Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini eksplorasi sumberdaya alam khususnya pertambangan telah

berkembang sangat pesat beriringan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia

yang semakin banyak. Dalam upaya memaksimalkan hasil pencarian sumberdaya alam

diperlukan suatu studi eksplorasi terlebih dahulu tentang pemetaan sumberdaya alam ,

salah satunya adalah dengan menggunakan metode eksplorasi tidak langsung yaitu

geokimia eksplorasi.

Penerapan metoda geokimia secara terintegrasi dapat diterapkan pada beberapa

tipe mineralisasi yang berbeda dalam menunjukan hasil-hasil yang baik dan sangat

membantu para ahli eksplorasi dalam melokalisir daerah prospek mineralisasi. Metode

geokimia sangat membantu terutama dalam eksplorasi yang bersifat regional sampai

semi regional dalam menentukan batas-batas penyebaran unsur mineral dan arah umum

penyebaran mineral sampai pada penentuan kadar dari endapan tersebut.

Dalam disiplin lainnya, metoda eksplorasi tidak langsung geokimia eksplorasi

sangat intensif digunakan antara lain dalam eksplorasi minyak bumi, panas bumi dengan

menerapkan prinsip-prinsip dan prosedur kimia terhadap.

Metode geofisika yang dapat digunakan dalam eksplorasi salah satunya adalah

pengambilan sampel tanah. Oleh karena itu sebagai mahasiswa teknik pertambangan

penting untuk mengetahui eksplorasi geokimia dengan pengambilan sampel tanah.

1
1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui metode geokimia penyontoan tanah

2. Mengetahui pengolahan data geokimia sampel tanah

3. Mengetahui penerapan geokimia sampel tanah

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Geokimia

Geokimia memiliki beberapa definisi, definisi yang dilakukan oleh

Goldschmidt menekankan pada dua aspek,yaitu:

1.Distribusi Unsur dalam bumi (deskripsi)

2.Prinsip-prinsip yang mengatur distribusi tersebut diatas (interpretasi)

Pada dasarnya definisi ini menyatakan bahwa geokimia mempelajari

jumlah dan distribusi unsur kimia dalam mineral, bijih, batuan tanah, air, dan atmosfer.

Tidak terbatas pada penyelidikan unsur kimia sebagai unit terkecil dari material, juga

kelimpahan dan distribusi isotop-isotop dan kelimpahan serta distribusi inti atom.

Secara normal material bumi tidak dapat mempertahankan keberadaanya dan akan

mengalami transportasi geokimia yaitu terdistribusi kembali dan bercampur dengan

material lain. Eksplorasi geokimia khusus mengkonsentrasikan pada pengukuran

kelimpahan, distribusi, dan migrasi unsur-unsur bijih atau unsur-unsur yang

berhubungan erat dengan bijih, dengan tujuan mendeteksi endapan bijih. Dalam

pengertian yang lebih sempit eksplorasi geokimia adalah pengukuran secara

sistematis satu atau lebih unsur jejak dalam batuan, tanah, sedimen sungai

aktif,vegetasi, air, atau gas, untuk mendapatkan anomali geokimia, yaitu konsentrasi

abnormal dari unsur tertentu yang kontras terhadap lingkungannya (background

geokimia).

2.2 Prisnsip Dasar Eksplorasi Geokimia

Prinsip dasar eksplorasi geokimia pada dasarnya terdiri dari 2 metode:

1. Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis (Proses dimana unsur-unsur

3
berpindah menuju lokasi dan lingkungan geokimia yang baru

dinamakan) diterapkan pada mineral yang relatif stabil pada kondisi permukaan

bumi (seperti: emas, platina, kasiterit, kromit, mineral tanah jarang). Cocok

digunakan di daerah yang kondisi iklimnya membatasi pelapukan kimiawi.

2. Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi kimiawi (dispersi kimia

yang terjadi di permukaan bumi, meliputi pendistribusian kembali pola-

pola dispersi primer oleh proses yang biasanya terjadi di permukaan, antara lain

proses pelapukan, transportasi, dan pengendapan). Pola ini dapat diperoleh baik

pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi, baik yang lapuk

ataupun yang tidak lapuk. Pola ini terlihat kurang seperti pada pola dispersi

mekanis

2.3 Dispersi

Dispersi geokimia adalah proses menyeluruh tentang transpor dan atau fraksinasi

unsur-unsur. Dispersi dapat terjadi secara mekanis (contohnya pergerakan pasir di

sungai) dan kimiawi (contohnya disolusi, difusi dan pengendapan dalam larutan). Tipe

dispersi ini mempengaruhi pemilihan metode pengambilan contoh, pemilihan lokasi

contoh, pemilihan fraksi ukuran dan sebagainya. Contohnya dalam survey drainage

pertanyaan muncul apakah contoh diambil dari air atau sedimen, jika sedimen yang

dipilih, haris diketahui apakah pengendapan unsur yang dicari sensitif terhadap variasi

pH (contohnya adsorpsi Cu oleh lempung) atau kecepatan aliran sungai (contohnya

dispersi Sn sebagai butiran detrital dari kasiterit). Jika adsorpsi dari ion-ion yang ikut

diendapkan dicari dalam tanah atau sedimen, maka fraksi yang halus yang diutamakan,

jika unsur yang dicari hadir dalam mineral yang resisten, maka fraksi yang kasar

kemungkinan mengandung unsur yang dicari.

4
2.4 Survey Tanah

Warna tanah dan perbedaan komposisi dapat merupakan indikator yang penting

untuk berbagai kandungan logam. Contohnya, tanah organik dan inorganik reaksinya

akan berbeda terhadap logam (kandungan logamnya berbeda). Dari kedua tipe ini dapat

diharapkan perbedaan level background yang jelas. Mengabaikan perbedaan ini akan

mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan eksplorasi, yaitu anomali yang

signifikan tidak terlihat dan anomali yang salah.Anomali yang salah umumnya berkaitan

erat dengan komponen yang menunjukkan konsentrasi unsur yang ekstrim, seperti pada

material organik dan mineral lempung, juga unsur jejak dalam air tanah. Kegagalan

mendefinisikan kondisi anomali (yang menunjukkan adanya mineralisasi) dapat terjadi

jika conto tidak berhasil menembus zona pelindian. Ini sering terjadi pada pengambilan

conto yang tergesa-gesa, sehingga bukti mineralisasi tidak terlihat. Unsur jejak yang

dikandung conto tanah umumnya mewakili daerah terbatas. Oleh karena itu diperlukan

sejumlah conto yang diambil secara sistematis untuk mengevaluasi sifat-sifat

mineralisasi. Perencanaan penyontoan biasanya mengikuti grid bujur sangkar atau

empat persegi panjang. Conto tambahan diambil dari lingkungan yang berasosiasi

dengan akumulasi unsur jejak, seperti zona depresi atau rembesan untuk menguji

dispersi hidromorfik dari badan mineral yang tertimbun.

Survey tanah terdiri dari analisis conto tanah yang biasanya diambil dari horizon

tanah khusus, kemudian diayak untuk mendapatkan ukuran fraksi tertentu. Conto

umumnya diambil pada pola kisi (grid) yang beraturan. Di daerah yang terisolir dengan

medan yang sulit, akan sulit pula untuk membuat grid pengambilan conto yang baik.

Metode alternatif yang dapat digunakan adalah penyontoan ridge dan spur. Metode ini

sangat baik dikombinasikan dengan survey sedimen sungai untuk medan yang sulit.

Metode pengambilan conto yang paling ideal adalah dengan grid yang teratur. Prosedur

5
yang normal adalah menentukan garis dasar kemudian buat lintasan yang tegak lurus

terhadap garis dasar. Penentuan garis dapat dilakukan dengan theodolit atau kompas.

Pemilihan grid yang digunakan tergantung pada tipe target yang dicari. Jika

diketahui bahwa mineralisasi di daerah itu memiliki dimensi panjang searah dengan

jurus, seperti mineralisasi vein atau unit stratigrafi, maka garis dasar harus diletakan

paralel terhadap jurus. Conto diambil sepanjang garis lintang yang tegak lurus pada

garis dasar. Dalam kasus ini interval antar garis bisa lebih besar dari interval conto

sepanjang garis dasar. Jika jurusnya tidak dikenal dan targetnya diduga

equidimensional, maka pengambilan conto dilakukan dengan grid yang berbentuk bujur

sangkar.

Untuk praktisnya sering digunakan grid segi empat panjang, karena penambahan

frekuensi smpling sepanjang garis dasar tidak membutuhkan banyak waktu. Ukuran grid

yang digunakan umumnya 500 m x 100 m atau 200 m x 200 m untuk survey

pendahuluan dan 100 m x 50 m atau 50 m x 50 m untuk survey detil. Kadang-kadang

digunakan juga grid jajaran genjang .

Pengambilan contoh :

1. Conto tanah umumnya diambil pada horizon B, pada kedalaman 30 – 50 cm.

Untuk unsur tertentu seperti Ag dan Hg horizon A dapat memberikan hasil yang

lebih baik. Pada daerah yang keras dan kering conto di ambil dengan menggali

lubang kecil dengan menggunakan sekop dan cangkul. Jika tanah lunak dan

lembab dapat digunakan sekop kecil atau hand auger. Conto ditempatkan pada

kantong conto standar, diberi nomor dan keterangan singkat yang mencakup

tipe tanah, warna, kandungan organik. Gejala khusus sepanjang lintasan perlu

dicatat, contohnya singkapan, jalan setapak, sungai.

2. Sistem penomoran tergantung pada pola pengambilan contoh. Untuk pola grid

lebih baik menggunakan sistem koordinat dengan mengambil titik 0 pada garis

6
lintasan dasar, dan memberi nomor rujukan pada tiap garis lintang. Namun

penomoran alfanumerik kurang praktis untuk analisis laboratorium. Cara

penomoran lain menggunakan kode enam sampai delapan digit yang merupakan

kode proyek, daerah dan nomor conto, misalnya nomor 2040325 bisa berarti

proyekk 2, kode daerah 04, conto 0325. Tipe ini lebih baik untuk pengolahan

data dengan komputer.

3. Di daerah kering dan banyak matahari, conto dapat dikeringkan di tempat

terbuka di camp, tapi di daerah basah dibutuhkan alat pengering. Jika conto

sudah kering, dapat digerus dan diayak. Di daerah tropis yang didominasi tanah

latosol penggerusan dapat dilakukan dengan mortar agar agregat oksida besinya

hancur. Ayakan dari stainless steel atau dari nilon dapat digunakan Sebelum

mengayak tiap-tiap sampel, ayakan harus bersih. Ayakan dapat dibersihkan

dengan kuas ukuran 3,5 cm atau 5 cm. Hasil pengayakan dimasukkan ke dalam

amplop kertas, kemudian ke dalam kantong plastik agar tidak bocor atau

terkontaminasi pada waktu pengangkutan. Fraksi ukuran yang umum untuk

conto geokimia adalah -80 mesh (0,2 mm), tapi ukuran yang lebih halus atau

lebih kasar dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu.

4. Pada daerah baru yang belum di selidiki di anjurkan untuk melakukan survey

orientasi untuk menentukan fraksi ukuran yang optimum untuk analisis,

kedalaman penyontoan yang terbaik , jika mungkin respons geokimia dari

mineralisasi .

Hasil survey tanah biasanya disajikan dalam bentuk peta kontur yang mengacu pada

isopleth (garis yang konsentrasinya sama). Selang antar kontur dapat digambarkan

dengan warna atau arsir. Tiap titik conto dan harganya harus diperlihatkan, tapi

nomornya tidak perlu diterakan agar tidak membingungkan. Pola pengambilan conto

7
yang tidak beraturan dapat disajikan dalam peta dot, atau dengan memberikan warna

yang berbeda pada setiap titik conto.

Survey lanjut (follow-up) dilakukan dengan spasi grid yang lebih rapat. Contohnya suatu

anomali yang terdapat pada grid penyelidikan pendahuluan 500×200 m dapat

dipenyontoan lagi dengan grid 250×100 m atau lebih rapat lagi, tapi grid yang lebih

rapat dari 25×25 m umumnya kurang menguntungkan, kecuali jika target yang

diharapkan berupa vein yang sangat kecil atau pegmatit. Jika hasil survey lanjut

menjanjikan, maka pada daerah anomali dapat dilnjutkan dengn survey geofisika

sebelum diputuskan dilakukan pemboran.

2.4.1 Kondisi yang harus diperhtaikan dalam pengambilan sampel tanah

1. Cukup material yang diambil untuk analisis

2. Conto diambil dari horison yang sama

3. Jika horison soil tidak berkembang, conto diambil pada kedalaman yang sama

4. Conto harus diambil dari jenis soil yang sama (residual/ transported)

5. Faktor yang menyebabkan adanya kontaminasi pada sampel harus diketahui

2.4 Horizontal Tanah

Horizon tanah adalah lapisan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan

bumi dan mempunyai ciri-ciri tertentu (khas). Profil dari tanah yang berkembang lanjut

biasanya memiliki horizon-horizon tanah. Pembentukan lapisan atau perkembangan

horizon dapat membangun tubuh alam yang disebut tanah. Profil dari tanah mineral

yang telah berkembang lanjut biasanya memiliki horizon-horizon sebagai berikut:

1. Horizon O

Horizon O merupakan horizon bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri

dari humus daun dan alas. Utamanya dijumpai pada tanah-tanah hutan yang

8
belum terganggu. Merupakan horizon organik yang terbentuk di atas lapisan

tanah mineral.

2. Horizon A

Horizon A merupakan horizon di permukaan yang tersusun oleh campuran

bahan organik dan bahan mineral. Horizon A juga disebut sebagai horison

eluviasi (pencucian).

3. Horizon E

Jenis ini terdiri dari lapisan di bawah permukaan yang telah kehilangan

sebgaian besar kandungan mineralnya. Pada lapisan jenis ini sering melekat

pada jenis horizon A atau menggantikan lapisan tersebut.

4. Horizon B

Horizon B adalah horizon illuvial atau horison pengendapan sehingga terjadi

akumulasi dari bahan-bahan yang tercuci dari horizon diatasnya. Horizon

iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya (liat, Fe, Al,

bahan organik).

5. Horizon C

Horizon C, horizon yang masih menampakkan sifat bahan induk namun

sudah banyak mengalami pelapukan.

6. Horizon R

Batuan induk tanah (R) merupakan bagian terdalam dari tanah dan masih

berupa batuan.

9
2.5 Studi Kasus

Contoh pengambilan sampel tanah pada jurnal yang berjudul “ Pendekatan

statistik Multivariat Terhdapa Data Geokimia Unsur Untuk mengidentifikasi mineralisasi

Au-Cu Epitermal Sulfida Tinggi di Daerah Prospek “X”, Kecamatan Batang Asai,

Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

1. Pendahuluan

Daerah prospek "X" sebagai daerah penelitian, merupakan bagian dari IUPE

ksplorasi PT ANTAM Tbk yang termasuk dalam kawasan Batang Asai, Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi. Daerah ini ditempati satuan batuan vulkanik yang

merupakan bagian dari busur vulkanik Pegunungan Barisan berumur Tersier,yang

dipengaruhi oleh sesar mendatar Sumatra Fault System (SFS) berarah barat laut-

tenggara, dikenal sebagai Zona Sesar Semangko (Darman and Sidi,2000). Zona sesar

ini di interpretasikan berkaitan dengan zona mineralisasi hidrotermal di daerah

penelitian. Di daerah prospek tersebut, telah dilakukan eksplorasi oleh Unit Geomin

10
(2014), diantaranya dilakukan pemetaan geologi, alterasi dan mineralisasi, geofisika,

serta pengambilan conto geokimia tanah horison B. Bedasarkan hasil eksplorasi,

terdapat indikasi endapan tipe epitermal sulfida tinggi. Eksplorasi geokimia tanah,

berkaitan erat dengan analisis kimia multi unsur diantaranya sebagai pathfinder,

diterapkan untuk dapat menunjukkan unsur-unsur yang menjadi target sebagai blind

deposits (Joyce, 1984). Unsur pathfinder yaitu unsur-unsur kimia tertentu berfungsi

sebagai unsur penciri yang memiliki hubungan genetik/kekerabatan dengan unsur target

sehingga dapat diterapkan dalam menentukan zona anomali sebagai indikasi potensi

komoditi pada tipe endapan tertentu (Niton, 2012). Untuk dapat mengetahui hubungan

antara unsur target dan unsur penciri, digunakan pendekatan statistik multi-unsur

(McQueen,2002). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, metode statistik

multivariat digunakan untuk mengevaluasi data geokimia tanah multi unsur. Metode

statistik ini secara kuantitatif dapat memfasilitasi pemahaman tentang variasi suatu

unsur dan hubungan antara unsur target dengan unsur-unsur yang lain. Metode ini

berguna dalam penentuan kemungkinan unsur-unsur yang saling memiliki kekerabatan,

khususnya Au dan Cu sebagai unsur target yang mengindikasikan mineralisasi epitermal

sulfidasi tinggi.

2. Metodologi

Conto-conto tanah di area seluas berkisar 5,3 km2 diambil pada horison B-C

menggunakan hand auger dengan kedalaman sekitar 100 cm secara kisi 100 m x 50 m,

masing-masing conto memiliki titik koordinat (Gambar 3). Kandungan unsur Au pada

conto-conto tersebut dianalisis dengan menggunakan Fire Assay Atomic Absorption

Spectro-photometry (FA-AAS), sedangkan unsur-unsur Ag, Hg, Te, Sb, As, Bi, Cu, Pb,

Zn, Sn, dan Mo menggunakan Induced Coupled Plasma Optical Emition Spectrometry

(ICP-OES). Unsur-unsur tersebut mengacu pada White dan Hedenquist (1995)

dikarenakan hubungannya dengan keterdapatan mineralisasi bijih sulfida.

11
Gambar 1. Geologi Regional

Gambar 2. Peta Geologi dan Alterasi daer ProspeR “X”, Batang Asai. Kabupaten
Sarolangun. Provinsi Jambi (modifdcasi Anonim. 2014).

Metode statistik telah diterapkan secara luas untuk menginterpretasi set data geokimia

tanah dan menentukan anomali yang mencerminkan karakteristik geokimia tertentu.

12
Khususnya, integrasi terhadap observasi lapangan, mendeteksi respon mineralisasi, dan

menunjang data geologi (Amor, 2011).

Analisis Korelasi dan Analisis Klaster Hirarki diterapkan pada set data geokimia

multivariat. Analisis korelasi digunakan untuk menentukan hubungan antara dua variabel

dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Koefisien korelasi (r) merupakan besar

kecilnya nilai hubungan antara dua variabel yang dinyatakan dalam jumlah korelasi

dengan kisaran nilai -1 ≤ r ≤ +1. Tiap nilai korelasi memiliki tingkatan hubungan

(Sugiyono, 1999). Analisis klaster hirarki merupakan salah satu teknik klaster yang telah

diterapkan secara luas dalam bidang ilmu kebumian (Davis, 2002). Teknik ini

menggunakan metode aglomeratif yang masing-masing objeknya dianggap sebagai

klaster terpisah. Dua objek klaster dihubungkan dengan menggunakan metode korelasi

Ward. Metode Ward menggunakan nilai kedekatan yaitu korelasi dan atau kovarians

untuk mengevaluasi jarak antara klaster dan dapat menghasilkan pengelompokan

klaster. Perpaduan antar klaster yang paling mirip kemudian dihubungkan ke objek

klaster lain sehingga membentuk semacam “pohon” dimana ada hirarki (tingkatan) antar

klaster yang dikenal sebagai Dendrogram (Timm, 2002).

13
Gambar 3. Lokasi pengambilan conto-conto tanah di daerah Prospek "X

3. Hasil

a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif unsur Au, Ag, Hg, Te, Sb, As, Bi, Cu, Pb, Zn, Sn, dan Mo

menunjukkan nilai range, variance, skewness, dan kurtosis relatif tinggi.

Khususnya nilai intensitas anomali geokimia tiap unsur umumnya bernilai positif

(Tabel 1).

14
b. Histogram dan Box-whisker plots

Histogram yang dihasilkan oleh tiap unsur berdasarkan kelas interval dan

frekuensi kumulatif digunakan untuk mengidentifikasi distribusi

kecondongan/skewness dan kelengkungan/kurtosis suatu data. Box- whisker

plot mengidentifikasi distribusi box berupa bidang Interquartile Range (IQR),

median, garis whisker, outlier, dan ekstrim suatu data. Dilakukan penentuan

antara nilai background dan intensitas anomali terdiri dari anomali lemah

(mean + 1SD), sedang (mean + 2SD), hingga kuat (mean + 3SD) pada

diagram ini (Gambar 4).

15
Gambar 4. Histogram dan box-whisker plots unsur Au, Hg, Cu, Bi, Pb,
dan Sn di daerah prospek "X".

Histogram dan box-whisker plots yang direpresentasikan oleh beberapa unsur

tersebut di atas menunjukkan bahwa data umumnya terdistribusi tidak normal.

Histogram umumnya condong ke arah kanan, nilai kecondongan bersifat positif

memberikan nilai anomali positif dengan intensitas anomali bervariasi. Box-

whisker plots didapat variabel unsur-unsur yang memiliki nilai IQR dan tidak

memiliki IQR. Unsur Au, Ag, Te, Cu, Pb, Zn, dan Sn memiliki nilai IQR dan whisker

sehingga teridentifikasi outlier pada > 1.5 x IQR, disertai nilai ekstrim pada > 3.0

x IQR. Unsur Hg, Sb, Bi, dan Mo tidak memiliki nilai IQR dan whisker sehingga

hanya didapat nilai ekstrim.

16
c. Analisis Korelasi

Analisis korelasi dilakukan untuk melihat kaitannya dengan tingkat hubungan

nilai koefisien korelasi. Jumlah individu koefisien korelasi tersebut adalah

sebanyak 132 individu. Range nilai koefisien korelasi semua individu tersebut

dibagi menjadi dua, yaitu range korelasi negatif (-) berkisar -0.006 s/d. -

0.109 memiliki tingkat hubungan sangat rendah, dan range korelasi positif

(+) berkisar 0.002 s/d 0.928 memiliki tingkat hubungan sangat rendah

hingga sangat kuat (Gambar 5A). Range nilai koefisien korelasi dibatasi mulai

dari tingkat hubungan rendah yaitu pada nilai korelasi 0.2 s/d 1.0 agar

analisis korelasi unsur bersifat representatif untuk dilakukan (Gambar 5B).

Berdasarkan diagram tersebut, terdapat korelasi unsur Au, Hg, Te, Sb, As,

Bi, Cu, dan Sn bersifat representatif dicirikan nilai koefisien korelasi > 0,2,

sedangkan Ag, Pb, Zn, dan Mo bersifat tidak representatif dicirikan nilai

koefisien korelasi < 0,2.

d. Analisis Klaster Hirarki

Dendrogram yang dihasilkan oleh klaster hirarki dengan menggunakan

metode korelasi Ward dikelompokkan menjadi empat klaster. Klaster I

terbentuk pada jarak perhubungan 0,53 dan nilai kemiripan 73,60,

menghasilkan kekerabatan unsur Cu, As, Sb, dan Te. Klaster II terbentuk

pada jarak perhubungan 0,74 dan nilai kemiripan 62,98, menghasilkan ke-

kerabatan unsur Au dan Bi. Klaster III terbentuk pada jarak perhubungan

0,91 dan nilai kemiripan 54,38, menghasilkan kekerabatan unsur Pb, Mo, dan

Zn. Klaster IV terbentuk pada jarak perhubungan 1,02 dan nilai kemiripan

49,01, menghasilkan kekerabatan unsur Sn, Hg, dan Ag .(Tabel 2).

17
Gambar 5. Diagram koefisien korelasi, (A) Sebaran nilai koefisien korelasi secara
berurut menggambarkan tingkat hubungan; (B) Koefisien korelasi unsur-unsur
saling berkaitan satu dengan yang lain pada tingkat hubungan 02.-1.0.

Berdasarkan identifikasi pengelompokan klaster di atas, unsur Cu, As, Sb, dan Te

memiliki kekerabatan dengan nilai kemiripan relatif tinggi. Nilai kemiripan tinggi

mengindikasikan bahwa kekerabatan antar unsur relatif kuat. Secara berurut diikuti pula

oleh kekerabatan unsur Au dan Bi; Pb, Mo, dan Zn; serta Sn, Hg, dan Ag.

Hasil analisis korelasi dan analisis klaster hirarki pada tabel tersebut di atas dapat

dicocokkan. Hal tersebut dilakukan agar kekerabatan suatu unsur dapat dibuktikan oleh

bagaimana sebaran nilai koefisien korelasi pada tiap klaster tersebut.

18
Kombinasi dari kedua analisis tersebut menghasilkan klaster yang bersifat representatif

terdiri dari Klaster I dan II, serta tidak representatif terdiri dari Klaster III dan IV (Tabel

2).

4. Pembahasan

Zona Anomali Geokimia Unsur Tunggal

Zona anomali geokimia unsur tunggal berupa penentuan zona anomali berdasarkan

intensitas anomali unsur yang telah dikalkulasi secara statistik. Masing-masing unsur

menunjukkan zona anomali tidak merata dan terdapat pada posisi tertentu (Gambar 6).

Peta zona anomali tiap unsur yang direpresentasikan oleh beberapa unsur tersebut di

atas menunjukkan intensitas anomali mulai dari yang lemah hingga kuat. Unsur-unsur

dengan sebaran anomali ≥ 200 m, terdiri Au, Ag, Mo, Sb, dan As. Unsur-unsur dengan

sebaran anomali ≤ 200 m, terdiri Hg, Cu, Zn, Te, Bi Pb, dan Sn.

19
Gambar 6. Peta zona anomali tiap unsur geokimia tanah Au, Ag, Hg, As,
Cu, Pb, Zn, Sn, dan Mo.

Zona Anomali Geokimia Multi Unsur

Dalam penentuan zona anomali geokimia unsur, telah dijelaskan bahwa analisis statistik

multivariat didapat empat klaster yang mana tiap klaster mencerminkan karakteristik

kekerabatan antar unsur (Gambar 7). Pemodelan zona anomali ini berupa interpretasi

zona anomali geokimia tanah berdasarkan klaster yang mencirikan kekerabatan antar

unsur. Interpretasi zona anomali klaster yaitu dengan cara overlay terhadap unsur-unsur

yang telah di-kelompokkan oleh tiap klaster.

20
Gambar 7. Dendrogram prospek "X" menunjukkan hirarki pengelompokan
kekerabatan unsur yang terbagi menjadi empat klaster

Klaster yang bersifat representatif terdiri dari Klaster I Cu-As-Sb-Te dan Klaster II Au-Bi.

Zona anomali Klaster I untuk tiap unsurnya cenderung berkumpul dan saling tumpang

tindih di satu tempat yaitu pada bagian baratdaya lokasi penelitian (Gambar 8A). Zona

anomali Klaster II untuk tiap unsurnya cenderung saling tumpang tindih di empat

tempat, namum sebagian besar hanya terdapat di satu tempat yaitu pada bagian

baratdaya lokasi penelitian (Gambar 8B). Klaster yang bersifat tidak representatif terdiri

dari Klaster III Pb-Mo-Zn dan Klaster IV Sn-Hg-Ag. Zona anomali Klaster III untuk tiap

unsurnya cenderung saling tumpang tindih di satu tempat yaitu pada bagian utara lokasi

penelitian (Gambar 9A). Begitu pula dengan zona anomali Klaster IV, umumnya terdapat

pada bagian utara lokasi penelitian (Gambar 9B).

21
Gambar 8. Peta zona anomali klaster, (A) Klaster I Cu-As-Sb-Te; (B) Klaster II Au-Bi.

Gambar 9. Peta zona anomali klaster, (A) Klaster III Pb-Mo-Zn; (B) Klaster IV Sn-Hg-Ag

Interpretasi Anomali Geokimia, Litologi, Alterasi, dan Mineralisasi

Zonasi anomali klaster tersebut mencirikan kekerabatan antar unsur yang menghasilkan

dua variabel klaster yaitu klaster yang bersifat representatif dan klaster yang bersifat

tidak representatif. Dua variabel tersebut akan diinterpretasi hubungannya terhadap

litologi, alterasi, dan mineralisasi di permukaan.

Distribusi zona anomali unsur Cu-As-SbTe dan Au-Bi merupakan zona yang

dikategorikan representatif untuk dapat dilakukan interpretasi. Interpretasi yang

mengacu pada kumpulan asosiasi unsur tersebut, berkaitan dengan keterdapatan

mineralisasi sulfida. Mineralisasi tersebut mencerminkan karakteristik litologi dan

alterasi. Kedua zona tersebut memiliki zona anomali yang saling beririsan satu sama lain.

Kedua zona anomali kumpulan unsur ini menempati litologi crystal-rich tuff, andesit,

22
dasit, crackle breccia, dan milled breccia. Disertai pula dengan alterasi pada zona

anomali tersebut menempati ubahan argilik lanjut yang tersusun oleh kuarsa vughs,

kuarsa masif, alunit, pirofilit, dan dickit (Gambar 10A).

Zona anomali unsur Cu-As-Sb-Te berdasarkan deskripsi petrografi dan mineragrafi

diwakili oleh conto inti bor yang terdapat pada zona tersebut yaitu GS-DH07 dan GS-

DH08. Conto-conto tersebut berkomposisi mineral sulfida terdiri dari enargit

Cu3(As,Sb)S4, luzonit Cu3(As,Sb)S4, kovelit CuS, kalkopirit CuFeS2, dan arsenopirit

FeAsS pada batuan terubah silisifikasi berkomposisi mikrogranular silika dan alunit

(Gambar 11). Tetapi, untuk zona anomali unsur AuBi tidak dijumpai indikasi mineralisasi

yang mewakili kumpulan unsur tersebut. Distribusi zona anomali unsur Pb-Mo-Zn dan

Sn-Hg-Ag merupakan zona yang dikategorikan tidak representatif untuk dapat dilakukan

interpretasi. Hal tersebut dikarenakan kedua kumpulan unsur tersebut menempati

litologi dan alterasi yang tidak representatif pula. Zona anomali unsur Pb-Mo-Zn dan Sn-

Hg-Ag menempati litologi andesit terubah smektit.(Gambar 10B).

23
Gambar 10. Zona anomali unsur Cu-As-Sb-Te dan Au-Bi pada peta litologi dan alterasi.

5. Kesimpulan

Hasil analisis statistik univariat mengindikasikan zona anomali geokimia tiap unsur yang

berkaitan dengan zona anomali berdasarkan kalkulasi statistik deskriptif, histogram, dan

box-whisker plots sehingga dapat diidentifikasi nilai background dan intensitas anomali.

Hasil analisis statistik multivariat mengindikasikan interpretasi zona anomali geokimia

klaster yang bersifat representatif dan tidak representatif. Klaster yang bersifat

representatif terdiri Klaster I Cu-As-Sb-Te dan Klaster II Au-Bi, sedangkan klaster yang

bersifat tidak representatif terdiri Klaster III Pb-Mo-Zn dan Klaster IV Sn-Hg-Ag.

Kumpulan asosiasi unsur geokimia tanah Cu-As-SbTe dan Au-Bi merupakan unsur-unsur

signifikan yang mengindikasikan anomali permukaan. Anomali ini diterapkan untuk

meng-interpretasi keberadaan potensi mineralisasi Au-Cu epitermal sulfida tinggi yang

tersusun oleh ubahan argilik lanjut dari breksi vulkanik, tuf, andesit, dan dasit; serta

dicirikan oleh kehadiran mineral bijih enargit, luzonit, kalkopirit, arsenopirit, dan kovelit.

24
Adapun sebagian hasil analisis geokimia tanah khususnya unsur Te dan Bi tidak

menunjukkan kaitannya dengan mineralisasi Au-Cu. Hal tersebut diinterpretasikan

bahwa keberadaan unsur Te dan Bi dapat berupa ion yang mengisi kisi kristal pada zona

mineralisasi Au-Cu tersebut. Sedangkan kumpulan asosiasi unsur geokimia tanah Pb-

Mo-Zn dan SnHg-Ag merupakan unsur-unsur nonsignifikan dalam kaitannya dengan

keberadaan potensi mineralisasi Au-Cu.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Metode geokimia percontoan tanah dapat dilakukan dengan metode

ridge dan spurs dan juga metode grid

2. Metode pengolahan data dapat dilakukan dengan pendekatan statistik

multivariat dengan analisis kolerasi dan analisis klaster

3. Conto penerapan geokimi sampel tanah dapat dilihat pada penelitian

yang berjudul “Pendekatan statistik Multivariat Terhadap Data

Geokimia Unsur Untuk mengidentifikasi mineralisasi Au-Cu Epitermal

Sulfida Tinggi di Daerah Prospek “X”, Kecamatan Batang Asai,

Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Daerah prospek "X" sebagai

daerah penelitian, merupakan bagian dari IUPE ksplorasi PT ANTAM

Tbk yang termasuk dalam kawasan Batang Asai, Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi. Daerah ini ditempati satuan batuan

vulkanik yang merupakan bagian dari busur vulkanik Pegunungan

Barisan berumur Tersier,yang dipengaruhi oleh sesar mendatar

Sumatra Fault System (SFS) berarah barat laut-tenggara, dikenal

sebagai Zona Sesar Semangko (Darman and Sidi,2000). Zona sesar

ini di interpretasikan berkaitan dengan zona mineralisasi hidrotermal

di daerah penelitian.

26
Daftar Pustaka

Amor, S., 2011, Data Presentation and Interpretation Requirements for Geochemical

Exploration, Consultant, Burlington.

Darman, H., and Sidi, F.H., 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Ikatan Ahli

Geologi Indonesia, Jakarta.

Davis, J.C., 2002, Statistics and Data Analysis in Geology : Third Edition, Kansas

Geological Survey, The University of Kansan, John Wiley & Sons, Inc., New York, 656 p.

Joyce, A.S., 1984, Geochemical Exploration, The Australian Mineral Foundation Inc.,

Brisbane.

McQueen, K.G., 2002, Identifying Geochemical Anomalies, CRC LEME, Department of

Earth and Marine Sciences, Australian National University, Canberra.

Niton, 2012, Application of the Thermo Scientific Portable XRF Analyzer in PGE

Exploration, Thermo Fisher Scientific Inc., USA.

Sugiyono, 1999, Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung.

Suwarna, N., Soeharsono, Gafoer, S., Amin. T.C., Kusnama, dan Hermanto., B, 1992,

Peta Geologi Lembar Sarolangun, Sumatera, Skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung.

Timm, N.H., 2002, Applied Multivariate Analysis, Library of Congress Cataloging-in-

Publication Data, Springer-Verlag New York, Inc., New York.

Anonim, 2014, Laporan Akhir Eksplorasi Emas dan Mineral Pengikutnya, daerah

Batangasai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, PT ANTAM Tbk Unit Geomin,

Jakarta. Tidak dipublikasikan.

27
Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.

utanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta:

Kanisius.

28

Anda mungkin juga menyukai