Anda di halaman 1dari 78

6

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Geologi Teknik Untuk Perencanaan Bangunan Sipil dan Bangunan Air
Dalam perencanaan suatu proyek bangunan pengairan, Geologi memberikan
sumbangan dalam hal penelitian batu dan tanah sehubungan dengan bangunan yang
direncanakan, penyelidikan geomorfologi dan keairan, mengetahui struktur geologi
dan informasi tentang bahan bangunan yang ada di suatu daerah. Geologi
sebenarnya mulai dipakai pada pertengahan abad ke-18, seperti pembuatan
terowongan ELIFFOTON di Inggris. Pada awalnya dalam pembangunan bangunan-
bangunan sipil maupun pengairan pada waktu itu sama sekali tidak memperhatikan
faktor tanah sebagai dasar bangunan. Sampai pada peristiwa jebolnya bendungan di
St. Francis (California), barulah disadari bahwa faktor tanah ternyata sangat
menentukan.
Pada saat ini, Geologi banyak memberikan sumbangan yang berarti dalam
pekerjaan perencanaan bangunan air. Banyak informasi-informasi Geologi yang
dijadikan acuan dalam merencanakan suatu bangunan air. Seperti peta geologi, hasil
foto udara, foto satelit, hasil survey darat, ataupun Sistem Informasi Geografi.
Dalam pelaksanaan penelitian lapangan, biasanya digunakan berbagai teknik
dan cara seperti:
1. pemetaan geologis dan geologi teknik
2. pengungkapan batuan
3. pemboran inti dan pengungkapan inti pemboran
4. pengukuran geofisis
5. pengambilan contoh untuk penelitian di laboratorium
6. percobaan di lapangan
7. galian-galian percobaan ( sumur-sumur dan terowongan)
Semua ini ditujukan untuk memperoleh suatu penjelasan yang cermat
mengenai kondisi tanah bawah. Data yang dikumpulkan mengenai tanah bawah
misalnya sifat-sifat seperti berat janis, porositas, permeabelitas, elastisitas, dan
gaya tekan.
Pada bangunan air terjadi reaksi dari tekanan hidrostatis air sehingga terjadi
perubahan permukaan air dalam masa tanah. Perkolasi air tanah dapat melarutkan
7

mineral-mineral tertentu dan dapat menimbulkan rongga-rongga besar di dalam


tanah. Apabila rongga-rongga ini bertambah besar, maka tanah akan menjadi tidak
stabil dan akhirnya ambruk.
2.2. Mineral
Mineral terbentuk secara alamiah, terdiri dari beberapa komposisi tertentu
dan pada umumnya terdiri dari anorganik, susbstan kristalin padat. Kebanyakan
dari mineral yang telah berada dalam keadaan mengkristal dan hanya sejumlah
kecil dalam keadaan amorphous (tidak berbentuk). Beda antara keadaan
mengkristal dan keadaan tidak berbentuk ialah bila unsur-unsur berada dalam
bentuk kristal, molekul-molekul, atom-atom, dan ion-ion dari tiap-tiap unsure
tersebut tersusun dalam susunan yang teratur dan membentuk suatu spatial lattice.
Sifat fisik yang perlu diperhatikan untuk membedakan mineral-mineral
yang satu dengan yang lain ialah warna, kilap, belahan, pecahan dan bentuk (yang
dapat diamati dengan bantuan kaca pembesar dengan pembesaran 10 kali), cerat,
kekasaran dan berat jenisnya.
a. Warna mineral
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat,
tetapi tidak dapat diandalakan didalam pemberian mineral, karena satu macam
mineral dapat berwarna lebih dari satu, tergantung keanekaragaman komposisi
kimia dan pengotorannya. Sebagai contoh kwarsa dapat berwarna putih susu,
ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walaupun demikian ada beberapa
mineral yang berwarna khas, seperti olivine berwarna hijau pucat, galena
berwarna abu-abu, azurite berwarna biru dan malasit berwarna hijau.
b. Kilap
Kilap ialah kenampakan permukaan mineral yang segar didalam
memantulkan cahaya. Secara garis besar kilap mineral dibedakan menjadi dua,
yaitu
1) Kilap logam, nampak seperti permukaan logam yang telah digosok.
2) Kilap bukan logam yang dibedakan menjadi beberapa:
a) Kilap tanah (permukaan suram seperti tanah)
b) Kilap minyak (permukaan seperti minyak)
c) Kilap kaca (permukaan seperti kaca)
d) Kilap intan (permukaan sangat mengkilap)
8

e) Kilap sutera
c. Belahan
Kekuatan ikatan atom didalam struktur kristal tidak seragam kesegala
arah, apabila mineral dikenai gaya (pukulan) maka mineral akan pecah sesuai
dengan arah ikatan atom yang lemah. Ikatan atom yang lemah biasanya
membentuk suatu bidang, sehingga balahan selalu membentuk bidang yang rata.
Karena keteraturan sifat dalam mineral, mak abelahna akan nampak berjajajr
teratur dan mempunyai arah tertentu.
Arah bidang belah bisa 1 arah (mika), 2 arah (feldspar, pirksen, amfibla),
3 arah (galena, kalsit, dolomite), 4 arah (fluorit) dan 6 arah (spalerit).
d. Pecahan
Beberapa mineral mempunyai tenaga pengikat atom di dalam struktur
kristal sangat kuat, sehingga bidang belah tidak tampak dan mineral tersebut
akan cenderung pecah menuruti pola yang tidak teratur. Pecahan yang tidak
teratur ini disebut pecahan.
Perbedaan pecahan dan belahan dapat dilihat dari sifat permukaanya
dalam memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dapat
memantulkan sinar seperti pada cermin datar, sedang bidang pecahan
memantulkan sinar kesegala arah.
Jenis pecahan yang banyak dijumpai adalah:
1) Pecahan kerang (conchoida): pada permukaan pecahan nampak
bergelombang memusat, seperti kenampakan kulit kerang atau botol ynag
pecah sebagai permukaannya.
2) Pecahan berserat/berserabut (splinteri/fibrous) : bila pada permukaan pecah
nampak gejala serabut seperti batang bamboo atau kayu yang patah.
3) Pecahan rata (even) : bila permukaan pecahan nampak rata. Pecahan rata ini
biasanya merupakan bidang belahannya.
4) Pecahan tidak rata (uneven/irregular) : bila permukaan pecahan nampak tidak
rata, seperti permukaan bata yang pecah.
Satu jenis mineral tertentu dapat mempunyai belahan dan pecahan, mineral
lain hanya mempunyai : belahan saja dan yang lain hanya mempunyai pecahan
saja.
9

e. Bentuk
Secara garis besar dapat dibedakan bentuk teratur (kristalin) dan bentuk
tidak teratur (amorf). Bentuk teratur dikendalikan oleh system kristalnya.
System kristal tersebut antara lain :
1) Kubik/regular
2) Hexagonal
3) Trigonal
4) Tetragonal
5) Ortorombik
6) Monoklin
Bentuk tidak teratur ialah bentuk-bentuk yang tidak nampak didalam
pola yang teratur. Bentuk tak teratur bisa disebabkan oleh : muka kristal pada
mineral tidak berkembang dengan baik, mineral tersusun oleh kristal-kristal
yang sangat halus (cryptocrystalline) contoh kalsedon, atom penyusun mineral
tidak tersusun didalam pola yang teratur (amorf) contoh opal.
Walaupun mineral berbentuk teratur, keraturannya tidak selalu
dikendalikan oleh system kristalnya, tetapi terkendali oleh antara lain
pembelahanya, sebagai contoh adalah kelompok mika yang bersistem monoklin.
Bila terdapat hal-hal seperti itu dan hal tersebut sangat membantu pemerian
mineral, maka kenampakan yang menyolok tersebut dapat dimasukkan sebagai
bentuk mineral. Bentuk tersebut : lembaran (mika), berserat (serpentin, asbes).
f. Cerat
Yang dimaksut dengan cerat adalah warna serbuk halus suatu mineral.
Cerat dapat dipakai sebagai penciri suatu mineral, karena walaupun warna
mineral beraneka ragam maka ceratnya selalu tetap. Untuk mendapatkan cerat,
mineral digoreskan pada permukaan perselin yang tidak diberi lapisan pengkilat
(unglazed) atau disebut keeping cerat (streak plate). Perlu diperhatikan bahwa
cerat yang dilihat terutama untuk mineral-mineral yang kekerasan kurang dari 6
skala Mohs.
g. Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan suatu mineral terhadap goresan. Sifat ini
sangat berhubungna erat dengan struktur kristal dan ikatan atomnya. Untuk
10

mengukur kekerasan nisbi, dua mineral digoreskan, maka mineral yang lebih
keras akan menggores mineral ynag lebih lunak. Guna kepentingan pemerian
mineral, tolak ukur kekerasan telah dibuat, oleh Friedrich Mohs dari Jerman
yang dikenal dengan Skala Mohs yang terdiri dari 10 kekerasan tidak seragam.
Sebagai contoh bila diambil nilai mutlaknya maka kekerasan intan akan 42 kali
kekerasan talkum. Kekerasan itu sendiri dipengaruhi oleh keanekaragaman
komposisi (kimia) mineral, sehingga mengakibatkan mineral yang sama kadang-
kadang lebih keras atau lebih lunak dari pada kekerasan normalnya. Dianjurkan
didalam melakukan pengukuran kekerasan dilakukan pada permukaan yang
segar/tidak lapuk.
Tabel 1.1 Kegunaan Mineral
Mineral Pokok Skala Benda sehari-hari
Intan 10 -
Korundum 9 -
Topas 8 -
Kwarsa 7 -
Ortoklas 6 Pisau baja (6)
Apatit 5 Pecahan kaca (5.5)
Fiourit 4 Uang logam (3.5)
Kalsit 3 Kuku jari (2.5)
Gypsum 2 -
Talkum 1 -
SKALA MOHS

h. Berat Jenis (specific gravity)


Berat jenis mineral adalah perbandingan berat mineral terhadap berat air
pada hitungan air yang sama. Untuk pemerian mineral secara sambil lalu dapat
diperkirakan dengan cara menimang-nimangnya ditangan. Mineral-mineral yang
berat jenis besar antara lain : galena 7,5, pirit 5, sedangkan mineral-mineral
pembentuk batuan yang umum seperti kwarsa, feldspar, kalsit mempunyai berat
jenis sekitar 2.6 – 2.8 (gram).
Lebih kurang 3000 jenis mineral telah diketahui pada saat ini, tetapi
hanya sejumlah kecil dari padanya terdapat hampir dimana-mana di lapisan
kerak bumi, sisanya sangat jarang ada.
Semua mineral yang telah diketahui, berdasarkan komposisi kimiawi dan
bentuk jaringan kristalnya, terbagi atas beberapa kelas yang terpenting antaranya
adalah:
11

1. Native elements (unsur-unsur murni/mulia)


unsur-unsur mulia jarang terdapat di alam ini mereka bukan
golongan rock-forming. Asal mulanya terwujudnya unsure-unsur
mulia boleh jadi berkaitan dengan pengerasan atau pembekuan magma
dengan reaksi-reaksi kimia yang sekunder atau dengan reaksi yang
bertemperatur dan bertekanan tinggi. Yang termasuk unsur-unsur
murni/mulia antara lain Graphite (C), Intan (diamonds), Sulphur (S).

gambar 2.1. Endapan sulfur yang berasap, Kilauea, Hawaii


2. Sulfide
kelompok sulfide menduduki posisi kedua setelah silicate dalam
hal banyaknya jumlah anggota mineral (lebih dari 250 anggota) yang
dimilikinya. Tetapi kalau ditinjau dari banyak sedikitnya massa yang
terdapat di lapisan kerak bumi, sulfide menduduki salah satu posisi
terakhir seperti unsur-unsur mulia, dan bukan rock-forming. Contoh dari
sulide adalah Pyrite (FeS2), Chalcopyrite (CuFeS2), Galena (PbS);

Gambar 2.2. Pyrite Gambar 2.3. Galena (PbS)

3. Halide
12

kelompok halide mencakup sejumlah besar mineral yang


merupakan garam-garam dari asam haloid yang mengendap dari larutan
zat cair. Hanya beberapa saja dari kelompok Halida ini, terutama
khlorida, yang tergolong mineral rock-forming. Contoh dari Halide yaitu
Halite (NaCl); Sylvite (KC1); Fluorite (CaF2);

Gambar 2.4. Halite

Gambar 2.5. Fluorite

4. Oksida dan Hidroksida


Oksida dan hidroksida adalah kelompok-kelompok yang
beranggotakan mineral-mineral yang paling banyak jumlahnya. 17% dari
mineral-mineral yang terkandung didalam lapisan lithosphere termasuk
grup oksida dan hidroksida. Dalam kelompok ini terdapat minera-
mineral yang merupakan kombinasi dari berbagai jenis unsur seperti
dengan oksigen dan dengan Hidroksil OH. Contoh dari Oksida dan
Hidroksida adalah Quartz (SiO2); Chalcedony (S1O2); Opal
(SiO2.nH2O); Hematite (Fe2O3); Magnetite (FeO,Fe2O3), Limonite
(F2O3nH2O); Corundum (Al2O3).
5. Karbonat
Mineral yang termasuk dalam kelompok ini adalah garam-garam
asam karbon (carbonic acid salts). Beberapa diantaranya adalah
13

merupakan mineral-mineral rock-forming yang berasal dari endapan dan


metamorphose dari lapisan tanah dan batu. Ciri khas dari carbonat adalah
bereaksi dengan HCl. Contoh dari Karbonat adalah Calcite (CaCO3),
Aragonite (CaCO3), Magnesite (Mg CO3), Dolomite (MgCO3CaCO3),
Siderite (FeCO3), Malachite (CuCO3.Cu(OH)2), Azurite
(2CuCO3.Cu(CH2).

Gambar 2.6. Calcite (CaCO3)


6. Sulfat
Mayoritas mineral sulfat adalah mineral rock-forming yang
terbentuk dari batu endapan. Proses pembentukannya adalah sebagai
akibat dari mengendapnya garam-garam asam belerang dari permukaan
air ataupun merupakan proses oksidasi sulfide. Contoh dari sulfat adalah
Gypsum (CaSO4.2H2O) ,

Gambar 2.7. Kristal kembar gypsum yang menyerupai ekor burung

7. Fosfat camar

Apatite (Ca3(PO4).(CaF2) (CaCl2)); adalah mineral yang paling


banyak dijumpai diantara mineral-mineral yang tergolong fosfat.
Mengkristal dengan system hexagonal, biasanya ditemukan ditemukan
dalam bentuk gumpalan-gumpalan serbuk tepung. Warna bervariasi :
hijau pucat atau biru kehijau-hijauan, kuning, ungu, merah, atau coklat.
14

Pada bidang permukaannya ia berkilap bening seperti kaca. Pecahannya


tidak sempurna. Bobot kekerasan 5. berat jenis 3.2.
8. Silikat
Hampir sepertiga dari semua mineral termasuk kelompok silikat;
75% dari berat lapisan kerak Bumi sama dengan berat keseluruhan massa
silikat yang terdapat padanya. Silikat merupakan komponen dari batu
yang terbentuk selama proses pembekuan magma (magmatic rock), juga
endapan batu dan batu metamorfik (metamorphic rock), yang mengalami
metamorphose karena pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi. Pada
umumnya silikat mempunyai susunan unsure-unsur kimia yang
kompleks. Salah satu dari cirri khas silikat ialah terdapatnya grup SiO 4
tetravallent ionic dengan ion-ion oksigen pada apex-apexnya dan satu ion
silicon pada titik pusatnya.

Gambar 2.8 Silikat


2.3. Batuan
Batuan merupakan bahan dari kerak bumi yang selalu dapat kita lihat
dimana-mana. Batuan dapat didefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun
kerak bumi, yang merupakan agregat dari mineral-mineral yang telah mengeras.
Tanah dan bahan-bahan lepas lainnya merupakan hasil dari proses pelapukan dan
erosi. Jadi, segala sesuatu yang menjadi bahan kerak bumi disebut sebagai batuan.
Batuan dalam pengertian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertiannya
dalam ilmu Geologi. Dalam pengertian Geologi, yang disebut batuan adalah massa
materi mineral baik yang tampak keras maupun yang tidak, yang membentuk
bagian kerak bumi dimana terbentuknya melalui proses alamiah.
15

Batuan bisa berasal dari satu macam mineral (monomineralistik), tetapi


pada umumnya berasal dari satu kumpulan (agrogate) dari berbagai macam
mineral. Mineral itu sendiri didefinisikan sebagai bahan alam yang dibuat oleh
tenaga atom yang bersifat homogen dan tersusun dari senyawa-senyawa organik
yang sifat fisik dan kimianya tertentu serta mempunyai struktur atom yang konstan.
Dari hasil penelitian kimia, unsur-unsur penyusun batuan yang paling penting
adalah O2, Si, Al, K, Mg. Kesatuan unsur tersebut membentuk sebagian dari
bermacam-macam silikat, karbon oksida serta membentuk sebagian mineral utama.
Batuan dibagi ke dalam berbagai macam dan jenis berdasarkan cara
terbentuknya batuan tersebut atau berdasarkan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya.

Berdasarkan pada sifat-sifat khusus yang dimilikinya batuan dibagi atas:


1. Tekstur
Tekstur adalah sifat yang menyangkut hubungan antar butir penyusun batuan yang
ditentukan oleh ukuran, bentuk dan susunan mineral dalam batuan.
Sifat butiran tersebut ditentukan oleh beberapa hal:
a. Derajat kristalisasi
1. Hablur atau kristalin
2. Amorf atau gelas
3. Klasik atau fragmental
b. Granularity
1. Besar butiran: kasar, sedang, halus
2. Warna butiran: hijau, merah, kuning, dsb.
c. Fabrise
1. Semuanya hablur
2. Segmentasi
3. Kuat, kompak
2. Mineralogis
Mineralogis adalah susunan mineral yang menyusun batuan yang memiliki ciri
khas yaitu: kilap, warna, belahan, pecahan, cerat, kekerasan, berat jenis dan bentuk.
Sedangkan berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan menjadi 3
macam yang tergambar dalam siklus batuan berikut ini:
pelapukan, pengangkutan
16

Batuan beku Batuan sedimen


penyerapan, pembatuan

pelapukan
peleburan, pengendapan
pembekuan pengangkutan
pembatuan
Batuan Metamorf
Gambar 2.9 Proses Pembentukan Batuan

2.3.1. Batuan Beku


2.3.1.1. Teori Pembentukan Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi karena pembekuan larutan
silika cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma. Penggolongan
batuan beku sudah banyak dilakukan dari dulu hingga sekarang. Berbagai cara
telah dilakukan, seperti penggabungan dari jenis-jenis yang sama dalam satu
golongan, dan pemisahan dari jenis-jenis yang tidak menunjukkan persamaan.
Karena tidak adanya kesepakatan di antara para ahli petrologi dalam
mengklasifikasikan batuan beku, mengakibatkan sebagian dari klasifikasi
dibuat atas dasar yang berbeda-beda.
Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan klasifikasi pada
berbagai lapangan pekerjaan. Bila kita dapat memilih salah satu klasifikasi
dengan tepat, maka kita akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama, yaitu
berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung, dan
berdasarkan susunan mineraloginya.
2.3.1.2. Komposisi dan Sifat-Sifat Batuan Beku
Tekstur batuan memiliki hubungan antara penyusun batuan. Tekstur
batuan sangat ditentukan oleh ukuran, bentuk dan susunan butir mineral di
dalam batuan. Tekstur batuan beku berkembang tergantung kecepatan
pendinginan magma dan komposisinya. Magma yang terletak jauh di dalam
kulit bumi akan mengalami pendinginan dengan lambat, sehingga suatu kristal
mendapat kesemptan tumbuh dengan baik dan berukuran lebih kurang
17

seragam, mencapai beberapa sentimeter, sebaliknya pendinginan yang sangat


cepat tidak akan memberikan kesempatan, kristal tumbuh sehingga ukuran
kecil-kecil dan batuannya pun kadang-kadang nampak pasif dan tanpa struktur.
Bila sejarah pendinginan magma cukup komplek, akan terjadi pendinginan
lambat yang diikuti pendinginan cepat, yang memungkinkan terjadinya kristal
yang berbeda ukuran.
Ukuran kristal yang dipengaruhi oleh kekentalan magmanya. Dari
magma kental berkembang kristal kecil-kecil sedang dari magma yang lebih
cair akan menghasilkan kristal dengan ukuran lebih besar. Kekentalan magma
sangat tergantung dari komposisi dan kandungan gasnya. Magma yang banyak
mengandung silika akan lebih kental dibanding magma yang sedikit
mengandung silika, demikian pula magma yang mengandung unsur gas akan
lebih cair.
Tekstur batuan beku dapat dibedakan menjadi lima macam :
Kelompok dari Granit, yaitu:

a) Phaneritik
1. Terdiri dari batuan pluton yang biasa disebut batolit, dimana kenampakan di
permukaan bumi sangat besar, sedangkan kedalaman dari batuan ini tidak diketahui
dasarnya.
2. Berbutir sangat kasar, dengan kombinasi warna antara abu-abu dan putih.
3. Tekstur batuan ini pada dasarnya adalah holokristalin, hipidiomorfik, dan
equigranular, kadang-kadang juga memiliki tekstur porpiri.
4. Xenolit juga terdapat dalam granit dengan jumlah yang sangat kecil sekali.
5. Struktur batuan ini biasanya adalah struktur join, yang terbagi menjadi 3 kelompok,
yaitu:
a). Struktur blok yang berbentuk kubus.
b). Struktur blok yang diakibatkan oleh proses konsolidasi.
c). Struktur blok yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Disamping itu, di
dalamnya juga terdapat struktur miarolitik, orbikular, dan rapakivi.
d) Variasi senyawa kimia pada batuan granit didominasi oleh silika.
b) Aphanitik
1. Terdiri dari batuan ekstrusi yang berupa lava dan batuan intrusi yang berupa dike.
18

2. Tekstur batuan ini adalah bertekstur porfirik, yaitu percampuran antara yang kasar
(penokris) seperti dari kuarsa, feldspar, dan hornblende dengan masa dasar yang
berbentuk halus dari mikrokristalin sampai kacaan.
3. Komposisi mineralogi dari penyusun utama terdiri dari kuarsa, potasium feldspar
dari jenis ortoklas dan sanidin, plagioklas dari jenis oligoklas, sedangkan mineral
feromagnesia dari biotit dan hornblende. Mineral pengiringnya terdiri dari magnetit
dan apatit. Sedangkan mineral sekundernya terdiri dari hasil aliterasi dari mineral
feldspar dan mineral feromagnesia.
Kelompok dari Syenit, yaitu:
a) Phaneritik
1. Terdapat sebagai stok dan boss, tidak pernah ditemukan sebagai bentuk besar
seperti batolit dan granit.
2. Terbentuknya syenit biasa berasosiasi dengan granit sebagai fasies tipis.
3. Tekstur yang biasa ditemukan adalah equigranular, holokristalin, phaneritik dan
batuan plutonik.
4. Butiran kristal cukup besar dan terlihat sebagai pegmatik.
5. Mineral utama terdiri dari potasium feldspar dari jenis ortoklas dan mikrolin,
plagioklas dari jenis albit-oligoklas, sebagian besar mineral feromagnesia dari
hornblende, serta sedikit dari biotit dan piroksen. Mineral pengiring terdiri dari
sphen, oksida besi dan apatit. Sedangkan mineral sekunder merupakan hasil
aliterasi dari feldspar, yang kemudian membentuk variasi dari mineral lempung.
6. Kandungan alkali (Na2O dan K2O) sangat tinggi, hal ini disebabkan kandungan
mineral potasium feldspar.
b) Aphanitik
1. Terjadi sebagai aliran lava yang meliputi daerah yang luas.
2. Terdapat sebagai korok vulkanik yang bertekstur porfirik.
3. Tekstur lain yang biasa terdapat pada batuan ini adalah tekstur aliran.
4. Struktur join banyak terdapat di batuan ini.
5. Komposisi mineral dari mineral utama terdiri dari potasium feldspar dari jenis
sanidin, ortoklas dan mikrolin, plagioklas, biotit, hornblende, dan augit.
6. Kandungan mineral terdiri atas plagioklas dari jenis albit, hornblende, biotit, K-
feldspar dari jenis ortoklas dan mikrolin, nefelin, dan mineral bijihnya magnetit.
7. Ukuran kristal berukuran kasar (phaneritik/holokristalin).
19

Kelompok dari Diorit, yaitu:


a) Phaneritik
1. Berada di tengah, yaitu antara kelompok batuan asam dan kelompok batuan basa.
2. Terdapat sebagai stok, dike ataupun sill.
3. Tekstur dari batuan ini adalah holokristalin, equigranular, porpirik dengan
penokris berbentuk euhedral dan phaneritik.
4. Komposisi mineralogi, dimana penyusun mineral utama adalah plagioklas dari jenis
oligoklas-andesit dan hornblende. Mineral pengiring berupa kuarsa, sphen, apatit
dan magnetit.
b) Aphanitik
1. Terjadi sebagai intrusi sekunder, seperti sebagai dike.
2. Tekstur biasanya adalah porpirik, dengan penokris berbentuk euhedral.
3. Komposisi mineralogi dan kimianya sama dengan kelompok batuan diorit.
4. Terdiri dari hornblende andesit, yang mempunyai ukuran kristal yang halus dan
tidak sama besar.
5. Mineral yang berukuran kasar (penokris) terdiri dari plagioklas dari jenis andesit
dan hornblende.
Kelompok Gabro, yaitu:
a) Phaneritik
1. Terbentuk sebagai lakolit, stok, dike, sill, dan biasanya sebagai batuan plutonik.
2. Tekstur yang biasanya terdapat adalah equigranular, holokristalin, phaneritik dan
pegmatik.
3. Butiran kristal berukuran kasar.
4. Struktur yang berkembang pada umumnya struktur masif dan sistem join.
5. Komposisi mineralogi dan kimia dari gabro adalah batuan basa, dimana prosentase
silika, sodium, dan potasium relatif rendah sedangkan prosentase besi dan
magnesium relatif tinggi.
6. Mineral plagioklas dan feromagnesia banyak mengandung kalsium.
7. Kandungan mineralogi yang terbanyak adalah dari jenis labradorit.
8. Mineral pengiring terdiri atas magnetit, ilmenit, apatit, biotit, kromit, dan spinel
dengan jumlah yang kecil.
b) Aphanitik
20

1. Terdapat berupa lembaran di permukaan bumi dan mendominasi dari batuan beku
yang berhubungan dengan sabuk orogenik (orogenic belt).
2. Teksturnya adalah holokristalin, kacaan, porfirik dan equigranular.
3. Komposisi mineralogi dan kimia sama dengan batuan gabro yang terdiri atas
plagioklas, piroksin, dan olivin.
4. Mineral pengiring terdiri dari magnetit, ilmenit dan apatit.
Kelompok dari Ultra Basa, yaitu:
- Tekstur holokristalin dan phaneritik dari batuan plutonik.
- Kandungan mineral mafiknya sangat tinggi dan indeks warnanya di atas 70
dengan berat jenis (BJ) sangat tinggi.
- Tipe batuan pada ultra mafiknya ditandai dengan monomineral (seperti
piroksen, olivin dan hornblende).
- Mineral pengiring sedikit sekali (seperti oksida besi, spinel, biotit dan
kromit).

2.3.1.3. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya,


kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama
batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut
dasar klasifikasinya.

Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-


1976) batuan beku dibagi menjadi:

• Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.


• Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
• Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T.
Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut
batuan vulkanik.

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:

• Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah
riolit.
• Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.
Contohnya adalah dasit.
21

• Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya
adalah andesit.
• Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya
adalah basalt.

Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:

• Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.


• Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.
• Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku


berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:

• Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
• Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
• Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
• Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Kasifikasi batuan beku berdasarkan genesa atau tempat terjadinya dapat


dibagi tiga, yaitu :
a) Batuan Intrusi
Batuan intrusi atau plutonik adalah batuan yang terbentuknya berada jauh di
dalam bumi (15–50 Km). Karena tempat pembentukannya dekat dengan
astenosfer, maka pendinginan berjalan sangat lambat. Karena itu bentuk
batuannya besar – besar dan mempunyai kristal yang sempurna dengan bentuk
tekstur holokristalin (semua komposisi disusun oleh kristal sempurna), karena
pembentukan kristalnya sangat sempurna mengingat waktu penghablurannya
sangat lama. (Munir, 1995). Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro,
diorite, dan granit (yang sering dijadikan hiasan rumah) dan lain-lain.
22

Gambar 2.10 Gabro

b) Batuan Ekstrusi

Magma yang bergerak dari dalam ke permukaan bumi, sebagian besar


membeku di dalam sebagai batuan plutonis, hanya kurang dari 1/10 nya yang
membeku di permukaan bumi dan dikenal sebagai Batuan Vulkanis atau
vulkanik. Suatu aktivitas vulkanisme akan mengeluarkan materi – materi berupa
gas, cair dan padat. Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang
dikeluarkan ke permukaaan bumi baik di daratan ataupun di bawah permukaan
laut.

Material ini mendingin dengan cepat, ada yang berbentuk padat, debu atau
suatu larutan kental dan panas, cairan ini disebut lava. Ada dua tipe magma intrusi,
yang pertama memiliki kandungan silika yang rendah dan vikositasnya rendah. Tipe
kedua dari lava ini adalah bersifat asam, yang memiliki kandungan silika yang
tinggi dan vikositas relatif tinggi. (Graha, 1987)

Contoh batuan beku vulkanik adalah basalt, andesit (yang sering dijadikan
pondasi rumah), dan dacite.

Gambar 2.11 Basalt

c) Batuan Gang

Batuan gang antara batuan dalam dan batuan leleran terdapat gejala antara
batuan yang terbentuk dalam celah – celah serta rekahan – rekahan dalam kerak
bumi. Batuan yang terbentuk adalah batuan gang atau batuan korok disebut juga
batuan hypo-abisik.

Gang disini adalah suatu badan yang bentuknya seperti sebuah kitab besar.
Magma yang membeku dalam gang adalah magma yang sedang menuju ke
permukaan bumi atau membeku dalam celah – celah di kerak bumi. Misalnya
magma yang mempunyai susunan granit itu membeku dalam sebuah gang, maka
23

batuan yang terbentuk disebut porfiri granit yang berarti batuan granit bertekstur
porfiri. (Munir, 1995)

Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Kimiawi ( CJ. Hughes, 1962 )

1. Batuan Beku Asam jika mengandung SiO2 lebih dari 66%. Contohnya Granit ,
Rhyolit

Gambar 2.12 Granit

2. Batuan beku Menengah/ intermediate jika mengandung SiO2 52-66% .


Contohnya Diorit, andesit.

Gambar 2.13 Diorit

3. Batuan Beku basa jika mengandung SiO2 45-52%. Contohnya Gabro , Basalt.

Gambar 2.14 Gabro Gambar 2.15 Basalt

4. Batuan Beku ultra basa jika mengandung SiO2 kurang dari 52%. Contohnya
Peridotit, dunit.
24

Gambar 2.16 peridotit

2.3.1.4.Kekuatan Batuan Beku(Rock Strength)


Batuan beku merupakan batuan yang memiliki kekutan tinggi. Hal ini
dikarenakan teksturnya yang umumnya keras kecuali yang sudah mulai lapuk.

2.3.2. Batuan Sedimen


2.3.2.1. Teori Pembentukan Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi dari hasil lithifikasi
(pembatuan) hancuran batuan lain atau larutan kimiawi, atau pertumbuhan
binatang pada suatu lingkungan endapan. Dalam pengertian batuan, lithifikasi
tidak harus menghasilkan batuan yang keras. Proses lithifikasi diawali
transportasi material, sedimentsi, kompaksi, dan lithifikasi. Lingkungan
pengendapan yang dimaksud tidak harus air, tetapi dapat juga di darat.
Kalau dilihat dari proses pembentukan batuan sedimen, maka komposisi
batuan sedimen terdiri dari :
- pecahan batuan
- mineral
- fosil (sisa kehidupan)
Klasifikasi batuan sedimen didasarkan atas tekstur , dimana tersebut merupakan
pencerminan proses pembentukan (asal muasal) batu sedimen.
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan dari beberapa sentimeter sampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya,
dari sangat halus sampai sangat besar dan beberapa proses yang penting lagi yang
termasuk ke dalam batuan sedimen.
2.3.2.2. Komposisi dan Sifat-Sifat Batuan Sedimen
1. Warna merah dan abu-abu tua
25

2. Butiran terdiri dari pecahan-pecahan fragmen batuan, mineral, kristal, dan


cangkang-cangkang fosil (zat organik) lainnya.
3. Butiran pada umumnya ditentukan oleh ukuran butirnya (Wentworth, 1922).
4. Terdapat 2 macam kemas (fabric), yaitu:
a) Kemas Terbuka (opened fabric), yaitu butiran tanah tidak saling bersentuhan
(mengambang di dalam matriks).
b) Kemas Tertutup (closed fabric), yaitu butiran saling bersentuhan satu sama
lainnya.
5. Struktur sedimen terbentuk akibat dari proses fisika, kimia maupun proses
lainnya.
6. Adanya unsur lapisan.
7. Lapisan yang dibentuk dari proses sedimentasi beragam, mulai dari yang tipis
sampai yang tebal (Mc Kee dan Weir, 1953).
A. Batuan sedimen klastik
Dalam batuan sedimen ini terdapat berbagai kenampakan susunan butiran
(struktur), yang disebut sebagai struktur sedimen. Struktur ini terbentuk bersama-sama
dengan berlangsungnya pembentukan batuan sedimen tersebut, atau dikenal dengan
struktur primer. Butiran pada umumnya ditentukan oleh ukuran (struktur) butirannya
(Wentworth, 1992)
Struktur yang sering dijumpai antara lain :
1. Struktur berlapis
- berlapis sejajar
- berlapis simpang siur
- berlapis tersusun
- laminasi
Kenampakan struktur ini karena perbedaan warna, tekstur, perbedaan komposisi
dan porositas.
2. Struktur berfragmen
Struktur ini menunjukkan adanya perbedaan ukuran butir dan jenisnya. Dimana
hal ini mencirikan adanya pencampuran material saat sedimentasi berlangsung.
3. Struktur berfosil
Bila nampak adanya fragmen fosil dalam batuan tersebut.
4. Struktur kompak
26

Bila tidak dijumpai lapisan dan ukuran butir seragam dan hampir seragam
B. Batuan sedimen non klastis
Tekstur dari batuan sedimen non klastis dicirikan oleh :
1. Kenampakan interlocking (saling menutupi), yaitu kenampakan individu
mineral yang amat besar ukurannya atau bahkan sangat kecil, yang saling
mengunci sehingga tidak ada kenampakan pori.
2. Kenampakan kristalisasi : nampak ada pertumbuhan kristal-kristal
C. Batu Pasir
a). Kuarsit
1. Mineral penyusun terbanyak adalah kuarsa.
2. Warna batuan terang, yang disebabkan oleh warna kuarsa yang putih.
b). Greywacke
1. Berwarna gelap.
2. Pemilahan buruk karena transportasinya pendek.
3. Bentuk butir menyudut karena jarak transportnya yang dekat.
4. Mempunyai struktur graded bedding, yang disebabkan karena arus turbit.
5. Mineral penyusunnya antara lain kuarsa, plagioklas, mika, dan fragmen batuan
dengan semen karbonat.
c). Arkose
- Mudah terkena proses pelapukan karena didominasi oleh feldspar.
- Berwarna terang kemerah-merahan.
- Bentuk butir sama dengan bentuk butir greywacke.
D. Batu Lempung
1. Dibentuk oleh mineral-mineral lempung yang sulit dibedakan satu sama lainnya.
2. Bersifat plastis.
3. Berwarna hitam kelabu, hijau, dan merah.
E. Batuan Evaporit
1. .Mineral penyusunnya bersifat monomineral (mineral garam).
2. Mineralnya terdiri dari gip (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl).
3. Terdapat dalam keadaan murni dan berlapis-lapis.
4. Berbentuk kristal.
 Batuan Gip
5. Berbentuk kristal kasar sampai halus granular
27

6. Bersifat masif
7. Berstruktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai penokris
 Batuan Anhidrit
8. Berlapis-lapis, masif, dan tebal
9. Struktur sedimennya memperlihatkan permukaan yang keriput
10. Bertekstur granular halus
 Batu Garam (Halit)
11. Terdapat secara masif dan berbentuk kristal kasar
12. Lapisannya sering bercampur dengan sisipan tipis dari anhidrit dan dolomit
13. Bentuk kristal kubus
14. Berat jenis relatif rendah dibandingkan batuan yang lainnya
15. Mempunyai sifat yang mudah mengalir pada temperatur dan tekanan yang
rendah
F. Batuan Karbonat
1. Terbentuknya klastik sebagai fragmentasi/pembentukan sekunder. Sebagai
contohnya adalah colitik dan pengendapan yang menyerupai detritus.
2. Komposisi kimia dan mineral terdiri dari gragonit (CaCO3/ ortorombik), kalsit
(CaCO3/ heksagonal), dolomit (CaMg(CO3)2), high magnesium kalsit, dan
magnesti (MgCO3).
3. Tekstur batuan karbonat meliputi:
a). Besar butir
- Mikrit: mulai 0,0625 mm ke bawah, yaitu berupa lumpur
(mud) atau berbutir halus (aphanitik).
- Grain (Klas): kurang dari 1 mm.
b). Bentuk Butir
Non fragmental dan speruidal serta ovoid.
c). Semen
Terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas (sparry calcite) atau spar.
d). Matriks
Berukuran halus sekali, sehingga tidak dapat teridentifikasi.
Berupa: 1. pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara
kimiawi/biokimiawi yang kemudian berubah menjadi kalsit.
2. merupakan hasil abrasi.
28

2.3.2.3. Klasifikasi Batuan Sedimen


Batuan sedimen yang ada di muka bumi ini dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok besar, pengelompokan ini berdasarkan cara terbentuknya
batuan tersebut. Setiap kelompok tersebut mempunyai tempat pengendapan
tersendiri, mulai pengendapan di lingkungan darat, sungai, danau sampai ke
lingkungan laut. Pembagian batuan sedimen tersebut, seperti :
1. Batuan Sedimen Detritus (Klastik).
Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam
dua golongan besar dan pembagian ini beradasarkan proses pengendapan baik
yang terbentuk di lingkungan darat atau di lingkungan air (laut). Batuan yang
berukuran besar seperti breksi, dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan
gunung berapi. Batuan konglomerat biasanya diendapkan di lingkungan sungai,
dan batuan batu pasir dapat terjadi di lingkungan laut, sungai maupun delta.
Semua batuan tersebut di atas termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sedangkan golongan detritus halus terdiri dari batu lanau, serpih, batu lempung,
dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya diendapkan di
lingkungan laut, dari laut dangkal sampai laut dalam.
2. Batuan Sedimen Evaporit.
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang mempunyai
larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di
lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan selalu
terjadinya pengayaan unsur-unsur tertentu. Batuan-batuan yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah gip, anhidrit, batugaram dan sebagainya.
3. Batuan Sedimen Batubara.
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari
tumbuh-tumbuhan, dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati tertimbun oleh
suatu lapisan tebal di atasnya, tidak memungkinkan bagi tumbuhan itu untuk
melapuk. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali dan harus
memiliki banyak sekali tumbuhan, sehingga kalau tumbuhan itu mati atau
tumbang, maka akan tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
4. Batuan Sedimen Silika.
Batuan ini terdiri dari rijang (chert), radiolaria dan tanah diatom. Proses
terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses organik, seperti
29

radiolaria atau diatom dan proses kimiawi. Batuan golongan ini tersebarnya
hanya sedikit sekali dan sangat terbatas.
5. Batuan Sedimen Karbonat.
Batuan ini sudah umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang
moluska, alga, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Atau melalui
proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih
dahulu dan diendapkan di suatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di
lingkungan laut litoral sampai neritik, sedangkan proses kedua diendapkan pada
laut neritik sampai batial. Jenis dari batuan karbonat ini banyak sekali,
tergantung dari material penyusunnya.

2.3.2.4. Kekuatan Batuan Sedimen


Batuan ini sudah mengalami konsolidasi sangat kuat, umumnya keras,
kompak, kuat; terutama yang berumur tua. Sedangkan yang berumur muda/
tidak terkonsolidasi kuat, atau yang sudah lapuk, umumnya kekuatannya lebih
rendah (breksi, konglomerat, batu pasir, batu lempung, batu lanau, dll.).
2.3.3. Batuan Metamorf
2.3.3.1. Teori Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamentil
batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif, dipancarkan oleh suatu
massa magma yang sedang mengintrusi, dan menyebabkan metamorfosa
kontak. Metamorfosa regional meliputi daerah yang sangat luas, disebabkan
oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.
Pada kedua tipe metamorfosa, fluida dalam batuan dapat membantu
perubahan-perubahan kimiawi. Air adalah fluida utama, tetapi unsur-unsur
kimia seperti klor, fluor, brom dan lain-lain dapat keluar dari batuan
disekelilingnya.
Namun harus dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam
keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan
meliputi proses-proses rekristalisasi, reorientasi, dan pembentukan mineral-
mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang
sebelumnya telah ada.
30

Metamorfosa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda


dengan lingkungan dimana batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral-mineral
hanya stabil dalam batas-batas tertentu dalam temperatur, tekanan dan kimiawi.
Jika batuan tersebut dikenakan temperatur dan tekanan yang lebih tinggi
daripada dekat permukaan, maka batas kestabilan mineral dapat terlampaui.
Penyesuaian mekanis dan kimiawi dapat terjadi dalam batuan membentuk
mineral-mineral baru yang stabil dalam kondisi baru.
Batuan metamorfosa dapat dibagi menjadi metamorfosa kontak
(termal) di sekitar suatu intrusi magma, dimana panas dan fluida-fluida sebagai
pemegang peranan. Metamorfosa dinamis (kataklastik) di sekitar dislokasi,
dimana tekanan memegang peranan dan metamorfosa regional, dimana kedua
efek ini memegang peranan penting.
2.3.3.2. Komposisi dan Sifat Batuan Metamorf
Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3-
20 km), yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat,
yakni tanpa melalui fasa cair, sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru
yang sesuai dengan lingkungan fisik pada tekanan (P) dan temperatur (T)
tertentu.
Batuan metamorf merupakan jenis yang mineraloginya stabil di
sekitar permukaan bumi, yakni pada tekanan dan temperatur rendah. Proses
metamorfosa adalah suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami, karena
sulitnya menyelidiki kondisi di kedalaman dan panjangnya waktu. Proses
perubahan yang terjadi di sekitar muka bumi, seperti pelapukan, diagenesa,
sedimentasi sedimen, tidak termasuk ke dalam pengertian metamorfosa.
Mineral dalam batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang
terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat, dan bukan mengkristal
dalam suasana cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos. Idiomorf
untuk mineral metamorfosa adalah idioblastik, sedangkan xenomorf adalah
xenoblastik. Kristal yang ukurannya lebih besar daripada masa dasarnya
disebut profiroblastik.
Kristalisasi selama deformasi batuan, mengakibatkan mineral-mineral
terarah secara membidang dan disebut sekistositas atau dapat juga menggaris
disebut lineasi.
31

Sekistositas atau foliasi, terjadi oleh karena mineral yang pipih atau
membatang tersusun dalam bidang-bidang tertentu, yakni bidang sekistositas.
Bidang ini dapat searah dengan lapisan sedimen asalnya dapat pula tidak, atau
mungkin searah dengan sumbu lipatan.
Lepidoblastik adalah jenis sekistositas karena membidangnya mineral
pipih (mika), sedangkan nematoblastik karena membidangnya mineral
prismatik (aktinolit). Pada batuan metamorfosa termal ( batu tanduk), butirnya
mengacak arahnya dan disebut genestositas dan batuannya disebut genesan.
Dalam golongan batuan hasil metamorfosa dinamo, tak jarang batuan
mengalami kehancuran sehingga sifatnya menjadi fragmental. Untuk itu, istilah
tekstur kataklastik dipergunakan bila komponen batuan asalnya masih ada yang
tersidik. Tekstur flaser adalah bila komponen batuan asal yang masih dapat
tersidik berukuran kasar dan berbentuk lensa yang tersebar pada matrik
berukuran lebar. Tekstur milonit adalah istilah untuk tekstur yang sangat hancur
dan menjadi bubuk, sehingga berfoliasi dengan kristal asal yang membundar.
Mineral atau tekstur batuan asal yang masih tersimpan dalam batuan
metamorfosa dinamakan mineral relik atau struktur relik.Susunan mineral di
dalam batuan metamorf secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori.
1. Foliasi
Batuan metamorf yang tersusun oleh mineral-mineral yang menunjukkan
penjajaran. Batuan yang mempunyai struktur ini sebagian besar tersusun oleh mineral
pipih. Batuan jenis ini biasanya dihasilkan oleh metamorfisme regional.

2. Nonfoliasi
Batuan yang tersusun oleh mineral-mineral yang tidak menunjukkan penjajaran.
Penamaan batuan biasanya didasarkan atas komposisi mineral yang dominan dan
mempunyai ciri khusus.
Selain kedua struktur tersebut, beberapa batuan metamorf mempunyai struktur
transisi antara struktur foliasi dan nonfoliasi. Hal ini disebabkan metamorfisme yang
berlangsung tidak sempurna. Batuan-batuan ini umumnya masih menunjukkan struktur
batuan asal. Kalau berasal dari batuan beku, maka struktur batuan beku masih terlihat.

2.3.3.3. Klasifikasi Batuan Metamorf


32

Tabel 1.2 Batuan Metamorf


Tekstur/ Struktur Komposisi Nama Ciri
ukuran butir Mineral Batuan Khas
(mm)

KWARSA
MIKA

PIROKSIN
AMPHIBOLE
FOLIASI
Sangat > Migmatiti Migmatit Warna kemerahan,

FELDSPAR
Kasar 60 c feldspar jelas

Kasar 2- Gneissic Gneiss Kw & Fld


60 berseling, kaya

PIROKSIN
Genes mika

AMPHIBOLE
KLORIT
Sedang 0.06 Schistose Schist Foliasi

FELDSPAR
- bergelombang
2 Sekis
Halus 0.06 Phyllitic Pnyllite Warna hitam-
- kelabu, belahan
2 Filit tdk berkembang
Sangat < Slaty Slate Warna kelabu-
Halus 0.02 cleavage hijau kilap suram
Batu sabak

Kasar Brecciated Batuan asal, kl, Breksi Seperti breksi


Sedang Liniation kw, klst sesar Hitam kehijauan
Halus Mylonitic Amphibole, Amphibolit Halus, kehijauan
kwarsa Mylonite
Min.lmp, kl, klst,
kw
Kwarsa Kwarsit Keras, warna
beraneka
Kwarsa, Mika Hornfels Warna gelap, butir
halus
33

Non-FOLIASI
Dolmit, Kalsit Marble Bereaksi dgn HCl,
Marmer warna
putih&hitam
Serpentinit Warna hijau,
berserat spt kayu

Serpentin
Karbon Antrasit Hitam mengkilap,
pecahan konkoidal
Talk Soapstone Lunak, licin, warna
Batu sabun kelabu-biru
(Sumber : www.google.com)
Keterangan :
Kw = kwarsa,
Kl = klorit,
klst = klastika,
min. Lmp = mineral lempung,
fld = feldspar
2.3.3.4. Kekuatan Batuan Metamorf
Kekuatan batuan metamorf bervariasi, tergantung pada jenis, tingkat
metamorfose, dan tekstur batuannya. Batuan metamorf yang masif (kuarsit,
marmer, filit) dapat mempunyai kekuatan yang tinggi, tetapi batuan metamorf
yang berlapis (misalnya sekis mika, batu sabak) kekuatannya sangat tergantung
pada kehadiran foliasi/ perlapisan atau bidang lemah lain yang terdapat pada
batuan tersebut.

2.4.Tanah dan Proses Pembentukannya

2.4.1. Pengertian Tanah


Pengertian dari tanah secara umum ialah tanah merupakan hasil pelapukan
batuan yang dapat digali tanpa menggunakan peledak dan memungkinkan
tanaman untuk tumbuh. Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil, menurut
Dokuchaev: tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari
panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi.
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
34

menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-
horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai
hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi
energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam
suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff, 1999).
Schoeder (1972) mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang
mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad
hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi
dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri
morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-
macam tanaman.
Menurut Jooffe dan Marbut (1949), dua orang ahli Ilmu Tanah dari
Amerika Serikat, Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang
sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam
dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-
horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda
sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi,
komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya.
Darmawijaya (1990) mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam
bebas, menduduki sebagain besar permukaan planet bumi, yang mampu
menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan
jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu
selama jangka waktu tertentu pula.

2.4.2. Proses Pembentukan Tanah


Pelapukan (weathering) adalah suatu istilah untuk menggambarkan suatu
proses yang merupakan gabungan dari proses-proses mekanik (fisika), kimia dan
biologis (organik) yang terjadi di permukaan bumi, yang juga merupakan akibat
adanya pengambangan (perbedaan tinggi rendah) temperatur udara, pembekuan
air, aksi dan reaksi oksigen dan karbondioksida di udara, pengendapan penguatan
atmosfer (curah hujan) dan aksi-aksi dan reaksi asam-asam organik di permukaan
dan di dalam tanah.
Kita membedakan pelapukan-pelapukan yang terjadi berdasarkan proses-
proses kimia, fisika dan biologi, tetapi sering terasa sangat sulit sekali, jika bukan
35

tidak mungkin, untuk melihat perbedaan di antara mereka. Proses pelapukan


kimia, fisika dan biologi terjadi secara simultan di alam semesta ini.
Pelapukan fisik atau pelapukan mekanis
A. Pelapukan Fisika
Pelapukan Fisika atau lebih dikenal dengan pelapukan mekanis terjadi apabila
batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu perubahan
kimiawi. Pelapukan batuan sangat tergantung pada jenis batuan dan waktu. Ia dapat
disebabkan oleh salah satu atau seluruh faktor berikut yang bekerja dalam periode
waktu yang cukup berarti.
(a) Pengaruh cuaca (termasuk temperatur dan curah hujan). Ini merupakan
faktor utama penyebab terpisahnya batuan. Fluktuasi temperatur harian mungkin
tidak akan terlalu penting, tetapi siklus beku cair dalam waktu lama dapat
menyebabkan kelelahan batuan (rock fatigue), bahkan dalam cuaca yang biasa saja
pun. Temperatur yang sangat rendah dan menghasilkan pembekuan lokal dalam
waktu pendek mungkin akan berarti, oleh karena air dalam batuan akan bertambah
volumenya sekitar 9% dalam suhu 0oC dan akan membuat tekanan yang sangat
besar. Bila tekanan pembekuan akan cenderung untuk menekan es keluar dari pori
dan mengurangi tekanan-tekanan pengembangan, pengaruh lokal akan lebih besar
apabila temperatur turun dengan cukup berarti di bawah 0oC.
(b) Eksfoiasi. Ialah terkupasnya bagian luar dari batuan yang tersingkap. Batuan
yang berada di lapisan tanah yang tebal akan berada dalam keadaan tekan yang
besar. Penyesuaian tegangan permukaan yang disertai dengan daya angkat regional,
bersama dengan erosi akibat aliran air permukaan akan mengurangi tegangan akibat
beban atas, yang menyebabkan bagian luar batuan terpisah dari batuan utama. Juga
perbedaan tegangan dari mineral batuan akan dapat mempercepat proses eksfoliasi,
terutama dari batuan beku dan juga dapat disebabkan oleh perubahan temperatur
yang tiba-tiba.
(c) Erosi oleh angin dan hujan. Ini merupakan faktor penting yang tergantung
kepada topografi dan merupakan kejadian yang terjadi terus-menerus. Aliran air
yang membawa partikel kecil dalam larutannya dapat mengikis batuan yang paling
padat selama periode waktu geologi. Ini terutama penting pada daerah yang
topografinya berbukit-bukit, dimana kecepatan air yang tinggi dapat tercapai. Telah
terbukti dengan fakta bahwa batu yang dijumpai di dasar sungai cenderung untuk
36

berbentuk agak persegi (sub angular) sampai sangat bundar. Kasus ekstrim erosi
ialah pada Grand Canyon di sungai Colorado di Utah, Arizona, Nevada, dan New
Mexico, dan Cheddar Zone sungai Avon di bagian selatan Inggris. Model eosi yang
lebih kecil antara lain ialah Jeram Niagara di mana sungai Niagara mengalir di atas
dasar batu gamping Niagara yang relatif keras tetapi tertutup oleh serpih dan batu
gamping lunak Clinton, yang telah mengalami erosi untuk membentuk jeram di
antara Amerika Serikat dan Kanada. Ngarai-ngarai besar atau ”gorge” banyak
terdapat bahkan sungai-sungai yang kecil di bagian barat Amerika Serikat, Kanada,
Australia, Afrika, dan tempat lainnya, yang memperhatikan pengaruh erosi akibat
air selama periode waktu geologi tertentu.
(d) Abrasi. Ialah keausan yang disebabkan oleh dua bahan yang keras yang
mengalami gerakan relatif ktika sedang bersentuhan. Ini dapat disebabkan oleh
salah satu bahan yang terdapat di dalam air yaitu pasir misalnya, tetapi dalam
konteks ini istilah tersebut akan dipergunakan untuk menerangkan terdorongnya
sejumlah besar tanah atau es yang berada dalam keadaan tertekan melalui batuan di
bawahnya yang mengikis kedua bahan tadi menjadi lebih kecil.
(e) Kegiatan organis. Gaya pemecah yang diadakan oleh tanaman yang tumbuh di
akar-akar dalam ruang kosong batuan akan dapat membuat fragmen-fragmen
batuan menjadi terpisah. Hewan-hewan seperti ulat dan serangga yang masuk ke
dalam tanah akan mendorong fragmen-fragmen batuan ke arah atau
menyingkapkan fragmen tadi sehingga terjadi tambahan pelapukan.

B. Pelapukan Kimia
Uap-uap dan gas-gas yang beraksi di udara dan sinar matahari
mengakibatkan perubahan kimia terhadap komposisi mineral dan batu-batu. Uap air
yang berkondensasi (mengental) menjadi cairan boleh jadi mengandung berbagai
jenis unsur dalam larutan, yang menambah kecairan larutan-larutan mineral.
Kelembapan yang kaya dengan asam-asam organik bukan hanya bahan pelarut
tetapi juga menstimulir terjadinya proses-proses seperti hydrolisis dan oksidasi.
Adapun perubahan mineral batuan menjadi gabungan mineral yang baru.
Proses yang terjadi antara lain:
(a) Oksidasi. Reaksi kimia mungkin akan terjadi apabila batuan tertimpa air hujan.
Ia terlihat jelas pada kotoran coklat sampai kemerahan pada lapisan yang
mengalami pelapukan untuk batuan yang mengandung besi. Oksidasi telah
37

membuat bekas pada permukaan batuan serta warna yang cerah pada batuan.
Reaksi dapat menghasilkan hidrat oksida besi, karbonat, dan sulfat. Apabila reaksi
ini mnghasilkan pertambahan volume maka kemudian akan terjadi pemisahan
atuan.
(b) Larutan (solution). Batuan tertentu terutama batu gamping sebagian atau
seluruhnya akan larut dalam air hujan, terutama bila air hujan tersebut mengandung
karbondioksida yang cukup banyak terutama dalam bentuk asam karbonat lemah
atau memiliki pH di bawah 7. bahkan larutan asam yang sangat lemah yang bekerja
selama periode waktu geologi akan dapat menghancurkan batuan. Dalam kasus
untuk batu gamping dapat mengalami pelapukan yang sangat singkat yaitu antara 5-
10 tahun. Gua-gua banyak yang terbentuk seperti gua batu gamping (formasi karst)
dalam daerah yang banyak mengandung formasi gamping dengan hujan yang
cukup banyak. Terbenamnya tanah dan erosi yang menyusulnya cenderung untuk
menghasilkan topografi yang bergelombang.
(c) Pelarutan (leaching). Air yang bereaksi dengan bahan perekat pada batuan
sedimen dapat mengakibatkan partikel-partikel batuan tadi terlepas, dengan
partikel-partikel yang lebih kecil dan bahan perekat terbawa, baik ke dalam lapisan
yang lebih dalam oleh perkolasi air hujan, mungkin akan menjadi faktor dalam
pembentukan kemudian dari batuan sedimen yang baru. Dalam daerah dengan
curah hujan relatif sedikit uap air mungkin akan mengangkut bahan perekat seperti
sulfat, karbonat, dan lainnya ke atas permukaan tanah yang akan menimbulkan
kerak garam (salt curst).
(d) Hidrolisis (pembentukan ion – ion H +). Bahan pelapuk kimiawi tidak bekerja
secara bersamaan. Misalnya seperti pembentukan lempung dari pelapukan suatu
felspar ortoklas (biasanya berwarna pink), dimana terdapat pula air biasa dan asam
karbonat yang terbentuk oleh air yang bercampur dengan karbon dioksida:
1 bagian 2(K)AlSi3O8 + 1 bagianH2CO3 + 1 bagian H2O

1 bagian Al2Si2O5(OH)4 + 1 bagian K2CO3 + 4 bagian4SiO2


Mineral lempung Potassium karbonat
Kwarsa

Dalam kasus ini ion H+ dan air akan memaksa ion K+ untuk keluar dari
felspar ion H+ ini kemudian berkombinasi dengan alumnium silikat untuk
membentuk mineral lempung. Akar tanaman di dalam tanah akan menarik air dari
38

tanah di sekitarnya dan menjadi di kelilingi oleh ion H + yang berlebihan yang dapat
menyebabkan terjadinya proses hidrolisis. Setiap fragmen dari felspar ortoklase
yang berdekatan akan dapat dipecah untuk membentuk mineral lempung seseua
dengan persamaan di atas. Potasssium karbonat dapat dipecahkan lagi dan melarut
sehingga menjadi makan bagi tanaman, atau mineral lempung dapat menarik ion –
ion potassium tadi untuk membentuk lempung kaolonit.
Dalam golongan batuan hasil metamorfosa dinamo, tak jarang batuan
mengalami kehancuran sehingga sifatnya menjadi fragmental. Untuk itu, istilah
tekstur kataklastik dipergunakan bila komponen batuan asalnya masih ada yang
tersidik. Tekstur flaser adalah bila komponen batuan asal yang masih dapat tersidik
berukuran kasar dan berbentuk lensa yang tersebar pada matrik berukuran lebar.
Tekstur milonit adalah istilah untuk tekstur yang sangat hancur dan menjadi bubuk,
sehingga berfoliasi dengan kristal asal yang membundar.
Mineral atau tekstur batuan asal yang masih tersimpan dalam batuan
metamorfosa dinamakan mineral relik atau struktur relik.
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport
oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di
mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun
dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh
angin. sedimentasi dapat dibedakan: a.sedimentasi air terjadi di sungai.
b.sedimentasi angi biasanya disebut sedimentasi aeolis c.sedimentasi gletser
mengahasilkan drumlin,moraine,ketles,dan esker. Hasil dari sedimentasi ini dapat
berupa batuan breksi dan batuan konglomerat yang terendapkan tidak jauh dari
sumbernya, batu pasir yang terendapkan lebih jauh dari batu breksi dan batuan
konglomerat, serta lempung yang terendapkan jauh dari sumbernya.

a) Pengendapan oleh air sungai


Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam
hasil pengendapan oleh air, antara lain meander, oxbow lake, tanggul alam, dan delta.
(1) Meander
Meander, merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena
adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian
hulu. Pada bagian hulu, volume airnya kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil.
39

Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari jalan yang paling
mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah, yang wilayahnya datar maka aliran airnya lambat,
sehingga membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian
dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang aliranya cepat, akan terjadi
pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya, akan terjadi
pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk
meander.

Gambar 2.17 Proses pembentukan meander


(2) Oxbow lake
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, sebab pengikisan
dan pengendapan terjadi secara terus-menerus. Proses pengendapan yang terjadi
secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah
dari aliran sungai, sehingga terbentuk oxbow lake, atau disebut juga sungai mati.

Gambar 2.18. Sungai Mati


(3) Delta
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut,
kecepatan alirannya menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan
40

sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan, sedangkan tanah liat dan
lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan
terbentuk lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya lapisan-lapisan sedimen
membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya
dan membentuk delta.

Gambar 2.19. Delta


Pembentukan delta harus memenuhi beberapa syarat. Pertama,
sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau
danau. Kedua, arus di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai
harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas,
dan Kali Brantas.
(4) Tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat.
Akibatnya terjadi banjir dan air meluap hingga ke tepi sungai. Pada saat air
surut, bahan-bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi
sungai. Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai.
41

Gambar 2.20 Pembentukan Tanggul Alam


Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai.
Akibatnya tepi sungai lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk.
Bentang alam itu disebut tanggul sungai. Selain itu, juga terdapat tanggul pantai
sebagai hasil dari proses pengendapan oleh laut. Kedua tanggul tersebut
merupakan tanggul alam, karena proses terbentuknya berlangsung alami hasil
pengerjaan alam
c) Pengendapan oleh air laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan
oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh
air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai.

Gambar 2.21. Greenland dan Tombolo di California


Pesisir merupakan wilayah pengendapan di sepanjang pantai. Biasanya terdiri
atas material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai sangat bervariasi
tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut.
Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi
perubahan arah, maka arus pantai akan tetap mengangkut material material ke laut
yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang dalam, terjadi pengendapan
material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material yang ada di atas
permukaan laut. Akumulasi material itu disebut spit. Jika arus pantai terus berlanjut,
spit akan semakin panjang. Kadang-kadang spit terbentuk melewati teluk dan
membetuk penghalang pantai (barrier beach). Apabila di sekitar split terdapat pulau
maka spit tersambung dengan daratan, sehingga membentuk tombolo.

c) Pengendapan oleh angin


42

Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam
hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pasir
terjadi akibat akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin
mengangkut dan mengendapkan pasir di suatu tempat secara bertahap, sehingga
terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.

Gambar 2.22. Gumuk Pasir


d) Pengendapan oleh gletser
Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang
alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V
menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur
menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan
mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang semula berbentuk V menjadi
berbentuk U.
2.4.3. Klasifikasi Tanah dan Pemanfaatan Untuk Bangunan Air
Tanah dapat dikelompokkan ke dalam 2 group besar :
1. Tanah yang terjadi oleh penumpukan produk pelapukan ditempat asalnya :
“Tanah Residu” butirannya lebih halus dipermukaan, dan semakin besar dengan
semakin dalamnya dari permukaan.
2. Tanah yang terjadi oleh produk pelapukan yang kemudian terbawa ketempat
lain. Tanah ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok tergantung
jenis pembawa dan cara pengendapan (deposisi) nya di tempat yang baru.
a. Tanah Glacial : terbentuk karena terangkut dan terdeposisi oleh gletser
(sungai es).
b. Tanah Aluvial : terbentuk karena terangkut oleh air yang mengalir dan
terdeposisi disepanjang aliran (sungai).
c. Tanah Lacustrine: terbentuk karena deposisi di danau-danau yang tenah
43

d. Tanah Marine: terbentuk karena deposisi laut


e. Tanah Aeolian: terbentuk karena terangkut oleh angin
f. Tanah Calluvial: terbentuk oleh pergerakan tanah dari tempat asalnya karena
gravitasi seperti yang terjadi pada tanah longsor
Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis
dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang mempengaruhi
pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu
mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat
terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim,
topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu
dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya
berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang
membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para
ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses
pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah
yang terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan banyak sekali jenis tanah di dunia.
Untuk memudahkannya, seringkali para ahli melakukan klasifikasi secara lokal.
Untuk Indonesia misalnya dikenal sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo
(1957-1961)[1] yang masih dirujuk hingga saat ini di Indonesia untuk
kepentingan pertanian, khususnya dalam versi yang dimodifikasi oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian
AS). Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang
tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem
USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain,
sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk
mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian
Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah
kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci,
sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan.
44

Walaupun demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem


penamaan yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli tanah dunia, Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah pula sejak 1974.
Pada tahun 1998 kemudian disepakati dipakainya sistem klasifikasi WRB dari
World Reference Base for Soil Resources, suatu proyek bentukan FAO, untuk
menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari sistem WRB dirilis pada tahun 2007.
1. Sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo
Taksonomi tanah berdasarkan sistem Dudal-Soepraptohardjo mendasarkan
pada penampilan profil tanah dan sejumlah ciri-ciri fisika dan kimia. Dasar sistem
ini adalah dari Rudi Dudal, ahli tanah dari Belgia, yang dimodifikasi untuk situasi
Indonesia oleh M. Soepraptohardjo. Sistem ini disukai oleh pekerja lapangan
pertanian karena mudah untuk diterapkan di lapangan. Versi aslinya dirilis pada
tahun 1957. Modifikasinya dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1978
dan 1982. Sistem ini (dan modifikasinya) berlaku khusus untuk Indonesia, dengan
mengadopsi beberapa system internasional, khususnya dalam penamaan dan
pemberian kriteria.
Berikut adalah klasifikasi tanah Indonesia menurut sistem Dudal-Soepraptohardjo.
- Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan
batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.
- Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk
dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
- Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di
dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan
pertanian.
- Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan
curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.
- Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung
berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat
dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
- Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur
hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang
tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.
45

- Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan
batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
- Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang
merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan,
Papua dan Sumatera.
2. Sistem Soil Taxonomy (USDA)
Sistem USDA atau Soil Taxonomy dikembangkan pada tahun 1975 oleh
tim Soil Survey Staff yang bekerja di bawah Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA). Sistem ini pernah sangat populer namun juga dikenal sulit
diterapkan. Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan untuk dipakai sebagai alat
komunikasi antarpakar tanah, tetapi kemudian tersaingi oleh sistem WRB.
Meskipun demikian, beberapa konsep dalam sistem USDA tetap dipakai dalam
sistem WRB yang dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
Sistem ini bersifat hierarkis. Pada aras pertama, terdapat penggolongan 12
(pada versi pertama berjumlah sepuluh) kelompok utama yang disebut soil order
("ordo tanah"). Mereka adalah:
- Entisol (membentuk akhiran -ent)
- Inceptisol (membentuk akhiran -ept)
- Alfisol (membentuk akhiran -alf)
- Ultisol (membentuk akhiran -ult)
- Oxisol (membentuk akhiran -ox)
- Vertisol (membentuk akhiran -vert)
- Mollisol (membentuk akhiran -mol)
- Spodosol (membentuk akhiran -od)
- Histosol (membentuk akhiran -ist)
- Andosol (membentuk akhiran -and)
- Aridisol (membentuk akhiran -id)
- Gleisol (membentuk akhiran )
Penamaan berikutnya ditentukan oleh kondisi masing-masing order. Sistem
USDA mempertimbangkan aspek pembentukan tanah akibat faktor aktivitas di bumi
dan atmosfer.

3.Sistem World Reference Base for Soil Resources


46

Sistem ini, disingkat sistem WRB, merupakan hasil kerja dari tim bentukan
FAO dan disarankan oleh Organisasi Ilmu Tanah Sedunia. Berdasarkan kesepakatan
pada tahun 1998, sistem WRB menggantikan sistem FAO. Versi terbarunya terbit
tahun 2006.
Ke dalam sistem WRB terdapat pembagian peringkat primer dan peringkat
sekunder. Peringkat primer merupakan penggambaran terhadap 32 jenis tanah utama
dunia. Peringkat kedua merupakan kata sifat yang menggambarkan keadaan fisik dan
kimia tanah. Berbeda dari sistem USDA, sistem WRB tidak mempertimbangkan
aspek iklim sebagai alat untuk pengelompokan.
2.5. Proses Geologi
2.5.1 Gerakan Tanah
Pengertian dari tanah secara umum ialah tanah merupakan hasil pelapukan
batuan yang dapat digali tanpa menggunakan peledak dan memungkinkan
tanaman untuk tumbuh.
Kerak bumi telah mengalami perubahan yang sangat berarti dalam usia
bumi. Bukti-bukti geologi menunjukkan bahwa daratan yang luas pada benua-
benua untuk suatu periode tertentu tertutup oleh laut-laut dangkal. Bukti-bukti ini
didapatkan dari studi mengenai fosil yang dijumpai dalam sediment dan batuan
yang tersingkap.
Bukti geologis menunjukkan bahwa pegunungan Appalachian adalah
terbentuk dan dibentuk kembali selama zaman Paleozoikum dan sampai zaman
Cenozoikum (225-sekitar 63 juta tahun yang lalu). Erosi yang cukup berarti telah
terjadi dan gaya angkat yang menyusul kemudian telah membentuk dataran tinggi
Piedmont dan memindahkan sediment-sedimen yang menutupi dataran pantai ke
arah luar menuju ke timur, lke arah laut Atlantik.
Gerakan kerak bumi menghasilkan perubahan bentuk structural yang
disebut lipatan (folds), patahan (faults) dan kekar (joint). Sinklin (syncline)
melengkungkan lapis-lapis batuan dalam bentuk cekung ke arah atas; antiklin
(anticline) yang cembung ke arah atas. Geosinklin (geosyncline) merupakan
depresi dari suatu daerah, sering sejajar dengan pegunungan, yang terisi dengan
sediment dan sisa vulkanis yang kemudian akan terangkat dan membentuk
pegunungan. Monoklin (monocline) merupakan lipatan tunggal tunggal, dan perlu
47

dicatat bahwa antiklin dan sinklin mungkin akan berdampingan, tergantung pada
jumlah pelipatan.
Istilah-istilah yang dipergunakan untuk geometri dari dasar batuan yang
miring dan terlipat itu antara lain ialah jurus (strike) yaitu sudut sumbu dasar dari
utara kompas; dan kemiringan (dip) yaitu sudut sumbu dasar dari bidang
horizontal yang diukur sesuai dengan arah jurus.
Apabila tegangan yang ada di dalam kerak batuan melebihi tegangan
runtuh dari batuan, maka akan terjadi retakan. Apabila hanya terjadi sedikit
gerakan sepanjang zona retakan itu, maka retakan itu disebut kekar (join). Patahan
normal (normal fault) terjadi apabila terdapat gerakan sepanjang retakan dalam
arah vertical. Dengan dinding gantung (hanging wall) pada blok yang rubtuh.
Jurus-gelincir (strikelips) terjadi apabila gerakan patahan adalah lateral. Banyak
patahan yang merupakan patahan delincir, dimana gerakan vertical dan lateral
keduanya terjadi. Di bagian yimur Afrika terdapat patahan gelincir dengan zona
retakan sepanjang 6000 km. Pegunungan Beartooth di Montana dan Wyoming
terjadi sebagian disebabkan oleh suatu blok patahan berukuran 64 x 128 km yang
naik secara vertical sampai 1000 m. Istilah “Scrap” dipergunakan untuk
menerangkan tepi dari “ tebing batu (cliff)” yang terbentuk akibat terjadinya
perubahan yang sekonyong-konyong dari elevasi akibat terjadinya patahan jenis
tersebut. Patahan San Andres di Califonia yang dimulai dekat Salton Sea pada
batas dengan Meksiko, dan bergerak sepanjang pantai sampai 960 km ke poin
area di California Utara, dimana terlihat dia memasuki lautan teduh, adalah
merupakan patahan jurus gelincir. Oleh karena gerakan reliefnya terutama sejajar
dengan zona retakan (dan permukaan tanah).
Apabila gerakan relative adalah kecil atau telah terjadi sedemikian
lamanya sehingga erosi telah menghapuskan semua bukti di permukaan bumi,
maka satu-satunya cara untuk mendeteksi patahan ialah dengan studi yang teliti
terhadap bor mencapai batuan dasar (bad rocks) Dalam kasus apapun suatu
patahan adalah merupakan suatu kelemahan structural yang menambah
kemungkinan adanya gerakan kerak bumi dalam zona tersebut apabila tegangan
kerak bumi terkumpul dan bertambah di dalam suatu periode waktu. Gempa bumi
akan terjadi bila tegangan itu terjadi terlalu besar dan gerakan massa batuan secara
relative akan terjadi secara tiba-tiba. Dari segi pandanngan geologi, zona patahan
48

berguna pula, oleh karena banyak deposit tambang yang berharga yang tersingkap
dan dijumpai di sepanjang garis patahan itu.
Dilihat dari cara terbentuknya tanah dapat dibedakan menjadi dua macam :
 Tanah insitu (saprolit soil), yaitu tanah yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan
dan masih berada dibagian atas batuan induknya. Tanah jenis ini pada umumnya
mempunyai perubahan warna dan tekstur secara gradual, dari bawah ke atas. Namun
beberapa macam batuan mempunyai warna dan tekstur yang berubah secara
mencolok, misalnya batuan gamping.
 Tanah terangkut (transported soil), yaitu tanah yang telah berpindah dari tempat asal
pembentukannya. Tanah jenis ini pada umumnya mempunyai perbedaan warna,
stuktur dan tekstur yang mencolok dengan batuan atau tanah disekitarnya. Dalam
pengertian geologi tanah jenis ini sudah dimasukkan dalam batuan sediment,
meskipun belum terkonsolidasi.
Lapisan kerak bumi melakukan gerakan yang konstan akibat aksi kekuatan
dari dalam perut bumi yang dimanifestasikan dengan adanya peninggian dan
penurunan permukaan tanah, penekanan terhadap lapisan-lapisan hingga membentuk
lipatan-lipatan dan pemecahan lapisan-lapisan batu.
Pergerakan ini timbul disebabkan kekuatan tektonik, yang aktivitasnya
menimbulkan perubahan-perubahan yang esensial dalam struktur lapisan kerak
bumi.Aktivitas yang bersumber dari tenaga dalam (internal force) bumi dapat dilihat
dalam beberapa cara.
2.5.2. Proses Endogenik dan Teori Tektonik Lempeng
Dalam proses perkembangan lapisan kerak bumi, kekuatan yang berasal
dari dalam perut bumi dapat mengakibatkan terjadinya proses-proses geologis.
Dan hal ini sangat besar pengaruhnya. Ini disebut proses endogen yang meliputi:
perambatan magma ke lapisan kerak bumi, keluarnya magma ke permukaan bumi
dari dalam perut bumi, gerakan-gerakan tektonik dari lapisan kerak bumi yang
mengakibatkan terjadinya peninggian permukaan secara perlahan-lahan dan
perubahan-perubahan di beberapa tempat, guncangan-guncangan yang kuat yang
kadang-kadang sangat berbahaya di beberapa tempat di bumi, gangguan di lapisan
batu yang horisontal.
49

2.5.2.1. Teori Tektonik Lempeng


Tektogenetik adalah perubahan letak kedudukan lapisan kulit bumi baik
secara horizontal maupun vertikal. Gerakan tektogenetik ada yang menyebut
dengan istilah dislokasi. Berdasarkan kecepatan gerak lurus dan luas daerah,
tektogenetik terdiri atas:
1. Gerak epirogenetik (gerak pembentukan kontinen atau benua) adalah gerakan
yang mengakibatkan turun naik lapisan kulit bumi relatif lambat dan
berlangsung agak lama di suatu daerah yang luas. Tanda-tanda yang kelihatan
jelas dari gerak epirogenetik dibedakan menjadi dua:
 Epirogenetik positif (perubahan permukaan laut positif), yaitu gerak turunnya
suatu daratan sehingga kelihatannya permukaan air laut naik..
 Epirogenetik negatif (perubahan permukaan laut negatif), yaitu gerak naiknya
suatu daratan sehingga kelihatannya permukaan air laut turun.
2. Gerak orogenetik (gerak pembentuk gunung, lipatan atau patahan) adalah gerak
atau pergeseran lapisan kulit bumi yang relatif lebih cepat dari pada
epirogenesa serta meliputi daerah yang sempit, gerak orogenesa ini
menyebabkan tekanan horisontal atau vertikal pada kulit bumi sehingga
terjadilah peristiwa dislokasi baik dalam bentuk lipatan dan patahan.
2.5.2.2. Gempa
Gempa bumi adalah bencana alam yang dapat menghancurkan daerah-
daerah luas, menelan korban jiwa dan memporak-porandakan kota-kota besar
dan kecil. Kebanyakan dari kejutan goncangan gempa bumi ini sangat lemah
dan hanya dapat dicatat dengan suatu alat yang disebut seismograph.
A. Asal Mula Terjadinya Gempa Bumi.
Gempa bumi dibagi dalam tiga kelompok, tergantung kepada penyebabnya :
 Gempa bumi runtuhan (fall earthquake), terjadi akibat runtuhnya batu-batu
raksasa dari sisi-sisi gunung, atau akibat runtuhnya atau gua-gua besar. Radius
getarannya tidak begitu terasa. Gempa bumi ini dapat dijabarkan sebagai
fenomena pseudoseismik.
 Gempa bumi vulkanis (volcanic earthquake), terjadi akibat aktivitas gunung
berapi. Dalam banyak peristiwa, gempa bumi ini mendahului erupsi gunung
berapi, tetapi sering mereka terjadi bersamaan. Getaran gempa vilkanis lebih
terasa ketimbang getaran gempa runtuhan, di mana getarannya terasa di daerahnya
50

yang lebih luas. Di daerah-daerah yang masih memiliki gunung-gunung berapi


yang masih aktif, kejutan gelombang sering mendahului erupsi. Yang paling
dahsyat adalah gempa vulkanius yang disewbabkan oleh erupsi Gunung Krakatau
di Selat Sunda, di mana gempa dan letusan terjadi bersamaan yang mengakibatkan
terjadinya gelombang pasang yang melanda seluruh penduduk pulau-pulau di
sekitarnya, dan menimbulkan kerusakan berat di Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau
di sekitarnya.
 Gempa bumi tektonik (Tectinic earthquake), diiringi oleh proses-proses
pembuatan lapisan gunung-gunung dan pegunungan. Gempa bumi tektonik adalah
yang paling sering terjadi. Gempa bumi ini terjadi terutama di dalam lapisan batu
sialic, pada kedalaman sampai 70 km. Gempa bumi yang pernah tercatat pada ke
dalaman 800 km, terjadi di Laut Okhotsk.
B. Pergerakan Kerak Bumi Selama Gempa Bumi.
Dengan membandingkan seismogram-seismogram yang ada, adalah mungkin
untuk menentukan sifat gerakan-gerakan yang timbul di hyposentrum. Dua tipe
gerakan gelombang getaran dapat dibedakan yaitu :
 Longitudinal atau compressional. Gelombang ini menimbulkan getaran
gelombang yang sangat cepat bergerak, dengan laju kecepatan 7 atau 8 km per
detik pada lapisan batu yang padat dan agak lebih rendah pada lapisan batu lepas.
 Transversal atau distortional. Laju kecepatan gelombang transversal kira-kira
separuh laju kecepatan gelombang longitudinal dan lebih dahulu mencapai
episentrum dan yang terlebih dahulu yang tercatat oleh seismograph.
Gelombang panjang yang membentang ke semua arah timbul di episentrum.
Meskipun gelombang ini bergerak pada laju kecepatan gelombang transversal, tetapi
gempa yang dihasilkan lebih destruktif. Tingkat dan sifat kerusakan yang
ditimbulkan goncangan gempa di permukaan bumi dan terhadap bangunan-bangunan
di atasnya, tergantung kepada arah gelombang.
C. Gempa Laut
Goncangan-goncangan seismik kadang terjadi di dasar samudera. Goncangan-
goncangan yang menimbulkan gelombang besar disebut tsunami, yang mencapai
ketinggian beberapa puluh meter dan menimbulkan kerusakan besar ketika
mendekati pantai dan membanjirinya. Tsunami terjadi terutama di Pasifik tetapi juga
terjadi di Samudera Atlantik dan Laut Tengah.
51

2.5.2.3. Vulkanisme
Kegiatan letusan meliputi serangkaian proses yang berkaitan dengan kegiatan
kekuatan-kekuatan yang bersumber dari dalam perut bumi dan dimanifestasikan
dalam perambatan magma ke lapisan kerak bumi lalu dalam peledakannya ke
permukaan bumi yang berlanjut dengan pembekuan magma. Dalam peristiwa
pertama kita menelaah masalah intrusif (perambatan) dan yang kedua adalah
kegiatan ledakan yang effusif atau vulkanisme.
Pada kegiatan vulkanis yang bersifat intrusif, magma memasuki lapisan kerak
bumi, membentuk lapisan-lapisan magmatis atau intrusi-intrusi di dalamnya. Ukuran
dari intrusi-intrusi di bawah ini dan hubungannya dengan batu-batu di sekitarnya
bervariasi.
 Batholith: lapisan benda-benda magmatis yang tidak beraturan dengan sisi-sisi
yang curam. Lapisan ini terbentuk ketika magma membeku di kedalaman yang
lumayan di bagian tengah dari daerah yang berlipat-lipat. Batu-batuan di
sekitarnya pecah sebagaimana ketika mereka ditemukan magma, dan oleh karena
itu batholith tidak menjadi lapisan yang selaras dengan mereka. Lapisan batholith
terbentuk terutama oleh batu-batu asam dari tipe granit (di bagian barat dari bukit
barisan Zeravshan di Pamir).
 Stock: lapisan benda-benda magmatis yang lebih kecil, dari lapisan batholith
(kurang dari 100 km2) tetapi mempunyai kondisi pembentukan, bidang dan
komponen batu yang sama.
 Laccolith: lapisan benda-benda magmatis yang berbentuk seperti kubah dengan
permukaan yang cembung dan dasar yang datar. Diameternya bervariasi, berkisar
beberapa ratus meter sampai beberapa kilometer. Lapisan ini membentuk kubah
yang mengatasi batu-batu lainnya dan berselaras dengan batu-batu tersebut.
Gunung-gunung yang terisolir di sekitar Pyatigorak (Mashuk, Beshtau,
Zheleznaya dan yang lainnya) adalah gunung-gunung yang mempunyai lapisan
laccolith. Endapan-endapan yang terlebih dahulu telah terletak padanya, sekarang
hampir semuanya telah terkikis sehingga ada batu-batu ignius (batu beku/api)
yang kosong di puncak gunung-gunung ini.
 Fissured intrusions: intrusi-intrusi yang merupakan jalur-jalur panjang terbentuk
ketika magma memasuki rekahan-rekahan lapisan batu-batuan menjauhi lapisan-
lapisan intrusif yang besar. Rekahan-rekahan seperti jalur panjang boleh jadi
52

memotong sepanjang lapisan batu-batu (intrusive sheet) atau memotongnya dalam


beberapa arah (discordant atau intrusions transgressive). Sesuai dengan itu,
hubungan antara intrusi-intrusi fissured dengan batu-batu yang ada di sekitarnya
boleh jadi berbeda. Lapisan intrusif yang pecah-pecah disebut veins. Sebagai
akibat proses penerobosan dan pembongkaran, batu-batu yang tidak selaras yang
menutupi suatu vein (pembuluh) bisa tercerai-berai, sementara batu-batu
membentuk intrusi dengan jalur-jalur panjang tetap tinggal pada tempatnya
sehingga menjadi seperti gorong-gorong. Formasi ini disebut dyke.
 Sheet vein (lembaran pembuluh): adalah lapisan-lapisan intrusif yang besar yang
dapat dilacak di wilayah-wilayah yang luas dan terdapat di antara lapisan-lapisan
batu-batu di sekitarnya yang berselaras dengan batu tersebut. Lebar vein
(pembuluh) di lembaran pembuluh (sheet veins) ini bisa 40 meter sampai 50 meter
dan panjangnya bisa 150 kilometer sampai 200 kilometer. Pembuluh-pembuluh
yang memotong lebarnya bisa 3 meter bahkan lebih.
Suatu kajian mengenai proses pembentukan lapisan benda-benda intrusif
dan hukum yang mengatur pendistribusiannya sangat penting artinya baik untuk
teori maupun untuk praktek, karena deposit dari mineral-mineral yang berharga
berkaitan dengan lapisan intrusif ini.
Letusan gunung berapi adalah salah satu fenomena alam yang paling
menakutkan. Kalau kita berbicara tentang gunung berapi maka secara umum kita
akan bertanya apakah gunung tersebut masih aktif atau tidak, tetapi pembagian
aktif atau tidak aktif ini semata-mata bersifat konvensional. Gunung-gunung api
yang dianggap aktif adalah gunung api yang bererupsi secara berkesinambungan
atau yang telah pernah meletus menurut perjalanan sejarah. Pada masa kini
terdapat 476 gunung api yang masih aktif dan 4000 yang sudah tidak aktif lagi.
Gunung-gunung api bisa mencapai daratan dan dasar samudra. Seperti
telah merupakan ketentuan, jika gunung api tersebut meletus, maka massa unsur-
unsurnya akan terlempar ke luar dalam jumlah yang banyak, membentuk struktur-
struktur baru di dalam permukaan laut dan tanah.
Sebagai contoh adalah tipe vulkano Hawaiian yang terletak kira-kira
8000 meter di bawah permukaan laut. Sebagai suatu gambaran bagaimana
cepatnya suatu produk vulkano berakumulasi ditunjukkan oleh gunung api di
bawah permukaan laut Fayal di Azores, Atlantik Utara. Pada tahun 1957, pulau
53

gunung api yang kecil ini muncul di dekat Pulau Fayal dalam waktu 3 hari.
Banyak pelaut-pelaut yang menyaksikan vulkano tersebut tumbuh berkembang
sebelum gunung tersebut meletus, dengan pertambahan areal 300 meter persegi
setiap 12 jam.
Biasanya vulkano adalah gunung yang berbentuk kerucut yang tingginya
sampai beberapa kilometer. Di puncaknya berpermukaan cekung (seperti
mangkuk atau kawah) melalui mana gunung api menyemburkan asap hitam dan
lidah-lidah api. Semacam terusan yang relatif tegak yang disebut vent funnel
(leher vulkano), melalui mana materi-materi yang disemburkan ke luar,
menghubungkan dasar kawah dengan dapur magma. Salah satu gunung api
kerucut yang terbesar di dunia adalah Gunung Vesuvius.
Kekuatan erupsi masing-masing vulkano tidak sama. Pada setiap vulkano
dapat diamati periode silih berganti dari masa aktivitas tinggi dan masa aktivitas
rendah. Aktivitas suatu vulkano kadang-kadang secara bertahap bertambah besar
dan lalu secara perlahan-lahan sirna, sementar itu tiba-tiba terjadi suatu ledakan
dahsyat yang berbahaya.
Produk-produk erupsi ada yang berbentuk cair, padat dan gas. Produk
yang berbentuk padat terdiri dari abu, pasir, lapili dan bom vulkanis. Debu
vulkanis terdiri dari partikel-partikel massa mineral yang halus yang terbentuk
akibat penghancuran batu-batu yang membentuk dinding-dinding leher vulkano
dan juga akibat perubahan bentuk dari lava. Ukuran dari partikel-partikel ini
berkisar dari pecahan beberapa milimeter. Partikel-partikel yang pecahannya sama
dengan butir-butir pasir disebut pasir volkanisnya. Partikel-partikel yang lebih
besar dari partikel pasir ini, yang ukurannya beberapa cm disebut lapili (batu
kecil).

2.5.2.4. Struktur Geologi


Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen
akibat kerja kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum
superposisi disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi
produk deformasi tektonik.
Cabang geologi yang menjelaskan struktur geologi secara detail disebut
GEOLOGI STRUKTUR, dimana geologi struktur merupakan cabang ilmu
geologi yang mempelajari mengenai bentuk arsitektut kulit bumi. Kekuatan
54

Teknonik dan orogenik yang membentuk struktur geologi adalah merupakan


berupa stress (Tegangan). Meliputi pemberian jurus dan kemiringan lapisan
batuan, kekar, rekahan, sesar, lipatan dan ketidak selarasan.
Data ini sangat penting dalam pekerjaan pembangunan infrastruktur
guna menghindari atau memecahkan permasalahan yang dapat terjadi.
Intensitas kekar atau retakan, tingkat kehancuran batuan yang diakibatkan oleh
adanya sesar terutama bila dijumpai sesar aktif maupun perselingan lapisan
batuan yang miring adalah merupakan zona lemah yang dapat menimbulkan
permasalahan, misalnya longsoran.
2.5.3. Proses Eksogenik
Relief permukaan bumi tidaklah permanen. Ia berubah secara konstan
akibat gerakan air, udara, pengambangan temperatur dan lain-lain. Perubahan-
perubahan terhadap topografi planet bumi ini karena adanya pengaruh-pengaruh
eksternal yang disebut proses eksogen (exegenous).
2.5.3.1. Proses oleh Air Permukaan
Curah hujan dan salju yang turun dari lapisan atmosfer dan juga air
yang datang dari sumber-sumber mata air mengalir di permukaan bumi dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah; menjalankan fungsi
geologis dalam perjalanannya. Dibedakan sekarang aksi gerakan air yang
mengalir di permukaan bumi tetapi tidak dalam saluran-saluran tertentu
(bidang erosi atau proses deluvial) dengan aksi gerakan air yang mengalir di
permukaan bumi dalam saluran-saluran tertentu, yaitu arus-arus air dan sungai
(erosi linear atau proses erosif).
a. Proses deluvial
Dalam hal ini, air mengalir dari dataran yang lebih tinggi ke dataran
yang lebih rendah, dalam peristiwa ini terbentuklah arus-arus air yang saling
berpotongan dan berhubungan pada bidang hamparan air (water sheet). Di
bawah pengaruh kondisi alam, air pada bidang hamparan tersebut, terbentuk
di antara lereng-lereng dataran tinggi dan sisi-sisi jurang dan lembah sungai.
Komposisi unsur dalam lapisan-lapisan endapan deluvial, warnanya,
ketebalannya dan faktor-faktor lainnya tergantung kepada ketinggian lereng,
kecuramannya dan bobot kekerasan batu yang terkikis. Endapan deluvial
pada pinggir-pinggir lembah terdiri dari suatu seri tanah-tanah liat,
55

mempunyai corak yang sama kecuali kalau terkikis kembali. Tetapi endapan
deluvial yang terdiri dari berbagai jenis batu-batu tidaklah sama.
b. Erosi
Jika terdapat suatu celah (alur atau lurah) pada sisi bukit, maka ke
situ akan banyak mengalir arus atau alur air. Erosi berlanjut secra lebih
intensif di dalam celah sisi bukit ini ketimbang tempat-tempat lainnya.
Dengan demikian celah sisi bukit ini akan semakin panjang hingga
mencapai puncak sisi bukit. Celah sisi bukit ini akhirnya melebar, sementara
bagian sebelah bawah sisi bukit semakin merata akibat bertumpuknya
kikisan-kikisan tanah yang terbawa arus air yang mengalir di celah sisi bukit
itu. Akhirnya terbentuklah lembah di sisi bukit di mana air mengalir dari
puncak bukit melalui lembah ini dan disebut Gully (selokan). Jadi Gully
adalah alur air mengalir melalui lembah di celah-celah sisi bukit. Setiap
bagian dari Gully (selokan) ini (bagian atas, tengah dan bawah) mempunyai
peristiwa geologis yang berbeda. Erosi (pengikisan) terjadi di bagian atas,
transportasi hasil pengikisan terjadi di bagian tengah dan pengendapan hasil
pengikisan terjadi di bagian bawah.

2.5.3.2. Proses oleh Air Tanah


Air tanah bermula dalam berbagai cara. Salah satu diantaranya
ialah perembesan air hujan atau salju yang mencair ke dalam tanah. Air tanah
bisa juga terbentuk akibat rembesan air dari danau, sungai, saluran air buatan,
waduk-waduk dan lain-lain ke dalam tanah.
Air tanah mengalir dengan pergerakan jauh lebih lambat daripada
pergerakan air di atas permukaan tanah. Kecepatan geraknya rata-rata 0,5 – 1
meter per hari. Laju kecepatannya bergantung pada ukuran pori-pori dalam
lapisan batu-batu (laju geraknya lebih cepat melalui lapisan batu-batu yang
berpori besar), derajat kemiringan hidrolik dari lapisan batu pembawa air, jarak
yang ditempuh dan temperatur yang menentukan kecairannya. Dalam lapisan
tanah dan batu yang sulit diterobos air, air tanah memerlukan waktu berbulan-
bulan untuk mencapai jarak beberapa ratus meter.
Aktivitas air tanah yang destruktif tercermin dalam penglarutan batu-
batuan, erosi mekanis dan penghanyutan partikel-partikel yang terkena erosi.
56

Tidak seperti air sungai, air tanah sangat padat dengan unsur-unsur mineral,
kadang-kadang mencapai kepadatan air garam.
Sifat kelarutan mineral atau batu-batu dalam air bervariasi. Mineral
yang mudah larut adalah batu garam, sodium karbonat dan sodium sulfat.
Itulah sebabnya endapan batu bergaram terdapat di daerah-daerah di mana
mereka terlindung oleh lapisan kedap air (tanah liat).
Keseluruhan rangkaian fenomena geologis yang berkaitan dengan
pelarutan sebagian dan erosi lapisan tanah dan batu dan pembentukan lubang-
lubang perembesan (pori) di dalamnya disebut Karst dan area dimana
fenomena ini berkembang disebut area karst. Ketika air bergerak di lapisan
batu, air mengikis lapisan-lapisan batu dalam perjalanan memotong jalur-jalur
air tadi, sehingga mempertinggi arus-arus bawah tanah dengan cabang-cabang
aliran. Sebagian dari arus-arus ini menerobos ke permukaan, dimana mereka
membuat mata air karst. Beberapa mata air karst bisa sangat tinggi tergantung
kepda lusanya area alimentasi dan besarnya curah hujan.
Jika suatu proses di mana air mengendapkan garam-garam berlangsung
dalam jangka waktu yang panjang, maka semua ruang akan terisi penuh dengan
unsur-unsur mineral penyemen. Dalam hal ini misalnya pasir-pasir berubah
menjadi batu-batu pasir, jalur-jalur rekahan pada lapisan tanah dan batu
tertutup dan terisi penuh oleh mineral sehingga terbentuklah jalur-jalur mineral
dalam jalur-jalur rekahan di lapisan batu-batu tersebut. Endapan-endapan dari
bijih-bijih (perak-timah hitam, tembaga, emas, besi, seng, timah hitam, dan
logam-logam lainnya) bisa terbentuk karena garam-garam yang larut di dalam
air tersebut bisa mengandung garam-garam logam.

2.5.3.3. Proses oleh oleh Angin


Kekuatan efektif dari angin yang berhembus tergantung kepada
kecepatannya. Angin yang berhembus dengan kecepatan beberpa cm/detik,
sudah cukup kuat untuk menerbangkan debu. Suatu tiupan angin yang
berhembus dengan kecepatan yang lebih kuat, dapat memindahkan batu-batu
dengan ukuran diameter beberapa cm dari tempatnya semula. Angin topan dan
angin puyuh yang kecepatannya berhembus kadang-kadang bisa melampaui 50
meter per detik adalah sangat deduktif.
57

Partikel-partikel yang diterbangkan angin dari permukaan tanah pindah


sampai jarak yang sangat jauh, tergantung besarnya butir-butir unsur tanah
yang diterbangkan angin. Arus angin berhembus tidak hanya pada bidang-
bidang horisontal di permukaan bumi, tetapi juga pada bidang-bidang vertikal,
dengan akibat bahwa unsur tanah tersebut terlempar dari permukaan tanah,
tinggi ke lapisan udara.
Partikel-partikel yang terbawa angin tersebut membentuk beberapa
rintangan dalam perjalanannya (batu, batu boulder, dan benda-benda lainnya).
Pada benda-benda ini partikel-partikel tersebut hinggap dan berkembang
menjadi bertambah banyak, mengotori bahkan menyemir dan mengikisnya.
Peristiwa ini disebut Corrasion (korasi).
Di daerah-daerah padang pasir, jendela-jendela pada sisi bangunan yang
disentuh oleh tiupan angin kadang-kadang dilapisi oleh lapisan debu yang
demikian tebalnya sehingga memberi kesan seakan-akan telah membeku.
Pelapisan ini diakibatkan oleh debu-debu yang diterbangkan angin. Unsur-
unsur yang terbentuk dan melekat akibat korasi tadi, diterpa lagi oleh angin dan
terbawa lebih jauh. Peristiwa ini disebut deflasi. Korasi dan deflasi adalah dua
peristiwa yang saling berhubungan dan saling melengkapi.
Korasi tidak hanya memberi dampak kepada batu-batu karang atau
lapisan-lapisan boulder, tetapi juga terhadap permukaan horisontal: kalau
permukaan tersebut keras, dampak korasi terhadapnya hanya berupa pelapisan,
tetapi kalau permukaan itu lunak maka ia akan terukir (membentuk relief) yang
disebut dengan “yardang” ataupun ukiran-ukiran yang berupa lengkung yang
paralel. Korasi juga menghantam pecahan-pecahan batu di padang pasir, dan
gesekan dengan permukaan pasir turut membantu mereka membentuk
trihedron-trihedron yang khas.

2.5.3.4. Pelapukan oleh Gelombang Air Laut


Gerak geologis laut berpola sama dengan gerak geologis sungai-sungai,
lapisan es dan angin, yaitu meliputi bidang-bidang erosi (pengikisan
permukaan dan lapisan tanah), transportasi (pemindahan hasil erosi), grinding
(pemerataan atau penggusuran permukaan tanah), sorting (pemisahan
permukaan tanah), depositasi (pengendapan hasil erosi) dan transformasi.
58

Tetapi, ada sejumlah segi-segi tertentu dalam kehidupan geologis laut yang
membuat ia penting artinya bagi perikehidupan di muka bumi.
Lapisan batu-batu organik, yang terdapat sedikit pada endapan-endapan
daratan, merupakan endapan yang utama di antara endapan-endapan yang
terjadi di laut. Akumulasi endapan-endapan laut mengikuti keadaaan
permukaan wilayah tertentu, yang tergantung kepada relief dasar laut, garis
pantai dan faktor-faktor lainnya.
Gerak laut juga tergantung kepada tipe lapisan batu-batuan yang
dikandung daratan pantai. Lapisan batu lepas paling cepat berguguran. Daratan
pantai yang terdiri dari lapisan batu-batu pasir argillasius yang lepas, tidak
menghasilkan pecahan-pecahan kasar kalau ia dihantam gelombang, tetapi
pecahan-pecahan yang besar berakumulasi sepanjang daratan pantai yang
terdiri dari lapisan batu-batu keras.
Posisi batu di daratan pantai juga menentukan. Pengikisan berlangsung
dengan cepat jika lapisan-lapisan tersebut terletak curam menjorok ke daratan,
dan berlangsung lebih lambat jika ia terletak menjorok dengan landai ke arah
laut. Pengikisan berkurang pada lapisan-lapisan yang terletak horisontal karena
tingkap-tingkap atau teras-teras terbentuk padanya dan ini memperlemah
kekuatan gelombang. Ketika gelombang menghantam tebing pantai yang
curam secara bertubi-tubi, gelombang-gelombang membentuk lekukan
horisontal. Lapisan batu dan tanah yang terletak di atas lekukan-lekukan ini
secara bertahap melapuk dan akhirnya berguguran akibat berat mereka sendiri.
Dengan cara ini daratan pantai yang perlahan-lahan melandai dan
permukaannya yang datar disebut pantai (beach).
Tidak semua gerakan air laut bersifat destruktif. Materi-materi yang
terkikis mengendap di sepanjang pantai dan juga pada keseluruhan wilayah laut
dangkal. Pengendapan unsur-unsur yang besar pada lereng pantai yang amat
landai lama kelamaan sering menjadi pembentukan off-shore bars (bendungan
panjang di lepas pantai). Materi yang terbawa ke tempat tersebut tidak hanya
dihanyutkan lebih jauh oleh gelombang. Endapan-endapan ini berkembang
membentuk balokan-balokan panjang yang lebarnya 10–12 meter. Kadang-
kadang beberapa balokan-balokan panjang terletak sejajar satu sama lainnya.
Endapan-endapan ini juga terdapat di dasar laut. Endapan-endapan dasar laut
59

ini diklasifikasikan sebagai berikut: endapan litoral, endapan laut dangkal,


endapan abyssal.
Dalam jangka waktu yang lama, kegiatan destruktif dan
konstruktif oleh perubahan-perubahan laut akan menentukan bentuk tepian
pantai, serta relief permukaan bumi melalui pengikisan daratan dan mengisi
palung-palung laut di mana endapan-endapan berakumulasi. Proses akumulasi
batu-batu ini di laut-laut maupun di samudra-samudra terjadi seiring dengan
bermulanya waktu. Pada masa kini, batu-batu ini terletak dalam lapisan-lapisan
tebal, dan membentuk bagian atas kerak bumi.
2.6. Penyelidikan Geologi Teknik
2.6.1. Penyelidikan Langsung
Penyelidikan langsung dilakukan di lapangan atau biasa disebut In Situ
Test. Berikut adalah beberapa penyelidikan secara Langsung.
a. Pocket Penetrometer Test adalah sebuah pengujian langsung di lapangan untuk
mengetahui kekuatan tanah. Yaitu dengan cara menekan alat penetrometer
kedalam tanah, maka akan didapat besaran kekuatan tanah dalam satuan kg/cm2
b. Uji Geser Baling merupakan sebuah pengujian yang dimaksudkan untuk
memperoleh kekuatan geser lempung, umumnya pada tanah lempung lunak
dengan hasil yang diperoleh merupakan nilai kekuatan geser dalam kondisi tidak
terdrainase.
c. Uji Permeabilitas Tanah merupakan pengujian untuk mengetahui koefisien
permeabilitas tanah (k) langsung di lapangan dengan media lubang bor. Metoda
pengujian bias dilakukan dengan Constan Head, Falling Head, Pecker, atau
Lugeon.
d. Point Load Test merupakan pengujian yang dimaksudkan untuk mengetahui atau
mengukur kekuatan batuan dengan bentuk tidak beraturan atau beraturan.
e. Schmidt Hammer Test merupakan pengujian kekerasan batuan di lapangan.
Hasil dari pengujian ini dimasukkan ke dalam kurva akan memberikan nilai kuat
tekan batuan.

2.6.2. penyelidikan Tidak Langsung


2.6.2.1. Foto Udara dan Citra Pengliatan jauh
60

Foto Udara adalah hasil pemotretan suatu daerah dari ketinggian tertentu,
dalam ruang lingkup atmosfer menggunakan kamera. Misalnya pemotretan
menggunakan pesawat terbang, heikopter, balon udara, drone/UAV, dan
wahana lainnnya. Keuntungannya, penggunaan foto udara menghasilkan
gambar/citra yang lebih detail (resolusi sekitar 15cm), tidak terkendala awan,
karena pengoperasiaannya pada ketinggian di bawah awan. Kelemahannya,
foto udara terdiri dari kumpulan scene kecil yang banyak, terlebih lagi untuk
pemotretan dengan area yang sangat luas. Pengoperasian foto udara juga sangat
tergantung dari cuaca, seperti faktor angin. Misalnya untuk penggunaan UAV,
hasil foto udara kurang bagus jika tiupan angin terlalu kencang, karena hasil
pemotretan kurang stabil. Kelemahan yang lain, foto udara harus dibarengi
dengan pengambilan GCP (Ground Control Point di Lapangan) untuk
melakukan korekasi geometrik (orthorectification), karena kalau tidak, bisa
dipastikan keakuratan geometrik akan sangat rendah. Dari segi biaya, foto
udara jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan citra satelit, karena banyak
hal yang diperlukan, seperti biaya operasional pesawat, izin penerbangan
(misal untuk pesawat terbang, helikopter), biaya personil ke lapangan
(pengambilan titik koordiant GCP ataupun pengoperasion pesawat), dan lain-
lain.
Citra Satelit atau citra pengliatan jauh merupakan pemotretan suatu
daerah menggunakan wahana satelit yang dioperasikan dari ruang angkasa.
Saat, ini citra satelit resolusi tinggi memiliki resolusi spasial 50 cm (hasil
resampling), seperti citra GeoEye-1, WordView-2, WorldView-1, dan Pleiades.
Hasil foto satelit tidak sedetail jika dibandingkan dengan foto udara.
Keuntungan dari citra satelit, biaya secara umum jauh lebih murah
dibandingkan dengan foto udara, tingkat akurasi geometrik lebih baik,
meskipun tanpa menggunakan titik ikat dari lapangan (GCP). Untuk area yang
luas, citra satelit tidak memerlukan scene yang banyak, karena ukuran scene
pada citra satelit sangat luas, sehingga tidak perlu melakukan mosaicking yang
ribet. Band yang dihasilkan dari foto satelit sangat bervariasi. Sebagai contoh
WorldView-2 memiliki 8 band. Hal ini sangat memudahkan pemakaian untuk
interpretasi lebih lanjut, seperti membedakan vegetasi, palm counting, dan lain-
lain. Kekurangan dari penggunaan citra satelit adalah penggunaannya sangat
61

tergantung cuaca, seperti hujan, awan, dan kabut. Karena pengoperasian dari
luar angkasa, pemotretan masih belum bisa menembus awan. Senhingga, untuk
daerah yang intensitas hujannya tinggi, atau selalu diliputi kabut, akan susah
untuk mendapatkan data citra satelitnya.
2.6.2.2 Seismik
Pada pengukuran geofisis sering terdapat perbedaan antara nilai-nilai
yang ditentukan terhadap material tertentu (di laboratorium) dan terhadap massa
(di lapangan). Sebuah pelaksanaan mengenai hal ini adalah pengukuran
kecepatan seismik (sonik). Apabila jumlah diatas dan patahan bertambah pada
suatu massa satuan, maka kecepatan seismik melalui masa tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan kecepatan melalui material. Semakin banyak diaklas kita
temukan dalam masa batuan, maka semakin besar pula kemungkinan untuk
mendapatkan batuan disebuah tempat penggalian dengan bantuan metode
mekanik daripada menggunakan bahan peledak. Dengan bantuan pengukuran
kecepatan secara seismik, kita dapat menentukan apakah suatu masa batuan itu
“tersayatkan” (rippable) atau tidak. Beberapa metode seismik di permukaan
bumi:
1. Refraksi seismik
 Prinsip
Variasi vertikal dan horisontal dalam bawah tanah dari rambatan gelombang kejut
kita amati melalui perubahan dalam lama perjalanannya.
 Jenis petunjuk
Struktur bawah tanah, kecepatan rambat gelombang seismik untuk berbagai satuan
dalam bawah tanah. Permukaan air tanah kita catat sebagai perbandingan kecepatan
antara massa jenuh dan massa tidak jenuh.
 Penggunaan
Penentuan struktur geologis, ketebalan lapisan penutup. Penentuan sifat batuan dan
lapisan penutup (tanah), misalnya porositas, diskontinuitas, stastisitas, kadar zat cair.
Pada prinsipnya, semua jangkauan kedalaman adalah mungkin. Hasil yang dicapai
lebih cermat, namun tekniknya lebih mahal dibanding metode hambatan elektrik.

2. Refleksi seismik
 Prinsip
62

Gelombang sonik yang dihasilkan dekat permukaan air direfleksikan oleh dasar laut,
dasar sungai, atau dasar danau, dan bidang pemisah dalam lapisan geologi yang
terletak dibawahnya.
 Jenis petunjuk
Lokasi dasar dan bidang pemisah antara lapisan di bawah dasar. Kecepatan rambat
gelombang seismik pada material geologis di bawah lapisan dasar.
 Penggunaan
Pemetaan dasar laut, dasar sungai, dasar danau, dan struktur geologis yang terletak
dibawahnya.

2.6.2.3. Georadar
Metoda ini merupakan cara yang paling cepat untuk membuat
penempang bawah permukaan. Metoda ini akan mendeteksi kondisi bawah
permukaan dengan cara memancarkan spectrum/gelombang electromagnetis ke
formasi tanah/batuan yang kemudian akan diterima oleh alat receiver yang
diseret dibelakang alat pemancarnya (transmitter). Dari hasil pengujian
diperoleh profil intasan dan dapat langsung diinterpretasikan di lapngan.
Kenampakan yang dapat dengan mudah dideteksi, antara lain: Jenis dan
perlapisan tanah/batuan, adanya ruang kosong (lubang) di bawah tanah, sisa-
sisa pondasi, ketebalan lapisan aspal.
Georadar (GPR), kadang-kadang disebut penyelidikan radar tanah,
georadar, radar tanah, georadar echo atau “georadar” adalah teknik geofisika
eksplorasi bawah permukaan non-invasif menggunakan gelombang
elektromagnetik untuk karakterisasi dan pemantauan. Hal ini banyak
digunakan untuk menemukan obyek terpendam, karakterisasi dan pemantauan
lingkungan, pertanian, penyelidikan arkeologi, forensik dan deteksi dan
karakterisasi persenjataan, air tanah, infrastruktur jalan dan ranjau darat,
pertambangan, dampak es, deteksi gua dan terowongan, lubang, pengendapan,
karst dan berbagai aplikasi lainnya. Hal ini dapat dioperasikan dari permukaan
dengan tangan, kendaraan ataupun pesawatt. Georadar memiliki resolusi
tertinggi dari semua metode geofisika untuk pencitraan bawah permukaan
dengan resolusi sampai skala centimeter.
Resolusi dikendalikan oleh panjang gelombang propagasi gelombang
elektromagnetik dalam tanah. Resolusi meningkat seiring dengan
63

meningkatnya frekuensi (panjang gelombang lebih pendek). Kedalaman


penyelidikan bervariasi dari kurang dari satu meter dalam tanah pada mineral
tanah liat montmorillonite sampai lebih dari 5.400 meter pada kutub es.
Kedalaman investigasi meningkat dengan menurunnya frekuensi tetapi dengan
mengurangi resolusi. Kedalaman investigasi di pasir jenuh air tawar bebas
sekitar 30 meter. Kedalaman investigasi (dan resolusi) dikendalikan oleh sifat-
sifat listrik melalui kehilangan konduksi, konstanta dielektrik dalam air, reaksi
elektrokimia pada tanah liat-antarmuka air mineral, dan adanya mineral
magnetik besi. Kehilangan penyebaran adalah akibat dari heterogenitas spasial
ukuran panjang gelombang di dalam tanah (sebagai perbedaan antara es dan
sebuah bola salju dalam cahaya hamburan. Detectabilitas objek di dalam tanah
tergantung pada ukuran, bentuk, dan orientasi relatif terhadap antena, kontras
dengan host media, dan Radiofrequency kebisingan dan gangguan.

2.6.2.4. Geolistrik
Air tanah yang merupakan salah satu sumber akan kebutuhan air bagi
kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kebutuhannya pun terus meningkat
sehingga pencarian untuk mendapatkan sumber air tanah tersebut ikut
berkembang seiring berkembangnya zaman dan penerapan Geofisika yang
semakin maju.
Dalam usaha untuk mendapatkan susunan mengenai lapisan bumi,
kegiatan penyelidikan melalui permukaan tanah atau bawah tanah haruslah
dilakukan agar bisa diketahui ada tidaknya lapisan pembawa air (akuifer).
Ketebalan dan kedalamannya serta untuk mengambil contoh air sehingga
diketahui bagaimana kualitas airnya. Meskipun penyelidikan air tanah tidak
dapat langsung diketahui, tetapi penyelidikan permukaan tanah adalah awal
penyelidikan yang cukup penting. Paling tidak dapat memberikan gambaran
mengenai lokasi dimana air tersebut.
Beberapa metode penyelidikan permukaan yang dapat dilakukan secara
geofisika adalah : Metode geologi, Metode Gravitasi, Metode Magnet, Metode
Seismik dan Metode Listrik. Dari metode – metode tersebut, secara geofisika,
metode listriklah yang paling banyak digunakan ditunjang dengan hasil yang
cukup baik.
64

Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran


mengenai lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air
tanah dan mineral pada kedalaman tertentu. Pendugaan geolistrik ini
didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai
tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Air tanah mempunyai
tahanan jenis yang lebih rendah daripada batuan mineral. Beberapa penelitian
yang terkait dengan pendugaan geolistrik ini diantaranya : penyelidikan untuk
mengetahui sebaran mineral batu bara.
Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis
(resistivity) dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui
elektroda arus (current electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda
potensial. Beda potensial antara dua elektroda tersebut diukur dengan volt
meter dan dari harga pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis semua
batuan.
Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan elektroda dengan jarak
tertentu maka akan diperoleh harga-harga tahanan jenis pada kedalaman yang
sesuai dengan jarak elektroda. Harga tahanan jenis dari hasil perhitungan
kemudian diplot terhadap kedalaman (jarak elektroda) pada kertas ‘log–log’
yang merupakan kurva lapangan. Selanjutnya kurva lapangan tersebut
diterjemahkan menjadi jenis batuan dan kedalamannya.
jenis pada kedalaman yang sesuai dengan jarak elektroda. Harga
tahanan jenis dari hasil perhitungan kemudian diplot terhadap kedalaman
(jarak elektroda) pada kertas ‘log–log ’ yang merupakan kurva lapangan.
Selanjutnya kurva lapangan tersebut diterjemahkan menjadi jenis batuan dan
kedalamannya
Pengukuran resitivitas suatu titik sounding dilakukan dengan jalan
mengubah jarak elektrode secara sembarang tetapi mulai dari jarak elektrode
kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak antar elektrode ini sebanding
dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektrode
maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki. Interpretasi data
resistivitas didasarkan pada asumsi bahwa bumi terdiri dari lapisan-lapisan
tanah dengan ketebalan tertentu dan mempunyai sifat kelistrikan homogen
isotrop, dimana batas antar lapisan dianggap horisontal.
65

Survei resistivitas akan memberikan gambaran tentang distribusi


resistivitas bawah permukaan. Harga resistivitas tertentu akan berasosiasi
dengan kondisi geologi tertentu. Untuk mengkonversi harga resistivitas ke
dalam bentuk geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga
resistivitas untuk setiap tipe material dan struktur daerah survey. Harga
resistivitas batuan, mineral, tanah dan unsur kimia secara umum telah diperoleh
melalui berbagai pengukuran dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses
konversi. Nilai resistivitas sebenarnya dapat dilakukan dengan cara
pencocokan (matching) atau dengan metode inversi. Pada penelitian ini
dilakukan dengan metode inversi, menggunakan program IPI2WIN.
Sehingga setelah melakukan serangkaian metode – metode geofisika
tersebut, pada akhirnya dapat ditemukanlah sumber air tanah atau akuifer yang
kita inginkan dengan akurat. Kemudian pengeboran untuk mengambil dan
menjangkau air tanah tersebut bisa dilakukan dengan metode yang lebih lanjut.
Metode geolistrik hampir sama dengan pengukuran daya hambat
dengan batuan elektroda pada jarak yang berbeda-beda dalam lubang
pemboran. Pada jarak elektroda ukur yang sama di permukaan, elektroda arus
ditempatkan semakin jauh satu dari yang lain, sehingga pengaruh yang
ditimbulkan oleh lapisan yang lebih dalam terhadap medan listrik jadi
meningkat. Perubahan yang dicatat pada elektroda ukur memberikan sebuah
gambaran tentang daya hantar ke arah kedalaman. Namun demikian, penetrasi
dapat dikatakan tidak begitu banyak terjadi. Interpretasi hanyalah mungkin
berdasarkan model-model yang sederhana dari sket lapisan yang memiliki daya
hambat tertentu.
Dengan demikian, pada prinsipnya suatu profil geologis harus kita
ketahui, agar penyimpangan dari model-model tersebut dapat kita lokalisasi
dan interpretasikan. Profil geologis banyak digunakan untuk penelitian
hidrologis, lapisan dengan air tawar, air agak asin dan air asin.

2.6.2.5. Sondir

Tes sondir merupakan salah satu tes dalam bidang teknik sipil yang
berfungsi untuk mengetahui letak kedalaman tanah keras, yang nantinya dapat
diperkirakan seberapa kuat tanah tersebut dalam menahan beban yang didirikan
di atasnya. Tes ini biasa dilakukan sebelum membangun pondasi tiang
66

pancang, atau pondasi-pondasi dalam lainnya. Data yang didapatkan dari tes ini
nantinya berupa besaran gaya perlawanan dari tanah terhadap konus, serta
hambatan pelekat dari tanah yang dimaksud. Hambatan pelekat adalah
perlawanan geser dari tanah tersebut yang bekerja pada selubung bikonus alat
sondir dalam gaya per satuan panjang.

Hasil dari tes sondir ini dipakai untuk:


 Menentukan tipe atau jenis pondasi apa yang mau dipakai
 Menghitung daya dukung tanah asli
 Menentukan seberapa dalam pondasi harus diletakkan nantinya

2.6.2.6 SPT

Salah satu persyaratan yang harus diketahui sebelum membangun sebuah


bangunan adalah mengetahui jenis tanah di lokasi dimana akan didirikan
bangunan.Dengan mengetahui jenis tanah tersebut, dapat dilakukan analisis
stabilitas dan perhitungan desain fondasi dan dapat diketahui respon seismic
lokasi, untuk merancang bangunan tahan gempa. Salah satu cara untuk
mengetahui jenis tanah lokasi adalah dengan test penetrasi tanah (SPT: Standard
Penetration Test).

Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam
tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah
sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan
berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m.
Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150
mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan,
sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga
dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT
(dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

2.7. Geohidrologi
2.7.1. Teori Dasar

Hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti ilmu mengenai


batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan
pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak Bumi (umumnya dalam
67

akuifer). Istilah geohidrologi sering digunakan secara bertukaran. Beberapa


kalangan membuat sedikit perbedaan antara seorang ahli hidrogeologi atau ahli
rekayasa yang mengabdikan dirinya dalam geologi (geohidrologi), dan ahli
geologi yang mengabdikan dirinya pada hidrologi (hidrogeologi).
Semua material yang membentuk bumi digolongkan ke dalam material
geologis yaitu batuan, tanah, air, minyak bumi dan sebagainya. Material geologis
bisa berbentuk padat, gas maupun cair.
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah
berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan
es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman
sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
- Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
- Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-
celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
- Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai
utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju
laut. (sumber: Wikipedia.org)
68

Gambar 2.23. Siklus Air


2.7.2 Sifat Hidrolis Batuan
Batuan terbentuk dari berbagai proses yang berbeda di setiap klasifikasi
batuan. Sifat-sifat dan komposisi batuan bergantung dari proses pembentukan
batuan. Banyak batuan dan mineral hanya ditemukan jauh di bawah permukaan
bumi, tetapi ada juga yang ditemukan dekat permukaan bumi. Secara tidak
langsung dapat diketahui bahwa batuan juga memiliki sifat hidrolis.Seperti halnya
air, batuan juga akan mengalami perubahan fase apabila dipengaruhi oleh faktor-
faktor tertentu. Ketika terjadi perubahan temperatur, yang akan terjadi pada batuan
adalah batuan tersebut akan mengembang pada suhu tinggi, dan mengerut pada
suhu rendah. Curah hujan yang tinggi disertai dengan intensitas sinar matahari
yang tinggi secara bergantian, membuat batuan akan mengalami perubahan secara
fisik, yakni mengerut dan mengembang hinnga akhirnya lapuk. Melalui proses
pengikisan, baik pengikisan oleh air sungai, tenaga gelombang, maupun tenaga
angin, massa batuan diuraikan dan dipindahkan.

2.7.3. Akuifer

Pada pengukuran geofisis sering terdapat perbedaan antara nilai-nilai yang


ditentukan terhadap material tertentu (di laboratorium) dan terhadap massa (di
lapangan). Sebuah pelaksanaan mengenai hal ini adalah pengukuran kecepatan
seismik (sonik). Apabila jumlah diatas dan patahan bertambah pada suatu massa
satuan, maka kecepatan seismik melalui masa tersebut lebih kecil dibandingkan
69

dengan kecepatan melalui material. Semakin banyak diaklas kita temukan dalam
masa batuan, maka semakin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan batuan
disebuah tempat penggalian dengan bantuan metode mekanik daripada
menggunakan bahan peledak. Dengan bantuan pengukuran kecepatan secara
seismik, kita dapat menentukan apakah suatu masa batuan itu “tersayatkan”
(rippable) atau tidak. Beberapa metode seismik di permukaan bumi.
Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer tertutup
lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah.
Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured). Lapisan pembatasnya yang
merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard
di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Permukaan air tanah
di sumur dan air tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah
bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi
(tak jenuh) di atas zone yang jenuh. Akuifer jenuh disebut juga sebagai phriatic
aquifer, non artesian aquifer atau free aquifer (Wuryantoro, 2007).

Gambar 2.24. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
b. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak di bawah lapisan
kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan
atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan pembatasnya, karena confined
aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan
bawahnya.
70

Gambar 2.25. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)


c. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang dibawah
lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer di sini terletak antara akuifer bebas
dan akuifer terkekang.

Gambar 2.26. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)


d. Akuifer melayang (Perched Aquifer)
Akuifer disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi terbentuk sebuah akuifer
yang terbentuk di atas lapisan impermeable. Akuifer melayang ini tidak dapat
dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi
permukaan air dan volumenya yang besar.
71

Gambar 2.27. Akuifer melayang (Perched Aquifer)

2.7.4. Penyelidikan Gofisika Untuk Eksplorasi Air Tanah


Penyelidikan air tanah dapat menggunakan metode geolistrik. Metode
geolistrik merupakan bagian dari metodi geofisika. Metode geolistrik hampir
sama dengan pengukuran daya hambat dengan batuan elektroda pada jarak yang
berbeda-beda dalam lubang pemboran. Pada jarak elektroda ukur yang sama di
permukaan, elektroda arus ditempatkan semakin jauh satu dari yang lain, sehingga
pengaruh yang ditimbulkan oleh lapisan yang lebih dalam terhadap medan listrik
jadi meningkat. Perubahan yang dicatat pada elektroda ukur memberikan sebuah
gambaran tentang daya hantar ke arah kedalaman. Namun demikian, penetrasi
dapat dikatakan tidak begitu banyak terjadi. Interpretasi hanyalah mungkin
berdasarkan model-model yang sederhana dari psket lapisan yang memiliki daya
hambat tertentu.
Dengan demikian, pada prinsipnya suatu profil geologis harus kita ketahui,
agar penyimpangan dari model-model-model tersebut dapat kita lokalisasi dan
interpretasikan. Profil geologis banyak digunakan untuk penelitian hidrologis,
lapisan dengan air tawar, air agak asin dan air asin.

2.8. Peta Topografi


Peta topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan
detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern. Sebuah peta
topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang tergabung untuk
membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan kombinasi dari dua
segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik
72

elevasi pada peta topografi. Sebuah peta topografi adalah representasi grafis
secara rinci dan akurat mengenai keadaan alam di suatu daratan.

2.8.1. Sejarah Pembuatan Peta

Peta merupakan gambaran dua dimensi dari suatu obyek yang dilihat dari
atas yang ukurannya direduksi. Hakekat dari interpretasi peta topografi adalah
sebagai pelengkap ilmu geologi dengan latihan teknik penafsiran geologi melalui
peta topografi.
Pengertian dari peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk
penyebaran dan ukuran dari roman muka bumi yang kurang lebih sesuai dengan
daerah yang sebenarnya.
Unsur-unsur yang penting terdapat dalam suatu peta topografi meliputi :
1. Relief
Adalah beda tinggi suatu tempat atau gambaran kenampakan tinggi rendah
suatu daerah serta curam landainya sisi-sisi perbukitan. Jadi menunjukkan perbedaan
tinggi rendahnya permukaan bumi.
Sebagai contoh :

 bukit

 lembah

 daratan

 lereng

 pegunungan

Relief terjadi antara lain karena perbedaan resistensi antara batuan terhadap
proses erosi dan pelapukan (eksogen) juga dipengaruhi gejala-gejala asal dalam
(endogen) perlipatan, patahan, kegiatan gunung api dan sebagainya. Dalam peta
topografi penggambaran relief dengan :

 Garis hachures

Yaitu garis-garis lurus yang ditarik dari titik tertinggi ke arah titik yang
lebih rendah disekitarnya dan ditarik searah dengan lereng. Semakin curam
lerengnya maka semakin rapat pula garisnya sebaliknya garis akan renggang jika
reliefnya landai.
73

 Shading (bayangan)

Bayangan matahari terhadap earth feature dan biasanya dikombinasi


dengan peta kontur. Pada daerah yang curam akan memberikan bayangan gelap
sebaliknya daerah yang lancai berwarna cerah.

 Tinting (pewarnaan)

Warna-warna tertentu. Semakin tinggi reliefnya warna akan semakin gelap.

 Kontur

Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang mempunyai


ketinggian sama. Peta ini paling penting untuk geologi karena sifatnya kualitatif
dan kuantitatif.
Kualitatif : hanya menunjukkan pola dan penyebarannya bentuk-bentuk roman
muka bumi.
Kuantitatif : selain menunjukkan pola dan penyebaran bisa juga mengetahui
ukuran baik secara horisontal maupun vertikal sehingga jelas gambaran tida
dimensinya.

2. Drainage

Drainage pattern/pola pengaliran atau pola penyaluran adalah segala


macam bentuk-bentuk yang hubungannya dengan penyaluran air baik di
permukaan maupun di bawah permukaan bumi. Sebagai contoh sungai-sungai,
danau atau laut dan sebagainya. Sungai-sungai itu sendiri dipermukaan bumi ada
yang terpolakan dan tidak terpolakan. Hal ini tergantung dari batuan dasar yang
dilaluinya.
Dalam hal ini pola/pattern didefinisikan sebagai suatu keseragaman di dalam :

 bentuk (shape)

 ukuran (size)

 penyebarannya/distrubusi

3. Culture
Yaitu segala bentuk hasil budi daya manusia. Misalnya perkampungan, jalan,
persawahan dan sebagainya. Culture membantu geologi dalam penentuan lokasi. Pada
74

umumnya pada peta topografi, relief akan digambarkan dengan warna coklat, drainage
dengan warna biru dan culture dengan warna hitam.
4. Kelengkapan Peta Topografi
Pada peta topografi yang baik harus terdapat unsur/keterangan yang dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan penelitian atau kemiliteran, yaitu :
a. Skala
Merupakan perbandingan jarak horisontal sebenarnya dengan jarak pada peta.
Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta adalah menunjukkan jarak-jarak
horisontal. Ada 3 macam skala yang biasa dipakai dalam peta topografi.
1. Representative Fraction Scale (Skala R.F.)
Ditunjukkan dengan bilangan pecahan. Contohnya 1 : 10.000. Artinya 1 cm di
dalam peta sama dengan 10.000 cm di lapangan (sama dengan 100 meter di lapangan).
Kelemahan dari skala ini bila peta mengalami pemuaian/penciutan maka skala tidak
berlaku lagi.
2. Graphic Scale
Yaitu perbandingan jarak horisontal sesungguhnya dengan jarak dalam peta,
yang ditunjukkan dengan sepotong garis. Contohnya:
0 300 m
Skala ini adalah paling baik karena tidak terpengaruh oleh pemuaian maupun penciutan
dari peta.
3. Verbal Scale
Dinyatakan dengan ukuran panjang. Contohnya 1 cm = 10 km ato 1 cm = 5 km.
Skala ini hampir sama dengan skala R.F.
Dari ketiga macam skala tersebut di atas, yang umum/paling banyak digunakan
dalam peta geologi atau topografi adalah kombinasi skala grafis dan skala R.F.

b. Arah Utara Peta


Salah satu kelengkapan peta yang tidak kalah penting adalah arah utara, karena
tiap peta yang dapat digunakan dengan baik haruslah diketahui arah utaranya. Arah
utara ini berguna untuk penyesuaian antara arah utara peta dengan arah utara jarum
kompas.
Ada 3 macam arah utara jarum kompas, yaitu :
75

1. Arah Utara Magnetik (Magnetic North = MN)


2. Grid North
3. True North
c. Legenda
Pada peta topografi banyak digunakan tanda untuk mewakili bermacam-macam
keadaan yang ada di lapangan dan biasanya terletak di bagian bawah dari peta.
d. Judul Peta
Judul peta merupakan nama daerah yang tercantum dalam peta dan berguna
untuk pencarian peta bila suatu waktu diperlukan.
e. Converage Diagram
Maksudnya peta tersebut dibuat dengan cara atau metoda yang bagaimana, hal
ini untuk dapat memperkirakan sampai sejauh mana kebaikan/ketelitian peta, misalnya :
- Dibuat berdasarkan foto udara
- Dibuat berdasarkan pengukuran di lapangan
f. Indeks Administrasi
Pembagian daerah berdasarkan hukum pemerintahan, hal ini penting untuk
memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau mengadakan
penelitian/pemetaan.
g. Index of Adjoining Sheet
Menunjukkan kedudukan peta yang bersangkutan terhadap lembar-lembar peta
disekitarnya.
h. Edisi Peta
Dapat dipakai untuk mengetahui mutu daripada peta atau mengetahui kapan peta
tersebut dicetak atau dibuat.

2.8.2. Pembuatan Peta Topografi


Penggambaran Peta topografi haruslah ada unsur-unsur di bawah ini.
1. Skala.
Adalah perbandingan jarak antara dua titik pada peta dengan jarak sebenarnya (dua
titik di lapangan). Makin besar skala, maka makin teliti dan detail yang diperhatikan.
Jarak yang ada pada peta adalah jarak horizontal, jarak yang sebenarnya harus
diperhatikan adalah jarak kelerengan.
76

Cara penggambaran skala :


a. Skala Fraksional, yaitu penggambaran dengan angka pecahan.
Misalnya : 1:50.000 dan 1:1.000.
b. Skala Grafis, yaitu penggambaran dengan sepotong garis.
Misalnya :
0 1/2 1 km
c. Skala Verbal, yaitu skala yang dinyatakan dalam satuan jarak.
Misalnya : 1 cm = 10 km, artinya 1 cm pada peta sama dengan 10 km di
lapangan.
2. Arah utara.
Pada setiap peta, harus diketahui arah utara. Dalam hal ini, dikenal tiga macam arah
utara, yaitu :
a. Arah Utara Magnetit (MN), yaitu arah utara yang ditunjukkan oleh kompas.
b. Arah Utara Sebenarnya (TN), yaitu arah utara yang sesuai dengan sumbu
bumi/arah utara geografis.
c. Arah Utara Grid (GN), yaitu arah utara tepi peta.
Pada kebanyakan peta topografi, batas pinggiran peta (GN) berimpit
dengan arah utara yang sebenarnya (TN), dalam hal ini GN = TN. Arah utara
magnetit tidak pernah berimpit dengan arah utara geografis, sehingga membentuk
deklinasi magnetit yang biasanya tergantung pada posisi geografis tempat yang
bersangkutan dan menurut waktu dalam musim yang berlainan. Untuk itu perlu
koreksi.
3. Legenda.
Adalah penjelasan mengenai tanda dan simbol yang dipergunakan pada peta.
4. Indeks peta dan nomor lembar peta.
Yaitu pembagian wilayah suatu negara menjadi kotak-kotak yang akan
dibuat peta topografi. Setiap negara mempunyai aturan tertentu. Pembagian
menjadi kotak-kotak tersebut dikenal dengan sistem QUODRALE. Dalam lembar
peta topografi, tidak semua indeks dicantumkan, tetapi pada peta dan indeks peta
disebelahnya. Hal ini berguna untuk mencari peta disebelahnya.
5. Judul peta.
Biasanya memakai daerah atau tempat atau pulau yang digambarkan pada
peta tersebut.
77

6. Coverage diagram.
Adalah diagram yang meunjukkan bagaimana peta yang dibuat dan
bagaimana cara memperoleh data. Kalau dalam satu lembar peta dibuat dengan satu
cara, maka biasanya hanya berupa tulisan.
7. Indeks administrasi.
Adalah batas administrasi dari daerah yang dipetakan .
8. Edisi peta
Menunjukkan tahun pembuatan peta.
9. Lain-lain.
a). Grafik konversi ukuran panjang.
b). Glosari (istilah pada peta).
c). Sistem proyeksi yang dipakai.
d). Tergantung kepentingan

2.8.3. Simbol – Simbol


Gambaran konvensional permukaan bumi dinyatakan dengan simbol.
Simbol ini bisa berupa:
a. Satu dimensional : titik, garis
b. Dua dimensional : bentuk-bentuk luas
c. Tiga dimensional : bentuk-bentuk isi

2.8.4. Profil dan Interpretasi


Interpretasi peta topografi untuk melihat daerah mana saja yang banyak
dihuni penduduk dan daerah mana saja yang jarang dihuni penduduk untuk itu di
buat lah peta Topografi. Peta topografi adalah peta yang menggambarkan
penyebaran, bentuk dan ukuran dari roman bumi (earth feature), yang meliputi:
a. Relief, yaitu beda tinggi dari suatu tempat dengan tempat lainnya pada suatu
daerah, dan juga curam landainya lereng-lereng yang ada. Termasuk dalam
pengertian ini adalah bentuk-bentuk : bukit, lembah, dataran, tebing, gunung,
pegunungan dan lain sebagainya.
b. Drainage, yaitu pola-pola pengaliran, termasuk di sini semua jalan-jalan seperti
sungai, danau, rawa-rawa, laut dan sebagainya.
c. Culture, yaitu semua bentuk-bentuk hasil karya manusia, seperti : kota, desa,
jalan raya, jalan KA, jalan setapak, batas administrasi daerah dan sebagainya.
Dalam menggambar relief, dapat dipakai berbagai cara, antara lain:
78

a). Dengan Garis Kontur


Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang
sama.
b). Garis Hachures
Yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik yang tinggi ke titik yang lebih rendah
disekitarnya, dan ditarik searah dengan lereng. Makin curam lerengnya, makin rapat
garis yang ditarik.
c). Pewarnaan
Yaitu dengan cara mewarnai daerah yang mempunyai kisaran ketinggian tertentu.
d). Pembayangan yaitu dengan cara membuat bayangan dari tempat yang lebih tinggi.
Dari keempat macam penggambaran relief, yang paling baik adalah cara garis
kontur, karena selalu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sebab dari cara tersebut dapat
ditentukan perhitungan besarnya ketinggian suatu tempat.

2.9. Peta Geologi


2.9.1 Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi adalah suatu proses ilmiah yang bersifat interpretasi dan
dapat menghasilkan berbagai jenis peta untuk berbagai macam tujuan, termasuk
misalnya untuk penilaian kualitas air bawah tanah dan resiko pencemaran,
memprediksi bencana longsor, gempabumi, erupsi gunungapi, karakteristik
sumberdaya mineral dan energi, manajemen lahan dan perencanaan tataguna
lahan, dan lain sebagainya.
Informasi yang ada pada peta geologi sangat dibutuhkan bagi para
pengambil kepurtusan, baik untuk keperluan sektor publik maupun swasta, seperti
misalnya dalam penentuan rencana rute suatu jalan, sistem “cut and fill” pada
pembutan jalan di medan yang berbukit-bukit. Peta geologi juga dipakai dalam
“benefit-cost analysis” untuk memperkecil ketidak pastian dan potensi
penambahan biaya.
Dalam pemetaan geologi, seorang ahli geologi harus mengetahui susunan
dan komposisi batuan serta struktur geologi, baik yang tersingkap di permukaan
bumi maupun yang berada di bawah permukaan melalui pengukuran kedudukan
batuan dan unsur struktur geologi dengan menggunakan kompas geologi serta
melakukan penafsiran geologi, baik secara induksi dan deduksi yang disajikan
diatas peta dengan menggunakan simbol atau warna.
79

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, seperti Sistem


Informasi Geografi (SIG) maka aspek pemetaan geologi mengalami perubahan,
yaitu dengan tersedianya piranti lunak (software) sebagai alat bantu yang
memungkinkan ukuran (geometri) dan karakteristik dari suatu tubuh batuan dan
kenampakan geologi lainnya disimpan secara elektronik (dalam format digital),
ditelusuri, dianalisa, dan disajikan untuk berbagai keperluan. Dengan
memanfaatkan teknologi SIG, memungkinkan para ahli melakukan analisa
spasial, misalnya dalam mencari sebaran polusi yang mungkin terjadi disekitar
suatu sumur bor didasarkan atas sifat sifat batuannya (porositas dan
permeabiliatas), penentuan rute rencana jalan dengan menghindari wilayah
wilayah yang rawan longsor dan daerah daerah yang lerengnya tidak stabil. SIG
juga menyediakan peta-peta geologi dan fasilitas untuk keperluan analisa geologi
bagi para pengguna, baik akhli geologi maupun yang bukan.
2.9.2. Simbol-Simbol Dalam Peta Geologi

Kontak, dengan besarnya kemiringan

Kontak, tegak (kiri) dan membalik

Kontak, lokasi diperkirakan

Kontak, lokasi tidak pasti

Kontak gradasi

Sesar, dengan arah kemiringan

Sesar sangat diragukan


80

Sesar mendatar

Sesar naik

Zona sesar dengan kemiringan rata-rata

Sesar normal/sesar turun

Antiklin dan siklin

Antiklin tidak simetris

Antiklin membalik

Antiklin dengan dua arah penunjaman,


dengan kulminasi

Antiklin membalik bentuk sama


Arah sumbu antiklin kecil (kiri) dan siklin

Arah sumbu perlipatan

Jurus dan kemiringan perlapisan


81

Jurus dan kemiringan lapisan (membal

Undulasi (perlapisan menggelombang)

Jurus dan kemiringan foliasi

Jurus dari foliasi tegak

Foliasi mendatar

Sejajar foliasi

Jurus dan kemiringan cleavage

Jurus dari cleavage tegak

Cleavage mendatar

Jurus dan kemiringan kekar

Tambang terbuka dan cadangan

Portal dari terowongan atau Adit

Shaft di permukaan, tegak )kiri) dan


82

Shaft diperluas ke atas (kiri)dan dasar

Lubang bor mendatar (kiri) dan miring 30o

Shaft, tegak (kiri) dan miring

Adit, terbuka (kiri) dan miring

Paritan (kiri) dan prospek

Penambangan/cadangan
Pasir, kerakal, dan lubang lempung

2.9.3.Pembuatan Profil Geologi dan Interprestasi


Cara untuk menginterpretasi struktur geologi melalui topografi adalah
sebagai berikut :
a. Menafsirkan jalur struktur berdasarkan ada/tidaknya lineament (dapat berupa
garis lurus atau lengkung) dan menggambarkannya secara tegas atau
terputus- putus. Pola lineament tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk
diagram roset dan yang terpenting dibuat peta linieamentnya.
b. Mengamati kerapatan kontur. Apabila dijumpai adanya perbedaan kerapatan
kontur yang mencolok maka dapat ditafsirkan pada batas-batas perbedaannya
merupakan akibat pensesaran dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar
normal. Perlu pula diperhatikan fenomena tersebut dapat saja terjadi akibat
perubahan sifat fisik batuan.
c. Mengamati bentuk morfologi, misalnya :
 Apabila bentuk punggungan bukit memanjang barat-timur, dan apabila daerah
tersebut disusun oleh batuan sedimen klastika (dari literatur), maka dapat
ditafsirkan bahwa jurus perlapisan batuannya adalah barat-timur sesuai dengan
arah punggungannya.
83

 Apabila ada suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng
bukitnya landai (kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal,
maka ditafsirkan kemiringan (arah “dip”) lapisan tersebut ke arah bermorfologi
lereng yang landai, morfologi yang demikian dikenal sebagai Hog back.
 Apabila ada suatu punggungan perbukitan dengan arah dan jalur yang sama,
namun pada bagian tertentu terpisahkan oleh suatu lembah (biasanya juga
berkembang aliran sungai) atau posisi jalur punggungannya nampak bergeser,
maka dapat ditafsirkan di daerah tersebut telah mengalami pensesaran dan
fenomena tersebut umumnya terjadiakibat sesar mendatar, sesar normal atau
kombinasi keduannya.
 Apabila suatu daerah bermorfologi perbukitan, dimana punggungan bukitnya
saling sejajar dan dipisahkan oleh lembah sungai, maka kemungkinan daerah
tersebut merupakan perbukitan struktural lipatan-anjakan.
 Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan penyusunnya dapat
berupa aluvium atau sedimen lainnya yang mempunyai kemiringan bidang
lapisan relatif horizontal. Kondisi ini umumnya menunjukan bahwa umur batuan
masih muda dan relatif belum mengalami derformasi akibat tektonik (lipatan
dan sesar belum berkembang).
d. Mengamati pola pengaliran sungainya. Dengan cara ini dapat membantu
dalam menafsirkan batuan penyusun serta struktur geologinya, misalnya :
 Pola pengaliran trelis dan paralel, mencerminkan bahwa batuan di daerah
tersebut sudah mengalami pelipatan.
 Pola pengaliran sejajar ditafsirkan bahwa daerah tersebut telah mengalami
proses pensesaran.
 Pola pengaliran rektangular mencerminkan bahwa daerah tersebut banyak
berkembang kekar.
 Pola pengaliran dendritik mencerminkan batuan penyusun yang relatif seragam.
Dsb.

Anda mungkin juga menyukai