Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mineral

Mineral ialah padatan senyawa kimia homogen, non-organik, yang memiliki bentuk

teratur dan terbentuk secara alami. Sementara mineralogi merupakan salah satu cabang dari

ilmu geologi yang mempelajari tentang mineral, atau benda padat homogen. Selain

pengertian diatas, disini juga dijelaskan pendapat para ahli tentang mineral, seperti berikut

ini:

1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959


“Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di dalam terbentuk secara
anorganik, mempunyai kompisi kimia pada batas – batas tertentu dan mempunyai
atom – atom yang tersusun secara teratur,”.
2. D.G.A. Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972
“Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai
komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik,”.
3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977
“Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen yang mempunyai komposisi
kimia tertentu dalam batas – batas dan mempunyai sifat – sifat tetap, dibentuk di
alam dan bukan hasil suatu kehidupan,”.

2.1 Sifat Fisik Mineral

Sifat sifat fisik mineral meliputi:


2.1.1 Warna (Colour)

Umumnya, warna mineral ditimbulkan karena penyerapan beberapa jenis panjang


gelombang yang membentuk cahaya putih. Mineral yang berwarna gelap ialah mineral
yang secara merata dapat menyerap seluruh panjang gelombang pembentuk cahaya putih.
Biasanya, warna mineral yang kita tangkap dengan mata ialah bila mineral yang kita amati
terkena sinar.
Warna pada mineral sangatlah penting, karena untuk membedakan antara warna yang
disebabkan oleh campuran atau pengotoran dan warna asli elemen – elemen utama pada
mineral tersebut.Mineral – mineral yang mempunyai warna – warna tetap disebut
Idiochromatic, sedangkan mineral yang mempunyai warna yang dapat berubah disebut
Allochromatic. Warna idiochromatic dihasilkan oleh warna materi penyusun mineral.
Sedangkan warna allochromatic ini dihasilkan oleh sebabnya zat lain yang mengotori
mineral yang mengakibatkan warna tersebut berbeda dengan mineral pada kondisi murni.

Gambar 2.1 Sulfur (Sumber: tugas, 2015)

Gambar 2.2 Amethyns (Sumber: Tugas, 2015)


Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi warna dalam material antara lain:
1. Komposisi Kimia
2. Struktur Kristal
3. Ikatan Atom
4. Pengotoran Mineral

2.1.2. Kilap
Kilap merupakan sifat – sifat mineral yang berupa cahaya yang dipantulkan saat
terkena cahaya yang dimiliki mineral. Sifat fisik kilap dibagi menjadi dua, yaitu kilap
logam dan kilap non-logam.
Kilap logam (metallic luster) ialah kilap mineral mineral yang kilapannya mirip
dengan kilap yang dimiliki oleh logam, biasanya kilap logam sering dijumpai di mineral –
mineral yang banyak mengandung unsur logam. Contoh mineral dari kilap logam adalah
galena, pirit, magnetit, kalkopirit, grafit, hematit, dan lain – lain.

Gambar 2.3 Kilap Logam: Hematit (Sumber: Nugeraha, Pangestu, 2014).

Sementara kilap non-logam (non metallic luster) terbagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya:

 Kilap Sutera (silky luster), kilat yang dijumpai pada mineral yang mempunyai
struktur serat, contohnya asbes, gips, alkanolit, dan artinite.
Gambar 2.4 Kilap sutera (Sumber: Plengdut, 2015)

 Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan. Contohnya topaz.

Gambar 2.5 Kilap Intan (Sumber: Anonim, 2014).

 Kilap Kaca (viteorus luster), contohnya pada kuarsa, gipsum, dan kalsit.

Gambar 2.6 Kilap kaca (Sumber: Plengdut, 2015).


 Kilap Damar (resinous luster), seperti damar, contohnya amber.

Gambar 2.7 Kilap Damar (Sumber: Mineralatlas, 2014)

 Kilap Mutiara (pearly luster), bentuknya menyerupai sabun atau lemak, contohnya
pada serpentin opal, sanbornite, dan nepelin.

Gambar 2.8 Kilap Mutiara (Sumber: Plengdut, 2015)

 Kilap Tanah, kilat seperti tanah lempung, contohnya kaolin, bouxit, dan limonit.

Gambar 2. 9 Kilap Tanah (Sumber: Plengdut, 2015


 Kilap Lilin (waxy luster), kilap seperti lilin, contohnya seperti batuan dibawah ini.

Gambar 2.10 Kilap Lilin (Sumber: Plengdut, 2015)

2.1.3 Bentuk Mineral

Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan

oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut

mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf

(Danisworo, 1994).

Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:

a. Bangun kubus : galena, pirit.

b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.

c. Bangun doecahedon : garnet

Mineral amorf misalnya : chert, flint.


Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal sering mengalami

gangguan. Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi

sekelilingnya mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang

berdiri sendiri maupun di dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut disebut

agregasi mineral dan dapat dibedakan dalam struktur sebagai berikut:

 Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang

mempunyai dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat

dibedakan menjadi kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata

biasa). Bila kelompok kristal berukuran butir sebesar gula pasir, disebut

mempunyai sakaroidal.

 Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut

begitu memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat.

Selanjutnya struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring

(retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.

 Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-individu

mineral pipih disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi

struktur konsentris, foliasi.

 Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain.

Mineral-mineral ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok. Bentuk kristal mencerminkan

struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk pemerian atau pengidentifikasian

mineral (Sapiie, 2006).


2.1.4 Cerat / Goresan

Cerat merupakan warna asli dari mineral apabila mineral tersebut ditumbuk sampai

halus. Warna cerat bersifat tetap daripada warna mineral, karena jumlah pengotor pada

mineral yang menyebabkan perubahan warna mineral sangatlah sedikit sehingga tidak

mampu mengubah warna cerat dari suatu mineral. Warna cerat juga tidak selamanya

sama dengan warna mineral. Cara memperoleh cerat yaitu dengan cara menggoreskan

mineral pada permukaan keping porselin, tetapi apabila mineral mempunyai kekerasan

lebih dari 6, maka dapat dicari dengan menumbuknya sampai halus menjadi seperti

tepung. Cerat ini dapat lebih dipertanggungjawabkan karena stabil untuk membedakan

mineral yang warnanya sama.

Gambar 2.11 Cerat Pada Sulfur (Sumber: Tugas, 2015).

2.1.5 Kekerasan

Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral

dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard.

Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan

mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat
oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai

10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral

terkeras

Skala Kekerasan Mohs

Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia

1 Talc H2Mg3 (SiO3)4

2 Gypsum CaSO4. 2H2O

3 Calcite CaCO3

4 Fluorite CaF2

5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2

6 Orthoklase K Al Si3 O8

7 Quartz SiO2

8 Topaz Al2SiO3O8

9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

2.1.6 Belahan

Belahan yaitu kemampuan suatu mineral untuk membelah pada bidang belahnya.

Cirinya dengan bidang belahan yang rata atau dan licin serta tidak beraturan. Mineral jika

mendapat tekanan yang melampaui batas elastisitas dan plastisitasnya akhirnya mineral

tersebut akan pecah. Belahan juga merupakan gambaran dari struktur dalam dari kristal.

Dari belahan tersebut akan menghasilkan kristal – kristal dengan bagian yang kecil, dan

setiap bagian kristal dibatasi oleh bidang yang rata. Berdasarkan banyaknya bidang

belahan, belahan dibagi menjadi:

 Belahan Satu Arah

Berupa adanya garis – garis satu arah pada mineral. Biasanya belahan ini

ditemukan pada mineral yang berbentuk lembaran, contohnya muskovit dan biotit.

 Belahan Dua Arah

Belahan dua arah akan nampak sangat jelas jika dilihat dibawah mikroskop dengan

kenampakan berupa garis – garis dua arah orientasi, contohnya piroksen,

hornblende, dan feldspar.

 Belahan Tiga Arah


Yaitu belahan yang memiliki bidang belah tiga arah dan saling tegak lurus,

contohnya halit, pirit, dan galena.

2.1.7 Pecahan

Pecahan ialah kemampuan suatu mineral untuk membelah tidak melalui bidang

belahnya. Pecahan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

 Konkoidal, yaitu permukaan halus dan melengkung seperti kerang atau pecahan

botol, contohnya kuarsa.

 Splintery, yaitu permukaan yang seperti serat atau abon, contohnya asbes.

 Even, yaitu bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus,

contohnya galena.

 Uneven, yaitu permukaan kasar dan tidak teratur, contohnya pirit, dan kalkopirit.

 Hackly, yaitu permukaan kasar, tidak teratur, dan runcing, contohnya silver, gold,

dan platinum.

2.1.8 Berat Jenis

Berat jenis ialah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara

menentukan berat jenis dari suatu mineral adalah dengan menimbang mineral tersebut

terlebih dahulu, kemudian mineral tersebut ditimbang kembali dalam keadaan didalam

air. Jadi, berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral dan
dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama. Atau salah satu cara

menentukan berat jenis dari suatu mineral adalah dengan alat bernama pycnometer.

2.1.9 Sifat Dalam

Sifat dalam yaitu kemampuan suatu mineral untuk pecah. Sifat dalam dibagi

menjadi:

 Brittle, bisa dipotong dan dihancurkan menjadi pecahan runcing.

 Malleable, bisa ditempa menjadi lapisan pipih dan tanpa pecah.

 Sectile, bisa dipotong dengan pisau menjadi keping – keping yang tipis.

 Flexible, bisa dibentuk tapi tidak bisa dikembalikan kembali.

 Elastic, bisa dibentuk dan bisa dikembalikan kembali seperti semula.

2.1.10 Kemagnetan

Kemagnetan merupakan sifat mineral terhadap daya tarik magnet. Berdasarkan sifat

kemagnetannya dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

 Ferromagnetik, yaitu mineral tersebut mudah tertarik gaya magnet

 Diamagnetik, yaitu mineral tersebut mempunyai gaya tolak – menolak terhadap

magnet

 Paramagnetik, yaitu mineral tersebut mempunyai gaya tarik – menarik terhadap

magnet tetapi tidak sekuat ferromagnetik


2.1.1 Derajat Kejernihan

Derajat kejernihan merupakan kemampuan mineral untuk mentransmisikan atau

menyalurkan cahaya yang masuk ke dalam mineral. Dalam determinasi mineral

berdasarkan derajat kejernihannya dibagi menjadi :

a) Opaq

Mineral dikatakan memiliki sifat ini jika mineral sukar atau tidak bisa

mentransmisikan cahaya yang masuk ke dalam mineral tersebut. Mineral logam

umumnya bersifat opaq, seperti Limonit, Magnetit, Pirit, kalkopirit.

b) Translucent

Mineral dikatakan memiliki sifat ini jika mineral dapat mentransmisikan cahaya

dalam jumlah yang terbatas. Contoh mineralnya yaitu Topaz, Kloritoid, Epidot,

Kaolinit.

c) Transparan

Mineral dikatakan memiliki sifat ini jika mineraldapat dengan mudah

mentransmisikan atau menyalurkan cahaya yang masuk dalam mineral tersebut.

Contoh mineralnya yaitu Kuarsa, Beryl, Kalsit


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari XXX ini yaitu

1. Dari maksud dan tujuan

2.
DAFTAR PUSTAKA

Geos 02 Februai 2014. "Pengelompokkan Mineral", http://asosiasimineral.blogspot.co.id.

Diakses pada tanggal 9 Desember 2023.

Simon And scuster’s Guide To. (1970) Rock And Minerals

Tugas. 11 Maret 2015 "Sifat Fisik Mineral", http://dari-enol.blogspot.co.id. Diakses pada

tanggal 9 Desember 2023

Geografi. 24 Mei 2013. "Sifat - Sifat Fisik Mineral", http://geografi-

geografi.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 9 Desember 2023

Anda mungkin juga menyukai