Anda di halaman 1dari 11

BAB II

MASSA JENIS

2.1 Definisi Massa Jenis

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.

Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa

setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total

massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa

jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah

daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah

(misalnya air ).

Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik (kg/m 3).

Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa

jenis yang berbeda, dan satu zat berapapun massanya berapapun

volumenya akan memiliki massa jenis yang sama. Rumus untuk

menentukan massa jenis adalah dengan adalah massa jenis, M adalah

massa, V adalah volume (Pirajno, 2009).

2.2 Sifat-Sifat Fisik Mineral

Sifat fisik mineral terbagi atas:

1. Kilap

Kilap merupakan penampilan atau kualitas cahaya yang dipantulkan

dari permukaan mineral adalah dikenal sebagai kilau. Mineral yang memiliki

penampilan logam, terlepas dari warna, dikatakan memiliki kilap logam.

Beberapa mineral logam, seperti tembaga asli dan Galena,

mengembangkan lapisan kusam atau becek bila terkena atmosfer. Karena

3
mereka tidak mengkilap seperti sampel yang lain, sampel ini sering

dikatakan memperlihatkan kilau submetallic. Kebanyakan mineral memiliki

kilau bukan logam dan dijelaskan dengan menggunakan berbagai kata sifat

seperti sebagai vitreous atau kaca.

Mineral bukan logam lain digambarkan memiliki penampilan kusam

(penampilan yang kusam seperti tanah) atau kilau mutiara (seperti mutiara

atau bagian dalam kulit kerang) kilau halus (seperti kain satin) atau kilau

berminyak (seolah-olah dilapisi dalam minyak) (Lutgens, 2006).

2. Warna

Warna umumnya merupakan karakteristik yang paling mencolok dari

mineral apapun, dianggap sebagai properti diagnostik hanya beberapa

mineral. Pengotor yang umum pada mineral kuarsa misalnya, memberikan

berbagai tints termasuk pink, ungu, kuning, putih, abu-abu, dan bahkan

hitam. mineral lainnya, seperti Tourmaline, juga menunjukkan berbagai

warna, dengan beberapa warna kadang-kadang terjadi di sampel yang

sama. Dengan demikian, penggunaan warna sebagai alat identifikasi sering

ambigu atau bahkan menyesatkan (Lutgens, 2006).

3. Bentuk Kristal

Mineral memiliki bentuk jangka kristal atau kebiasaan untuk merujuk

pada bentuk umum atau karakteristik dari kristal atau agregat kristal.

Beberapa mineral menunjukkan agak poligon reguler yang membantu

dalam identifikasi mereka. Misalnya, kristal magnetit kadang-kadang terjadi

sebagai octahedrons, Garnet sering membentuk dodecahedrons, dan garam

karang dan fluorit kristal cenderung tumbuh sebagai kubus atau dekat

kubus.

Kebanyakan mineral hanya memiliki satu kebiasaan umum, beberapa

memiliki dua atau lebih kristal karakteristik bentuk seperti sampel pirit

4
ditampilkan di sebaliknya, beberapa mineral jarang mengembangkan

bentuk-bentuk geometris yang sempurna. Beberapa mineral cenderung

tumbuh sama di semua tiga dimensi, sedangkan yang lain cenderung

memanjang dalam satu arah, atau diratakan jika pertumbuhan dalam satu

dimensi ditekan (Lutgens, 2006).

4. Sifat Dalam

Sifat dalam adalah ketahanan mineral terhadap deformasi. Mineral

yang memiliki ikatan ion, seperti fluorite dan garam karang, cenderung

rapuh dan pecah menjadi potongan-potongan kecil bila dipukul. Hal tersebut

disebabkan karena ikatan antar partikel-partikel penyusun mineral serta

sifat fisik dari unsur pembentuk mineral tersebut lemah. Sehingga ketika

diberikan gaya atau tekanan maka strukturnya akan mudah berubah

tergantung pada kuat lemahnya gaya yang diberikan

Sebaliknya, mineral dengan ikatan logam, seperti tembaga asli,

adalah mudah dibentuk, atau mudah dipalu menjadi berbeda bentuk.

Mineral termasuk gypsum dan Talc, yang dapat dipotong menjadi serutan

tipis atau serbuk halus yang digambarkan sebagai sectile (Lutgens, 2006).

5. Cerat

Cerat ini membedakan dua mineral yang warnanya sama akan tetapi

kenampakan ceratnya berbeda. Cerat atau goresan lebih dapat dipercaya

dari pada warna, karena lebih stabil. Cerat mineral yang kekerasannya

kurang dari 6, dapat diperoleh dengan menumbuk mineral tersebut sampai

halus dengan menggunakan palu. Mineral-mineral silikat biasanya

mempunyai gores putih kadang-kadang abu-abu coklat.

Mineral-mineral oksida, sulfida, karbonat, dan posfat, arsenat, sulfat

juga mempunyai goresan yang karakteristik. Untuk mineral-mineral yang

transparan dan translusent mempunyai kilap bukan logam mempunyai

5
gores lebih terang dari warnanya, sedangkan mineral-mineral dengan kilap

logam kerap kali mempunyai gores yang lebih gelap dari warnanya. Pada

beberapa mineral, warna dan gores sering menunjukkan warna yang sama

(Sarjudi, 2008).

6. Kekerasan

Nilai kekerasan mineral dapat diperoleh dengan menggunakan skala

Mohs kekerasan, yang terdiri dari 10 mineral diatur dalam urutan dari 1

(paling lunak) ke 10 (paling keras).

Tabel 2.1 Skala Mohs


Kekerasan Mineral
1 Talc
2 Gypsum
3 Calcite
4 Flourite
5 Apatite
6 Orthoclase
7 Quartz
8 Topaz
9 Korondum
10 Diamond

Perlu dicatat bahwa skala Mohs adalah peringkat relatif. Gypsum, dua

kali lebih keras seperti mineral pertama. Bahkan, gypsum hanya sedikit

lebih keras daripada Talc. Di laboratorium, lainnya benda-benda umum

dapat digunakan untuk menentukan kekerasan mineral (Lutgens, 2006).

7. Belahan

Belahan adalah suatu sifat fisika mineral yang mampu membelah

yang disebabkan oleh tekanan dari luar atau pemukulan dengan palu.

Pengertian membelah di sini adalah bila mineral kita pukul tidak hancur

tetapi terbelah-belah melalui bidang-bidang belah yang licin. Tidak semua

6
mineral mempunyai sifat ini, sehingga dipakai istilah mudah dibelah, sukar

dibelah, atau tidak dapat dibelah (Sarjudi, 2008). Sehingga pada setiap

mineral yang memiliki sifat seperti diatas maka mineral tersebut tergolong

unik, oleh karena sukar untuk dijumpai dalam pengolahannya.

8. Pecahan

Pecahan adalah kemampuan mineral untuk membelah yang tidak

sesuai dengan bidang belahannya. Apabila mineral yang sedang dideskripsi

tidak membelah secara teratur, maka mineral akan pecah dengan arah

yang tidak teratur. Ada beberapa macam pecahan yaitu:

a. Concoidal, memperlihatkan gelombang yang melengkung di

permukaan pecahan seperti kenampakan kulit kerang atau botol

pecah. Contohnya Quartz.


b. Splintery/fibrous, menunjukkan gejala seperti serat. Contohnya

Asbestos, Augit, Hypersthene.


c. Uneven, permukaan kasar tidak teratur. Contohnya Hematite.
d. Hackly, permukaan tidak teratur dengan ujung-ujung yang runcing.

Contohnya native metals (Sarjudi, 2008).


9. Kemagnetan

Kemagnetan, adalah sifat mineral terhadap gaya tarik magnet.

Dikatakan sebagai feromagnetik bilamana mineral dengan mudah tertarik

gaya magnetik, seperti mineral Magnetite dan Pyrrotite. Mineral-mineral

yang menolak gaya magnet disebut mineral diamagnetik dan mineral yang

tertarik oleh gaya kuat dari elektromagnetik dikatakan sebagai

paramagnetik.

Melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak, kita

gantungkan pada seutas benang sebuah magnit dan dengan sedikit demi

sedikit mineral kita dekatkan padanya. Bila benang bergerak mendekatinya

7
berarti mineral tersebut Magnetik. Kuat tidaknya bisa terlihat dari besar

kecilnya sudut yang dibuat benang tersebut dengan garis vertikal (Sarjudi,

2008).

10. Massa Jenis


Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.

Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa

setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total

massa dibagi dengan total volumenya.


Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi misalnya besi

akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama

yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air). Pada satuan

internasional satuan massa jenis adalah kg/m3. Akan tetapi pada penentuan

massa jenis mineral itu tidak dituliskan satuannya karena pada hakikatnya

berat jenis mineral itu relatif karena berat jenis mineral adalah

perbandingan massa benda terhadap massa jenis air. Sehingga pada

penulisan satuan massa jenis dibeberapa referensi tidak dituliskan

satuannya.

2.3 Particle Density (penetapan berat jenis)

Particle density (penetapan berat jenis) adalah berat tanah kering

persatuan volume partikel-partikel (padat) tanah (jadi tidak termasuk

volume pori-pori tanah). Tanah mineral mempunyai particle density

(penetapan berat jenis) 2,65 g/cm3 (Hardjowigeno, 2010).

Penentuan kepadatan partikel tanah, pertimbangan hanya diberikan

untuk partikel yang kuat. Oleh karena itu, kerapatan partikel setiap tanah

merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang

partikel. Hal ini didefinisikan sebagai massa tiap unit volume partikel tanah

8
dan sering kali dinyatakan dalam gram/cm 3. Untuk kebanyakan tanah

mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gram/cm 3 (Foth, 1994).

Kerapatan partikel (bobot partikel) adalah bobot massa partikel padat

persatuan volume tanah, biasanya tanah memiliki kerapatan partikel yaitu

2,6 gram/cm3. Kerapatan partikel erat hubungannya dengan kerapatan

massa. Hubungan kerapatan partikel dan kerapatan massa dapat

menentukan pori-pori pada tanah (Hanafiah, 2005).

Particle density dinyatakan dalam berat (gram tanah persatuan

volume cm3) tanah. Jadi bila 1 cm3 padatan tanah beratnya 2,6 gram, maka

particle density tanah tersebut adalah 2,6 gr/cm3.

Pada umumnya kisaran particle density tanah-tanah mineral kecil

adalah 2,6-2,93 gr/cm3. Hal ini disebabkan mineral Kuarsa, Feldspar, dan

silikat koloida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika

dalam tanah terdapat mineral-mineral berat seperti Magnetik, Garmet,

Sirkom, Tourmalin, dan Hornblende, partikel density dapat melebihi 2,75

gr/cm3. Besar ukuran dan cara teraturnya partikel tanah tidak dapat

berpengaruh dengan particle density (penetapan berat jenis) atau

dipengaruhi oleh faktor lain (Hanafiah, 2005).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Massa Jenis

Beberapa faktor yang mempengaruhi particle density (penetapan

massa jenis) tanah antara lain:

1. Tekstur

Tekstur tanah dapat diartikan sebagai penampilan visual suatu tanah

berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu

massa tanah tertentu. Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel

penyusun tanah.

9
Tekstur tanah merupakan suatu parameter umum untuk mengetahui

ciri khas dari tipe tanah. Tekstur tanah ini menunjukkan komposisi partikel

penyusun tanah (separate) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi

(%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Tekstur tanah

terdiri dari partikel tanah yaitu pasir, debu dan liat yang bervariasi

ukurannya, yaitu pasir 0,05-2 mm, debu : 0,05-0,002 mm dan liat < 0,002

mm. Ukuran partikel tersebut berhubungan erat dengan sirkulasi air dan

udara, kemampuan serapan nutrisi/unsur hara dan struktur tanah.

Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro

(besar) (disebut lebih poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak

mempunyai pori-pori meso atau ukurannya sedang (agak poreus),

sedangkan yang didominasi tanah liat akan banyak mempunyai pori-pori

mikro (kecil) atau tidak poreus (Hanafiah, 2005).

2. Bahan Organik

Bahan organik biasanya berasal dari proses pelapukan batuan. Bahan

organik komposisinya di dalam tanah memang sedikit yaitu berkisar 3-5%

tapi pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan sifat-sifat tanah. Bahan

organik tanah terdiri atas bahan organik kasar dan organik halus (Hanafiah,

2005).

Bahan organik juga dapat memperkecil kerapatan isi berat isi tanah.

Presentasi bulk density akan besar apabila bahan organik yang terdapat

pada tanah tersebut sedikit,dan begitupun sebaliknya (Hardjowigeno, 2007).

3. Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari

tanah, akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit

struktur disebut ped (terbentuk karena proses alami). Cold juga merupakan

gumpalan tanah tetapi terbentuknya bukan karena proses (Hanafiah, 2005).

10
Kerapatan volume ditetapkan dalam gr/cm 3 maka kerapatan isi

lapisan berstruktur halus biasanya berkisar 1,0-1,3, sedangkan jika tekstur

tanah itu kasar, maka kisaran itu selalu diantara 1,3-1,8. Semakin

berkembang struktur tanah lapisan oleh yang bertekstur biasanya memiliki

nilai berat jenis palsu yang rendah, dibandingkan pada tanah-tanah

berpasir. Semakin remah struktur tanah maka semakin rendah presentasi

bulk density tanah tersebut.

4. Bulk Density

Bulk density menunjukkan perbandingan dengan volume antara

berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Bulk

density merupakan kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi

bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar

tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc. Bulk

density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap

hektar tanah, yang didasarkan pada berat tanah per hektar

Semakin tinggi bulk density tanah dan bahan organik suatu tanah maka

particle density (penetapan berat jenis) dalam tanah tersebut akan semakin

rendah, begitu pula sebaliknya (Hardjowigeno, 1992).

Tanah organik memiliki bulk density yang sangat rendah jika

dibandingkan dengan tanah mineral. Variasi-variasi ada tergantung pada

keadaan bahan organik dan kandungan air pada waktu pengambilan

cuplikan untuk menentukan bulk density. Nilai-nilai yang berkisar dari 0,1-

0,6 gr/cm3 adalah biasa ditemukan pada setiap mineral (Foth, 2000).

Contoh tanah yang digunakan untuk menetapkan berat jenis palsu

harus diambil secara hati-hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah

tidak boleh merusak struktur asli tanah. Terganggunya struktur tanah dapat

mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat satuan volume.

11
Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horison

untuk memperoleh nilai rata-rata. Gumpal-gumpal tanah yang diambil dari

lapangan untuk penetapan bulk density dibawa ke laboratorium untuk

dikering ovenkan dan ditimbang. Kerapatan volume dapat pula Ditetapkan

dengan satuan lain, misalnya pount/ft. Jika ditetapkan dalam gr/cm, maka

bulk density lapisan olah berstruktur halus biasanya berkisar antara 1,0-1,3.

Sedangkan jika tekstur tanah itu kasar, maka kisaran itu selalu di antara

1,3-1,8. Semakin berkembang struktur tanah lapisan olah yang bertekstur

biasanya memiliki nilai berat jenis palsu yang rendah, dibandingkan pada

tanah-tanah berpasir. Timbulnya proses pembentukan struktur di horizon-

horizon bagian atas dari bahan induk ini mengakibatkan bulk density yang

rendah dibandingkan lebih rendah dari batuan induk itu sendiri. Tanah-tanah

organik memiliki nilai bulk density yang rendah dibandingkan dengan tanah

mineral. Tergantung dari sifat-sifat bahan organik yang menyusun tanah

organik itu, dan kandungan air pada saat pengambilan contoh, maka

biasanya bulk density itu berkisar antara 0,2-0,6 gr/cm3 (Hakim, dkk, 2006).

Bahan organik memperkecil berat isi tanah karena bahan organik jauh

lebih ringan daripada mineral. Berat isi ditentukan oleh porositas dan

padatan tanah. Tanah yang bertekstur halus mempunyai berat isi yang lebih

rendah daripada tanah berpasir (Pairunan, 2005).

5. Topografi

Apabila topografinya curam maka tanah akan lebih susah untuk

menyerap air sehingga tanah akan memilki volume kepadatan tanah yang

besar pula, berbeda dengan tanah yang berada pada topografi datar maka

daya serap tanah terhadap air akan besar pula. Topografi di suatu daerah

sangat mempengaruhi tinggi rendahnya particle density (penetapan berat

12
jenis). Sehingga mineral yang ada dibawah permukaan tanah dapat

ditentukan massa jenisnya.

13

Anda mungkin juga menyukai