PENDAHULUAN
yang semakin banyak. Dalam upaya memaksimalkan hasil pencarian sumberdaya alam
diperlukan suatu studi eksplorasi terlebih dahulu tentang pemetaan sumberdaya alam ,
salah satunya adalah dengan menggunakan metode eksplorasi tidak langsung yaitu
geokimia eksplorasi.
tipe mineralisasi yang berbeda dalam menunjukan hasil-hasil yang baik dan sangat
membantu para ahli eksplorasi dalam melokalisir daerah prospek mineralisasi. Metode
geokimia sangat membantu terutama dalam eksplorasi yang bersifat regional sampai
semi regional dalam menentukan batas-batas penyebaran unsur mineral dan arah umum
sangat intensif digunakan antara lain dalam eksplorasi minyak bumi, panas bumi dengan
Metode geofisika yang dapat digunakan dalam eksplorasi salah satunya adalah
pengambilan sampel tanah. Oleh karena itu sebagai mahasiswa teknik pertambangan
1
1.2 Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
jumlah dan distribusi unsur kimia dalam mineral, bijih, batuan tanah, air, dan atmosfer.
Tidak terbatas pada penyelidikan unsur kimia sebagai unit terkecil dari material, juga
kelimpahan dan distribusi isotop-isotop dan kelimpahan serta distribusi inti atom.
Secara normal material bumi tidak dapat mempertahankan keberadaanya dan akan
berhubungan erat dengan bijih, dengan tujuan mendeteksi endapan bijih. Dalam
sistematis satu atau lebih unsur jejak dalam batuan, tanah, sedimen sungai
aktif,vegetasi, air, atau gas, untuk mendapatkan anomali geokimia, yaitu konsentrasi
geokimia).
3
berpindah menuju lokasi dan lingkungan geokimia yang baru
dinamakan) diterapkan pada mineral yang relatif stabil pada kondisi permukaan
bumi (seperti: emas, platina, kasiterit, kromit, mineral tanah jarang). Cocok
2. Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi kimiawi (dispersi kimia
pola dispersi primer oleh proses yang biasanya terjadi di permukaan, antara lain
proses pelapukan, transportasi, dan pengendapan). Pola ini dapat diperoleh baik
pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik yang lapuk
ataupun yang tidak lapuk. Pola ini terlihat kurang seperti pada pola dispersi
mekanis
2.3 Dispersi
Dispersi geokimia adalah proses menyeluruh tentang transpor dan atau fraksinasi
sungai) dan kimiawi (contohnya disolusi, difusi dan pengendapan dalam larutan). Tipe
contoh, pemilihan fraksi ukuran dan sebagainya. Contohnya dalam survey drainage
pertanyaan muncul apakah contoh diambil dari air atau sedimen, jika sedimen yang
dipilih, haris diketahui apakah pengendapan unsur yang dicari sensitif terhadap variasi
dispersi Sn sebagai butiran detrital dari kasiterit). Jika adsorpsi dari ion-ion yang ikut
diendapkan dicari dalam tanah atau sedimen, maka fraksi yang halus yang diutamakan,
jika unsur yang dicari hadir dalam mineral yang resisten, maka fraksi yang kasar
4
2.4 Survey Tanah
Warna tanah dan perbedaan komposisi dapat merupakan indikator yang penting
untuk berbagai kandungan logam. Contohnya, tanah organik dan inorganik reaksinya
akan berbeda terhadap logam (kandungan logamnya berbeda). Dari kedua tipe ini dapat
diharapkan perbedaan level background yang jelas. Mengabaikan perbedaan ini akan
signifikan tidak terlihat dan anomali yang salah.Anomali yang salah umumnya berkaitan
erat dengan komponen yang menunjukkan konsentrasi unsur yang ekstrim, seperti pada
material organik dan mineral lempung, juga unsur jejak dalam air tanah. Kegagalan
jika conto tidak berhasil menembus zona pelindian. Ini sering terjadi pada pengambilan
conto yang tergesa-gesa, sehingga bukti mineralisasi tidak terlihat. Unsur jejak yang
dikandung conto tanah umumnya mewakili daerah terbatas. Oleh karena itu diperlukan
empat persegi panjang. Conto tambahan diambil dari lingkungan yang berasosiasi
dengan akumulasi unsur jejak, seperti zona depresi atau rembesan untuk menguji
Survey tanah terdiri dari analisis conto tanah yang biasanya diambil dari horizon
tanah khusus, kemudian diayak untuk mendapatkan ukuran fraksi tertentu. Conto
umumnya diambil pada pola kisi (grid) yang beraturan. Di daerah yang terisolir dengan
medan yang sulit, akan sulit pula untuk membuat grid pengambilan conto yang baik.
Metode alternatif yang dapat digunakan adalah penyontoan ridge dan spur. Metode ini
sangat baik dikombinasikan dengan survey sedimen sungai untuk medan yang sulit.
Metode pengambilan conto yang paling ideal adalah dengan grid yang teratur. Prosedur
5
yang normal adalah menentukan garis dasar kemudian buat lintasan yang tegak lurus
terhadap garis dasar. Penentuan garis dapat dilakukan dengan theodolit atau kompas.
Pemilihan grid yang digunakan tergantung pada tipe target yang dicari. Jika
diketahui bahwa mineralisasi di daerah itu memiliki dimensi panjang searah dengan
jurus, seperti mineralisasi vein atau unit stratigrafi, maka garis dasar harus diletakan
paralel terhadap jurus. Conto diambil sepanjang garis lintang yang tegak lurus pada
garis dasar. Dalam kasus ini interval antar garis bisa lebih besar dari interval conto
sepanjang garis dasar. Jika jurusnya tidak dikenal dan targetnya diduga
equidimensional, maka pengambilan conto dilakukan dengan grid yang berbentuk bujur
sangkar.
Untuk praktisnya sering digunakan grid segi empat panjang, karena penambahan
frekuensi smpling sepanjang garis dasar tidak membutuhkan banyak waktu. Ukuran grid
yang digunakan umumnya 500 m x 100 m atau 200 m x 200 m untuk survey
Pengambilan contoh :
Untuk unsur tertentu seperti Ag dan Hg horizon A dapat memberikan hasil yang
lebih baik. Pada daerah yang keras dan kering conto di ambil dengan menggali
lubang kecil dengan menggunakan sekop dan cangkul. Jika tanah lunak dan
lembab dapat digunakan sekop kecil atau hand auger. Conto ditempatkan pada
kantong conto standar, diberi nomor dan keterangan singkat yang mencakup
tipe tanah, warna, kandungan organik. Gejala khusus sepanjang lintasan perlu
2. Sistem penomoran tergantung pada pola pengambilan contoh. Untuk pola grid
lebih baik menggunakan sistem koordinat dengan mengambil titik 0 pada garis
6
lintasan dasar, dan memberi nomor rujukan pada tiap garis lintang. Namun
penomoran lain menggunakan kode enam sampai delapan digit yang merupakan
kode proyek, daerah dan nomor conto, misalnya nomor 2040325 bisa berarti
proyekk 2, kode daerah 04, conto 0325. Tipe ini lebih baik untuk pengolahan
terbuka di camp, tapi di daerah basah dibutuhkan alat pengering. Jika conto
sudah kering, dapat digerus dan diayak. Di daerah tropis yang didominasi tanah
latosol penggerusan dapat dilakukan dengan mortar agar agregat oksida besinya
hancur. Ayakan dari stainless steel atau dari nilon dapat digunakan Sebelum
dengan kuas ukuran 3,5 cm atau 5 cm. Hasil pengayakan dimasukkan ke dalam
amplop kertas, kemudian ke dalam kantong plastik agar tidak bocor atau
conto geokimia adalah -80 mesh (0,2 mm), tapi ukuran yang lebih halus atau
4. Pada daerah baru yang belum di selidiki di anjurkan untuk melakukan survey
mineralisasi .
Hasil survey tanah biasanya disajikan dalam bentuk peta kontur yang mengacu pada
isopleth (garis yang konsentrasinya sama). Selang antar kontur dapat digambarkan
dengan warna atau arsir. Tiap titik conto dan harganya harus diperlihatkan, tapi
nomornya tidak perlu diterakan agar tidak membingungkan. Pola pengambilan conto
7
yang tidak beraturan dapat disajikan dalam peta dot, atau dengan memberikan warna
Survey lanjut (follow-up) dilakukan dengan spasi grid yang lebih rapat. Contohnya suatu
dipenyontoan lagi dengan grid 250×100 m atau lebih rapat lagi, tapi grid yang lebih
rapat dari 25×25 m umumnya kurang menguntungkan, kecuali jika target yang
diharapkan berupa vein yang sangat kecil atau pegmatit. Jika hasil survey lanjut
menjanjikan, maka pada daerah anomali dapat dilnjutkan dengn survey geofisika
3. Jika horison soil tidak berkembang, conto diambil pada kedalaman yang sama
4. Conto harus diambil dari jenis soil yang sama (residual/ transported)
Horizon tanah adalah lapisan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
bumi dan mempunyai ciri-ciri tertentu (khas). Profil dari tanah yang berkembang lanjut
horizon dapat membangun tubuh alam yang disebut tanah. Profil dari tanah mineral
1. Horizon O
Horizon O merupakan horizon bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri
dari humus daun dan alas. Utamanya dijumpai pada tanah-tanah hutan yang
8
belum terganggu. Merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan
tanah mineral.
2. Horizon A
bahan organik dan bahan mineral. Horizon A juga disebut sebagai horison
eluviasi (pencucian).
3. Horizon E
Jenis ini terdiri dari lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan
sebgaian besar kandungan mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat
4. Horizon B
iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya (liat, Fe, Al,
bahan organik).
5. Horizon C
6. Horizon R
Batuan induk tanah (R) merupakan bagian terdalam dari tanah dan masih
berupa batuan.
9
2.5 Studi Kasus
Au-Cu Epitermal Sulfida Tinggi di Daerah Prospek “X”, Kecamatan Batang Asai,
1. Pendahuluan
Daerah prospek "X" sebagai daerah penelitian, merupakan bagian dari IUPE
ksplorasi PT ANTAM Tbk yang termasuk dalam kawasan Batang Asai, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Daerah ini ditempati satuan batuan vulkanik yang
dipengaruhi oleh sesar mendatar Sumatra Fault System (SFS) berarah barat laut-
tenggara, dikenal sebagai Zona Sesar Semangko (Darman and Sidi,2000). Zona sesar
penelitian. Di daerah prospek tersebut, telah dilakukan eksplorasi oleh Unit Geomin
10
(2014), diantaranya dilakukan pemetaan geologi, alterasi dan mineralisasi, geofisika,
terdapat indikasi endapan tipe epitermal sulfida tinggi. Eksplorasi geokimia tanah,
berkaitan erat dengan analisis kimia multi unsur diantaranya sebagai pathfinder,
diterapkan untuk dapat menunjukkan unsur-unsur yang menjadi target sebagai blind
deposits (Joyce, 1984). Unsur pathfinder yaitu unsur-unsur kimia tertentu berfungsi
sebagai unsur penciri yang memiliki hubungan genetik/kekerabatan dengan unsur target
sehingga dapat diterapkan dalam menentukan zona anomali sebagai indikasi potensi
komoditi pada tipe endapan tertentu (Niton, 2012). Untuk dapat mengetahui hubungan
antara unsur target dan unsur penciri, digunakan pendekatan statistik multi-unsur
(McQueen,2002). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, metode statistik
multivariat digunakan untuk mengevaluasi data geokimia tanah multi unsur. Metode
statistik ini secara kuantitatif dapat memfasilitasi pemahaman tentang variasi suatu
unsur dan hubungan antara unsur target dengan unsur-unsur yang lain. Metode ini
sulfidasi tinggi.
2. Metodologi
Conto-conto tanah di area seluas berkisar 5,3 km2 diambil pada horison B-C
menggunakan hand auger dengan kedalaman sekitar 100 cm secara kisi 100 m x 50 m,
masing-masing conto memiliki titik koordinat (Gambar 3). Kandungan unsur Au pada
Spectro-photometry (FA-AAS), sedangkan unsur-unsur Ag, Hg, Te, Sb, As, Bi, Cu, Pb,
Zn, Sn, dan Mo menggunakan Induced Coupled Plasma Optical Emition Spectrometry
11
Gambar 1. Geologi Regional
Gambar 2. Peta Geologi dan Alterasi daer ProspeR “X”, Batang Asai. Kabupaten
Sarolangun. Provinsi Jambi (modifdcasi Anonim. 2014).
Metode statistik telah diterapkan secara luas untuk menginterpretasi set data geokimia
12
Khususnya, integrasi terhadap observasi lapangan, mendeteksi respon mineralisasi, dan
Analisis Korelasi dan Analisis Klaster Hirarki diterapkan pada set data geokimia
multivariat. Analisis korelasi digunakan untuk menentukan hubungan antara dua variabel
dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Koefisien korelasi (r) merupakan besar
kecilnya nilai hubungan antara dua variabel yang dinyatakan dalam jumlah korelasi
dengan kisaran nilai -1 ≤ r ≤ +1. Tiap nilai korelasi memiliki tingkatan hubungan
(Sugiyono, 1999). Analisis klaster hirarki merupakan salah satu teknik klaster yang telah
diterapkan secara luas dalam bidang ilmu kebumian (Davis, 2002). Teknik ini
klaster terpisah. Dua objek klaster dihubungkan dengan menggunakan metode korelasi
Ward. Metode Ward menggunakan nilai kedekatan yaitu korelasi dan atau kovarians
klaster. Perpaduan antar klaster yang paling mirip kemudian dihubungkan ke objek
klaster lain sehingga membentuk semacam “pohon” dimana ada hirarki (tingkatan) antar
13
Gambar 3. Lokasi pengambilan conto-conto tanah di daerah Prospek "X
3. Hasil
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif unsur Au, Ag, Hg, Te, Sb, As, Bi, Cu, Pb, Zn, Sn, dan Mo
Khususnya nilai intensitas anomali geokimia tiap unsur umumnya bernilai positif
(Tabel 1).
14
b. Histogram dan Box-whisker plots
Histogram yang dihasilkan oleh tiap unsur berdasarkan kelas interval dan
median, garis whisker, outlier, dan ekstrim suatu data. Dilakukan penentuan
antara nilai background dan intensitas anomali terdiri dari anomali lemah
(mean + 1SD), sedang (mean + 2SD), hingga kuat (mean + 3SD) pada
15
Gambar 4. Histogram dan box-whisker plots unsur Au, Hg, Cu, Bi, Pb,
dan Sn di daerah prospek "X".
whisker plots didapat variabel unsur-unsur yang memiliki nilai IQR dan tidak
memiliki IQR. Unsur Au, Ag, Te, Cu, Pb, Zn, dan Sn memiliki nilai IQR dan whisker
sehingga teridentifikasi outlier pada > 1.5 x IQR, disertai nilai ekstrim pada > 3.0
x IQR. Unsur Hg, Sb, Bi, dan Mo tidak memiliki nilai IQR dan whisker sehingga
16
c. Analisis Korelasi
sebanyak 132 individu. Range nilai koefisien korelasi semua individu tersebut
dibagi menjadi dua, yaitu range korelasi negatif (-) berkisar -0.006 s/d. -
0.109 memiliki tingkat hubungan sangat rendah, dan range korelasi positif
(+) berkisar 0.002 s/d 0.928 memiliki tingkat hubungan sangat rendah
hingga sangat kuat (Gambar 5A). Range nilai koefisien korelasi dibatasi mulai
dari tingkat hubungan rendah yaitu pada nilai korelasi 0.2 s/d 1.0 agar
Berdasarkan diagram tersebut, terdapat korelasi unsur Au, Hg, Te, Sb, As,
Bi, Cu, dan Sn bersifat representatif dicirikan nilai koefisien korelasi > 0,2,
sedangkan Ag, Pb, Zn, dan Mo bersifat tidak representatif dicirikan nilai
menghasilkan kekerabatan unsur Cu, As, Sb, dan Te. Klaster II terbentuk
pada jarak perhubungan 0,74 dan nilai kemiripan 62,98, menghasilkan ke-
kerabatan unsur Au dan Bi. Klaster III terbentuk pada jarak perhubungan
0,91 dan nilai kemiripan 54,38, menghasilkan kekerabatan unsur Pb, Mo, dan
Zn. Klaster IV terbentuk pada jarak perhubungan 1,02 dan nilai kemiripan
17
Gambar 5. Diagram koefisien korelasi, (A) Sebaran nilai koefisien korelasi secara
berurut menggambarkan tingkat hubungan; (B) Koefisien korelasi unsur-unsur
saling berkaitan satu dengan yang lain pada tingkat hubungan 02.-1.0.
Berdasarkan identifikasi pengelompokan klaster di atas, unsur Cu, As, Sb, dan Te
memiliki kekerabatan dengan nilai kemiripan relatif tinggi. Nilai kemiripan tinggi
mengindikasikan bahwa kekerabatan antar unsur relatif kuat. Secara berurut diikuti pula
oleh kekerabatan unsur Au dan Bi; Pb, Mo, dan Zn; serta Sn, Hg, dan Ag.
Hasil analisis korelasi dan analisis klaster hirarki pada tabel tersebut di atas dapat
dicocokkan. Hal tersebut dilakukan agar kekerabatan suatu unsur dapat dibuktikan oleh
18
Kombinasi dari kedua analisis tersebut menghasilkan klaster yang bersifat representatif
terdiri dari Klaster I dan II, serta tidak representatif terdiri dari Klaster III dan IV (Tabel
2).
4. Pembahasan
Zona anomali geokimia unsur tunggal berupa penentuan zona anomali berdasarkan
intensitas anomali unsur yang telah dikalkulasi secara statistik. Masing-masing unsur
menunjukkan zona anomali tidak merata dan terdapat pada posisi tertentu (Gambar 6).
Peta zona anomali tiap unsur yang direpresentasikan oleh beberapa unsur tersebut di
atas menunjukkan intensitas anomali mulai dari yang lemah hingga kuat. Unsur-unsur
dengan sebaran anomali ≥ 200 m, terdiri Au, Ag, Mo, Sb, dan As. Unsur-unsur dengan
sebaran anomali ≤ 200 m, terdiri Hg, Cu, Zn, Te, Bi Pb, dan Sn.
19
Gambar 6. Peta zona anomali tiap unsur geokimia tanah Au, Ag, Hg, As,
Cu, Pb, Zn, Sn, dan Mo.
Dalam penentuan zona anomali geokimia unsur, telah dijelaskan bahwa analisis statistik
multivariat didapat empat klaster yang mana tiap klaster mencerminkan karakteristik
kekerabatan antar unsur (Gambar 7). Pemodelan zona anomali ini berupa interpretasi
zona anomali geokimia tanah berdasarkan klaster yang mencirikan kekerabatan antar
unsur. Interpretasi zona anomali klaster yaitu dengan cara overlay terhadap unsur-unsur
20
Gambar 7. Dendrogram prospek "X" menunjukkan hirarki pengelompokan
kekerabatan unsur yang terbagi menjadi empat klaster
Klaster yang bersifat representatif terdiri dari Klaster I Cu-As-Sb-Te dan Klaster II Au-Bi.
Zona anomali Klaster I untuk tiap unsurnya cenderung berkumpul dan saling tumpang
tindih di satu tempat yaitu pada bagian baratdaya lokasi penelitian (Gambar 8A). Zona
anomali Klaster II untuk tiap unsurnya cenderung saling tumpang tindih di empat
tempat, namum sebagian besar hanya terdapat di satu tempat yaitu pada bagian
baratdaya lokasi penelitian (Gambar 8B). Klaster yang bersifat tidak representatif terdiri
dari Klaster III Pb-Mo-Zn dan Klaster IV Sn-Hg-Ag. Zona anomali Klaster III untuk tiap
unsurnya cenderung saling tumpang tindih di satu tempat yaitu pada bagian utara lokasi
penelitian (Gambar 9A). Begitu pula dengan zona anomali Klaster IV, umumnya terdapat
21
Gambar 8. Peta zona anomali klaster, (A) Klaster I Cu-As-Sb-Te; (B) Klaster II Au-Bi.
Gambar 9. Peta zona anomali klaster, (A) Klaster III Pb-Mo-Zn; (B) Klaster IV Sn-Hg-Ag
Zonasi anomali klaster tersebut mencirikan kekerabatan antar unsur yang menghasilkan
dua variabel klaster yaitu klaster yang bersifat representatif dan klaster yang bersifat
Distribusi zona anomali unsur Cu-As-SbTe dan Au-Bi merupakan zona yang
alterasi. Kedua zona tersebut memiliki zona anomali yang saling beririsan satu sama lain.
Kedua zona anomali kumpulan unsur ini menempati litologi crystal-rich tuff, andesit,
22
dasit, crackle breccia, dan milled breccia. Disertai pula dengan alterasi pada zona
anomali tersebut menempati ubahan argilik lanjut yang tersusun oleh kuarsa vughs,
diwakili oleh conto inti bor yang terdapat pada zona tersebut yaitu GS-DH07 dan GS-
FeAsS pada batuan terubah silisifikasi berkomposisi mikrogranular silika dan alunit
(Gambar 11). Tetapi, untuk zona anomali unsur AuBi tidak dijumpai indikasi mineralisasi
yang mewakili kumpulan unsur tersebut. Distribusi zona anomali unsur Pb-Mo-Zn dan
Sn-Hg-Ag merupakan zona yang dikategorikan tidak representatif untuk dapat dilakukan
litologi dan alterasi yang tidak representatif pula. Zona anomali unsur Pb-Mo-Zn dan Sn-
23
Gambar 10. Zona anomali unsur Cu-As-Sb-Te dan Au-Bi pada peta litologi dan alterasi.
5. Kesimpulan
Hasil analisis statistik univariat mengindikasikan zona anomali geokimia tiap unsur yang
berkaitan dengan zona anomali berdasarkan kalkulasi statistik deskriptif, histogram, dan
box-whisker plots sehingga dapat diidentifikasi nilai background dan intensitas anomali.
klaster yang bersifat representatif dan tidak representatif. Klaster yang bersifat
representatif terdiri Klaster I Cu-As-Sb-Te dan Klaster II Au-Bi, sedangkan klaster yang
bersifat tidak representatif terdiri Klaster III Pb-Mo-Zn dan Klaster IV Sn-Hg-Ag.
Kumpulan asosiasi unsur geokimia tanah Cu-As-SbTe dan Au-Bi merupakan unsur-unsur
tersusun oleh ubahan argilik lanjut dari breksi vulkanik, tuf, andesit, dan dasit; serta
dicirikan oleh kehadiran mineral bijih enargit, luzonit, kalkopirit, arsenopirit, dan kovelit.
24
Adapun sebagian hasil analisis geokimia tanah khususnya unsur Te dan Bi tidak
bahwa keberadaan unsur Te dan Bi dapat berupa ion yang mengisi kisi kristal pada zona
mineralisasi Au-Cu tersebut. Sedangkan kumpulan asosiasi unsur geokimia tanah Pb-
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
di daerah penelitian.
26
Daftar Pustaka
Amor, S., 2011, Data Presentation and Interpretation Requirements for Geochemical
Darman, H., and Sidi, F.H., 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Ikatan Ahli
Davis, J.C., 2002, Statistics and Data Analysis in Geology : Third Edition, Kansas
Geological Survey, The University of Kansan, John Wiley & Sons, Inc., New York, 656 p.
Joyce, A.S., 1984, Geochemical Exploration, The Australian Mineral Foundation Inc.,
Brisbane.
Niton, 2012, Application of the Thermo Scientific Portable XRF Analyzer in PGE
Suwarna, N., Soeharsono, Gafoer, S., Amin. T.C., Kusnama, dan Hermanto., B, 1992,
Peta Geologi Lembar Sarolangun, Sumatera, Skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan
Anonim, 2014, Laporan Akhir Eksplorasi Emas dan Mineral Pengikutnya, daerah
27
Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.
utanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta:
Kanisius.
28