Anda di halaman 1dari 32

MINERALOGI

DEFINISI MINERALOGI DAN MINERAL

Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang mineral, baik dalam
bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik,
sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya. Minerologi terdiri dari kata
mineral dan logos, mengenai arti mineral mempunyai pengertian berlainan dan bahkan dikacaukan
dikalangan awam. Sering diartikan sebagai bahan bukan organik (anorganik). Maka pengertian
yang jelas dari batasan mineral oleh beberapa ahli geologi perlu diketahui walaupun dari
kenyataannya tidak ada satupun persesuaian umum untuk definisinya (Danisworo, 1994).

Definisi mineral menurut beberapa ahli:

1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959

Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk secara anorganik,
mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun
secara teratur.

2. D.G.A Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972

Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai komposisi kimia
tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik.

3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977

Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia tertentu atau
dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu
kehidupan.

Tetapi dari ketiga definisi tersebut mereka masih memberikan anomali atau suatu pengecualian
beberapa zat atau bahan yang disebut mineral, walaupun tidak termasuk didalam suatu definisi.
Sehingga sebenarnya dapat dibuat suatu definisi baru atau definisi kompilasi. Definisi kompilasi
itu tidak menghilangkan suatu ketentuan umum bahwa mineral itu mempunyai sifat sebagai: bahan
alam, mempunyai sifat fisis dan kimia tetap dan berupa unsur tunggal atau senyawa.

Definisi mineral kompilasi: mineral adalah suatu bahan alam yang mempunyai sifat-sifat fisis dan
kimia tetap dapat berupa unsur tunggal atau persenyawaan kimia yang tetap, pada umumnya
anorganik, homogen, dapat berupa padat, cair dan gas .

Mineral adalah zat-zat hablur yang ada dalam kerak bumi serta bersifat homogen, fisik maupun
kimiawi. Mineral itu merupakan persenyewaan anorganik asli, serta mempunyai susunan kimia
yang tetap. Yang dimaksud dengan persenyawaan kimia asli adalah bahwa mineral itu harus
terbentuk dalam alam, karena banyak zat-zat yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
mineral, dapat dibuat didalam laboratorium. Sebuah zat yang banyak sekali terdapat dalam bumi
adalah SiO2 dan dalam ilmu mineralogi, mineral itu disebut kuarsa. Sebaliknya zat inipun dapat
dibuat secara kimia akan tetapi dalam hal ini tidak disebut mineral melainkan zat Silisium dioksida.
Kalsit, adalah sebuah mineral yang biasanya terdapat dalam batuan gamping dan merupakan
mineral pembentuk batuan yang penting. Zat yang dibuat dalam laboratorium dan mempunyai
sifat- sifat yang sama dengan mineral kalsit adalah CaCO3. Demikian pula halnya dengan garam-
garam yang terdapat sebagai lapisan-lapisan dalam batuan. Garam dapur dalam ilmu mineralogi
disebut halit sedangkan dalam laboratorium garam dapur disebut dengan natrium-khlorida.
Mineral-mineral mempunyai struktur atom yang tetap dan berada dalam hubungan yang harmoni
dengan bentuk luarnya. Mineral-mineral inilah yang merupakan bagian-bagian pada batuan-batuan
dengan kata lain batuan adalah asosiasi mineral-mineral.

Sifat-Sifat Fisik Mineral

Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun atom-atom yang beraturan,
maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat
tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya
dalam batas-batas tertentu (Graha,1987)

Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:

1. Kilap (luster)
2. Warna (colour)
3. Kekerasan (hardness)
4. Cerat (streak)
5. Belahan (cleavage)
6. Pecahan (fracture)
7. Bentuk (form)
8. Berat Jenis (specific gravity)
9. Sifat Dalam
10. Kemagnetan
11. Kelistrikan
12. Daya Lebur Mineral

Kilap

Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena
cahaya (Sapiie, 2006)

Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:

a. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti
logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:

Gelena
Pirit
Magnetit
Kalkopirit
Grafit
Hematit

b. Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:

Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.


Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada
mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada
serpentin,opal dan nepelin.
Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.

Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam
menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral
satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap
yang satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).

Warna

Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat
diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna,
tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa
dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau demikian ada
beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:

Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz


(Kuarsa Susu) (SiO2)
Kuning : Belerang (S)
Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Emas (Au)
Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
Abu-abu : Galena (PbS)
Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit

Kekerasan

Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat
membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral
yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut.
Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs
dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala
1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .

Skala Kekerasan Mohs

Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia


1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
2 Gypsum CaSO4. 2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari alat
penguji standar :

Alat Penguji Derajat


Kekerasan Mohs
Kuku manusia 2,5
Kawat Tembaga 3
Paku 5,5
Pecahan Kaca 5,5 6
Pisau Baja 5,5 6
Kikir Baja 6,5 7
Kuarsa 7

Cerat

Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila
mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral
kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat
pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya
berubah-ubah. Contohnya :

Pirit : Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan
jejak berwarna hitam.
Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan
jejak berwarna merah kecoklatan.
Augite : Ceratnya abu-abu kehijauan
Biotite : Ceratnya tidak berwarna
Orthoklase : Ceratnya putih

Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan, sehingga
dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral (Sapiie, 2006).

Belahan

Belahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah
tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang
pengertiannya adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi
bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifat ini, sehingga dapat dipakai
istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapat dibelah. Tenaga pengikat atom di
dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah
melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang, maka
mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam
mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo, 1994).

Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga arah belahan sedang
kuarsa tidak mempunyai belahan. Berikut contoh mineralnya:

a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.

b. Belahan dua arah, contoh : feldspar.

c. Belahan tiga arah, contoh : halit dan kalsit.

Pecahan

Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila
mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan
mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat
memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah
dengan tidak teratur (Danisworo, 1994).

Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:

Concoidal: bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan pecahan,


seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa.
Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit,
hipersten
Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada
kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar,
contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-
runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.

Bentuk

Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan oleh system
kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut mineral kristalin.
Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).

Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:

a. Bangun kubus : galena, pirit.

b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.

c. Bangun doecahedon : garnet

Mineral amorf misalnya : chert, flint.

Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal sering mengalami gangguan.
Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi sekelilingnya
mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri sendiri maupun di
dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut disebut agregasi mineral dan dapat dibedakan
dalam struktur sebagai berikut:

Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang
mempunyai dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat
dibedakan menjadi kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata
biasa). Bila kelompok kristal berukuran butir sebesar gula pasir, disebut mempunyai
sakaroidal.
Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut
begitu memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat.
Selanjutnya struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring
(retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.
Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-individu
mineral pipih disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi
struktur konsentris, foliasi.
Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain.
Mineral-mineral ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok.

Bentuk kristal mencerminkan struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk pemerian atau
pengidentifikasian mineral (Sapiie, 2006).
Berat Jenis

Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang umum untuk
menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu, misalnya
beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya
beratnya y gram. Berat terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal dikurangi
dengan berat air yang volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.

Sifat Dalam

Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan,
membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah

Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas, kalsit,
pirit.
Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.
Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.
Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah
bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.

Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan dapat kembali
seperti semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.

Kemagnitan

Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan
mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya
magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah
mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah
magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang
bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar
kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertical.

Kelistrikan

Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan
idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral
yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.

Daya lebur mineral

Yaitu meleburnya mineral apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan membakar


bubuk mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan
MIGRASI DAN AKUMULASI HIDROKARBON DARI BATUAN INDUK MENUJU
BATUAN DASAR YANG TEREKAHKAN

Menurut Sircar (2004) ada beberapa kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke batuan dasar.
Pada umumnya dikenal tiga konfigurasi batuan induk dan batuan dasar, yaitu:

1. Batuan organik menutupi batuan dasar terekahkan ini, dan karena adanya tekanan yang
lokal ke bawah, maka minyak diperas dan dialirkan ke bawah menuju batuan dasar yang
terekahkan.
2. Lateral dengan batuan dasar, namun secara topografi batuan organik di bawahnya yang
memproduksi minyak dan mengalirkannya melalui lapisan pembawa, dan termigrasi keatas
menuju batuan dasar.
3. Batuan induk terletak di bawah daripada batuan dasar. Reservoir lateral yang awalnya
menjebak minyak tumpah karena adanya proses tilting atau overfilling

Mekanisme migrasi hidrokarbon ke arah bawah dari sistem reservoir ini sangat memungkinkan
ketika terjadi pembesaran rekahan yang diakibatkan selama merekah pada sebuah kondisi
ketidakseragaman medan tegangan (stress field). Dilatansi pada batuan reservoir di bawah lapisan
sedimen mengurangi tekanan hidrostatik pada area lokal yang terdeformasi.

Akumulasi hidrokarbon pada pada batuan dasar terjadi pada kondisi yang spesifik, seperti yang
telah dirangkum oleh Pan (1982). Hal itu mengikuti karakteristik umumnya:

1. Reservoir batuan dasar selalu terbentuk pada tinggian (high) atau pengangkatan (uplift)
pada sebuah basin yang terjadi pada periode yang lama yang mengalami proses pelapukan
dan erosi awal di badalam air dan terlingkupi dengan sedimen laut yang membentuk batuan
penudung dan batuan induk dari reservoir.
2. Reservoir batuan dasar selalau terbentuk dibawah sebuah ketidakselarasan regional yang
menjadi hal penting pada proses migrasi minyak menuju reservoir.
3. Semua lapisan batuan induk dari reservoir batuan dasar berada di bawah batuan reservoir,
itu mengindikasikan migrasi pada suatu tempat secara lateral ke atas (laterally upward)
atau lateral ke bawah (laterally downward). Kemudian berkembang adanya proses
dilatansi pada batuan dasar dikarenakan oleh rekahan yang mengurangi tekanan hidrostatis
didalam rekahan dan itu menjadikan sebuah gradien tekanan yang baik untuk migrasi
kebawah (downward migration) (Mc Naughton, 1953).
4. Kompaksi yang diferensial (differential compaction) pada sedimen halus (argillaceous
sediment) di atas pada tinggian yang tertutupnya menyebabkan sebuah efek pencebakan
yang penting didalam pencebakan hidrokarbon.
5. Gas tidak selalu ditemukan pada reservoir batuan dasar terekahkan.
6. Pada umumnya, ruang pori pada batuan dasar terdiri atas rekahan dan sesar yang
diakibatkan oleh tektonik (tectonic fissure and fault), pelarutan didalam ruang rekahan
(dissolved interstice), dan gua (cavern). Areshev et al. (1992) menambahkan rongga
terekahkan sebagai elemen penting yang potensial pada reservoir di Vietnam. Tipe dari
pori itu adalah terdistribusi sangat tidak simetris, dan itu menjadikan porositas dan
permeabilitas adalah sangat heterogen (highly heterogeneous).
7. Jika diperhatikan pada bagian atas dari reservoir batuan dasar, sebuah peningkatan derajat
pelapukan akan dijumpai, itu merupakan pertanda awal, pada sesuatu kasus, untuk sebuah
perubahan yang gradasional (gradational transition) pada batuan sedimen yang
melapisinya. Porositas dalam butiran (intergranular porosity) yang sama pada batu pasir
dapat dijumpai pada kasus ini.
8. Reservoir batuan dasar dikarakteristikkan dengan batuan reservoir yang tebal dan produksi
dari sebuah sumur mungkin berkisar dari nol sampai tinggi, tergantung dari tipe dan
distribusi pori. Bentuk kerucut dan menjari air sering hadir, tetapi dapat terbentuk oleh
pemasukan completion dan produksi dari bagian bawah.
9. Cadangan dari reservoir batuan dasar dapat sangat besar, tetapi itu disertai dengan
ketidakpastian yang tinggi.

Gambar Sebuah Sketsa Skema Sebuah Reservoir Batuan Dasar dan Pengumpulan Hidrokarbon
dari Batuan Sumber (Harvey dkk, 2005)

Gambar di atas menunjukkan sebuah sketsa skema dari kondisi migrasi dan akumulasi dengan tipe
seperti yang dijumpai pada reservoir batuan dasar. Keberadaan minyak pada batuan
dasar digunakan oleh beberapa ahli geologi sebagai sebuah argument untuk mendukung
hipotesisi asal muasal minyak secara inorganik, seperti yang dikemukakakan oleh Porfirev (1974),
Gold& Scoter (1980). Sekarang , bagaimanapun, itu adalah bukti yang rumit untuk berpikir bahwa
kondisi terakumulasinya minyak pada reservoir batuan dasar tidak berbeda dari kondisi lain pada
beberapa reservoir konvensional. Potensi dari reservoir batuan dasar diperkenalkan awal oleh
Eggleston (1849).

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan fragmental. Pada
umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava yang
tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan
piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan
volkanik. Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan pembahasana pada batuan beku
non fragmental. Secara umum yang utama harus diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:

1. Warna Batuan
2. Struktur Batuan
3. Tekstur Batuan
4. Bentuk Batuan
5. Komposisi Mineral Batuan

1. Warna Batuan

Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan beku adalah
warna. Warna dari sampel batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia batuan tersebut. Ada
empat kelompok warna dalam batuan beku:

a.Warna Cerah
Warna cerah menunjukkan batuan beku tersebut bersifat asam.
b. Warna Gelap-Hitam
Batuan beku warna gelap-hitam termasuk atau memiliki sifat intermediet (menengah)
c. Warna Hitam Kehijauan
Batuan Dengan warna hitam kehijauan mempunyai sifat kimia basa.
d. Warna Hijau Kelam
Warna batuan beku yang hijau kelam termasuk dalam batuan ultra basa.

2. Struktur Batuan

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Seperti lava bantal yang
terbentuk di lingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan lain-lain. Suatu bentuk dari
struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya (Graha, 1987).

Pada batuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah:


a. Masif
Bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.
b. Jointing
Bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Kenampakan ini akan mudah diamati pada
singkapan di lapangan.
c. Vasikuler
Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu:
Skoriaan, bila lubang gas tidak saling berhubungan.
Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang gas.
d. Amigdaloidal
Bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.
e. Struktur Aliran
Semua batuan beku seharusnya ada berawal dari adanya aliran ke suatu tempat. Struktur aliran
adalah bagian dari magma atau lava yang berdekatan pada pendinginan secara cepat pada kontak
langsung, dan oleh karena itu batas ketercapaiannya pada viskositas yang relatif tinggi dan diakhiri
dengan konsolidasi. Lebih dahulu bagian dalam yang lebih jauh terbentuk menjadi badan keras
(Lahee,1961).
f. Struktur Bantal
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu,
yang dicirikan oleh masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran dari bentuk lava ini pada
umumnya antara 30-60 cm (Graha, 1987).

3. Tekstur Batuan

Menurut Sapiie (2006), eberapa tekstur batuan beku yang umum adalah:

1. Gelas (Glassy) tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf).


2. Afanitik (aphanitic) (fine grain texture)
3. berbutir sangat halus, hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
4. Faneritik (phaneritic) ( coarse grain texture)
5. Berbutir cukup besar, dapat dilihat tanpa mikroskop.
6. Porfiritik (porphyritik) mempunyai dua ukuran kristal yang dominan.
7. Piroklastik (pyroklastik) mempunyai fragmen material volkanik.

Beberapa hal utama yang diperhatikan mengenai tekstur dalam deskripsi batuan :

Tingkat Kristalisasi

Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan. Dikenal 3 kelas
derajat kristalisasi yaitu

1. Holokristalin, apabila batuan tersususn seluruhnya oleh massa kristal.


2. Hipokristalin, apabila batuan tersususun oleh massa gelas dan massa kristal.
3. Holohyalin, apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas.

Granularitas
Merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku. Dikenal 2 kelompok tekstur ukuran butir,
yaitu:
1. Afanitik: Kelompok ini mempunyai kristal-kristal yang sangat halus, sehingga antara
mineral satu dengan lainya sulit dibedakan dengan mata biasa, ataupun dengan
pertolongan lup atau kaca pembesar.
2. Fanerik: Kristal-kristalnya terlihat jelas sehingga dapat dibedakan satu dengan yang
lainnya secara megaskopis. Kristal fanerik dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu:

Halus, ukuran diameter butir (d) >1 mm


Sedang, 1 mm < d < 5 mm
Kasar, 5 mm < d < 30 mm
Sangat Kasar, d > 30 mm

Relasi

Merupakan hubungan antara kristal satu dengan kristal yang lain atau dengan gelas. Terdapat
beberapa kenampakan:

1. Equigranular, yaitu jika ukuran butir sama besar atau seragam. Apabila mineral yang
seragam dapat terlihat jelas dengan mata dan mineral penyusunnya dapat dibedakan
dengan maka disebut dengan fanerik. Sedangkan mineral yang seragam tetapi tidak dapat
dibedakan mineral penyusunnya dengan mata maka disebut afanitik
2. Inequigranular, yaitu jika ukuran dari masing-masing kristal tidak sama besar(tidak
seragam). Inequigranular dibedakan menjadi 2 yaitu:

Faneroporfiritik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar kristal-
kristal yang faneritik (terlihat dengan mata telanjang).
Porfiroafanitik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara massa dasar kristal-
kristal yang Afanitik ( tidak terlihat dengan mata telanjang).

Bentuk Kristal

Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat kesempurnaan bentuk
kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai proses kristalisasi mineral-mineral
pembentuk batuan. Bentuk kristal dibedakan menjadi:

1. Euhedral: Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang
jelas.
2. Subhedral: Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang dibatasi
bidang-bidang kristal
3. Anhedral: Apabila bidang batas kristal tidak jelas
Komposisi Mineral dan Deskripsi Batuan Beku

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam dentifikasi mineral yaitu:

a. Warna mineral
b. Kilap, yaitu kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi dikenal kilap logam
dan non logam. Kilap non logam terbagi lagi atas

Kilap intan
Kilap tanah, contoh : kaolin, dan limonit.
Kilap kaca, contoh : kalsit, kuarsa.
Kilap mutiara, contoh : opal, serpentin.
Kilap dammar, contoh : spharelit.
Kilap sutera, contoh : asbes.

c. Kekerasan, yaitu tingkat resistansi mineral terhadap goresan, umumnya ditentukan dengan
skala Mohs.

d. Cerat, yaitu warna mineral dalam bentuk serbuk.

e. Belahan, yaitu kecenderungan mineral untuk membelah pada satu atau lebih arah tertentu
sebagai bidang dengan permukaan rata.

f. Pecahan, jika kecenderungan untuk arah tak beraturan. Macamnya :

Concoidal : seperti pecahan botol, contoh: kuarsa.


Fibrous : kenampakan berserat, contoh: asbes, augit.
Even: bidang pecahan halus, contoh: mineral-mineral lempung
Uneven : bidang pecahan kasar, contoh: magnetit, garnet.
Hackly : bidang pecahan runcing-runcing, contoh: mineral-mineral logam.

Komposisi mineral penyusun batuan beku dibedakan menjadi:

a. Mineral Primer: Merupakan mineral hasil pertama dari proses pembentukan batuan
beku, terdiri atas:

Mineral Utama (essential minerals) : yaitu mineral yang jumlahnya cukup banyak
(>10%). Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan nama batuan.
Mineral tambahan (accessory minerals) : yaitu mineral-mineral yang jumlahnya sedikit
(<10% ) dan tak menentukan nama batuan.

b. Mineral Sekunder: Merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral primer.

Mineral yang pada umumnya sebagai penyusun batuan beku, yaitu:


a. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina dengan warna yang cerah dan
biasa disebut sebagai mineral asam kecuali (Ca-Plagioklas), yaitu:

Kuarsa : jernih, putih susu seperti gelas kadang kelabu, tanpa belahan.
Muskovit : jernih hingga coklat muda, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti
lembaran.
Ortoklas : putih, merah daging (pink), belahan dua arah saling tegak lurus.
Plagioklas : putih abu-abu (Na), abu-abu gelap (Ca), terdapat striasi pada bidang belah.

b. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, warna gelap
dan biasa disebut sebagi mineral basa yaitu:

Olivin : kuning kehijauan, kristal kecil menyerupai gula pasir.


Piroksen (augit) : hijau tua, hitam suram, pendek, belahan 2 arah tegak lurus.
Amfibole/ Hornblende : hitam mengkilat hijau, panjang, belahan 2 arahmembentuk
sudut 60 derajat sampai 120 derajat.
Biotit : hitam, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti lembaran-lembaran.

Batuan Beku Fragmental (sedikit pembahasan)

Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics=
butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan volkanik. Batuan fragmental ini secara
khusus terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan). Bahan-bahan yang dikeluarkan
dari pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum atau sesudah mengalami perombakan
oleh air dan es.

Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu:

1. Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastik fall deposits)


2. Endapan Aliran Piroklastik (pyroklastik flow deposits)
3. Pyroclastik Surge Deposits
4. Lahar
STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

A. Struktur Batuan Metamorf

Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular
batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibadakan
menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).

1. Struktur Foliasi

Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi karena adnya
penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity),
permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jacson, 1970).

Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

1a. Slaty Cleavage

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang
dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.
Batuannya disebut slate (batusabak).

Gambar Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur

1b. Phylitic

Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih
besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut
phyllite (filit)
Gambar Struktur Phylitic

1c. Schistosic

Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya
mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur

1d. Gneissic/Gnissose

Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk
berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-
mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya
tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.
Gambar Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur

2. Struktur Non Foliasi

Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran


(granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain:

2.a Hornfelsic/granulose

Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya


berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

Gambar Sruktur Granulose


2b. Kataklastik

Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk
kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).

2c. Milonitic

Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini
adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum
terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).

Struktur Milonitic

2d. Phylonitic

Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi
rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).

B. Tekstur Batuan Metamorf

Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir
mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan tekstur batuan metamorf
umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic tang ditambahkan pada istilah
dasarnya. (Jacson, 1997).

1. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa

Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:

a. Relict/Palimset/Sisa
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau
tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf tersebut.

b. Kristaloblastik

Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri.
Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

2. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir

Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:

1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata


2. Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.

3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal

Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.
2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan sebagian
oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.


2. Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral

Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.


2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk
anhedral.

Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya adlah sebagai
berikut:
Perfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering
disebut porphyroblasts.
Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak
melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat padamassadasar
material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crhusing).
Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut berstektur
homeoblastik.
PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA

A. Batuan Sedimen di Bumi

Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya mengandung 5% yang diketahui
di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua, dimana batuan beku metabeku
mengandung 95%. Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen
menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja. Batuan
sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal sekali. Ketebalan batuan sedimen
antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer ketebalan yang tersingkap dibagian benua.
Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan
singkapan umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh
sedimen dari pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu
bertambah ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis darim0,2
kilometer sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1 kilometer
(Endarto, 2005 ).

Total volume dan massa dari batuan-batuan sedimen di bumi memiliki perkiraan yang berbeda-
beda, termasuk juga jalan untuk mengetahui jumlah yang tepat. Beberapa ahli dalam bidangnya
telah mencoba untuk mengetahui ketebalan rata-rata dari lapisan batuan sedimen di seluruh muka
bumi. Clarke (1924) pertama sekali memperkirakan ketebalan sedimen di paparan benua adalah
0,5 kilometer. Di dalam cekungan yang dalam, ketebalan ini lebih tinggi, lapisan tersebut selalu
bertambah ketebalannya dari hasil alterasi dari batuan beku, oksidasi, karonasi dan hidrasi.
Ketebalan tersebut akan bertambah dari hasil rombakan di benua sehinngga ketebalan akan
mencapai 2.200 meter. Volume batuan sedimen hasil perhitungan dari Clarke adalah 3,7 x
108 kilometer kubik (Clarke ,1924).

B. Pengertian Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan
yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis
demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan ( Pettijohn, 1975 ).

Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan antara beberapa
centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar
dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding
dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan
sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5%
ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira-kira 80% ( Pettijohn, 1975 )..

Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2
macam :

1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan
lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses transportasi.
Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.

Sifat sifat utama batuan sedimen :

1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses
sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada golongan
detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite dan rijing.

C. Penggolongan Dan Penamaan Batuan Sedimen

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh para ahli, baik
berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik disimpulkan dua golongan (Pettijohn,
1975).

C.1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal.
Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. ( Pettjohn, 1975).

Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan
pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya batuan tersebut berdasarkan
proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat maupun dilingkungan laut. Batuan
yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunungapi
dan di endapkan disekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan
batuan batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua batuan diatas tersebut
termasuk ke dalam golongan detritus kasar. Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari
batuan lanau, serpih dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada
umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam ( Pettjohn, 1975)..

Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin pelapukan mekanis maupun secara kimiawi,
kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan ( Pettjohn, 1975 ).

Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses proses-proses yang
berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal
ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras ( Pettjohn, 1975).

Proses diagenesa antara lain :

1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat beban di
atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang lain
menjadi rapat.

2. Sementasi

Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-
butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang
butir makin besar.

3. Rekristalisasi

Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan
material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum terjadi pada
pembentukan batuan karbonat.

4. Autigenesis

Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral tersebut
merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai
berikut : karbonat, silica, klorita, gypsum dll.

5. Metasomatisme

Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan volume
asal.

C.2. Batuan Sedimen Non Klastik

Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme.
Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (Pettjohn, 1975).

Gambar Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Koesoemadinata (1981)


Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu :

1.Golongan Detritus Kasar

Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di
lingkungan sungai dan danau atau laut.

2. Golongan Detritus Halus

Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai laut
dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan Nepal.

3. Golongan Karbonat

Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera. Atau
oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan
di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik,
sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan
karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.

4. Golongan Silika

Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi untuk lebih
menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan
golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.

5. Golongan Evaporit

Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat.
Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga
sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor yang penting juga
adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-
batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.

6. Golongan Batubara

Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana
sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya
sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara
adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati
tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE
METAMORFISME

A. Proses Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi
pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di
kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982).

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa.
Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan,
temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses
metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia
pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C 8000 C, tanpa
melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan


dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya
pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil
juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa
batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C
+ 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg carpholite, Glaucophane,
Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa
sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya
(Bucher & Frey, 1994).

Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya. Metamorfosa


akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar
saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan
tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994).

Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai
peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta
karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak
sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis
(Huang WT, 1962).

B. Tipe-Tipe Metamorfosa

Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Metamorfosa regional / dinamothermal


Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah
yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini
dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).

Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang
menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan
juta tahun lalu.

Metamorfosa Burial

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang
mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan
reaksi antara mineral dengan fluida.

Metamorfosa Dasar dan Samudera

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan
tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi
basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara
batuan dan air laut tersebut.

2. Metamorfosa Lokal

Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter
sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :

Metamorfosa Kontak

Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif
maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh
magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara
mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya
berbutir halus.
Gambar Metamorfisme Kontak dan Mineral Penyusun Batuan

Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi
pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada
xenolith atau pada zone dike.

Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi
murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang
dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.

Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada
retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Metamorfosa Impact

Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa
mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal).

Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat
tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs,
1961).

Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme


KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA DAN
MINERALOGI

A. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia

Menurut Hulburt (1977)Pembagian batuan bekuberdasarkan komposisi ini telah lama menjadi
standar dalam geologi, dan di bagi dalam empat golongan yaitu :

a. Batuan Beku Asam

Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika (SiO2) lebih dari 66%.contoh
batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang
(cerah) karena (SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa, dan alkali
feldspar dengan atau tanpa muskovit.

b. Batuan Beku Menengah (intermediat)

Apabila batauan tersebut mengandung 52 66% silika maka termasuk dalam kelas ini. Batuan ini
akan berwarnagelap karena tingginya kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah
Diorit dan Andesit.

c. Batuan Beku Basa

Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang mengandung 45 52% silika.
Batuan ini akan memiliki warna hitam kehijauan karena terdapat kandungan mineral olivine.
Contoh batuan ini adalah Gabbro dan Basalt.

d. Batuan Beku Ultra Basa

Golongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45% SiO2 . Warna batuan ini
adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika bebas sebagai kuarsa. Contoh batuan ini adalah
Peridotit dan Dunit.

B. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi

Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan waktu, maka sebagian besar klasifikasi
batuan beku berdasarkan atas susunan mineral dari batuan itu. Mineral-mineral yang biasanya
dipergunakan ialah mineral kuarsa, plagioklas, potassium feldspar dan foid untuk mineral felsik.
Sedangkan untuk mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen, dan olivine (Graha 1987).

Klasifikasi yang didasarakan atas mineralogi dan tekstur akan lebih dapat mencerminkan sejarah
pembentukan batuan daripada atas dasar komposisi kimia. Tekstur batuan beku adalah
mengambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur
granular memberi arti akan keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan
artibahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik mengambarkan
pembekuan yang cepat (Graha, 1987).

Klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russell B Travis (1955), dalam klasifikasi ini tekstur
batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:

a. Batuan Dalam

Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan
mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.

b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik

Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.

c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik

Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.

d.Batuan Lelehan

Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat dengan mata
biasa.
BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA

A. Pengertian dan Genesa Batuan Beku

Batuan Beku adalah Kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil magma yang
mendingin ( Walter T. Huang, 1962 ). Sedangkan menurut Graha (1987) adalah batuan yang terjadi
dari pembekuan larutan silika cair dan pijar, yang kita kenal dengan magma.

Batuan beku meliputi sekitar 95 % bagian teratas kerak bumi (15km) tetapi jumlahnya yang besar
tersebut sering tidak tampak karena tertutupilapisan yang relatif tipis dari batuan sedimen dan
metamorf. Batuan beku merupakan hasil kristalisasi magma, cairan silika yang mengkristal atau
membeku di dalam daan di permukaan bumi. Temperatur yang tinggi dari magma (900C
1000C) memberikan suatu perkiraan bahwa magma berasal dari bagian yang dalam dari bumi.
Semua material gunung berapi yang dikeluarkan ke permukaan bumi akan mendingin dengan
cepat, sedang proses pembantukan batuan beku yang terjadi di bawah permukaan bumi
berlangsung lama. Dalam suatu magma yang mengandung unsur O, Si, Mg, dan Fe maka mineral
dengan titik beku tertinggi Mg-olivin (forsterite), akan mengkristal pertama kemudian diikutioleh
Fe-olivin (fayelite). Pada magma yang kaya akan komponen plagioklas, maka anortit akan
megkristal dahulu kemudian didikuti yang lainnnya sampai albit. Kristalisasi semacam ini terjadi
akibat reaksi menerus yang terjadi pada kesetimbangan antara cairan dan endapan kristal sebagai
fungsi turunan temperatur (Subroto, 1984).

B. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Genesanya

klasifikasi batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat terbentuknya. Batuan beku
berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi:

1. Batuan Beku Intrusif (membeku dibawah permukaan).


2. Batuan Beku Ekstrusif (memebeku di permukaaan).

1. Batuan Beku Intrusif

Proses batuan beku intrusif sangat berbeda dengan dengan kegiatan batuan vulkanik, karena
perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini. Menurut Graha (1987) tiga prinsip dari
tipe bentuk intrusi batuan beku, bentuk dasar dari geometri adalah:

a. Bentuk Tidak Beraturan

Pada umumnya berbentuk diskordan (memotong dari lapisan massa batuan) dan biasanya
memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi. Penampang melintang dari tubuh pluton (intrusi
dengan bentuk tidak beraturan) memperlihatkan bentuknya yang besar dan kedalamnaya tidak
diketahui batasnya. Contoh batuan yang berbentuk seperti ini adalah batolit, singkapan
dipermukaan memiliki luas sampai 100 km persegi. Sedangkan contoh lainya adalah stok, hampir
sama sifatnya tetapi berbeda ukurannya

b. Bentuk Tabular
Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu dike (retas) mempunyai
bentuk diskordan (tubuh intrusi memotong dari lapisan masa batuan) dan Sill mempunyai bentuk
konkordan (tubuh intrusi sejajar dengan lapisan batuan). Dike adalah intrusi yang memotong
batuan induk, kadang kontak hampir sejajar. Kenampakan di lapangan dike dapat berukuran sangat
kecil dan dapat pula berukuran sangat besar. Sedangkan sill adalah batuan beku yang diintrusikan
diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari beberapa mm sampai
beberapa km. Contoh lainya adalah lakolit dan lapolit.

c. Bentuk Pipa

Tipe ketiga dari tubuh intrusi, relative memilki tubuh yang kecil, hanya pluton-pluton diskordan.
Bentuk yang khas dari grup ini adalah intrusi-intrusi silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan
sisa dari korok suatu gunungapi tua, biasa disebut vulkanik nek (teras gunungapi). Kenampakanya
dilapangan berbentuk silinder, berukuran besar tetapi kedalamannya tidak diketahui.

2. Batuan Beku Ekstrusif

Batuan ekstrusif terdiri atas semua material yang dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan
ataupun di bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan cepat,ada yang berbentuk padat,
debu atau suatu larutan yang kental dan panas, cairan ini biasa disebut dengan lava (Graha, 1987).

Lava merupakan magma yang telah keluar dari kerak bumi. Ada 2 tipe magma yaitu magma asam
dan magma basa. Magma basa mengandung silika yang rendah dan viskositas relatif rendah.
Magma basa yang telah keluar ke permukaan bumi sebagai lava basaltis. Sedangkan magma
asam memilki kandungan silika yang tinggi dan viskositas relatif tinggi (Graha, 1987).

Sedangkan campuran antara batuan dengan butiran halus yang sering berasosiasi dengan batuan
vulkanik disebut batuan piroklastik. Percampuran dari fragmen batuan yang besar dengan lava dan
debu vulkanik, sehingga membentuk agglomerate. Dan dari butiran halus seperti debu dan
fragmen batuan maka akan membentuk tuff (Graha, 1987).

Selain pembagian di atas, batuan beku berdasarkan genesa juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok
(Subroto1984), yaitu :

a. Batuan Beku Volkanik yang merupakan hasil proses vulkanisme, produknya biasanya
mempunyai ukuran kristal yang relative halus karena membeku dipermukaan atau di dekat
permukaan bumi. Batuan beku volkanik dibagi menjadi batauan beku volkanik intrusif, batuan
beku volkanik ekstrusif yang sering disebut dengan batuan beku fragmental dan batuan beku
volkanik efusif.

b. Batuan beku plutonik terbentuk dari proses pembekuan magma yang jauh didalam bumi,
mempunyai kristal yang berukuran kasar.

c. Batuan beku hipabisal yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal berukuran
sedang atau campuran antara halus dan kasar.

Anda mungkin juga menyukai