Apakah ada tindakan medis yang bertentangan
dengan kepercayaan?

F. PENGKAJIAN FISIK
a. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran pasien, penampilan umum, postur tubuh,
kondisi kulit dan membrane mukosa, dada, pola nafas, (frekuensi,
kedalaman pernafasan, durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada
secara umum, adanya sianosis, dan jaringan parut pada dada.
b. Palpasi
Dilakukan dengan meletakan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas
dada pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya premitus taktil pada
dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan tujuh-
tujuh secara berulang. Perawat akan merasakan adanya getaran pada
telapak tangannya. Palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperature
kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, titik impuls maksimum
abnormalitas masa dan kelenjar sirkulasi perifer, denyut nadi, serta
pengisian kapiler.
c. Perkusi
Dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan atau udara di dalam paru-
paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan jari tengah (tangan non-
dominan) pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Kemudian jari
tersebut di ketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau
jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya dada menghasilkan bunyi
resonan atau gaung perkusi.
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan langsung dengan menggunakan stetoscope.
Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas
durasi, atau kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid
atau akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada
pemeriksaan fisik paru-paru, auskultasi dilakukan untuk mendengar
bunyi nafas vasikuler, bronchial,bronkovasikular, ronkhi, juga untuk
mengetahui adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu
terjadinya (Iqbal,2005).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas
darah arteri, pemeriksaan darah lengkap.
2. Tes struktur pernafaan : sinar-x dada, scan paru.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum
ditandai dengan batuk produktif
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d posisi tubuh ditandai dengan
bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan
paru

III. PERENCANAAN KEPERAWATAN


Diagnosa yang diangkat:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum ditandai
dengan batuk produktif
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d posisi tubuh ditandai dengan
bradipnea
c. Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan
paru
NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL

DX KRITERIA HASIL

1 Setelah dilakukan
1. Auskultasi dada untuk
1. Pernafasan rochi,
tindakan keperawatan karakter bunyi nafas wheezing menunjukkan
selama 1 x 24 jam dan adanya secret. tertahannya secret
diharapkan bersihan obstruksi jalan nafas
jalan napas efektif
sesuai dengan kriteria:2. Berikan air minum
2. Membantu mengencerkan
1. Menunjukkan jalan hangat secret
nafas bersih
2. Suara nafas normal Beri posisi yang Memudahkan pasien
tanpa suara tambahan nyaman seperti posisi untuk bernafas
3. Tidak ada semi fowler
penggunaan otot bantu
nafas Sarankan keluarga agar Pakaian yang ketat
4. Mampu melakukan tidak memakaikan menyulitkan pasien
perbaikan bersihan pakaian ketat kepada untuk bernafas
jalan nafas pasien

Kolaborasi penggunaan Kelembapan


nebulizer mempermudah
pengeluaran dan
mencegah pembentukan
mucus tebal pada
bronkus dan membantu
pernafasan
2 Setelah dilakukan
1. Kaji frekuensi
1. Mengetahui frekuensi
tindakan keperawatan pernapasan pasien. pernapasan paasien
selama 1 X 24 jam
diharapkan pola napas
efektif dengan kriteria2.: Tinggikan kepala dan
2. Duduk tinggi
1. Menunjukkkan pola bantu mengubah posisi. memungkinkan ekpansi
napas efektif dengan paru dan memudahkan
frekuensi napas 16-20 pernafasan
kali/menit dan irama
teratur Ajarkan teknik
3. HE dapat memberikan
2. Mampu bernafas dan relaksasi pengetahuan pada pasien
menunjukkan perilaku yang benar tentang teknik bernafas
peningkatan fungsi 4.
paru 4. Kolaborasikan dalam Pengobatan
pemberian obat mempercepat
- penyembuhan dan
memperbaiki pola nafas
3 Setelah dilakukan
1. Auskultasi dada
1. Weezing atau
tindakan keperawatan untuk karakter bunyi mengiindikasi
selama 1 X 24 jam napas dan adanya akumulasisekret/ketidak
diharapkan pertukaran secret. mampuan
gas dapat membersihkan jalan
dipertahankan dengan napas sehingga otot
kriteria : aksesori digunakan dan
1. Menunjukkan kerja pernapasan
perbaikan ventilasi dan meningkat.
oksigenasi jaringan
2. Tidak ada sianosis 2. Beri posisi yang
2. Memudahkan pasien
nyaman seperti posisi untuk bernafas
- semi fowler

3. Anjurkan untuk Mengurangi konsumsi


bedrest, batasi dan oksigen pada periode
bantu aktivitas sesuai respirasi.
kebutuhan
4. Ajarkan teknik
4. HE dapat memberikan
bernafas dan relaksasi pengetahuan pada pasien
yang benar. tentang teknik bernafas

5. Kolaborasikan terapi
5. Memaksimalkan
oksigen sediaan oksigen
khususnya ventilasi
menurun

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan
a. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
b. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang berwenang
c. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama.
V. EVALUASI KEPERAWATAN
a. Dx 1: menunjukkkan adanya kemampuan dalam
1) Menunjukkan jalan napas paten
2) Tidak ada suara napas tambahan
3) Mampu melakukan perbaikan bersihan jalan napas
b. Dx 2:
1) Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
napas yang normal
2) Tidak ada sianosis
c. Dx 3:
1) Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
2) Tidak ada gejala distres pernapasan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGEN

1. MENGHITUNG PERNAPASAN

A. Pengertian

Menghitung pernapasan selama satu menit penuh.


B. Tujuan
1) Menilai fungsi pernapasan.
2) Mengetahui jumlah dan sifat pernapasan.

C. Kebijakan

Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

D. Prosedur
1) Persiapan Alat :
Jam dengan jarum detik / stopwatch

2) Persiapan pasien :
Berikan penjelasan pada klien, bahwa akan dilakukan pemeriksaan
secara umum .
3) Pelaksanaan Tindakan:
1. Perawat cuci tangan .
2. Buka baju / klien bila perlu .
3. Lihat gerakan naik turunnya dada klien, hitung selama satu menit
penuh.
4. Perhatikan irama dan kedalaman pernapasan, retraksi sianosis,
adanya apnoe, cutis mermorata, apakah klien sedang mendapat
oksigen atau tidak dan bila klien menggunakan ventilator,
perhatikan mode ventilator CPAP atau VENT.
5. Catat hasilnya pada formulir pengawasan khusus atau flow sheet .
6. Atur posisi klien senyaman mungkin.
7. Bila ditemukan adanya penyimpangan kolaborasikan dengan
dokter.
8. Alat-alat dibersihkan dan dirapihkan.
9. Cuci tangan setelah melakukan tindaka .
10. Dokumentasikan tindakan pada catatan perawat / flow sheet.
4) Hal – hal yang perlu diperhatikan :
Pada saat melakukan tindakan, kondisi klien diharapkan dalam
keadaan tenang /tidur / klien tidak sedang menangis.

E. Unit Terkait

UGD, rawat jalan, rawat inap, kamar bersalin, laboratorium

2. MEMPOSISIKAN PASIEN FOWLER DAN SEMIFOWLER

POSISI SEMI FOWLER

A. Pengertian
Mengatur posisi semi fowler adalah cara membaringkan pasien dengan
posisi setengah duduk (45˚)

B. Tujuan

1) Mengurangi sesak napas


2) Memberikan rasa nyaman
3) Membantu memperlancar keluarnya cairan
4) Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan
C. Sasaran

1) Pasien sesak napas


2) Pasien pasca bedah, bila keadaan umum pasien baik, atau bila pasien
suah benar - benar sadar
3) Pada pasien dengan tirah baring lama
4) Pada pasien dengan pemasangan WSD

D. Persiapan

1) Persiapan Perawat
a. Memahami dan mampu melakukan prosedur mengatur posisi semi
fowler
b. Memeriksa intervensi yang akan dilakukan dengan perencanaan
yang tela disusun
c. Mempersiapkan diri sebelum ke pasien (pengetahuan dan
ketrampilan)

2) Persiapan alat
a. Sandaran punggung atau kursi
b. Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu
c. Tempat tidur khusus (functional bed) jika perlu
d. Selimut

3) Persiapan Pasien
a. Memberi salam & memperkenalkan diri
b. Identifikasi nama pasien
c. Menjelaskan tujuan tindakan
d. Menjelaskan langkah/ prosedur yang akan dilakukan
e. Menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan tindakan
f. Melakukan kontrak waktu
4) Persiapan Lingkungan
a. Meminta pengunjung/keluarga untuk meninggalkan ruangan
selama tindakan
b. Menjaga privasi pasien dengan memasang sampiran/menutup pintu

E. Prosedur

1) Cuci Tangan
2) Pasien di dudukan, sandarkan punggung atau kursi diletakkan di
bawah atau di atas kasur di bagian kepala diatur sampai setengah
duduk dan dirapikan, bantal disusun menurut kebutuhan. Pasien
dibaringkan kembali dan pada ujung kakinya di pasang penahan
3) Pada tempat tidur khusus (functional Bed) pasien dan tempat tidurnya
langsung diatur setengah duduk, di bawah lutut ditinggikan sesuai
kebutuhan. Kedua lengan ditopang dengan bantal
4) Pasien dirapikan
5) Cuci tangan

F. Evaluasi

1) Evaluasi perasaan pasien


2) Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3) Dokumentasikan prosedur dan hasil observasi

G. Hal – hal yang harus di perhatikan :

1) Perhatikan keadaan umum pasien


2) Angkat kepala pasien dari tempat tidur
3) Bila posisi pasien berubah, harus segera di betulkan
4) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantal di
bawah perut.
5) Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien
6) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format
yang tepat
POSISI FOWLER

A. Pengertian
Cara yang dilakukan untuk membuat posisi pasien fowler (duduk).
B. Tujuan
1) Mencegah rasa tidak nyaman pada otot
2) Mempertahankan tonus otot
3) Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi seperti ulkus decubitus,
kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur

C. Sasaran

1) Klien yang akan melakukan pemeriksaan fisik umum, bagian kepala,


leher, thorax anterior, paru-paru, payudara, jantung, TTV, ekstremitas
atas-bawah, dan denyutan nadi perifer.
2) Klien yang mengeluh sesak nafas/ klien pasca operasi bagian thorax
karena dapat meningkatkan ventilasi paru.
3) Klien yang ingin meningkatkan kenyamanan posisi atau relaksasi.
4) Klien yang ingin bersosialisasi dengan klien lain tanpa harus turun
dari tempat tidur.
5) Klien yang ingin dilakukan tindakan keperawatan tertentu sehingga
dengan posisi tersebut akan lebih memudahkan kerja perawat,
misalnya memberikan makanan via NGT.

D. Kebijakan

1) Pertahankan agar kasur yang digunakan dapat memberikan suport


yang baik bagi tubuh
2) Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering, karena alas tidur
yang lembab atau terlipat akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus
dekubitus
3) Letakkan alat bantu di tempat yang membutuhkan, sesuai dengan
jenis posisi
4) Jangan letakkan satu bagian tubuh diatas bagian tubuh yang lain,
terutama daerah tonjolan tulang
5) Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam dan lakukan secara
teratur (buat jadwal posisi)

E. Prosedur

1) Persiapan alat
a. Bantal besar 2 buah (atau seperlunya)
b. Hand roll (sarung tangan bersih)
c. 1-2 trochanter roll
d. Papan kaki

2) Persiapan pasien dan lingkungan

a. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan.


b. Jaga privasi pasien

3) Pelaksanaan

a. Perawat mencuci tangan.


b. Gunakan sarung tangan
c. Membantu pasien untuk duduk
d. Mengusun bantal dengan sudut 30-60 derajat.
e. Menaikkan pasien dengan cara perawat berdiri di sebelah kanan
menghadap pasien.
f. Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut.
g. Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan kedua
lengan.
h. Tangan kanan perawat membantu di bawah ketiak dan tangan kiri
di belakang punggung pasien.
i. Menganjurkan untuk mendorong badannya ke belakang.
j. Bila pasien tidak dapat membantu, maka 2 perawat berdiri di kedua
sisi tempat tidur.
k. Masing-masing perawat merentangkan tangan di bawah bahu dan 1
tangan di bawah pangkal paha, saling berpegangan.
l. Menganjurkan pasien untuk menundukkan kepala dan kedua
tangan di atas perut.
m. Salah satu perawat memberi aba-aba dan bersama mengangkat
pasien ke atas.
n. Memberi posisi yang enak atau nyaman.
o. Alat-alat dan pasien dirapikan.
p. Lepaskan sarung tangan.
q. Cuci tangan.
r. Dokumentasikan prosedur.

F. Sikap

1) Melakukan tindakan dengan sistematis.


2) Komunikatif dengan klien.
3) Percaya diri.

G. Hasil

1) Pasien merasa aman dan nyaman.


2) Tujuan bis dicapai.

H. Unit terkait

1) Ruang Rawat Inap


2) Ruang Rawat Intensif

3. MENGUMPULKAN SPUTUM UNTUK PEMERIKSAAN

A. Pengertian
Pengambilan sampel sputum pada saluran pernapasan pasien yang
dicurigai mengandung kuman Mycobacterium Tuberculosa dengan cara
dibatukkan. Sputum adalah sekret atau mukus yang dihasilkan dari paru-
paru, bronkus dan trakea.

B. Tujuan
1) Untuk mengetahui apakah didalam sputum pasien terdapat kuman
Mycobacterium Tuberculosa
2) Untuk menegakkan diagnosis TB Paru dan pemberian OAT

C. Kebijakan
1) Pengambilan sampel sputum dilakukan pada tempat khusus yang telah
ditentukan (Tempat terbuka, Teras, tempet khusus dengan sirkulasi
udara yang baik)
2) Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana
kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar, atau
juga bisa diambil sputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus
dilakukan sebelum pasien menyikat gigi
3) Agar sputum mudah dikeluarkan, pasien dianjurkan mengkonsumsi air
yang banyak pada malam hari sebelum pengambilan sputum
4) Dalam pengambilan sputum untuk bakteri tahan asam(BTA)
diperlukan 3 kali pengambilan sputum yang disebut sputum SPS
(Sewaktu pemeriksaan awal hari pertama /(malam jam 23.00), Pagi
hari sesaat bangun tidur sebelum makan dan minum, Sewaktu yang
kedua saat px mau mengantar sampel sputum ke laboratorium
5) Standar Operasional Prosedur Tindakan Keperawatan

D. Prosedur
1) Persiapan Alat
a. Tempat pot sputum sebanyak tiga buah yg telah diberikan etiket
pada sisi luarnya (jangan pada tutupnya)
b. Blanko permintaan pemeriksaan sputum BTA disertai dengan
blanko TB 05
c. Tissue
d. Tempat khusus penempatan pot sputum yang sudah diambil
e. Blanko permintaan pemeriksaan sputum BTA
f. Air minum.

2) Persiapan Pasien
a. Jelaskan pada pasien apa yang dimaksud dengan sputum (dahak)
agar yang dibatukkan benar-benar merupakan sputum, bukan air
liur, darah atau campuran antara keduanya
b. Jelaskan cara mengeluarkan sputum
c. Berikan pot sputum sebanyak tiga buah.

3) Langkah kerja (Prosedur)

Cara pengambilan sputum


a. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh berkumur-kumur
dengan air, lepaskan gigi palsu jika ada
b. Pasien dipersilakan ke tempat khusus pengambilan sputum
c. Sputum diambil dari batukkan yang pertama
d. Ajarkan cara batuk efektif.
e. Cara membatukkan sputum dengan menarik napas dalam dan kuat
(pernapasan dada)  kemudian batukkan sputum dari bronchus 
trakea  mulut  pot penampung
f. Bila sudah, periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang
dibatukkan adalah air liur (saliva), maka pasien harus mengulang
membatukkan sputum
g. Sebaiknya pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus
seperti butir keju, darah dan unsur-unsur lain
h. Bila sputum susah keluar, dapat diberikan obat glyseril gulaykolat
(ekspektoran) 200 mg atau dengan minum ait teh manis saat malam
sebelum pengambilan sputum
i. Pot penampung sputum diletakkan ditempat khusus yang telah
ditentukan, dilengkapi data-datanya dan siap dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.
Cara pengiriman sputum
a. Sampel sputum yang dikirim ke laboratorium pemeriksaan harus
disertai dengan data sebagai berikut :
b. Pot sputum diberi label dengan menulis /menempelkan label pada
dinding luar pot. Proses directing labeling yang berisi data nama,
umur, jenis kelamin, jenis specimen, jenis test yang diminta dan
tanggal pengambilan.
c. Formulir/ kertas/ buku yang berisi data keterangan klinis: dokter
yang mengirim, riwayat anamnesis, riwayat pemberian antibiotik
terakhir (minima l3 hari harus dihentikan sebelum pengambilan
spesimen), waktu pengambilan spesimen, dan keterangan lebih
lanjut mengenai biodata pasien.
d. Antar specimen dengan blanko permintaan ke laboratorium.

E. Unit Terkait

Laboratorium, Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat

4. MEMBERIKAN OKSIGEN NASAL KANUL

A. Pengertian

Pemberian oksigen merupakan pemberian oksigen ke dalam paru-


paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada klien dapat melalui tiga cara, yaitu melalui
kateter nasal, kanula nasal, dan masker oksigen.
Kanula nasal (prongs) merupakan alat sederhana untuk pemberian
oksigen dengan memasukkan dua cabang kecil kedalam hidung. Kanula
nasal/nasal kanul berguna untuk memberikan kira-kira 24-44% oksigen
dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit (aliran yang lebih dari 6L/menit tidak
menghantarkan oksigen lebih banyak). Kanula nasal mudah dipasang dan
tidak mengganggu kemampuan klien untuk makan atau berbicara. Kanula
nasal juga relatif nyaman karena memungkinkan kebebasan pergerakan
dan toleransi dengan baik oleh klien.

B. Tujuan
1) Memenuhi kebutuhan oksigen
2) Mencegah terjadinya hipoksia

C. Indikasi
Nasal kanul diberikan pada pasien PPOK (Paru-Paru Obstruksi Kronik).

D. Kontraindikasi
1) Pada klien yang terdapat obstruksi nasal
2) Pada klien yang membutuhkan kecepatan aliran >6 L/menit dan
konsentrasi >44%

E. Persiapan Alat
1) Tabung oksigen dengan manometer, flowmeter (pengukur aliran),
Humidifier (botol pelembab) yang diisi air aquades.
2) Selang oksigen (nasal kanul).
3) Sarung tangan bersih.

F. Persiapan pasien dan lingkungan


1) Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan.
2) Jaga privasi klien.
3) Beri klien posisi fowler di tempat tidur atau posisi duduk di kursi,
sampai klien merasa nyaman.
G. Pelaksanaan (Prosedur)
1) Mencuci tangan.
2) Pakai sarung tangan.
3) Sambung kanule ke selang oksigen dari humidifier.
4) Putar tombol flowmeter sampai kecepatan yang di programkan dan
mencoba aliran pada kulit muka melaluiujung selang.
5) Masukkan cabang kanul ke dalam lubang hidung klien kurang lebih 1-
2 cm dan kaitkan tali di belakang telinga klien, lalu rapatkan pengatur
selang oksigen di bawah dagu klien.
6) Minta klien untuk setiap menarik nafas melalui hidung.
7) Menanyakan kepada klien apakah sesaknya berkurang/tidak.
8) Mengobservasi status pernafasan klien.
9) Memberitahukan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai.
10) Rapikan alat da pasien.
11) Lepaskan sarung tangan.
12) Menjelaskan kepada klien dan keluarga:
 Tidak boleh merokok di lingkungan klien.
 Tidak boleh mengubah flowmeter.
 Segera laporkan jika ada reaksi sesak bertambah/klien gelisah.
13) Mencuci tangan.
14) Mendokumentasikan prosedur (catat jam, tanggal, nama perawat, cara
pemberian, dan jumlah oksigen yang di berikan).

H. Unit Terkait
1) Keperawatan
2) UGD

5. MELATIH NAPAS DALAM

A. Pengertian
Melatih pasien melakukan napas dalam. Merupakan bentuk latihan napas
yang terdiri dari pernapasan abdominal (diafragma), dan purse lip
breathing.
B. Tujuan
1) Meningkatkan kapasitas paru.
2) Mencegah atelektasis
C. Kebijakan
Pasien dengan gangguan paru obstruktif & restriktif
D. Peralatan
--
E. Prosedur Pelaksanaan
1) Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
2) Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan / kesiapan pasien
3) Tahap Kerja
a. Menjaga privacy pasien
b. Mempersiapkan pasien
c. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
d. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
e. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung)
f. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
g. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut, bibir seperti meniup)
h. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi
dari otot
i. Merapikan pasien
4) Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klien
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

6. MELATIH BATUK EFEK & EFEKTIF

A. Pengertian
Latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu di
saluran nafas dengan cara dibatukkan.
B. Tujuan
1) Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret.
2) Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laborat.
3) Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret.
C. Kebijakan
1) Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi sekret.
2) Pemeriksaan diagnostik sputum di laboratorium.
D. Petugas
Perawat
E. Peralatan
1) Kertas tissue
2) Bengkok
3) Perlak/alas
4) Sputum pot berisi desinfektan
5) Air minum hangat
F. Prosedur Pelaksanaan
1) Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
2) Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
3) Tahap Kerja
a. Menjaga privacy pasien
b. Mempersiapkan pasien
c. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
d. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
e. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung)
f. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
g. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut, bibir seperti meniup)
h. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi
dari otot
i. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila
duduk atau di dekat mulut bila tidur miring)
j. Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:
inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
k. Menampung lender dalam sputum pot
l. Merapikan pasien
4) Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klien
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia ( Oksigenasi ).


Yogyakarta : Graha Ilmu
Priangga, Satria Dwi. 2011. Tersedia Pada : http://satriadwipriangga.blogspot.
co.id/2011/11/sop-sampel-sputum-untuk-mengambil.html. Diakses pada
5 Februari 2018

Setyadi, Dien. 2013. Tersedia pada : http://diensetyadi.blogspot.co.id/2013/12/


posisi-semi-fowlers.html. Diakses pada 5 Februari 2018
Sinta, Ayu. 2014. Tersedia pada : http://sintadewayu.blogspot.co.id/2014/10/lp-
oksigenasi.html. Diakses pada 5 Februari 2018

Anda mungkin juga menyukai